Kenaikan HJE Rokok, Pemerintah Pesan 17 Juta Pita Cukai ke PERURI

IKPI, Jakarta: Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani, mengumumkan bahwa pemerintah akan mempertahankan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) pada tahun 2025, namun harga jual eceran (HJE) rokok dipastikan akan mengalami kenaikan. Kebijakan ini akan berlaku untuk rokok konvensional dan rokok elektrik, yang saat ini sedang dalam tahap harmonisasi melalui dua Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

Askolani menjelaskan bahwa kebijakan ini merupakan bagian dari upaya pengendalian konsumsi rokok serta pengaturan pasar yang lebih efektif, dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti kesehatan masyarakat dan keberlanjutan industri rokok. Dua PMK tersebut diharapkan dapat diterapkan pada awal 2025, dengan rincian mengenai kenaikan HJE yang lebih jelas.

Meski CHT tidak mengalami kenaikan, pemerintah tetap berharap kebijakan ini dapat meminimalkan dampak negatif dari fenomena “down trading,” yaitu kecenderungan konsumen untuk beralih ke produk rokok dengan harga lebih murah. Hal ini menjadi perhatian utama pemerintah yang terus berupaya untuk mengendalikan konsumsi rokok sembari menjaga lapangan pekerjaan dalam industri tersebut.

Selain itu, ia juga mengungkapkan bahwa persiapan pita cukai baru untuk tahun 2025 telah rampung dikerjakan oleh Perum PERURI dan diperkirakan akan selesai pada bulan Desember ini. Proses persiapan pita cukai tersebut bertujuan untuk memenuhi kebutuhan produksi rokok di awal tahun, dengan estimasi perusahaan rokok akan memesan sekitar 15 hingga 17 juta pita cukai pada Januari 2025.

“Kami berharap pita cukai ini dapat segera dipenuhi, dan kami akan memastikan bahwa jumlah pesanan yang dibutuhkan dapat kami penuhi sesuai ketentuan,” ujar Askolani di Kementerian Keuangan, baru-baru ini.

Dengan kebijakan ini, pemerintah berkomitmen untuk menyeimbangkan pengendalian konsumsi rokok, keberlanjutan industri, dan perlindungan kesehatan masyarakat. Diharapkan, kebijakan yang diterapkan pada 2025 ini dapat menciptakan dampak positif yang lebih besar di bidang sosial-ekonomi serta kesehatan. (alf)

Kemenkeu Rilis Kenaikan HJE Rokok yang Berlaku 1 Januari 2025

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah merilis harga jual eceran (HJE) rokok yang akan berlaku mulai 1 Januari 2025. Meskipun tarif cukai hasil tembakau (CHT) tidak mengalami kenaikan, harga jual rokok di masyarakat tetap mengalami peningkatan. Hal ini tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 97 Tahun 2024 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Sigaret, Cerutu, Rokok Daun Atau Klobot, dan Tembakau Iris.

Dalam peraturan tersebut, harga jual eceran rokok akan mengalami kenaikan bervariasi sesuai dengan jenis dan golongan rokok. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk mengendalikan konsumsi tembakau, melindungi industri tembakau yang padat karya, dan mengoptimalkan penerimaan negara.

Beberapa poin utama harga jual eceran rokok yang berlaku mulai 1 Januari 2025 adalah sebagai berikut:

Sigaret Kretek Mesin (SKM)

• Golongan I: Harga jual paling rendah Rp 2.375/batang (naik 5,08%) dengan tarif cukai Rp 1.231/batang

• Golongan II: Harga jual paling rendah Rp 1.485/batang (naik 7,6%) dengan tarif cukai Rp 746/batang

Sigaret Putih Mesin (SPM)

• Golongan I: Harga jual paling rendah Rp 2.495/batang (naik 4,8%) dengan tarif cukai Rp 1.336/batang

• Golongan II: Harga jual paling rendah Rp 1.565/batang (naik 6,8%) dengan tarif cukai Rp 794/batang

Sigaret Kretek Tangan (SKT) atau Sigaret Putih Tangan (SPT)

• Golongan I: Harga jual eceran paling rendah Rp 1.555/batang sampai Rp 2.170/batang dengan tarif cukai Rp 378/batang

• Golongan II: Harga jual paling rendah Rp 995/batang (naik 15%) dengan tarif cukai Rp 223/batang

• Golongan III: Harga jual paling rendah Rp 860 (naik 18,6%) dengan tarif cukai Rp 122/batang

• Sigaret Kretek Tangan Filter (SKTF) atau Sigaret Putih Tangan Filter (SPTF)

• Harga jual eceran paling rendah Rp 2.375/batang (naik 5%) dengan tarif cukai Rp 1.231/batang

Sigaret Kelembak Kemenyan (KLM)

• Golongan I: Harga jual paling rendah Rp 950 dengan tarif cukai Rp 483/batang (tidak ada perubahan dari 2024)

• Golongan II: Harga jual paling rendah Rp 200 dengan tarif cukai Rp 25/batang (tidak ada perubahan dari 2024)

Jenis Tembakau Iris (TIS) dan Jenis Rokok Daun atau Klobot (KLB)

• Harga jual paling rendah Rp 55-180 (tidak ada perubahan dari tahun ini)

• Harga jual paling rendah Rp 290 (tidak ada perubahan dari tahun ini)

Jenis Cerutu (CRT)

• Harga jual paling rendah Rp 495 sampai Rp 5.500 (tidak ada perubahan dari tahun ini)

Kebijakan ini diperkirakan akan memberi dampak pada daya beli masyarakat terhadap produk tembakau, serta memperkuat upaya pemerintah dalam mengendalikan konsumsi rokok di Indonesia.

Sementara itu, sektor industri tembakau yang masih padat karya diperkirakan akan tetap dapat mempertahankan daya saingnya dengan optimasi penerimaan negara dari sektor cukai hasil tembakau. (alf)

Pajak Baru Meningkatkan Biaya Tahunan Kendaraan Bermotor

IKPI, Jakarta: Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan baru yang akan menambah beban biaya tahunan yang harus dibayar oleh pemilik kendaraan bermotor. Dalam aturan baru tersebut, dua kolom rincian biaya pada STNK akan bertambah, yakni pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB), yang diubah dengan adanya pajak tambahan.

Pajak baru ini menetapkan bahwa ada opsi PKB dan BBNKB sebesar 66 persen dari besaran pajak terutang. Artinya, jika saat ini kendaraan bermotor dikenakan PKB sebesar Rp1 juta, pemilik kendaraan akan dikenakan tambahan PKB sebesar Rp660 ribu. Dengan tambahan tersebut, total pajak kendaraan yang harus dibayar menjadi Rp1,6 juta.

Pajak baru ini harus dibayarkan oleh pemilik kendaraan bersamaan dengan penyetoran pajak kendaraan bermotor setiap tahunnya. Kebijakan ini diperkirakan akan memberikan dampak signifikan terhadap biaya operasional kendaraan bagi konsumen, mengingat besaran pajak yang harus dibayar akan terus meningkat.

Masyarakat diminta untuk mempersiapkan anggaran tambahan ini, seiring dengan diberlakukannya kebijakan tersebut pada tahun mendatang. Pemerintah berharap kebijakan ini dapat meningkatkan pendapatan negara sekaligus mendorong kesadaran masyarakat akan pentingnya pembayaran pajak yang tepat waktu. (alf)

Pemerintah Segera Umumkan Daftar Barang Terkena PPN 12%, Fokus pada Barang Mewah

IKPI, Jakarta: Pemerintah Indonesia akan mengumumkan daftar barang yang akan dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12% pada pekan depan. Hal ini disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa, Rabu (11/12/2024).

Sri Mulyani menjelaskan bahwa pengumuman tersebut masih dalam tahap finalisasi, di mana pemerintah tengah memformulasikan kebijakan yang mencakup berbagai aspek seperti anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), keadilan sosial, daya beli masyarakat, dan pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, keputusan ini perlu diseimbangkan dengan aspirasi masyarakat.

“Beberapa arahan dan diskusi terus kami lakukan, dan ini dalam tahap finalisasi. Kami akan segera mengumumkan bersama dengan Menko Perekonomian mengenai keseluruhan paket, tidak hanya terkait dengan PPN 12%,” ujarnya.

Pengenaan PPN 12% ini hanya akan berlaku untuk barang-barang mewah, sedangkan barang dan jasa yang selama ini menjadi kebutuhan pokok masyarakat akan tetap dibebaskan dari kenaikan PPN.

Sri Mulyani memastikan bahwa barang-barang seperti beras, daging, ikan, telur, sayur, susu segar, gula konsumsi, serta jasa pendidikan, kesehatan, dan angkutan umum akan tetap bebas PPN. Selain itu, barang kebutuhan lainnya seperti buku, vaksinasi, rumah sederhana, dan rusunami juga tidak akan terpengaruh oleh kebijakan tersebut.

“Barang-barang yang tidak terkena PPN tetap akan dipertahankan, tetapi PPN 12% akan diberlakukan hanya untuk barang-barang yang dianggap mewah,” ujarnya.

Keputusan kenaikan PPN menjadi 12% merupakan implementasi dari amanat Undang-Undang yang bertujuan untuk menyeimbangkan prinsip keadilan dalam perekonomian. Sri Mulyani juga menyebutkan bahwa meskipun PPN yang berlaku secara umum adalah 11%, sejumlah barang dan jasa tetap dibebaskan dari pungutan PPN. Diperkirakan pada tahun 2025, pembebasan PPN akan mencapai Rp265,6 triliun, sebuah angka yang lebih tinggi dibandingkan dengan tahun ini yang diperkirakan mencapai Rp231 triliun.

Dengan demikian, meskipun PPN ditingkatkan menjadi 12%, pembebasan untuk barang-barang tertentu tetap diutamakan guna menjaga daya beli masyarakat dan memenuhi kebutuhan pokok. Kebijakan ini diharapkan dapat mengurangi beban masyarakat yang kurang mampu sambil tetap mendukung potensi pendapatan negara. (alf)

Italia Rencanakan Pengurangan Pajak Keuntungan Modal Kripto dalam Anggaran 2025

IKPI, Jakarta: Italia tengah mempersiapkan rencana untuk mengurangi pajak keuntungan modal atas mata uang kripto dalam anggaran negara 2025. Menurut laporan dari kantor berita internasional, aturan ini direncanakan akan diselesaikan pada akhir bulan ini.

Sebelumnya, usulan pemerintah Italia mengarah pada kenaikan pajak keuntungan modal atas mata uang kripto dari 26 persen menjadi 42 persen. Namun, perubahan ini mendapatkan tanggapan dari Maurizio Leo, Wakil Menteri Keuangan Italia, yang menyatakan bahwa daya tarik kripto yang semakin berkembang di negara tersebut menjadi alasan untuk menangguhkan rencana kenaikan pajak tersebut.

Meskipun masih harus menunggu keputusan final, laporan tersebut menyebutkan bahwa pemerintah Italia cenderung mempertahankan tarif pajak 26 persen yang ada saat ini. Keputusan ini diharapkan dapat memberikan kepastian bagi pasar dan mendorong pertumbuhan sektor kripto yang semakin populer di kalangan masyarakat Italia.

Dalam beberapa tahun terakhir, Italia telah mencatatkan adopsi kripto yang signifikan, dengan 11 persen populasi menggunakannya. Negara ini juga berada di peringkat ke-37 dalam Indeks Adopsi Global 2024 yang dirilis oleh Chainalysis. Survei terbaru yang dilakukan oleh YouGov dan disponsori oleh Bitpanda, menunjukkan bahwa mayoritas pengguna kripto di Eropa, termasuk Italia, berasal dari kalangan milenial dan Gen Z.

Eric Demuth, CEO Bitpanda, menyatakan bahwa kripto semakin populer di kalangan generasi muda di Eropa. “Kaum muda ini terus mendorong adopsi mata uang kripto. Masa depan keuangan ada di tangan generasi muda,” ujar Demuth, seperti yang dikutip dari Yahoo Finance.

Selain itu, Italia juga tetap menjadi salah satu negara yang berpartisipasi dalam regulasi baru yang penting di Eropa, yakni *Markets in Crypto Assets* (MiCA), yang bertujuan untuk mengatur lebih dari 1 triliun euro aset kripto di benua tersebut. Regulasi ini diharapkan dapat memberikan kerangka kerja yang lebih jelas dan aman bagi pasar kripto di Eropa.

Dengan perkembangan ini, Italia semakin memperlihatkan komitmennya untuk menciptakan ekosistem yang mendukung inovasi digital, termasuk dalam sektor kripto, sambil menjaga kestabilan dan transparansi di pasar keuangan.

Hingga November 2024 Pemerintah Himpun Rp10,59 Triliun dari Pajak Digital

IKPI, Jakarta: Pemerintah berhasil menghimpun pajak dari sektor digital mencapai Rp10,59 triliun sepanjang Januari hingga November 2024. Angka tersebut diperoleh dari berbagai sektor digital, termasuk perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE), kripto, fintech (P2P lending), dan Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (P2 Humas DJP) Dwi Astuti, kontribusi terbesar berasal dari pajak pertambahan nilai (PPN) atas PMSE, yang mencapai Rp7,58 triliun. Selain itu, sektor kripto memberikan setoran pajak sebesar Rp511,8 miliar, sementara pajak dari sektor fintech P2P lending tercatat sebesar Rp1,31 triliun. Sektor SIPP turut berkontribusi dengan setoran pajak senilai Rp1,19 triliun.

Artinya, total pajak yang sudah dihimpun mencapai Rp24,5 triliun hingga November 2024. Angka ini didapatkan dari 171 pelaku PMSE yang telah ditunjuk dari 199 pelaku yang terdaftar. Pemerintah juga melakukan penunjukan baru pada bulan November 2024, dengan tujuh pelaku baru yang ditunjuk untuk memungut PPN PMSE, di antaranya Amazon Japan G.K., Vorwerk International & Co. KmG, dan Huawei Service (Hong Kong) Co., Limited. Selain itu, tercatat satu perubahan data dan satu pencabutan pelaku PMSE pada bulan yang sama.

Sekadar nformasi, sektor kripto mencatatkan setoran pajak sebesar Rp979,08 miliar hingga November 2024. Angka tersebut terdiri dari PPh 22 atas transaksi penjualan yang mencapai Rp459,35 miliar, serta PPN dalam negeri (DN) atas transaksi pembelian kripto di exchanger sebesar Rp519,73 miliar.

Sedangkan sektor P2P lending juga memberikan kontribusi signifikan dengan total setoran pajak mencapai Rp2,86 triliun. Setoran tersebut berasal dari tiga jenis pajak, yakni PPh 23 atas bunga pinjaman dalam negeri yang diterima oleh wajib pajak dalam negeri (WPDN) dan bentuk usaha tetap (BUT) sebesar Rp800,99 miliar, PPh 26 atas bunga pinjaman yang diterima wajib pajak luar negeri (WPLN) sebesar Rp558,57 miliar, serta PPN DN atas setoran masa sebesar Rp1,5 triliun.

Sementara ntuk sektor SIPP turut menyumbang total setoran pajak senilai Rp2,71 triliun, terdiri dari PPh sebesar Rp183,83 miliar dan PPN sebesar Rp2,53 triliun.

“Pemerintah terus melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap sektor-sektor digital ini guna memastikan kepatuhan pajak yang optimal. Upaya ini sejalan dengan komitmen Pemerintah untuk memajukan sektor digital dan memperkuat basis pajak di Indonesia,” ujar Dwi kepada media baru-baru ini. (alf)

Hadi Poernomo: Transparansi Harusnya Jadi Solusi Meningkatkan Rasio Pajak, Bukan Kenaikan PPN

IKPI, Jakarta: Kebijakan pemerintah untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% bagi barang mewah yang akan diterapkan mulai tahun 2025 dikritisi mantan Dirjen Pajak periode 2001-2006 Hadi Poernomo. Menurutnya, langkah ini bukanlah solusi yang tepat untuk meningkatkan rasio pajak Indonesia yang masih rendah.

Anggota Kehormatan dari Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) ini mengungkapkan bahwa menaikkan tarif PPN justru bisa menjadi jalan terakhir untuk mendongkrak penerimaan negara. Sebaliknya, ia menilai tarif PPN seharusnya tetap dipertahankan pada 10%.

“Idealnya, rasio pajak seharusnya meningkat seiring dengan penurunan tarif pajak, bukan sebaliknya,” ujar pria yang akrab di sapa Pung seperti dikutip dari podcast Cuap-Cuap Cuan yang disiarkan oleh CNBC Indonesia, Jumat (13/12/2024).

Menurut Pung, solusi yang lebih efektif untuk meningkatkan rasio pajak adalah dengan memperbaiki sistem kepatuhan pajak. Salah satu cara yang disarankan adalah dengan memperkuat pengawasan atau monitoring terhadap pembayaran pajak secara mandiri oleh Wajib Pajak (WP) melalui sistem self-assessment.

Dalam sistem ini, setiap transaksi keuangan dan non-keuangan WP harus dilaporkan secara transparan, sehingga dapat mengurangi potensi kebocoran pajak dan praktek korupsi yang sering terjadi. “Sistem ini bagaikan CCTV bagi penerimaan negara,” kata Pung.

Dengan adanya transparansi, lanjutnya, petugas pajak tidak akan semena-mena dalam menjalankan tugasnya, dan WP pun diharapkan lebih patuh dalam melaporkan kewajiban pajaknya. Melalui penerapan sistem digitalisasi yang lebih ketat, data transaksi keuangan, rekening bank, hingga transaksi luar negeri dapat terhubung langsung dengan sistem pajak.

Pemerintah Indonesia menurut Pung, sudah memiliki dasar hukum yang kuat untuk menerapkan sistem ini, yaitu Undang-Undang (UU) No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan dan Perpu Nomor 1 Tahun 2017 yang mengatur tentang akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan. Bahkan, ia menambahkan, lembaga jasa keuangan dan perbankan wajib menyampaikan data transaksi kepada otoritas pajak secara otomatis.

Dengan demikian, Pung meyakini bahwa sistem pengawasan pajak yang lebih transparan dan digital dapat meningkatkan kepatuhan WP, yang pada gilirannya dapat mendongkrak penerimaan pajak.

Ia optimistis bahwa target rasio pajak Indonesia yang sebesar 16% yang ditetapkan oleh Presiden Prabowo Subianto bisa tercapai dalam beberapa tahun ke depan. “Monitoring self-assessment bisa meningkatkan rasio pajak antara 1-2%, yang setara dengan Rp 250 triliun hingga Rp 500 triliun,” ujarnya.

Dengan demikian, Pung meyakini, meskipun kebijakan peningkatan tarif PPN dapat memberikan tambahan penerimaan pajak dalam jangka pendek, pendekatan yang lebih berkelanjutan melalui peningkatan kepatuhan pajak dan transparansi sistem perpajakan diharapkan bisa menjadi kunci utama dalam mengoptimalkan rasio pajak Indonesia di masa depan. (alf)

Pemerintah Siapkan Paket Stimulus Pajak Dukung Sektor Otomotif dan Properti

IKPI, Jakarta: Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, mengumumkan bahwa pemerintah akan meluncurkan paket stimulus ekonomi terbaru yang ditujukan untuk mendongkrak pertumbuhan dua sektor penting dalam perekonomian Indonesia, yakni otomotif dan properti. Paket ini akan berupa insentif pajak yang diharapkan dapat meningkatkan daya beli masyarakat serta memperkuat daya saing industri domestik.

Menurut Airlangga, paket stimulus ini akan terdiri dari dua jenis insentif pajak utama. Pertama, relaksasi pajak penjualan barang mewah (PPnBM) untuk sektor otomotif, dan kedua, insentif pajak pertambahan nilai (PPN) yang ditanggung pemerintah (DTP) untuk sektor properti. Pengumuman resmi mengenai kedua insentif ini dijadwalkan akan dilakukan dalam waktu dekat, yaitu pekan ini.

Stimulus untuk Sektor Otomotif

Airlangga menjelaskan bahwa insentif PPnBM akan diberikan kepada industri otomotif dalam rangka mendorong peningkatan penjualan kendaraan bermotor. Pemerintah berharap dengan adanya insentif ini, sektor otomotif yang sempat terpuruk akibat pandemi COVID-19 dapat kembali bangkit, serta memperkuat daya beli masyarakat. “Kami berharap paket ekonomi ini bisa kami selesaikan dan memberikan dampak positif bagi industri otomotif,” ujar Airlangga kepada media di kantornya, Kamis (12/12/2024).

Pemerintah menilai sektor otomotif memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia, baik sebagai sektor yang menyerap tenaga kerja maupun sebagai motor penggerak industri lainnya. Dengan adanya insentif pajak, diharapkan permintaan terhadap kendaraan baru akan meningkat, yang pada gilirannya akan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Stimulus untuk Sektor Properti

Selain sektor otomotif, paket stimulus ini juga akan mencakup insentif pajak untuk sektor properti. Airlangga mengungkapkan bahwa pemerintah akan memberikan insentif PPN DTP (ditanggung pemerintah) untuk sektor perumahan. Insentif ini dimaksudkan untuk menurunkan harga jual rumah bagi masyarakat, khususnya bagi kelas menengah yang tengah mengalami tekanan ekonomi akibat inflasi dan kenaikan harga barang.

Diharapkan, dengan adanya insentif ini, masyarakat akan lebih mudah membeli rumah yang sekaligus bisa mendongkrak permintaan di sektor properti. Sektor ini, yang merupakan salah satu sektor besar yang menyerap banyak tenaga kerja, diharapkan dapat kembali menunjukkan tren positif pasca-pandemi.

“Ini adalah langkah strategis untuk memperkuat daya beli masyarakat, khususnya di sektor perumahan,” kata Airlangga.

Selain itu, Airlangga juga menekankan pentingnya kedua insentif pajak ini dalam menjaga daya saing industri domestik, terutama di sektor padat karya. Ia menyatakan bahwa insentif pajak ini sangat dibutuhkan untuk memastikan bahwa pelaku industri nasional tidak kalah saing dengan pelaku industri baru yang didukung oleh dana investasi asing.

Melalui paket stimulus ini, pemerintah berharap bisa menciptakan iklim yang lebih kondusif bagi pelaku industri lokal untuk berinovasi dan berkembang.

Sektor properti dan otomotif merupakan dua sektor yang sangat berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia, baik dari sisi konsumsi masyarakat maupun penciptaan lapangan pekerjaan.

Oleh karena itu lanjit Airlangga, insentif pajak ini diharapkan dapat mempercepat pemulihan ekonomi Indonesia pasca-pandemi dan menghadapi tantangan ekonomi global yang penuh ketidakpastian.

Airlangga juga menyatakan bahwa meskipun rencananya pengumuman kedua insentif ini akan dilakukan bersamaan, namun pihaknya masih belum bisa memastikan tanggal pastinya. Ia menyebutkan bahwa jika memungkinkan, kedua insentif ini akan diumumkan dalam waktu bersamaan, namun jika tidak memungkinkan, pengumuman bisa dilakukan secara bertahap.

Menurutnya, paket stimulus ini sangat penting untuk memberikan dukungan langsung kepada masyarakat kelas menengah yang membutuhkan akses lebih mudah terhadap properti dan kendaraan bermotor. “Kami akan terus memonitor dan mengevaluasi dampak dari kebijakan ini agar bisa memberikan hasil yang maksimal bagi perekonomian nasional,” ujarnya.

Dengan adanya kebijakan ini, pemerintah berharap sektor otomotif dan properti dapat kembali menjadi penggerak ekonomi, menciptakan lapangan pekerjaan, serta meningkatkan konsumsi domestik yang pada akhirnya akan mempercepat pemulihan ekonomi Indonesia. Pemerintah juga berharap stimulus ini akan mampu menciptakan peluang bisnis baru di sektor-sektor terkait, sekaligus memperkuat daya saing Indonesia di kancah global. (alf)

IFA Indonesia Gelar Seminar Pajak Internasional ke-12 di Jakarta

IKPI, Jakarta: International Fiscal Association (IFA) Indonesia sukses menggelar “The 12th IFA Indonesia Annual International Tax Seminar” pada 10-11 Desember 2024 di Financial Hall Graha CIMB Niaga, Jakarta. Seminar ini menghadirkan para otoritas, praktisi, akademisi, dan korporasi untuk membahas isu-isu perpajakan global terkini dan memberikan panduan dalam merespons kebijakan perpajakan internasional.

Ketua IFA Indonesia Ichwan Sukardi, menjelaskan bahwa seminar ini bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang dampak kebijakan pajak internasional bagi perusahaan serta memberikan arahan tentang langkah-langkah yang perlu diambil oleh berbagai pihak terkait.

“Seminar ini diharapkan dapat memberikan pencerahan bagi wajib pajak, membantu mereka memahami dampak kebijakan perpajakan global terhadap perusahaan mereka, serta memberikan masukan kepada otoritas terkait dalam penyusunan kebijakan perpajakan,” ujar Ichwan melalui keterangan tertulisnya yang diterima, Kamis (12/12/2024).

Sekadar informasi, selama dua hari, seminar ini menghadirkan sesi-sesi mendalam dan partisipatif yang membahas berbagai topik, termasuk perspektif dari narasumber yang berasal dari Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), IFA Internasional, praktisi perpajakan dari berbagai negara, serta akademisi.

Pembahasan utama dalam seminar kali ini mencakup isu-isu kebijakan pajak internasional yang paling aktual, termasuk Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) 2.0, khususnya Pilar I dan Pilar II.

Ichwan menekankan bahwa Pilar II, yang berkaitan dengan pajak minimum global atau Global Minimum Tax (GMT), menjadi topik yang sangat relevan bagi Indonesia, terutama dengan rencana Kementerian Keuangan yang sedang menyusun Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang GMT.

“Pilar II ini akan langsung berdampak pada perusahaan multinasional di Indonesia, mengingat kesepakatan global menetapkan bahwa perusahaan dengan pendapatan lebih dari 750 juta euro harus membayar pajak minimal 15 persen atas keuntungan mereka,” kata Ichwan.

Ia berharap, seminar ini dapat memperkaya wawasan para peserta dan memberikan kontribusi positif dalam penyusunan kebijakan perpajakan Indonesia yang lebih berkelanjutan dan responsif terhadap perkembangan global. (alf)

Pemerintah Tunjuk Tujuh Perusahaan Asing jadi Pemungut PPN PMSE

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan telah menunjuk tujuh perusahaan asing sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) pada November 2024. Perusahaan-perusahaan yang ditunjuk tersebut meliputi Amazon Japan G.K., Vorwerk International & Co. KmG, Huawei Service (Hong Kong) Co., Limited, Sounds True Inc., Siteground Hosting Ltd., Browserstack Inc., dan Total Security Limited.

Selain penunjukan tujuh perusahaan baru, DJP juga melakukan pembetulan terhadap perusahaan Posit Software, PBC dan pencabutan terhadap Global Cloud Infrastructure Limited. Dengan demikian, total pelaku usaha PMSE yang telah ditunjuk sebagai pemungut PPN mencapai 199 perusahaan hingga November 2024.

Dari 199 pelaku usaha tersebut, 171 perusahaan telah berhasil melakukan pemungutan dan penyetoran PPN PMSE dengan total setoran mencapai Rp 24,5 triliun.

Jumlah tersebut berasal dari setoran pada tahun-tahun sebelumnya, yaitu Rp 731,4 miliar pada 2020, Rp 3,90 triliun pada 2021, Rp 5,51 triliun pada 2022, Rp 6,76 triliun pada 2023, dan Rp 7,58 triliun pada tahun 2024.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti, mengungkapkan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk menciptakan keadilan dan kesetaraan berusaha antara pelaku usaha konvensional dan digital.

Dwi juga menegaskan bahwa pemerintah akan terus menunjuk pelaku usaha PMSE yang menjual produk dan layanan digital dari luar negeri kepada konsumen Indonesia.

“Dengan langkah ini, diharapkan sistem perpajakan di sektor digital dapat lebih efisien dan berkeadilan, serta dapat meningkatkan kontribusi pajak dari sektor ekonomi digital yang berkembang pesat,” kata Dwi dalam keterangan resminya, Kamis (12/12/2024). (alf)

en_US