Arief Setyadi: Konsultan Pajak Harus Jadi Mitra Bisnis, Bukan Sekadar Pengisi SPT

IKPI, Jakarta: Senior Partner PKF Indonesia sekaligus anggota Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Arief Setyadi, berbagi kisah inspiratif sekaligus realitas keras dunia konsultan pajak di hadapan puluhan anggota tetap baru IKPI dalam acara inaugurasi di Kantor Pusat IKPI, Pejaten, Jakarta Selatan, Senin (27/10/2025).

Selama dua dekade berkecimpung di dunia perpajakan dan audit, Arief menegaskan bahwa menjadi konsultan pajak bukan sekadar memahami aturan, tetapi tentang membangun trust dan menjadi mitra strategis bagi klien.

“Kami selalu mulai sebagai ‘keset’-nya klien. Tapi tujuan akhirnya bukan itu. Kita harus tumbuh jadi business partner yang dipercaya klien,” ujarnya.

Lulusan Surabaya yang sempat meniti karier dan meraih sertifikasi CPA di Amerika Serikat ini memilih pulang ke tanah air dengan tekad mengabdi pada bangsa. Sejak bergabung dengan PKF Indonesia pada 2006, Arief membangun reputasi di bidang tax compliance atau layanan yang berfokus pada kepatuhan pajak berbasis laporan keuangan yang akurat.

“Semua pekerjaan kami selalu bersumber dari laporan keuangan. Bukan dari SPT. Karena kami percaya, dasar kepatuhan itu adalah data yang valid,” katanya.

Menurutnya, perubahan sistem perpajakan yang cepat mulai dari SPT non-elektronik hingga Coretax menuntut konsultan pajak untuk terus belajar dan beradaptasi. Namun ia menegaskan, belajar teori saja tidak cukup.
“Jadi konsultan pajak itu jangan cuma bisa ngomong. Coba juga jadi pengusaha kecil-kecilan. Supaya tahu rasanya bayar pajak. Dari situ baru kita bisa kasih nasihat yang nyambung dengan realita,” ucapnya.

Arief menilai kebijakan Sunset Policy 2008 menjadi momentum kebangkitan kesadaran pajak nasional. Program itu menciptakan peluang besar bagi profesi di sektor keuangan, termasuk akuntan publik dan konsultan pajak.

“Dulu wajib pajak masih seperti hidup di hutan rimba. Setelah Sunset Policy, mereka mulai sadar pentingnya kewajiban perpajakan. Dari situ lahir kebutuhan akan konsultan pajak yang kredibel,” kenangnya.

Ia juga menyoroti dampak positif dari Tax Amnesty 2016 dan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) tahun 2021-2022, yang mendorong semakin banyak individu untuk terbuka dan patuh terhadap aturan. “Orang pribadi mulai terbuka. Mungkin belum semuanya paham pajak, tapi setidaknya sudah mau patuh. Itu kemajuan besar,” ujarnya.

Dalam pemaparannya, Arief menegaskan pentingnya membangun tim yang solid dan bermental tahan banting.
“Profesi ini gila load kerjanya. Kalau kita recruitment 10 orang, sisa 1 aja dalam waktu 5 tahun kita sudah bersyukur. Tapi jangan juga sampai rekrut 10 sisa 10, nanti overhead buat gaji menjadi terlalu tinggi” katanya.

Ia menuturkan, profesi konsultan pajak menuntut jam kerja tak normal dan komitmen tinggi terhadap klien. Di kantornya, tim dibiarkan bekerja fleksibel tanpa paksaan lembur, namun dituntut untuk disiplin dan produktif.

“Mereka lembur bukan karena disuruh, tapi karena merasa pekerjaan harus selesai untuk hari berikutnya. Itu budaya yang saya bangun,” jelasnya.

Sebagai anggota IKPI, Arief menegaskan pentingnya kesetiaan pada satu asosiasi profesi. “Kami di PKF memiliki puluhan personel bersertifikat pajak dan semuanya adalah anggota satu asosiasi, yaitu IKPI. Kita tidak pindah-pindah asosiasi. Satu cukup, yang penting kita respect pada senior dan pegang etika dalam bekerja.”tegasnya.

Arief berpesan agar para anggota baru IKPI tidak terjebak pada rutinitas administratif semata, tetapi memaknai profesinya sebagai bentuk pelayanan publik yang bernilai.

“Kerja konsultan pajak itu bukan cuma isi SPT. Kita di tengah-tengah: harus bisa menenangkan klien yang panik, tapi juga bicara baik-baik dengan kantor pajak. Jadi kuncinya ada di serving your client,” pungkasnya.

Arief menegaskan satu hal penting, bahwa profesi konsultan pajak tidak bisa dijalani sendirian, melainkan membutuh tim, etika, dan empati agar bisa bertahan, dipercaya, dan tumbuh bersama klien. (bl)

Menkeu Purbaya Hitung Ulang Rencana Turunkan PPN: “Turun 1%, Negara Hilang Rp70 Triliun”

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengaku masih berhitung matang sebelum mengeksekusi rencana penurunan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Ia menilai kebijakan itu tidak bisa diambil secara tergesa, mengingat dampaknya yang langsung terasa pada penerimaan negara.

“Begitu jadi menteri keuangan, setiap 1% turun saya kehilangan pendapatan Rp70 triliun. Wah, rugi juga nih,” ungkap Purbaya dalam Sarasehan 100 Ekonom Indonesia di Menara Bank Mega, Jakarta, Selasa (28/10/2025).

Purbaya mengaku, sebelum duduk di kursi Menkeu, dirinya sempat sangat percaya diri menurunkan tarif PPN demi merangsang daya beli masyarakat. Namun, setelah melihat langsung struktur keuangan negara, ia menyadari langkah tersebut memerlukan perhitungan yang jauh lebih hati-hati.

“Jadi kita pikir-pikir,” ujarnya tegas.

Menurutnya, penurunan tarif pajak baru bisa dilakukan bila sistem administrasi perpajakan dan kepabeanan sudah benar-benar efisien. Pemerintah saat ini tengah memantapkan pembenahan sistem tersebut agar kemampuan negara dalam memungut pajak dan cukai bisa diukur secara nyata.

“Saya perbaiki dulu sekarang sampai triwulan dua ke depan, nanti saya bisa ukur. Kalau sudah tahu kemampuan riil penerimaan, baru saya berani ambil keputusan besar seperti menurunkan tarif,” jelasnya.

Purbaya menambahkan, rencana penurunan tarif PPN sejatinya sudah menjadi bagian dari agendanya sejak awal menjabat sebagai Menteri Keuangan. Namun, ia enggan berspekulasi tanpa data kuat.

“Itu sudah di atas kertas, sudah direncanakan. Tapi saya harus hati-hati, karena saya baru dua bulan menjabat. Jadi saya hitung semua dulu,” ujarnya.

Dengan gaya blak-blakan khasnya, Purbaya menegaskan bahwa dirinya bukan tipe pengambil keputusan “koboi” dalam kebijakan fiskal.

“Walaupun saya kelihatannya sembarangan kayak koboi, tapi saya pelit dan hati-hati. Kalau jeblok nanti, defisit bisa tembus di atas 3%,” tutupnya. (alf)

Pengamat Sebut Penertiban Dana Mengendap di Daerah Perkuat Disiplin Fiskal

IKPI, Jakarta: Pengamat kebijakan publik Muhammad Gumarang menilai langkah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menertibkan dana pemerintah daerah yang disimpan dalam bentuk deposito di bank daerah merupakan kebijakan tepat dan berani. Menurutnya, kebijakan tersebut akan memperkuat disiplin fiskal sekaligus mendorong optimalisasi penyerapan anggaran di daerah.

“Kebijakan Menteri Keuangan sudah tepat. Penertiban ini akan memperkuat disiplin fiskal dan mendorong pemerintah daerah agar lebih optimal dalam penyerapan anggaran,” ujar Gumarang, Selasa (29/10/2025).

Ia menjelaskan, temuan dana mengendap di 15 daerah menunjukkan masih lemahnya tata kelola keuangan daerah. Banyak pemerintah daerah yang salah kaprah memandang Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (SiLPA) sebagai kelebihan dana, padahal justru menandakan rendahnya serapan anggaran dan potensi terhambatnya pertumbuhan ekonomi lokal.

Menurut Gumarang, praktik penyimpanan dana daerah di Bank Pembangunan Daerah (BPD) sudah lama menjadi kebiasaan karena dianggap aman dan mudah diawasi. Namun, kebiasaan itu justru menimbulkan konflik kepentingan dan rawan penyalahgunaan.

“Selama ini kepala daerah merasa nyaman menaruh uang di BPD karena bank itu milik mereka sendiri. Tapi itu harus dihentikan,” tegasnya.

Ia menambahkan, dengan penertiban dana mengendap ini, Kementerian Keuangan berupaya memastikan anggaran publik benar-benar tersalurkan untuk kegiatan produktif. Gumarang juga meyakini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dapat dengan mudah menelusuri praktik tersebut melalui mekanisme audit sesuai UU Nomor 17 Tahun 2003 dan PP Nomor 71 Tahun 2010.

“Langkah Kementerian Keuangan ini harus berlanjut. Daerah tidak boleh lagi menjadikan SiLPA sebagai budaya. Ini bukan keuntungan, tapi tanda ada yang tidak beres dalam perencanaan dan pelaksanaan anggaran,” pungkasnya. (alf)

Purbaya Tegaskan Tak Naikkan Pajak Sebelum Ekonomi Tumbuh 6 Persen

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan pemerintah tidak akan menaikkan tarif pajak dalam waktu dekat. Ia menyebut, langkah tersebut baru akan diambil bila ekonomi nasional tumbuh di atas 6 persen agar tidak membebani masyarakat.

“Saya akan menaikkan pajak pada waktu (ekonomi) tumbuhnya di atas 6 persen. Anda juga akan senang bayar pajaknya,” ujar Purbaya di Jakarta, Selasa (28/10/2025).

Alih-alih menaikkan pajak, Purbaya kini fokus mendorong perputaran ekonomi. Salah satu langkah yang ditempuh adalah memindahkan Saldo Anggaran Lebih (SAL) APBN dari Bank Indonesia ke Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) agar dana pemerintah dapat segera masuk ke sektor riil melalui penyaluran kredit perbankan.

“Ini bagian dari dorongan pembangunan dari sisi fiskal. Saya akan pantau ketat agar kebijakan ini tepat sasaran,” tegasnya.

Ia juga memastikan penunjukan e-commerce sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) 22 bagi pedagang ditunda, hingga pertumbuhan ekonomi mencapai 6 persen. Pertimbangan serupa juga diterapkan terhadap rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

“Tujuan saya sederhana jangan bebani masyarakat dulu. Biarkan ekonomi bergerak dulu,” katanya.

Untuk memperkuat penerimaan negara, Purbaya memilih memperluas basis pajak melalui pertumbuhan ekonomi, bukan dengan menaikkan tarif. Ia juga menekankan pentingnya pengawasan di sektor perpajakan, kepabeanan, dan cukai guna mencegah praktik penyimpangan seperti underinvoicing.

Menurutnya, ketika ekonomi tumbuh lebih cepat, penerimaan negara akan meningkat secara alami. “Kalau ekonomi tumbuh cepat, penerimaan negara juga akan ikut cepat. Itu jauh lebih sehat,” ujar Purbaya. (alf)

Ketum IKPI Ajak Anggota Ikuti Program S2 MAKSI FEB UGM Lewat Jalur RPL

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Vaudy Starworld mengajak anggota IKPI untuk melanjutkan studi ke jenjang Magister Akuntansi (MAKSI) Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) melalui jalur Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL).

Ajakan ini disampaikan seiring dengan proses perizinan penerimaan mahasiswa baru (PMB) jalur RPL Program Studi MAKSI FEB UGM yang saat ini tengah berproses di tingkat Rektor UGM dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia.

“Kami mengajak anggota IKPI yang berminat studi S2 di Prodi MAKSI FEB UGM untuk memanfaatkan kesempatan ini. Program ini menjadi langkah strategis dalam meningkatkan kompetensi profesional sekaligus mendapatkan pengakuan akademik atas pengalaman di bidang perpajakan,” ujar Vaudy, Selasa (28/10/2025).

Dorong Profesional Pajak Naik Kelas

Menurut Vaudy, tantangan profesi konsultan pajak saat ini semakin kompleks, baik dari sisi regulasi, digitalisasi, maupun tuntutan etika profesi. Karena itu, peningkatan kapasitas akademik menjadi penting agar para konsultan pajak tidak hanya mumpuni dalam praktik teknis, tetapi juga memahami aspek akuntansi, regulasi, dan riset secara mendalam.

“Kerja sama IKPI dengan FEB UGM adalah bagian dari upaya kami untuk membuka jalur akademik yang relevan dan terintegrasi dengan dunia profesi,” tambahnya.

Dikatakannya, melalui skema RPL (Rekognisi Pembelajaran Lampau), pengalaman profesional anggota IKPI dapat diakui sebagai bagian dari capaian pembelajaran. Artinya, konsultan pajak yang telah lama berpraktik bisa mendapatkan pengurangan beban studi (waiver) dan menyelesaikan program magister dalam waktu lebih singkat.

Beberapa keunggulan jalur RPL bagi anggota IKPI antara lain:

• Pengakuan pengalaman kerja: pengalaman profesional di bidang perpajakan dapat dikonversi menjadi kredit akademik.

• Durasi studi lebih cepat: beberapa lulusan jalur RPL dapat menyelesaikan S2 dalam waktu sekitar dua semester, sesuai rekam jejak pengakuan mata kuliah.

• Kelas khusus untuk anggota IKPI: kurikulum disesuaikan dengan latar belakang dan kebutuhan konsultan pajak.

• Fleksibel bagi profesional aktif: peserta tetap bisa bekerja sambil menempuh studi, dengan jadwal yang menyesuaikan beban kerja.

• Peningkatan profil profesional: gelar Magister Akuntansi dari UGM menambah kredibilitas dan memperkuat posisi anggota IKPI di mata klien maupun regulator.

Program ini juga membuka ruang sinergi antara dunia akademik dan profesi, sekaligus mendorong konsultan pajak untuk terus mengembangkan keahlian berbasis riset dan praktik terbaik.

Vaudy berharap, para anggota IKPI dapat memanfaatkan peluang ini untuk meningkatkan kualitas diri sekaligus berkontribusi pada penguatan profesi konsultan pajak di Indonesia.

“Ini bukan sekadar studi lanjut, tetapi bagian dari perjalanan untuk membawa profesi kita naik kelas,” tegasnya.

Untuk informasi lebih lanjut, anggota IKPI dapat menghubungi pengurus pusat IKPI atau mengakses laman resmi Prodi MAKSI FEB UGM guna mengetahui jadwal, persyaratan, serta mekanisme pendaftaran jalur RPL. (bl)

Kesempatan Terakhir! Pemutihan Pajak Kendaraan di Banten Berakhir 31 Oktober

IKPI, Jakarta: Pemerintah Provinsi Banten kembali mengingatkan masyarakat agar segera memanfaatkan program pemutihan pajak kendaraan bermotor yang akan berakhir pada 31 Oktober 2025. Gubernur Banten Andra Soni menegaskan, program keringanan ini tidak akan diperpanjang dan menjadi kesempatan terakhir bagi warga yang masih memiliki tunggakan pajak.

“Untuk program pemutihan pajak kendaraan, sesuai ketentuan yang telah ditetapkan sebelumnya, akan berakhir pada akhir Oktober ini,” ujar Andra di Serang, Rabu (29/10/2025).

Menurutnya, pembebasan tunggakan pajak kendaraan ini merupakan bentuk perhatian pemerintah daerah agar masyarakat dapat kembali tertib dalam memenuhi kewajiban pajaknya. Namun, ia mengingatkan, program serupa tidak akan digelar kembali dalam waktu dekat.

“Kami berharap masyarakat yang belum memanfaatkan kesempatan ini segera melakukannya, karena program pemutihan seperti ini tidak akan dilakukan lagi,” tegasnya.

Andra juga mengimbau masyarakat untuk tetap patuh membayar pajak setelah program berakhir. Dengan begitu, kepemilikan kendaraan tetap legal dan masyarakat turut berkontribusi pada pembangunan daerah.

“Kami mengimbau masyarakat agar ke depan dapat membayar pajak kendaraan tepat waktu,” ujarnya.

Gubernur turut menekankan agar Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) serta petugas Samsat memberikan pelayanan terbaik menjelang berakhirnya program ini.

“Kepada petugas Bapenda, khususnya di Samsat, saya meminta agar terus memberikan pelayanan yang cepat, akurat, dan terpercaya kepada masyarakat,” tutupnya.

Program pemutihan ini memberikan pembebasan denda dan tunggakan pajak kendaraan bermotor. Warga Banten yang ingin memanfaatkannya masih memiliki waktu hingga dua hari lagi sebelum pintu kesempatan ditutup pada 31 Oktober 2025 pukul 16.00 WIB. (alf)

Pemerintah Beri Kado Akhir Tahun, PPh 21 Pekerja Pariwisata Ditanggung Negara

IKPI, Jakarta: Pemerintah kembali menebar angin segar bagi dunia kerja, khususnya bagi mereka yang menggantungkan hidup di sektor pariwisata. Melalui kebijakan terbaru, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa resmi menetapkan insentif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) bagi para pekerja di sektor pariwisata.

Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 72 Tahun 2025 yang merevisi PMK Nomor 10 Tahun 2025. Regulasi tersebut mulai berlaku 28 Oktober 2025 dan menjadi bagian dari Program Akselerasi Ekonomi 2025.

“Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan memperluas lapangan kerja, pemerintah memberikan dukungan fiskal berupa fasilitas PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah bagi sektor pariwisata,” demikian tertulis dalam konsideran PMK 72/2025.

Sebelumnya, insentif PPh 21 DTP hanya diberikan kepada pekerja di sektor tekstil, alas kaki, pakaian jadi, furnitur, kulit, dan barang dari kulit. Kini, pemerintah memperluas manfaatnya ke sektor pariwisata, termasuk pekerja di bidang hotel, restoran, dan kafe (horeka).

Insentif ini berlaku bagi pekerja dengan penghasilan hingga Rp10 juta per bulan. Untuk sektor pariwisata, kebijakan tersebut berlaku sejak masa pajak Oktober hingga Desember 2025, sedangkan sektor padat karya lainnya tetap mendapat fasilitas untuk periode Januari–Desember 2025.

Dalam Pasal 5 PMK 72/2025 dijelaskan, insentif PPh 21 DTP harus dibayarkan tunai oleh pemberi kerja bersamaan dengan pembayaran gaji pegawai. Pajak yang ditanggung pemerintah ini tidak dianggap sebagai penghasilan kena pajak dan wajib dibuatkan bukti pemotongan sesuai ketentuan perpajakan. Jika nilai insentif lebih besar dari pajak yang seharusnya dibayar dalam satu tahun, kelebihan tersebut tidak dikembalikan kepada pegawai.

Kebijakan ini merupakan lanjutan dari paket stimulus ekonomi yang diumumkan pemerintah pada September 2025. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan, insentif ini akan berlanjut hingga tahun depan untuk menjaga daya beli dan kelangsungan usaha di tengah tekanan ekonomi global.

“Yang bergaji sampai Rp10 juta ditanggung pemerintah. Targetnya 1,7 juta pekerja di sektor padat karya dengan alokasi Rp800 miliar tahun ini. Tahun depan program ini tetap berlanjut,” ujar Airlangga usai rapat terbatas dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara, Jakarta (15/9/2025).

Untuk sektor pariwisata, pemerintah menyiapkan target 552 ribu pekerja penerima insentif dengan alokasi Rp120 miliar pada 2025 dan Rp480 miliar pada 2026. Jika digabung, total penerima manfaat insentif PPh 21 DTP dari sektor padat karya dan pariwisata mencapai 2,22 juta pekerja dengan nilai anggaran Rp1,28 triliun.

“Benefit-nya bisa langsung dirasakan pekerja. Harapannya daya beli tetap terjaga dan usaha sektor padat karya serta pariwisata bisa terus tumbuh,” tutur Airlangga.

Dengan kebijakan ini, pemerintah berharap denyut pariwisata nasional kembali hidup, terutama di daerah-daerah yang menggantungkan perekonomian pada sektor ini. Insentif fiskal ini bukan sekadar bantuan pajak, melainkan suntikan optimisme bagi jutaan pekerja untuk melangkah lebih mantap menuju tahun 2026. (alf)

FEB UGM Buka Pintu S2 untuk Anggota IKPI Lewat Jalur RPL

IKPI, Jakarta: Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) resmi membuka peluang bagi anggota Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) untuk melanjutkan studi Magister Akuntansi (Maksi) melalui jalur Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL). Program ini menjadi kabar gembira bagi para konsultan pajak yang ingin menempuh pendidikan S2 tanpa harus memulai dari awal.

Hal tersebut disampaikan oleh Prof. Irwan Taufiq Ritonga, M.Bus., Ph.D., CA, selaku Sekretaris Program Studi Magister Akuntansi FEB UGM, dalam diskusi daring bersama Ketua Umum IKPI Vaudy Starworld dan Ketua IKPI Cabang Sleman Hersona Bangun, Senin (28/10/2025).

“Proses RPL kita dengan IKPI tinggal sedikit lagi. Insya Allah pekan ini keluar SK Rektornya. Semua proses di fakultas dan universitas sudah 95 persen selesai,” ujar Prof. Irwan.

Jadi Percontohan Nasional di UGM

Prof. Irwan menjelaskan, kerja sama antara FEB UGM dan IKPI ini merupakan langkah strategis untuk memperluas akses pendidikan tinggi bagi profesional pajak. Program RPL Maksi FEB UGM bahkan menjadi salah satu percontohan di tingkat universitas.

“Program ini memberi kesempatan bagi seseorang yang memiliki pengalaman profesional atau pendidikan nonformal, seperti brevet pajak, untuk diakui secara akademik. Di UGM, Maksi menjadi program S2 pertama yang menjalankan RPL penuh dan dijadikan contoh bagi prodi lain,” ungkapnya.

Ia menambahkan, program RPL ini memiliki dasar hukum yang kuat, mulai dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Permendikbudristek Nomor 41 Tahun 2021, hingga SK Rektor UGM yang segera diterbitkan. Setelah SK tersebut resmi keluar, program ini akan terdaftar secara nasional di Sistem SIERRA Kemendikbudristek, sehingga legalitasnya dapat diverifikasi langsung oleh calon mahasiswa.

Salah satu keunggulan utama jalur RPL bagi anggota IKPI adalah pengakuan terhadap sertifikasi brevet pajak A, B, dan C sebagai bukti capaian pembelajaran.

“Kalau sudah lulus Brevet A, bisa diakui lima mata kuliah. Kalau Brevet B, enam mata kuliah. Bahkan untuk Brevet C, bisa sampai mata kuliah perpajakan internasional,” jelas Prof. Irwan.

Dengan pengakuan ini, peserta program tidak perlu mengulang mata kuliah dasar dan dapat langsung masuk ke semester dua, memangkas masa studi menjadi hanya dua semester efektif. “Kalau disiplin, kuliah bisa selesai dalam waktu satu tahun saja,” ujarnya.

Selain itu, tesis dalam program RPL tidak berbentuk penelitian tradisional, melainkan penulisan studi kasus profesional yang meniru format Harvard Business School. “Kita ingin pengalaman nyata konsultan pajak ditulis dalam format akademik yang bernilai ilmiah. Itu yang membedakan RPL Maksi UGM,” imbuhnya.

Fleksibel: Kuliah di Jogja, Bisa Juga di Jakarta

Meski program ini berbasis di Yogyakarta, FEB UGM memberikan fleksibilitas bagi peserta yang berdomisili di luar daerah, khususnya Jabodetabek. Beberapa sesi perkuliahan akan digelar di Jakarta dan sebagian bisa diikuti secara hybrid (online dan offline) tanpa mengurangi kualitas pembelajaran.

“Home base-nya tetap di Jogja, tapi kami upayakan 3–4 sesi kuliah bisa dilakukan di Jakarta agar lebih efisien bagi peserta dari luar kota,” ujar Prof. Irwan.

Ia juga menegaskan bahwa kelas RPL ini bersifat kelas reguler, bukan kelas khusus, sehingga memungkinkan peserta belajar bersama mahasiswa lain dari berbagai latar belakang profesional.

Sekadar informasi, program Magister Akuntansi FEB UGM telah meraih akreditasi nasional “Unggul” dari LAMEMBA serta akreditasi internasional AACSB (Association to Advance Collegiate Schools of Business) sertifikasi bergengsi yang hanya dimiliki oleh universitas ternama dunia.

“Dengan akreditasi AACSB, lulusan Maksi FEB UGM memiliki pengakuan setara dengan alumni sekolah bisnis internasional. Ini nilai tambah luar biasa bagi konsultan pajak Indonesia,” tutur Prof. Irwan.

Prof. Irwan mengimbau anggota IKPI agar mulai mempersiapkan diri mengikuti gelombang pendaftaran ke-3 dan ke-4, yang dijadwalkan segera dibuka setelah SK Rektor terbit.

“Kami targetkan perkuliahan dimulai awal Februari 2026. Jadi silakan bersiap, karena ini kesempatan emas bagi konsultan pajak untuk meningkatkan kompetensi akademik sekaligus menjaga profesionalitas,” pungkasnya.

Dengan dibukanya jalur RPL ini, kolaborasi antara FEB UGM dan IKPI diharapkan menjadi model sinergi antara akademisi dan praktisi dalam mencetak sumber daya manusia pajak yang unggul, berintegritas, dan berdaya saing global. (bl)

USKP Periode IV 2025 Khusus Peserta Ulang Tingkat B dan C, Catat Jadwalnya!

IKPI: Jakarta: Komite Penguji dan Penyelenggara Sertifikasi Konsultan Pajak (KP3SKP) resmi mengumumkan bahwa Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak (USKP) Periode IV Tahun 2025 hanya diperuntukkan bagi peserta yang akan mengulang tingkat B dan C.

“Jadi jangan sampai terlewat, Sobat Konsultan Pajak!” tulis KP3SKP dalam pengumumannya, Selasa (28/10/2025).

Dalam pengumuman tersebut, KP3SKP juga membocorkan tiga agenda penting yang wajib dicatat para calon peserta:

1. Open Access Materi Dasar Pajak

Mulai awal November 2025, peserta dapat mengakses E-Learning Dasar-Dasar Perpajakan bagi Masyarakat Umum di laman resmi klc2.kemenkeu.go.id. Platform ini bisa dimanfaatkan untuk mengasah kembali pemahaman sebelum menghadapi ujian.

2. Registrasi Peserta USKP

Pendaftaran peserta USKP Periode IV akan dibuka pada bulan November 2025. KP3SKP mengimbau peserta mengulang untuk segera menyiapkan berkas dan memastikan akun mereka aktif di sistem.

3. Pelaksanaan Ujian USKP Periode IV

Ujian akan digelar pada Desember 2025 di berbagai titik lokasi ujian yang ditetapkan KP3SKP. Peserta diminta memantau jadwal resmi dan petunjuk teknis di laman https://klc2.kemenkeu.go.id/sertifikasi/uskp/.

USKP sendiri merupakan gerbang utama untuk memperoleh sertifikat konsultan pajak resmi yang diakui oleh Direktorat Jenderal Pajak. Dengan ujian yang terstandar dan pengawasan ketat, hanya mereka yang benar-benar kompeten yang dapat lolos dan menyandang gelar Konsultan Pajak Bersertifikat.

Bagi para peserta yang belum beruntung di periode sebelumnya, inilah kesempatan untuk rebound dan menuntaskan perjuangan. Siapkan diri, perbarui strategi belajar, dan buktikan kemampuanmu di USKP Periode IV 2025! (bl)

Mulai 2026 DJP Bakal Pantau Rekening Digital dan Uang Elektronik

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) resmi mengumumkan langkah besar dalam memperkuat transparansi keuangan lintas negara. Melalui penerapan Amendments to the Common Reporting Standard (Amended CRS) yang disusun oleh OECD, Indonesia akan memperluas akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan mulai tahun data 2026, yang hasilnya akan dipertukarkan antarnegara pada 2027.

Sejak 2018, Indonesia telah menjalankan sistem Automatic Exchange of Information (AEOI) berdasarkan Common Reporting Standard (CRS) untuk melaporkan data keuangan lintas yurisdiksi. Kini, dengan Amended CRS, cakupan pelaporan semakin luas mengikuti perkembangan dunia keuangan digital.

Dalam pengumuman resminya, DJP menyebut bahwa Direktur Jenderal Pajak sebagai Competent Authority Indonesia telah menandatangani Addendum to the CRS MCAA pada 19 November 2024, yang menegaskan komitmen Indonesia bersama negara mitra dalam menerapkan standar baru tersebut.

Salah satu perubahan paling penting dari Amended CRS adalah penambahan jenis rekening keuangan yang wajib dilaporkan, termasuk produk uang elektronik tertentu (Specified Electronic Money Products) dan mata uang digital bank sentral (Central Bank Digital Currencies/CBDC). Dengan demikian, pergerakan dana digital yang sebelumnya sulit dipantau kini akan masuk dalam sistem pelaporan otomatis yang diakui secara global.

Selain memperluas cakupan, DJP juga menyempurnakan aspek pelaporan agar lebih rinci dan transparan. Lembaga jasa keuangan nantinya wajib melaporkan status rekening, validitas self-certification pemilik rekening, hingga informasi pengendali entitas (controlling person). Informasi tentang jenis rekening—baik simpanan, kustodian, asuransi, maupun penyertaan modal—juga harus dijabarkan secara jelas. Bahkan, rekening bersama (joint account) dan jumlah pemegangnya kini menjadi bagian dari laporan wajib.

DJP juga memastikan agar pelaporan berdasarkan Amended CRS tidak tumpang tindih dengan kerangka pelaporan aset kripto atau Crypto-Asset Reporting Framework (CARF). Dengan begitu, data uang elektronik, aset kripto, dan mata uang digital dapat dimonitor secara efisien tanpa duplikasi pelaporan.

Sebagai tindak lanjut, DJP tengah menyiapkan Rancangan Peraturan Menteri Keuangan (RPMK) baru yang akan menggantikan PMK Nomor 70/PMK.03/2017 (terakhir diubah dengan PMK Nomor 47 Tahun 2024) agar selaras dengan ketentuan Amended CRS. Aturan baru ini akan menjadi landasan teknis bagi pelaksanaan pertukaran informasi keuangan berbasis digital di masa depan.

Melalui pengumuman ini, DJP mengimbau seluruh Lembaga Jasa Keuangan, Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, dan Entitas Lain untuk segera mempersiapkan sistem dan proses internal agar siap melaksanakan ketentuan Amended CRS. Pemerintah berharap, kebijakan ini tidak hanya memperkuat kerja sama perpajakan internasional, tetapi juga menjadi langkah penting menuju sistem keuangan yang lebih transparan, modern, dan akuntabel. 

Informasi resmi dan dokumen pendukung dapat diakses melalui laman DJP:

👉 https://www.pajak.go.id/id/pengumuman/implementasi-amendments-common-reporting-standard-dalam-rangka-pelaksanaan-ketentuan

(alf)

en_US