PMK 81/2024: Wajib Pajak yang Dapat Insentif Bisa Bayar Angsuran PPh Lebih Rendah

IKPI, Jakarta: Pemerintah terus memperkuat insentif fiskal dengan mengatur ulang cara penghitungan angsuran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 bagi wajib pajak penerima fasilitas perpajakan. Hal ini tercantum dalam Pasal 232 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024, yang memberikan kepastian sekaligus kelonggaran bagi pelaku usaha.

Apa itu angsuran PPh Pasal 25?

Angsuran PPh Pasal 25 adalah pembayaran pajak bulanan yang harus dibayar oleh Wajib Pajak sebelum akhir tahun pajak. Biasanya dihitung dari penghasilan kena pajak tahun sebelumnya. Namun, dengan adanya insentif pajak, nilai angsurannya bisa diturunkan.

Siapa yang Diuntungkan?

PMK 81/2024 secara spesifik menyasar beberapa kelompok wajib pajak yang memperoleh fasilitas, antara lain:

1. Perusahaan Terbuka (Masuk Bursa)

Jika tahun sebelumnya mereka menikmati tarif PPh yang lebih rendah sesuai Pasal 17 ayat (2b) UU PPh, maka tarif itu boleh tetap digunakan dalam penghitungan angsuran tahun berjalan.

2. BUMN, BUMD, dan Wajib Pajak Lainnya

Jika memperoleh fasilitas pengurangan penghasilan neto, seperti:

Pasal 31A UU PPh (kegiatan tertentu yang mendorong ekspor, padat karya, dll.), Pasal 29A PP 94/2010 jo. PP 45/2019 (rugi fiskal masa lampau), atau Pasal 78 PP 40/2021 (pelaku usaha di Kawasan Ekonomi Khusus/KEK), maka dasar penghitungan angsuran PPh 25 adalah penghasilan neto setelah dikurangi insentif tersebut, bukan penghasilan kotor.

3. Wajib Pajak di Kawasan Khusus dan IKN

Bagi yang mendapat pembebasan atau pengurangan PPh Badan, misalnya berdasarkan:

Pasal 75 PP 40/2021 (KEK), atau Pasal 28–35 PP 12/2023 jo. PP 29/2024 (pelaku usaha di Ibu Kota Nusantara), maka angsuran bulanannya juga harus memperhitungkan besarnya fasilitas tersebut sehingga angsurannya bisa lebih kecil, bahkan nol dalam beberapa kasus.

4. Wajib Pajak UMKM atau Skala Tertentu

Yang mendapat pengurangan tarif 50% dari Pasal 31E ayat (1) UU PPh, juga berhak menghitung angsuran dengan tarif khusus tersebut.

Mengapa Ini Penting?

PMK 81/2024 menjawab kebutuhan dunia usaha untuk mendapatkan kejelasan: fasilitas perpajakan tidak hanya berdampak saat pelaporan tahunan, tapi juga mengurangi beban bulanan melalui angsuran yang lebih rendah.

Kebijakan ini sekaligus menjadi sinyal bahwa pemerintah tidak hanya memberi insentif “di atas kertas”, tapi juga mempermudah arus kas dan likuiditas perusahaan setiap bulan. (alf)

 

 

Sebanyak 22 Eselon I Kemenkeu Perkuat Arah Kebijakan Fiskal

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memperkuat arah dan efektivitas kebijakan fiskal nasional melalui pembentukan tiga unit eselon I baru dan penataan ulang posisi pejabat Pimpinan Tinggi Madya. Sebanyak 22 pejabat eselon I kini menempati jabatan strategis di tengah restrukturisasi kelembagaan yang menjadi bagian dari transformasi besar Kemenkeu.

Langkah ini menjadi kelanjutan dari amanat Peraturan Presiden Nomor 158 Tahun 2024 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124 Tahun 2024. Tujuannya jelas, untuk memperkuat fondasi fiskal yang adaptif, responsif, dan siap menghadapi tantangan ekonomi yang semakin dinamis.

Tiga Unit Baru

Restrukturisasi ini menghasilkan pembentukan tiga unit eselon I yang dirancang untuk memperkuat fungsi utama Kemenkeu:

• Direktorat Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal (DJSEF). Bertugas merumuskan strategi kebijakan fiskal makro, sektoral, serta evaluasi pendapatan dan belanja negara secara terintegrasi. Unit ini memperluas cakupan peran Badan Kebijakan Fiskal (BKF) yang selama ini memimpin dalam analisis makrofiskal.

• Direktorat Jenderal Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan (DJSPSK) . Hasil reposisi dari berbagai unit yang sebelumnya tersebar, seperti Pusat Kebijakan Sektor Keuangan (PKSK) dan P2PK. DJSPSK memperkuat pengawasan dan pengembangan sektor keuangan non-bank, termasuk asuransi dan jaminan sosial.

• Badan Teknologi, Informasi, dan Intelijen Keuangan (BTIIK). Dibentuk untuk memimpin transformasi digital dan pengelolaan intelijen ekonomi. BTIIK juga menjadi pusat koordinasi inovasi teknologi dan manajemen perubahan di seluruh lini Kemenkeu.

Fokus pada Kinerja dan Sinergi Kebijakan

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menekankan bahwa perubahan ini bukan hanya soal struktur, melainkan bagian dari strategi kebijakan untuk mempercepat transformasi kelembagaan dan memperkuat peran Kemenkeu sebagai “Nagara Dana Rakca” penjaga keuangan negara.

“Kita tidak hanya ingin organisasi yang lengkap, tapi juga organisasi yang hidup dan mampu menghasilkan kebijakan yang kredibel serta akuntabel. Struktur ini harus bekerja untuk rakyat,” ujar Sri Mulyani.

Ia juga mengingatkan bahwa para pejabat yang menempati posisi baru harus bekerja dalam semangat sinergi dan nilai-nilai organisasi: integritas, profesionalisme, sinergi, pelayanan, dan kesempurnaan.

Dengan 22 pejabat eselon I yang kini menempati posisi kunci di unit-unit lama maupun baru, Kemenkeu bersiap menyongsong tantangan fiskal jangka menengah mulai dari ketahanan penerimaan negara, efisiensi belanja, hingga transformasi digital dan tata kelola data.

Kemenkeu menegaskan bahwa reformasi ini tidak berhenti di pelantikan, tetapi akan terus bergulir melalui peningkatan kinerja, integrasi sistem, dan kolaborasi lintas sektor demi memastikan kebijakan fiskal berjalan efektif dan memberi manfaat nyata bagi masyarakat.

Daftar Eselon I Kemenkeu:

 

  1. Sekretaris Jenderal Heru Pambudi
  2. Inspektur Jenderal Awan Nurmawan Nuh
  3. Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto
  4. Direktur Jenderal Anggaran Luky Alfirman
  5. Direktur Jenderal Bea dan Cukai Djaka Budhi Utama
  6. Direktur Jenderal Kekayaan Negara Rionald Silaban
  7. Direktur Jenderal Perbendaharaan Astera Primanto Bhakti
  8. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Askolani
  9. Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Suminto
  10. Direktorat Jenderal Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan Masyita Crystallin
  11. Direktorat Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Febrio Nathan Kacaribu
  12. Badan Teknologi, Informasi, dan Intelijen Keuangan Suryo Utomo
  13. Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Andin Hadiyanto
  14. Staf Ahli Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak Iwan Djuniardi
  15. Staf Ahli Bidang Kepatuhan PajakYon Arsal
  16. Staf Ahli Bidang Pengawasan Pajak Nufransa Wirasakti
  17. Staf Ahli Bidang Penerimaan Dwi Teguh Wibowo
  18. Staf Ahli Bidang PNBP M. Agus Rofiuidn
  19. Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara Sudarto
  20. Staf Ahli Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional Parjiono
  21. Staf Ahli Bidang Jasa Keuangan dan Pasar Modal Arief Wibisono
  22. Staf Ahli Bidang Hukum dan Hubungan Kelembagaan Rina Widiyani Wahyuningdyah. (alf)

 

Surplus APBN April 2025: Sinyal Pemulihan Pajak Usai Tiga Bulan Tertekan

IKPI, Jakarta: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Republik Indonesia akhirnya mencatatkan surplus senilai Rp 4,3 triliun per akhir April 2025. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan capaian ini sebagai titik balik setelah tiga bulan berturut-turut APBN mengalami defisit akibat tekanan penerimaan pajak.

Dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (23/5/2025), Sri Mulyani menyebutkan bahwa surplus tersebut berasal dari pendapatan negara yang mencapai Rp 810,5 triliun, melampaui belanja negara sebesar Rp 806,2 triliun. “Postur APBN akhir April mencatatkan surplus. Ini terjadi setelah defisit (tiga bulan) karena penerimaan pajak mengalami beberapa shocked,” jelasnya.

Tekanan yang dimaksud antara lain berasal dari pemberlakuan tarif efektif rata-rata (TER) PPh Pasal 21 yang baru serta kebijakan relaksasi PPN domestik. Kombinasi keduanya sempat menekan laju penerimaan perpajakan pada kuartal pertama 2025 dan mendorong APBN masuk ke zona merah.

Namun, situasi mulai berbalik arah pada April. Penerimaan pajak menunjukkan pemulihan, sehingga menopang surplus anggaran. “Bulan April terjadi pembalikan, dari yang tadinya tiga bulan berturut-turut defisit, posisi sekarang per akhir April mengalami surplus Rp 4,3 triliun,” katanya.

Meski surplus yang tercatat baru setara 0,02 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), angka ini memberikan sinyal positif bahwa pengelolaan fiskal berada di jalur yang adaptif terhadap dinamika penerimaan negara. Sebagai catatan, UU APBN No. 62 Tahun 2024 menetapkan target defisit sebesar Rp 616,2 triliun atau 2,53 persen dari PDB sepanjang tahun ini.

“Posisi surplus April ini mencerminkan sekitar 0,7 persen dari total target defisit tahun 2025. Artinya, tekanan fiskal sedikit mereda, namun tetap harus dikelola dengan hati-hati mengingat volatilitas penerimaan pajak masih tinggi,” tegasnya. (alf)

 

 

 

 

Menguatkan Sinergi Fiskal, Ini Tugas Ditjen SPSK yang Dipimpin Masyita

IKPI, Jakarta: Dalam upaya memperkuat fondasi kebijakan fiskal dan ketahanan sektor keuangan nasional, Kementerian Keuangan resmi membentuk Direktorat Jenderal Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan (Ditjen SPSK). Lembaga baru ini kini dipimpin oleh ekonom senior Masyita Crystallin yang ditunjuk sebagai Direktur Jenderal pertamanya.

Pembentukan Ditjen SPSK menjadi langkah strategis pemerintah dalam menghadapi tantangan global dan domestik yang semakin kompleks, terutama di bidang keuangan. Ditjen SPSK akan berperan sebagai pengarah dan pelaksana kebijakan di bidang sektor keuangan, profesi keuangan, serta kerja sama internasional yang menyangkut stabilitas sistem keuangan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa keberadaan Ditjen SPSK diharapkan mampu memperkuat sinergi antara kebijakan fiskal dan keuangan negara. Ia menyoroti pentingnya lembaga ini dalam memastikan setiap kebijakan mampu menjawab tantangan masa kini maupun yang akan datang.

“Memastikan kebijakan-kebijakan fiskal dan keuangan negara mampu terus menjawab tantangan hari ini dan ke depan. Menyiapkan sumber daya manusia dengan kualitas yang sesuai atau bahkan melampaui ekspektasi dan tantangan perekonomian, serta membangun struktur organisasi yang solid dan sinergis,” ujar Sri Mulyani saat pelatikan pejabat eselon 1 Kementerian Keuangan di Aula Mezzanine Kementerian Keuangan pada Jumat (23/5/2025).

Tugas Strategis Ditjen SPSK

Sebagai institusi baru, Ditjen SPSK mengemban sejumlah fungsi utama:

• Merumuskan dan melaksanakan kebijakan di sektor keuangan, profesi keuangan, dan kerja sama internasional.

• Menyusun norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang keuangan dan kerja sama internasional.

• Memfasilitasi kerja sekretariat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), yang menjadi garda depan dalam menjaga stabilitas keuangan nasional.

Pajak dan Sinergi Fiskal

Kehadiran Ditjen SPSK tak hanya memperkuat sektor keuangan, tapi juga berdampak langsung terhadap sektor perpajakan. Stabilitas keuangan yang terjaga akan menciptakan ruang fiskal yang lebih sehat dan meningkatkan efektivitas kebijakan perpajakan. Selain itu, pembenahan profesi keuangan dan kerja sama internasional di bawah koordinasi Ditjen SPSK berpotensi memperluas basis pajak dan meningkatkan kepatuhan.

Sebagai ekonom yang dikenal dekat dengan isu fiskal dan makroekonomi, Masyita Crystallin membawa pengalaman dan jejaring global yang akan menjadi modal penting dalam menjalankan mandat lembaga ini. Ia menyatakan bahwa Ditjen SPSK akan bekerja secara kolaboratif lintas otoritas untuk memperkuat resilensi ekonomi Indonesia.

Dengan Ditjen SPSK sebagai pilar baru dalam struktur Kementerian Keuangan, pemerintah menegaskan komitmennya untuk menjaga kesinambungan fiskal, memperkuat reformasi sektor keuangan, dan menjawab tantangan ekonomi global secara terukur dan terintegrasi. (alf)

 

Dirjen Pajak Diberi Waktu Sebulan untuk Bedah Coretax

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, baru saja melantik Bimo Wijayanto sebagai Direktur Jenderal Pajak, menggantikan Suryo Utomo. Ia memberikan mandat khusus kepada Bimo untuk evaluasi mendalam terhadap sistem perpajakan Coretax yang masih mengalami kendala, meskipun saat ini sudah menunjukan kemajuan signifikan.

“Untuk memberikan penilaian yang adil, kami beri waktu satu bulan bagi Pak Bimo agar dapat melihat langsung ke dalam. Beliau perlu memahami data, fakta, dan realitas yang ada, tentu dengan perspektif segar sebagai Dirjen Pajak yang baru,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBNKiTA, di Jakarta, Jumat (23/5/2025).

Sri Mulyani juga menambahkan, Bimo nantinya akan menyampaikan keterangan resmi tersendiri. “Dengan ruang lingkup yang begitu luas, Dirjen Pajak memang biasanya akan menggelar press briefing khusus, baik soal Coretax maupun isu-isu strategis lainnya,” jelasnya.

Tak hanya Bimo, dalam kesempatan yang sama, Sri Mulyani turut melantik Djaka Budi Utama sebagai Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Meski Djaka akan segera menjalankan ibadah haji, ia tetap diminta untuk mulai mendalami isu-isu krusial di bidang kepabeanan dan cukai.

Menkeu menekankan pentingnya memberi ruang bagi kedua pejabat baru tersebut untuk menyerap seluruh dinamika tugas barunya sebelum mengambil langkah-langkah strategis. “Kami mohon masyarakat bersabar. Ini adalah fase orientasi yang krusial,” pungkasnya. (alf)

 

 

Impor Pangan Nihil, Penerimaan Bea Masuk Tergerus 1,9 Persen pada April 2025

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan melaporkan penerimaan bea masuk mengalami penurunan sebesar 1,9 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) per April 2025. Pelemahan ini terutama disebabkan oleh tidak adanya aktivitas impor terhadap tiga komoditas strategis: beras, jagung, dan gula.

Dalam konferensi pers “APBN Kita” yang digelar Jumat (23/5/2025), Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu menjelaskan bahwa penurunan ini justru mencerminkan hal positif. Pasalnya, nihilnya impor tiga komoditas tersebut menunjukkan ketahanan pasokan domestik.

“Penurunan ini sebenarnya tidak signifikan karena tidak ada impor beras, jagung, dan gula. Jadi wajar tidak ada penerimaan bea masuk dari sana. Tapi ini hal yang positif,” kata Anggito di kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat.

Ia menambahkan, jika kontribusi dari ketiga komoditas pangan tersebut dikeluarkan dari perhitungan, maka kinerja bea masuk justru mencatatkan pertumbuhan. “Tanpa pengaruh beras, jagung, dan gula, penerimaan bea masuk kita naik 4,3 persen,” ujarnya.

Secara total, realisasi penerimaan bea masuk hingga April tercatat sebesar Rp15,4 triliun atau 29,2 persen dari target yang ditetapkan dalam APBN. Sementara itu, total penerimaan dari bea dan cukai secara keseluruhan mencapai Rp100 triliun atau naik 4,4 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.

Salah satu pendorong signifikan datang dari bea keluar yang melonjak tajam hingga 95,9 persen secara yoy, dengan capaian Rp11,3 triliun. Kenaikan ini dipicu oleh meroketnya harga ekspor crude palm oil (CPO).

Di sisi lain, penerimaan cukai tercatat sebesar Rp73,2 triliun atau sekitar 30 persen dari target tahun ini. Namun, sektor ini mengalami sedikit penurunan sebesar 1,4 persen dibandingkan dengan tahun lalu. (alf)

Penguatan Rupiah Dipicu Lolosnya RUU Pajak Trump

IKPI, Jakarta: Nilai tukar rupiah mencatat penguatan signifikan terhadap dolar Amerika Serikat (AS), dipicu oleh perkembangan politik fiskal di Washington. Pengamat mata uang dan Direktur Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuabi, menyebut pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemotongan Pajak oleh DPR AS sebagai faktor pendorong utama.

“RUU pajak yang diusung Presiden Donald Trump dan dijuluki ‘One Big Beautiful Bill’ berhasil lolos dengan dukungan tipis. Isinya mencakup pemangkasan pajak besar-besaran, peningkatan belanja militer dan keamanan perbatasan, serta pemotongan dana untuk energi hijau dan program sosial,” ujar Ibrahim dalam pernyataan tertulis di Jakarta, Jumat (23/5/2025).

Langkah tersebut, menurut Ibrahim, memberi sinyal ketidakpastian fiskal di AS. RUU ini memperpanjang pemotongan pajak dari tahun 2017 yang akan segera berakhir, namun juga diperkirakan akan menambah beban utang nasional sebesar 3,8 triliun dolar AS dalam satu dekade, berdasarkan data Congressional Budget Office.

“Pasar merespons negatif terhadap prospek peningkatan utang AS, terutama setelah Moody’s menurunkan peringkat kredit AS dari Aaa menjadi Aa1. Ketidakpastian ini memberi peluang bagi penguatan mata uang negara berkembang, termasuk rupiah,” jelasnya.

Berdasarkan data perdagangan di Jakarta, rupiah ditutup menguat 110 poin atau 0,67 persen ke level Rp16.218 per dolar AS dari posisi sebelumnya di Rp16.328 per dolar AS.

Kendati begitu, Ibrahim mengingatkan bahwa penguatan ini bisa bersifat sementara, tergantung pada dinamika lanjutan di Senat AS yang disebut-sebut masih mempertimbangkan revisi signifikan terhadap RUU tersebut. (alf)

 

 

Kepada Dirjen Pajak Menkeu Tekankan Pentingnya Kolaborasi untuk Kejar Target Tax Ratio 23 Persen

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memberikan amanat strategis kepada Direktur Jenderal Pajak yang baru dilantik, Bimo Wijayanto, untuk mengakselerasi penerimaan negara melalui sektor perpajakan. Dalam upacara pelantikan pejabat eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan, Jumat (23/5/2025), Sri Mulyani menekankan pentingnya kolaborasi dan terobosan guna menjawab tantangan fiskal ke depan.

“Peningkatan penerimaan negara bukan sekadar target angka, tapi merupakan refleksi dari tata kelola perpajakan yang transparan, pelayanan yang lebih baik kepada wajib pajak, serta kepastian hukum yang makin kuat,” ujar Sri Mulyani dalam pidatonya.

Instruksi ini sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto yang menargetkan rasio perpajakan mencapai 23 persen terhadap PDB pada 2029 sebuah lonjakan signifikan dari posisi saat ini.

Sri Mulyani menyoroti tantangan utama dalam mencapai target tersebut, yakni rendahnya kepatuhan masyarakat dan pelaku usaha dalam membayar pajak. Ia mengingatkan bahwa ada paradoks di tengah publik yang perlu segera diatasi.

“Masyarakat ingin negara punya penerimaan lebih besar, tapi di sisi lain enggan untuk membayar pajak. Ini kontradiksi yang nyata dan harus ditangani dengan strategi yang bijak,” tegasnya.

Menurutnya, setiap rupiah yang dikumpulkan dari pajak harus mampu menjawab tantangan struktural ekonomi dan memberikan manfaat konkret bagi pembangunan.

Bimo Wijayanto, yang resmi menggantikan posisi Dirjen Pajak, sebelumnya dikenal sebagai sosok teknokrat dengan pengalaman di berbagai institusi strategis, termasuk Kemenko Marves dan Kantor Staf Presiden. Ia juga dikenal berperan dalam pendirian Center for Tax Analysis (CTA) di Kemenkeu.

Kini, dengan beban harapan di pundaknya, Bimo dihadapkan pada mandat besar untuk melakukan reformasi perpajakan yang bukan hanya teknokratis, tapi juga mampu membangun kepercayaan publik. (alf)

 

 

Suryo Utomo Pimpin Badan Teknologi, Informasi dan Intelijen Keuangan: Garda Depan Baru Kemenkeu Hadapi Kejahatan Finansial Digital

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati resmi melantik Suryo Utomo sebagai Kepala Badan Teknologi, Informasi, dan Intelijen Keuangan. Lembaga baru di bawah Kementerian Keuangan yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 158 Tahun 2024. Pelantikan berlangsung pada Jumat (23/5/2025), bersamaan dengan pelantikan pejabat eselon I lainnya.

Penunjukan Suryo Utomo yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Jenderal Pajak menandai langkah strategis Kemenkeu dalam memperkuat pertahanan keuangan negara di era digital.

“Itu adalah janji kontrak secara spiritual maupun secara kemanusiaan bahwa anda melakukan sesuai sumpah jabatan pada tanggung jawab baru yang diberikan oleh negara,” kata Sri Mulyani saat pelantikan di Gedung Djuanda Kemenkeu, Jumat (23/5/2025)

Lembaga Intelijen Keuangan Pertama di Kemenkeu

Lembaga ini merupakan unit baru yang dibentuk untuk menghadirkan pendekatan intelijen dalam pengelolaan keuangan negara. Lembaga ini memiliki mandat utama di lima bidang strategis: intelijen keuangan, pengembangan teknologi informasi dan komunikasi, pengelolaan data keuangan, monitoring dan evaluasi kinerja fiskal, serta pelaksanaan administrasi pendukung.

Menurut keterangan resmi Kemenkeu, lembaga ini akan menjadi motor penggerak dalam menganalisis risiko, mendeteksi potensi kejahatan keuangan, dan merancang kebijakan berbasis data yang presisi. Lebaga ini juga akan berperan penting dalam mengantisipasi ancaman siber terhadap sistem keuangan negara.

Transformasi Digital Keuangan Negara

Pembentukan ini tak lepas dari komitmen pemerintah untuk menjawab tantangan digitalisasi global. Melalui lebaga di bawah Kemenkeu kini memiliki organ khusus yang tidak hanya mengumpulkan dan mengelola data keuangan, tetapi juga mengolahnya menjadi informasi strategis untuk mendukung pengambilan keputusan cepat dan tepat.

Di tengah kompleksitas transaksi keuangan dan ancaman kejahatan siber, kita memerlukan unit kerja yang tanggap, analitis, dan berbasis teknologi. Lembaga ini akan menjadi garda depan.

Dari Pajak ke Intelijen Keuangan

Suryo Utomo dikenal sebagai arsitek sejumlah transformasi digital di Direktorat Jenderal Pajak, termasuk implementasi sistem perpajakan berbasis data yang memperkuat kepatuhan dan transparansi. Dengan pengalaman itu, ia dinilai tepat memimpin BIK dalam menjalankan fungsi barunya.

Langkah Awal, Sorotan Besar

Sebagai lembaga yang baru terbentuk pada 2024, keberadaan Badan Teknologi, Informasi, dan Intelijen Keuangan. menjadi sorotan penting. Banyak pihak menanti gebrakan pertamanya, mulai dari penanganan data fiskal strategis hingga pelaporan intelijen keuangan yang mendalam.

Dengan dilantiknya Suryo Utomo, publik berharap lembaga tersebut segera menunjukkan peran signifikan dalam ekosistem kebijakan fiskal Indonesia. (bl)

 

Bimo Wijayanto Resmi Jabat Dirjen Pajak, Menkeu: Bisa Perkuat Tata Kelola Fiskal Nasional

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati kembali menggulirkan penyegaran di level pimpinan tertinggi Kementerian Keuangan. Dalam pelantikan yang digelar Jumat (23/5/2025), ia resmi melantik Bimo Wijayanto sebagai Direktur Jenderal Pajak menggantikan pejabat sebelumnya. Pelantikan tersebut menjadi bagian dari reposisi strategis untuk memperkuat tata kelola fiskal nasional.

Bimo bukan sosok asing di lingkup kebijakan ekonomi. Ia merupakan pilihan langsung dari Presiden Prabowo Subianto yang menaruh perhatian besar pada reformasi sistem perpajakan. Seusai bertemu Presiden di Istana Negara, Bimo mengungkapkan bahwa ia diminta untuk membangun sistem pajak yang lebih kredibel, transparan, dan tangguh terhadap intervensi politik.

“Presiden menekankan pentingnya membenahi sistem perpajakan agar benar-benar dapat menopang pembangunan nasional. Reformasi yang holistik akan menjadi fokus saya ke depan,” ujar Bimo.

Latar belakang akademik Bimo terbilang solid. Lulusan SMA Taruna Nusantara ini menempuh studi Akuntansi di Universitas Gadjah Mada sebelum meraih gelar MBA di University of Queensland. Ia kemudian menyelesaikan doktoralnya di University of Canberra dan sempat menjalani program postdoctoral di Duke University, Amerika Serikat.

Dari sisi karier, Bimo memiliki rekam jejak lintas lembaga. Ia pernah berkiprah di Direktorat Jenderal Pajak, Kantor Staf Presiden, serta Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. Jabatan terakhirnya sebelum kembali ke Kemenkeu adalah sebagai Sekretaris Deputi di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Penunjukan Bimo diyakini membawa harapan baru dalam penguatan penerimaan negara, terlebih di tengah tantangan global dan tuntutan domestik yang semakin kompleks. Perjalanan panjangnya di dunia kebijakan dan investasi memberikan bekal kuat untuk mengawal transformasi DJP menuju institusi yang modern dan berintegritas. (alf)

 

 

 

en_US