Hari Ini Terakhir Lapor SPT Orang Pribadi, Sanksi Menanti Jika Terlambat

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengingatkan bahwa hari ini, Jumat (11/4/2025), adalah kesempatan terakhir bagi wajib pajak orang pribadi untuk melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak 2024. Jika terlambat, siap-siap dikenakan sanksi administrasi.

Melalui akun Instagram resminya, @ditjenpajakri, DJP menegaskan bahwa perpanjangan waktu pelaporan ini diberikan sebagai bentuk relaksasi karena adanya libur nasional dan cuti bersama Hari Raya Idulfitri 1446 H serta Nyepi 2025. Semestinya, batas pelaporan berakhir pada 31 Maret 2025, namun pemerintah memperpanjang tenggat hingga 11 April 2025 sesuai Keputusan Dirjen Pajak Nomor 79/PJ/2025.

“Kondisi libur nasional dan cuti bersama tersebut berpotensi menyebabkan keterlambatan pelaporan, sehingga kami memberikan kelonggaran tanpa sanksi administrasi,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas DJP, Dwi Astuti.

Meski diperpanjang, antusiasme pelaporan masih belum maksimal. Dari total 19,77 juta wajib pajak, baru 12,34 juta yang melaporkan SPT hingga Kamis (10/4/2025) dini hari.

Pelaporan SPT Tahunan 2024 dapat dilakukan langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau secara online melalui e-Filing dan e-Form di laman resmi DJP. Wajib pajak diimbau untuk segera melapor hari ini juga agar terhindar dari denda keterlambatan. (alf)

 

Pemeriksaan Pajak Dipangkas, Wajib Pajak Kini Bisa Dapat Kepastian Lebih Cepat

IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Kementerian Keuangan resmi memangkas jangka waktu pemeriksaan pajak, demi meningkatkan efisiensi dan memberikan kepastian hukum yang lebih cepat bagi wajib pajak (WP). Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2025.

Direktur P2 Humas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu, Dwi Astuti, menjelaskan bahwa pemeriksaan reguler kini hanya memakan waktu maksimal 6 bulan dari sebelumnya 12 bulan. Sementara itu, untuk pemeriksaan grup usaha dan transfer pricing, durasi dipangkas dari maksimal 24 bulan menjadi 10 bulan.

“Pemangkasan ini tidak membebani WP, karena mereka kini juga diberi kesempatan menyampaikan klarifikasi lebih awal, pada tahap pembahasan temuan sementara,” ujar Dwi, Rabu (9/4/2025). Tahapan baru ini memungkinkan WP memberikan tanggapan sebelum Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) diterbitkan.

Lebih lanjut, waktu klarifikasi atas SPHP juga dipangkas dari 7 hari kerja menjadi 5 hari. Meski demikian, Dwi menegaskan, dengan adanya tahapan baru, WP dapat lebih fokus menyusun tanggapan SPHP yang sifatnya formal dan yuridis.

Untuk mendukung percepatan ini, DJP juga telah menyosialisasikan PMK 15/2025 ke seluruh jajaran pemeriksa dan memperkenalkan sistem digital baru bernama Coretax. Sistem ini diklaim akan meningkatkan kualitas dan kuantitas pemeriksaan pajak secara signifikan.

“Dengan sistem dan proses baru ini, produktivitas pemeriksa pajak bisa meningkat. Mereka dapat menyelesaikan lebih banyak pemeriksaan dalam setahun,” tambah Dwi.

 

 

 

Tarif PPh Impor RI untuk Elektronik hingga Ponsel  hanya 0,5%

IKPI, Jakarta: Pemerintah terus melakukan langkah strategis untuk menjaga daya saing industri dalam negeri di tengah meningkatnya tekanan eksternal. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan rencana penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Impor dan penyesuaian bea masuk untuk sejumlah produk impor strategis.

Dalam pernyataannya, Sri Mulyani menyebut bahwa tarif PPh Impor untuk produk tertentu seperti elektronik, ponsel, dan laptop akan diturunkan dari 2,5% menjadi 0,5%. “Langkah ini setara dengan pelonggaran pungutan sebesar 2%,” ujar Menkeu di acara Sarasehan Ekonomi bersama Presiden Prabowo, baru-baru ini.

Selain itu, pemerintah juga akan menyesuaikan tarif bea masuk terhadap produk-produk impor asal Amerika Serikat yang termasuk dalam kategori Most Favored Nation (MFN). Produk-produk tersebut mencakup besi dan baja, alat kesehatan, produk teknologi informasi, hingga barang tambang. Tarif bea masuknya akan dikurangi dari kisaran 5-10% menjadi 0-5%, yang berarti penurunan beban tarif hingga 5%.

“Ini berarti mengurangi lagi 5% beban tarif. Ini untuk produk-produk yang berasal dari Amerika Serikat yang masuk dalam most favored nation,” jelas Sri Mulyani.

Kebijakan ini diharapkan dapat membantu industri nasional dalam menjaga efisiensi dan daya saingnya, sekaligus menjadi bantalan terhadap dampak tekanan global yang semakin meningkat. (alf)

 

Sri Mulyani Longgarkan Pajak demi Lawan Tekanan Dagang AS, CPO hingga Laptop Dapat Angin Segar

IKPI, Jakarta: Pemerintah Indonesia tengah menggodok sejumlah kebijakan relaksasi pajak dan tarif impor sebagai langkah strategis untuk menghadapi tekanan dagang dari Amerika Serikat. Salah satu sorotan utamanya adalah penyesuaian tarif bea keluar untuk produk unggulan tanah air seperti minyak kelapa sawit mentah alias crude palm oil (CPO).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa tarif bea keluar untuk CPO akan dibuat lebih fleksibel, berkisar dari 0% hingga maksimal 25%. “Bea keluar untuk CPO kita akan lakukan adjustment. Ini juga equivalent mengurangi beban hingga 5%,” kata Sri Mulyani dalam acara Sarasehan Ekonomi bersama Presiden Prabowo, yang digelar di Jakarta baru-baru ini.

Kebijakan ini bukan tanpa alasan. Pemerintah bergerak cepat menanggapi keputusan Presiden AS Donald Trump yang menetapkan tarif perdagangan baru sebesar 32% untuk produk asal Indonesia.

Namun tak hanya CPO yang mendapat angin segar. Pemerintah juga mempercepat proses penerbitan kebijakan Trade Remedies, seperti bea masuk anti-dumping, imbalan, dan safeguard. Jika sebelumnya butuh waktu 30 hari, kini prosesnya akan dipangkas jadi hanya 15 hari.

“Ini termasuk Pak Menteri Perdagangan dan Pak Menko Perekonomian, semua minta agar bea masuk anti dumping, imbalan, safeguard bisa dilakukan dan dipercepat hanya dalam waktu 15 hari,” tegas Sri Mulyani.

Tak berhenti di situ, pemerintah juga berencana menurunkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Impor untuk produk-produk tertentu seperti elektronik, ponsel, dan laptop dari 2,5% menjadi 0,5%. Langkah ini setara dengan pelonggaran pungutan sebesar 2%.

Sementara itu, tarif bea masuk untuk produk-produk impor dari AS yang termasuk dalam kategori Most Favored Nation (MFN)—seperti besi baja, alat kesehatan, produk IT, hingga barang tambang juga akan disesuaikan. Tarifnya akan diturunkan dari kisaran 5-10% menjadi 0-5%, atau setara dengan pengurangan beban tarif hingga 5%.
“Ini berarti mengurangi lagi 5% beban tarif. Ini untuk produk-produk yang berasal dari Amerika Serikat yang masuk dalam most favored nation,” kata Menkeu.

Dengan kebijakan ini, pemerintah berharap dapat menjaga daya saing industri dalam negeri sekaligus meredam dampak dari tekanan eksternal yang semakin intens. (alf)

IKPI Lanjutkan Edukasi Pajak: Gelar Pelatihan Pengisian SPT Tahunan PPh Badan

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) terus menunjukkan komitmennya dalam memberikan edukasi perpajakan kepada masyarakat. Kali ini, IKPI menggelar kegiatan Edukasi Pengisian SPT Tahunan PPh Badan yang digelar secara hybrid pada Kamis,(10/4/2025) di kantor Sekretariat Pusat IKPI, Pejaten, Jakarta Selatan dan aplikasi Zoom Meeting. Hal ini sebagai bagian dari rangkaian program kerja organisasi.

Sekretaris Umum IKPI, Associate Professor Edy Gunawan, menyampaikan apresiasi atas kehadiran para peserta yang memenuhi undangan kegiatan edukatif ini. Ia menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan kelanjutan dari program serupa yang sebelumnya dilaksanakan pada 8 Maret 2025, yang fokus pada pengisian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi.

“Kami menyadari bahwa menjelang akhir masa pelaporan pajak, Wajib Pajak Badan memerlukan panduan dan pemahaman lebih dalam mengenai proses penyusunan dan pengisian laporan tahunan pajak. Untuk itu, kehadiran kami di tengah masyarakat diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata,” ujar Edy.

Ia juga menekankan pentingnya kesinambungan dalam edukasi perpajakan. “Kegiatan seperti ini tidak cukup dilakukan satu-dua kali saja. Harus ada konsistensi dan pemilihan topik yang relevan dengan kebutuhan dunia usaha dan isu perpajakan yang berkembang,” tambahnya.

Sebagai bentuk komitmen berkelanjutan, IKPI telah merancang program pro bono bagi masyarakat umum dalam bentuk edukasi perpajakan yang akan digelar secara rutin. Peserta yang telah bergabung dalam kegiatan IKPI akan terus mendapatkan informasi terbaru mengenai agenda edukasi yang akan datang.

Edy mengungkapkan, hingga saat ini IKPI menaungi 7.077 anggota, di mana 6.597 di antaranya telah memiliki izin praktik dari Kementerian Keuangan, mencakup 89,17% dari total konsultan pajak yang terdaftar secara nasional. Organisasi ini memiliki jaringan yang luas dengan 13 pengurus daerah dan 45 pengurus cabang di seluruh Indonesia.

Ia juga menegaskan bahwa IKPI terus membangun kerja sama dengan berbagai pihak, mulai dari perguruan tinggi hingga dunia usaha, guna meningkatkan kompetensi perpajakan nasional. Ia berharap para peserta dapat memanfaatkan kesempatan ini untuk memperdalam wawasan perpajakan dari para narasumber yang hadir.

“Silakan gali ilmu sebanyak-banyaknya, semoga kegiatan ini memberi manfaat besar bagi Bapak/Ibu dalam memenuhi kewajiban perpajakan dengan lebih baik,” katanya. (bl)

Pemerintah Siap Revisi Aturan Pajak demi Permudah Merger dan Akuisisi

IKPI, Jakarta: Pemerintah memberi sinyal akan merevisi aturan perpajakan, khususnya terkait merger dan akuisisi, untuk meringankan beban pelaku usaha yang tertekan oleh situasi global, termasuk kebijakan dagang Presiden AS Donald Trump yang kian protektif.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa pemerintah telah menerima banyak masukan dari dunia usaha soal hambatan perpajakan dalam proses merger dan akuisisi.

Menurutnya, di tengah tekanan ekonomi global, perusahaan membutuhkan ruang gerak lebih lincah.

“Dalam situasi seperti ini, merger dan akuisisi perlu dipercepat. Namun seringkali terhambat karena kebijakan pajak yang ada,” ujar Sri Mulyani dalam acara Sarasehan Ekonomi Bersama PresidenPrabowo di Jakarta, baru-baru ini.

Saat ini, sesuai dengan UU Pajak Penghasilan (UU PPh), keuntungan dari proses merger, peleburan, atau pengambilalihan usaha tetap dikenai pajak. Bahkan dalam aturan turunan seperti PMK No. 43/PMK.03/2008, meskipun ada opsi menggunakan nilai buku, proses merger tetap memiliki beban administratif dan fiskal tersendiri.

Sri Mulyani menegaskan bahwa pemerintah siap membuka ruang evaluasi agar proses merger dan akuisisi tidak lagi terkendala pajak. “Kami ingin perusahaan-perusahaan bisa lebih agile. Kalau situasinya memang menuntut untuk bergabung, ya jangan sampai pajak malah jadi hambatan,” tegasnya.

Langkah ini diharapkan bisa menjadi angin segar bagi pelaku usaha yang sedang berstrategi menghadapi tantangan ekonomi global. (alf)

 

Update 9 April 2025! DJP Catat 12,56 Juta Wajib Pajak Laporkan SPT Tahunan

IKPI, Jakarta: Hingga 9 April 2025 pukul 11.59 WIB, sebanyak 12,56 juta wajib pajak telah melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan mereka untuk tahun pajak 2024. Angka ini setara dengan 77,45% dari target kepatuhan yang ditetapkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), yakni sebanyak 16,21 juta pelaporan SPT.

“Sudah ada 12,56 juta yang lapor, terdiri dari 12,2 juta SPT orang pribadi dan 357 ribu dari badan usaha,” ujar Dwi Astuti, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (10/4/2025).

Meski angka ini tergolong tinggi, DJP tetap mengingatkan bahwa waktu untuk melapor hampir habis. Batas waktu pelaporan hasil perpanjangan jatuh pada 11 April 2025. Jadi, bagi yang belum, sebaiknya jangan ditunda lagi.

Kabar baiknya, pemerintah memberikan penghapusan sanksi administratif bagi wajib pajak orang pribadi yang terlambat bayar PPh Pasal 29 dan/atau menyampaikan SPT Tahunan, selama keterlambatannya terjadi antara 31 Maret hingga 11 April 2025. Hal ini diatur dalam Keputusan Dirjen Pajak Nomor 79 Tahun 2025, menyusul adanya hari libur nasional dan cuti bersama terkait Hari Suci Nyepi dan Idulfitri.

“Melapor SPT tepat waktu adalah bentuk kepatuhan kita sebagai warga negara,” tegas Dwi. Ia juga mendorong masyarakat untuk menggunakan djponline.pajak.go.id, yang memungkinkan pelaporan dari mana saja. “Lapor lebih awal, lebih nyaman,” tutupnya. (alf)

 

China Terapkan Sistem Pengembalian Pajak Real-Time bagi Wisatawan Asing

IKPI, Jakarta: Pemerintah China melalui Administrasi Perpajakan Negara (State Taxation Administration/STA) secara resmi memperbarui kebijakan pengembalian pajak bagi wisatawan asing. Kebijakan baru tersebut menggantikan sistem refund-upon-departure (pengembalian pajak saat keberangkatan) dengan sistem refund-upon-purchase (pengembalian pajak saat pembelian).

Dalam pengumuman resmi yang disampaikan pada Selasa (8/4/2025), STA menjelaskan bahwa pengunjung asing kini dapat langsung mengklaim potongan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di toko-toko bebas pajak. Dengan demikian, dana yang dikembalikan dapat dimanfaatkan secara waktu nyata (real-time) untuk pembelanjaan lebih lanjut selama masa kunjungan.

Sebelumnya, wisatawan hanya bisa mengakses pengembalian PPN setelah menyelesaikan proses imigrasi di bandara atau pelabuhan keberangkatan.

STA menyampaikan bahwa kebijakan baru ini sebelumnya telah diujicobakan di lima wilayah, yaitu Shanghai, Beijing, Guangdong, Sichuan, dan Zhejiang, dan kini telah memenuhi seluruh persyaratan operasional untuk diterapkan secara nasional.

Seorang pejabat STA menyatakan bahwa lembaganya akan terus memperkuat panduan kebijakan serta menyederhanakan prosedur pengembalian pajak demi kemudahan para wisatawan.

Li Xuhong, Wakil Presiden dan profesor di Institut Akuntansi Nasional Beijing, menyambut baik inisiatif ini. Menurutnya, penerapan kebijakan tersebut secara nasional akan meningkatkan mutu layanan sektor pariwisata dan menciptakan ekosistem wisata yang lebih ramah, efisien, dan nyaman. (alf)

 

Pembayaran Bea Meterai Kini Bisa Gunakan SSP Berdasarkan PMK-78/2024

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengumumkan bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 78 Tahun 2024, pembayaran Bea Meterai kini dapat dilakukan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). Ketentuan ini berlaku bagi pihak yang terutang Bea Meterai dalam kondisi tertentu.

Dalam informasi resminya yang disampaikan melalui akun Instagram @pajakjakartapusat, Rabu (9/4/2025) disebutkan bahwa pembayaran menggunakan SSP diperuntukkan jika pemeteraian kemudian dilakukan terhadap lebih dari 50 dokumen, atau dalam kondisi di mana penggunaan meterai tempel maupun meterai elektronik tidak memungkinkan. Misalnya, saat meterai tempel tidak tersedia, atau sistem meterai elektronik tidak dapat diakses atau tidak merespons saat proses pembubuhan.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembayaran menggunakan SSP antara lain:

• Pihak yang terutang wajib membuat daftar dokumen jika pembayaran dilakukan atas dua dokumen atau lebih.

• Wajib melekatkan SSP atau bukti penerimaan yang telah divalidasi Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN), atau bukti pemindahbukuan (Pbk) pada dokumen atau daftar dokumen tersebut.

Langkah ini merupakan bagian dari upaya DJP untuk memberikan alternatif pembayaran Bea Meterai yang lebih fleksibel di tengah tantangan teknis maupun administratif.

Untuk informasi lebih lanjut, masyarakat dapat mengakses kanal resmi DJP atau menghubungi kantor pajak terdekat. (alf)

Menkeu Tegaskan Reformasi Layanan Pajak Dorong Kinerja Positif

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa reformasi besar-besaran di sektor administrasi layanan perpajakan berhasil mendorong kinerja penerimaan pajak yang positif pada Maret 2025.

Meskipun tekanan ekonomi global masih tinggi akibat kebijakan perang dagang Presiden AS Donald Trump, termasuk pengenaan tarif 32% terhadap Indonesia, penerimaan pajak berhasil tumbuh 9,1% pada bulan Maret.

“Reformasi perpajakan ini tidak hanya memperbaiki sistem, tapi juga secara langsung mampu mengurangi tekanan dari kebijakan tarif tersebut,” kata Sri Mulyani dalam acara Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden Prabowo di Jakarta, Selasa (8/4/2025).

Sri Mulyani menjelaskan, sejumlah langkah konkret dilakukan pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak, termasuk penerapan sistem Coretax yang mempermudah dokumentasi dan mempercepat proses perpajakan, seperti restitusi dan pemeriksaan.

“Misalnya untuk restitusi wajib pajak orang pribadi di bawah Rp100 juta sekarang tidak lagi diperiksa. Untuk pengembalian lebih bayar PPN juga sudah otomatis melalui Coretax,” jelasnya.

Reformasi lainnya mencakup pemangkasan waktu pemeriksaan pajak dari satu tahun menjadi hanya enam bulan, serta pemeriksaan grup seperti transfer pricing yang kini hanya butuh waktu 10 bulan dari sebelumnya dua tahun.

Menurutnya, pembaruan ini sangat membantu arus kas perusahaan, termasuk dalam penetapan nilai pabean yang selama ini dikeluhkan dunia usaha, khususnya dari Amerika Serikat.

Tak hanya itu, pemerintah juga melakukan reformasi kebijakan di sektor impor, seperti penghapusan kuota impor yang dinilai tidak berdampak langsung pada penerimaan negara namun menambah beban transaksi dan membuka celah ketidaktransparanan.

“Kalau kuota ini dihapus, dampaknya besar untuk perbaikan ekspor-impor kita,” ungkapnya. Ia menambahkan, penyederhanaan perizinan impor juga akan dilakukan dengan sistem berbasis teknologi dan data, serta pergeseran pengawasan dari border ke post border dalam kerangka national logistic ecosystem.

Sri Mulyani menyebut, seluruh reformasi perpajakan ini dapat diasumsikan setara dengan pengurangan tarif perdagangan hingga 2%. Artinya, beban tarif 32% yang dikenakan AS terhadap Indonesia bisa ditekan menjadi 30% secara efektif.

Sebelumnya, penerimaan pajak sempat mengalami tekanan cukup dalam pada awal tahun, dengan penurunan sebesar 13% di Januari dan kontraksi 4% di Februari. Namun dengan berbagai langkah reformasi, tren ini berhasil dibalik pada Maret.

“Coretax kita makin baik, proses pemeriksaan dan validasi juga makin cepat. Ini jadi faktor kunci pemulihan kinerja pajak,” kata Menkeu. (alf)

 

en_US