Sri Mulyani Bentuk “Joint Program” untuk Dongkrak Penerimaan Negara 2025

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan pembentukan “joint program” antarinstansi di lingkungan Kementerian Keuangan guna meningkatkan penerimaan negara pada tahun anggaran 2025.

Dalam unggahan di akun Instagram @smindrawati pada Kamis (20/3/2025), Sri Mulyani menyebut program ini melibatkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Sekretariat Jenderal, Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Direktorat Jenderal Anggaran (DJA), Inspektorat Jenderal, dan Lembaga National Single Window (LNSW).

Pembentukan program ini sesuai dengan arahan Presiden Prabowo Subianto yang menekankan pentingnya peningkatan rasio perpajakan Indonesia.

“Selamat bekerja, Ardana 1-25. Kuatkan sinergi agar terus mampu menjawab tantangan zaman,” ujar Sri Mulyani.

Hingga 28 Februari 2025, realisasi penerimaan negara mencapai Rp316,9 triliun atau 10,5 persen dari target APBN 2025 sebesar Rp3.005,1 triliun. Dari jumlah tersebut, penerimaan perpajakan berkontribusi Rp240,4 triliun, terdiri dari Rp187,8 triliun penerimaan pajak dan Rp52,6 triliun dari kepabeanan dan cukai. Sementara penerimaan negara bukan pajak (PNBP) mencapai Rp76,4 triliun atau 14,9 persen dari target.

Meski penerimaan pajak pada Januari-Februari 2025 mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, terjadi perbaikan signifikan pada Maret. Dalam periode 1-17 Maret 2025, penerimaan bruto tumbuh positif 6,6 persen, berbalik dari kondisi negatif 3,8 persen pada akhir Februari.

Sri Mulyani menilai tren ini sebagai sinyal positif bagi kinerja penerimaan negara tahun ini. (alf)

 

Update 27 Maret! Sebanyak 11,57 Juta Wajib Pajak Telah Lapor SPT Tahunan

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan bahwa sebanyak 11,57 juta wajib pajak telah melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan hingga Kamis (27/3/2025) pukul 00.01 WIB. Jumlah tersebut terdiri dari 11,23 juta SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi dan 322.000 SPT Tahunan wajib pajak badan.

“Sampai dengan Kamis (27/3/2025) pukul 00.01 WIB, total SPT Tahunan PPh tahun pajak 2024 yang telah disampaikan mencapai 11,55 juta SPT, atau tumbuh 9,57% dibandingkan periode yang sama tahun lalu,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, Kamis (27/3/2025).

SPT adalah dokumen yang digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, serta harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan. DJP mengingatkan seluruh wajib pajak untuk segera melaporkan SPT mereka sebelum batas waktu yang ditetapkan.

DJP juga mengimbau agar wajib pajak mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas dalam bahasa Indonesia, menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang rupiah, serta menandatangani dan menyampaikannya ke kantor pelayanan pajak atau tempat lain yang ditetapkan DJP.

Pelaporan SPT Tahunan dapat dilakukan secara offline maupun online. Untuk metode offline, wajib pajak dapat menyerahkan SPT di tempat pelayanan terpadu tempat mereka terdaftar atau di Layanan Pajak di Luar Kantor yang disediakan oleh kantor pelayanan pajak setempat. Sedangkan untuk metode online, pelaporan dapat dilakukan melalui layanan e-Filing dan e-Form.

e-Filing dilakukan dengan mengunggah file CSV dari aplikasi e-SPT atau mengisi formulir di situs web DJP. Sementara itu, e-Form memungkinkan wajib pajak mengunduh file dari laman DJP Online, mengisi file tersebut, kemudian mengunggahnya kembali setelah selesai.

“Mendekati batas waktu pelaporan SPT Tahunan PPh tahun pajak 2024, kami mengimbau seluruh wajib pajak untuk segera melaporkan SPT mereka melalui kanal djponline.pajak.go.id. Lapor lebih awal, lebih nyaman,” kata Dwi. (alf)

DJP Sebut Regulasi Perpanjangan Tarif PPh Final 0,5% Sedang Disusun, Imbau WP UMKM Tidak Khawatir 

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) meminta para wajib pajak orang pribadi (WP OP) yang menjalankan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk tidak khawatir terkait kebijakan perpanjangan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final 0,5%. DJP menegaskan bahwa regulasi terkait perpanjangan tersebut masih dalam tahap penyusunan dan akan segera diterbitkan.

“Tidak perlu ada kekhawatiran karena kewajiban (pembayaran dan pelaporan) yang timbul dan telah dilaksanakan sejak Januari 2025 sampai dengan regulasi terbit akan dilakukan penyesuaian,” tulis DJP melalui unggahan di akun Instagram resmi @ditjenpajakri pada Kamis (27/3/2025).

DJP menjelaskan bahwa WP OP pelaku UMKM yang memenuhi kriteria tertentu dapat memanfaatkan tarif PPh Final 0,5% hingga akhir tahun 2025. Kriteria tersebut berlaku bagi WP OP yang terdaftar sejak 2018 atau sebelumnya dan hingga akhir tahun 2024 masih memenuhi persyaratan sebagai subjek wajib pajak dengan peredaran bruto tertentu.

Lebih lanjut, DJP menegaskan bahwa WP OP yang memenuhi syarat tersebut tidak diwajibkan untuk menyampaikan pemberitahuan Nomor Pokok Pajak Nonaktif (NPPN). Bahkan, jika sudah terlanjur menyampaikan pemberitahuan NPPN, hak atas perpanjangan tarif PPh Final 0,5% tetap berlaku.

Sebagai informasi, berdasarkan peraturan yang berlaku, seharusnya tarif PPh Final 0,5% untuk WP OP UMKM tidak lagi berlaku mulai 2025. Aturan ini sebelumnya diterapkan sejak 2018 dengan batas waktu hingga akhir 2024.

Pasal 59 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 mengatur bahwa jangka waktu penerapan tarif PPh Final 0,5% paling lama adalah tujuh tahun untuk WP OP, empat tahun untuk WP badan berbentuk koperasi, CV, firma, badan usaha milik desa/badan usaha milik desa bersama, atau perseroan perorangan, serta tiga tahun untuk WP badan berbentuk perseroan terbatas.

Dengan adanya penyesuaian ini, DJP berharap pelaku UMKM dapat terus menjalankan usaha mereka dengan tenang tanpa kekhawatiran terkait kebijakan pajak yang berlaku. (bl)

 

Segera Laporkan SPT Tahunan Anda, Ini Cara Lapor di DJP Online dan Mendapatkan EFIN

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyediakan layanan online untuk memudahkan masyarakat dalam melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan pribadi melalui aplikasi DJP Online. Berikut adalah langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk melapor SPT tahunan pribadi:

• Masuk ke DJP Online

• Kunjungi laman resmi DJP Online di https://djponline.pajak.go.id melalui handphone atau laptop.

• Login ke Akun DJP Online

• Masukkan nomor NIK/NPWP, password, dan kode keamanan untuk masuk.

• Pilih Menu Lapor

• Klik menu “Lapor”, pilih “e-Filing”, lalu klik “Buat SPT”.

• Pilih Jenis Formulir SPT

• Pilih formulir yang sesuai dengan penghasilan Anda, seperti formulir 1770 atau 1770 S.

• Isi Formulir Sesuai Data Anda

• Isi data secara lengkap, termasuk tahun pajak, status SPT, penghasilan final, daftar harta dan utang, hingga akhir tahun pajak.

• Verifikasi Data dan Kirim SPT

• Setelah semua data diisi, klik tombol “Setuju”. Anda akan menerima kode verifikasi melalui email atau nomor telepon terdaftar. Masukkan kode tersebut dan klik “Kirim SPT”.

• Simpan Bukti Pelaporan

• Anda akan menerima tanda terima elektronik yang dikirimkan ke email sebagai bukti pelaporan.

Cara Mendapatkan EFIN

Electronic Filing Identification Number (EFIN) adalah nomor identitas yang diterbitkan DJP untuk melakukan transaksi perpajakan secara elektronik. Jika lupa EFIN, Anda dapat melakukan langkah berikut:

• Kirim email permintaan EFIN ke lupa.efin@pajak.go.id.

• Hubungi layanan Kring Pajak di 1500200.

• Gunakan fitur M-Pajak atau layanan Live Chat di aplikasi tersebut.

• Kunjungi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat.

Untuk wajib pajak yang baru berpenghasilan dan belum memiliki EFIN, berikut langkah-langkah mendapatkan EFIN secara online:

• Kunjungi laman https://www.pajak.go.id/id/formulir-permohonan-efin dan unduh formulir permohonan EFIN.

• Isi formulir dengan lengkap, kemudian foto formulir tersebut.

• Lakukan swafoto dengan memegang KTP asli dan NPWP asli, dengan nomor NPWP dan NIK terlihat jelas.

• Kirimkan email ke DJP dengan subjek “PERMINTAAN NOMOR EFIN” dan isi data pribadi Anda di badan email. Lampirkan foto formulir serta swafoto yang sudah dilakukan.

• Tunggu hingga DJP memproses permohonan Anda. Anda juga dapat menghubungi KPP tempat Anda terdaftar untuk memantau status permohonan.

• Setelah menerima EFIN, segera lakukan aktivasi pada situs DJP Online agar dapat digunakan untuk registrasi.

Perpanjangan Batas Waktu Lapor SPT 2024

Batas waktu pelaporan SPT tahunan pribadi tahun pajak 2024 seharusnya berakhir pada 31 Maret 2025. Namun, karena bertepatan dengan Idul Fitri 1446 Hijriah, Ditjen Pajak memperpanjang batas waktu tersebut hingga 11 April 2025.

Selain itu, pemerintah tidak akan mengenakan sanksi administratif atas keterlambatan pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 29 untuk tahun pajak 2024. Hal ini dilakukan untuk memberikan keadilan dan kepastian hukum bagi wajib pajak.

“Pemerintah ingin berlaku adil dan memberikan kepastian hukum bagi wajib pajak dengan cara menghapus sanksi administratif atas keterlambatan pembayaran PPh Pasal 29 sekaligus pelaporannya, dalam hal ini hanya untuk SPT tahunan WP OP tahun pajak 2024,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, dalam rilis resmi pada Selasa (25/3/2025). (alf)

 

Kantor Pajak Tutup Mulai 28 Maret dan Buka 8 April 2025, Layanan Daring Tetap Berjalan

IKPI, Jakarta: Kantor pajak memberikan pelayanan tatap muka terakhir pada hari ini, Kamis (27/3/2025). Mulai besok, Jumat (28/3) hingga Senin (7/4), kantor pajak akan tutup sehubungan dengan libur Hari Suci Nyepi dan Idul Fitri 2025. Layanan tatap muka akan kembali tersedia pada Selasa (8/4/2025).

Dalam pengumuman yang diunggah melalui akun Instagram resminya @ditjenpajakri, DJP menyampaikan, “Sehubungan dengan libur Hari Suci Nyepi dan Idul Fitri, Kantor Pajak tutup mulai 28 Maret 2025 dan akan kembali melayani pada 8 April 2025.”

Meskipun kantor pajak tutup, layanan perpajakan tetap dapat diakses secara daring melalui situs web (coretaxdjp.pajak.go.id). Selain itu, wajib pajak tetap dapat melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan untuk tahun pajak 2024 melalui (djponline.pajak.go.id).

“Jangan tunggu hingga akhir batas waktu, lapor SPT lebih awal, lebih nyaman,” imbau DJP.

Layanan konsultasi perpajakan secara daring juga akan tetap tersedia melalui aplikasi M-Pajak dan situs web <pajak.go.id> untuk memastikan wajib pajak tetap mendapatkan informasi dan bantuan yang dibutuhkan selama masa libur tersebut.

Relaksasi Pelaporan SPT Tahunan

Untuk mendukung wajib pajak yang terdampak masa libur panjang tersebut, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memutuskan untuk menghapus sanksi administratif atas keterlambatan pembayaran pajak penghasilan (PPh) Pasal 29 yang terutang dan/atau penyampaian SPT Tahunan PPh orang pribadi untuk tahun pajak 2024. Relaksasi ini berlaku hingga 11 April 2025.

Dengan kebijakan ini, wajib pajak orang pribadi tidak akan dikenakan sanksi administratif meskipun pembayaran PPh Pasal 29 dan pelaporan SPT Tahunan dilakukan setelah batas waktu jatuh tempo, yaitu 31 Maret 2025, asalkan dilakukan paling lambat pada 11 April 2025.

DJP menjelaskan bahwa keputusan ini diambil karena batas waktu pembayaran PPh Pasal 29 dan penyampaian SPT Tahunan untuk tahun pajak 2024 bertepatan dengan libur nasional dan cuti bersama yang cukup panjang. Hal tersebut berpotensi menyebabkan keterlambatan dalam pelaporan dan pembayaran pajak karena jumlah hari kerja pada bulan Maret menjadi lebih sedikit.

“Pertimbangan lainnya adalah bahwa pemerintah ingin berlaku adil dan memberikan kepastian hukum bagi Wajib Pajak dengan cara menghapus sanksi administratif atas keterlambatan pembayaran PPh Pasal 29 sekaligus pelaporannya, dalam hal ini hanya untuk SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi untuk Tahun Pajak 2024,” jelas keterangan resmi DJP. (alf)

 

DJP: Penunjukan Dirjen Pajak Sebagai Komisaris Utama BTN Bagian dari Pelaksanaan Tugas

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan akhirnya buka suara terkait penunjukan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak, Suryo Utomo, sebagai Komisaris Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, menegaskan bahwa setiap abdi negara harus siap menerima penugasan apapun, termasuk dalam kasus ini Suryo Utomo yang ditunjuk sebagai Komisaris Utama BTN.

“Sebagai abdi negara, tentunya harus siap menerima penugasan apapun dan menjalankannya dengan penuh tanggung jawab,” ujar Dwi kepada detikcom, Kamis (27/3/2025).

Sekadar informasi, sebelumnya Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) BTN yang digelar pada Rabu (26/3/2025) menyetujui penunjukan Suryo Utomo sebagai Komisaris Utama. Dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Fahri Hamzah, turut ditetapkan sebagai Dewan Komisaris perseroan.

Penunjukan ini menimbulkan perdebatan di kalangan publik terkait etika dan efektivitas jabatan ganda dalam pemerintahan dan dunia usaha. (alf)

 

 

IKPI Medan Gelar Bakti Sosial, Sambut Idul Fitri 1446 H

IKPI, Medan: Dalam rangka menyambut Idul Fitri 1446 H, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Medan menggelar kegiatan bakti sosial sebagai bentuk kepedulian terhadap masyarakat yang membutuhkan. Kegiatan ini berlangsung di dua lokasi berbeda, yaitu Panti Asuhan Pendidikan Islam yang menampung 50 anak serta Panti Asuhan Al-Marhamah yang merawat 39 anak.

Sebanyak delapan anggota IKPI Cabang Medan turut serta dalam kegiatan ini dengan mendatangi langsung kedua panti asuhan untuk menyalurkan bantuan. Bantuan yang diberikan berupa sembako dan kebutuhan sehari-hari seperti beras, minyak goreng, popok bayi, biskuit, mi instan, sirup, gula, kecap, dan teh.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Medan)

Selain itu, dua anggota IKPI juga turut menyumbangkan donat dan nasi bungkus untuk berbuka puasa bagi anak-anak. Seluruh bantuan ini diserahkan kepada pihak yayasan untuk dikelola dan didistribusikan sesuai dengan kebutuhan para anak asuh.

Ketua IKPI Cabang Medan, Ebenezer Simamora, mengungkapkan bahwa kegiatan bakti sosial ini merupakan agenda tahunan IKPI sebagai wujud nyata kepedulian terhadap sesama, terutama anak-anak di panti asuhan.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Medan)

“Kami berharap kegiatan ini dapat memberikan manfaat bagi anak-anak di panti asuhan serta membantu meringankan kebutuhan mereka menjelang Hari Raya Idul Fitri. Ini adalah komitmen kami untuk terus berbagi dan memberikan dampak positif bagi masyarakat,” ujar Ebenezer, Rabu (26/3/2025).

(Foto: DOK. IKPI Cabang Medan)

IKPI Cabang Medan berkomitmen untuk terus menjalankan kegiatan sosial serupa di masa mendatang, dengan harapan dapat memperluas jangkauan dan memberikan manfaat bagi lebih banyak orang yang membutuhkan.

Dirjen Pajak Perpanjang Batas Waktu Pelaporan SPT hingga 11 April 2025

IKPI, Jakarta: Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Suryo Utomo resmi memperpanjang batas waktu pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Wajib Pajak orang pribadi (OP) hingga 11 April 2025. Keputusan ini sekaligus menghapus sanksi administratif atas keterlambatan pembayaran PPh Pasal 29.

Kebijakan tersebut tertuang dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak (Kepdirjen Pajak) Nomor 79/PJ/2025 yang diterbitkan pada 25 Maret 2025. Aturan ini diterbitkan untuk menyesuaikan dengan libur nasional dan cuti bersama yang bertepatan dengan batas akhir pelaporan, yakni 31 Maret 2025.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) DJP Dwi Astuti menjelaskan bahwa Kepdirjen Pajak ini memberikan keringanan kepada Wajib Pajak yang mengalami keterlambatan dalam pembayaran PPh Pasal 29 dan pelaporan SPT Tahunan untuk tahun pajak 2024.

“Kebijakan ini diambil mengingat libur nasional dan cuti bersama dalam rangka Hari Suci Nyepi (Tahun Baru Saka 1947) dan Hari Raya Idulfitri 1446 Hijriah yang cukup panjang, hingga 7 April 2025,” jelas Dwi dalam keterangan tertulis pada Rabu (26/3/2025).

Dalam kondisi tersebut, jumlah hari kerja pada Maret 2025 menjadi lebih sedikit sehingga berpotensi menyebabkan keterlambatan pelaporan dan pembayaran pajak. Untuk memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi Wajib Pajak, pemerintah memutuskan untuk menghapus sanksi administratif dengan tidak menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) atas keterlambatan tersebut.

Sebagai informasi, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Terkait dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), batas waktu pelaporan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak orang pribadi adalah 31 Maret. Keterlambatan pelaporan dikenakan denda sebesar Rp100 ribu. Sementara itu, PPh Pasal 29 merupakan pajak yang dibayar sebagai pelunasan pajak penghasilan setelah dikurangi kredit pajak sebelumnya.

Dengan berlakunya Kepdirjen Pajak Nomor 79 Tahun 2025 ini, sanksi administratif atas keterlambatan pembayaran PPh Pasal 29 dan pelaporan SPT Tahunan PPh orang pribadi untuk tahun pajak 2024 tidak akan diterapkan jika dilakukan hingga 11 April 2025.

 

 

Bank Dunia Sebut Indonesia Kehilangan Potensi Pajak Rp 944 Triliun dalam Lima Tahun

IKPI , Jakarta: Menurut laporan Bank Dunia, kinerja pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) Badan di Indonesia dinilai kurang optimal. Pada 2021, kontribusi kedua instrumen ini hanya mencapai 66% dari total penerimaan pajak atau setara dengan 6% dari PDB, yang masih rendah dibandingkan negara-negara tetangga.

Bank Dunia mengidentifikasi bahwa rendahnya kinerja pajak ini disebabkan oleh kombinasi faktor seperti kepatuhan yang rendah, tarif pajak efektif yang relatif rendah, dan basis pajak yang sempit. Akibatnya, Indonesia diperkirakan kehilangan potensi penerimaan pajak hingga Rp 944 triliun selama periode 2016-2021.

Potensi kehilangan tersebut meliputi Rp 387 triliun dari ketidakpatuhan PPN dan Rp 161 triliun dari ketidakpatuhan PPh Badan. Sementara itu, Rp 138 triliun dari PPN dan Rp 258 triliun dari PPh Badan hilang akibat kebijakan perpajakan yang dipilih pemerintah.

Bank Dunia juga mencatat rasio pajak terhadap PDB Indonesia pada 2021 hanya mencapai 9,1%, jauh di bawah negara-negara tetangga seperti Kamboja (18%), Malaysia (11,9%), Filipina (15,2%), Thailand (15,7%), dan Vietnam (14,7%).

Penurunan rasio pajak ini disebut semakin memburuk akibat pandemi Covid-19 yang menyebabkan rasio pajak anjlok ke 8,3% pada 2020. Bank Dunia menyoroti bahwa pandemi memicu peningkatan kesenjangan kepatuhan, kemungkinan karena tekanan ekonomi yang mendorong penghindaran dan penundaan pembayaran pajak. (alf)

 

Bank Dunia: Indonesia Tak Efisien dalam Pemungutan Pajak

IKPI, Jakarta: Bank Dunia menyoroti ketidakefisienan Pemerintah Indonesia dalam memungut pajak berdasarkan analisis data perpajakan periode 2016-2021. Temuan tersebut dirilis dalam laporan bertajuk Economic Policy: Estimating Value Added Tax (VAT) and Corporate Income Tax (CIT) Gaps in Indonesia, yang tersedia sejak 2 Maret 2025.

Laporan ini menyoroti rendahnya rasio penerimaan dari pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) Badan. Indonesia disebut tertinggal dibandingkan negara-negara lain yang sebanding. “Menunjukkan kurangnya efisiensi (Pemerintah Indonesia) dalam memungut pajak,” ujar Bank Dunia, Selasa (25/3/2025).

Salah satu penyebab utama yang diidentifikasi adalah maraknya aktivitas ekonomi bawah tanah (underground economy), yakni aktivitas yang tidak tercatat secara resmi sehingga pemerintah kehilangan potensi pendapatan dari sektor tersebut. Menurut studi oleh Medina dan Schneider (2018), ekonomi bawah tanah di Indonesia diperkirakan mencapai 21,8 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada 2015. Studi lain oleh Marhamah dan Zulaikha (2020) memperkirakan rata-rata aktivitas ekonomi bawah tanah mencapai 17,6 persen selama 2016-2019.

Selain itu, laporan tersebut menyoroti rasio efisiensi pemungutan PPN yang dikenal dengan istilah C-efficiency. Rata-rata C-efficiency PPN Indonesia tercatat hanya 52,8 persen pada periode 2016-2021, turun dari 64,7 persen pada 2013. Angka ini tertinggal jauh dari Thailand yang memiliki C-efficiency sebesar 76,7 persen meski menerapkan sistem PPN dengan kebijakan pengecualian dan celah kebijakan (policy gap) yang serupa.

Akibat ketidakefisienan ini, Indonesia kehilangan potensi penerimaan pajak sebesar Rp944 triliun sepanjang 2016-2021. Jumlah ini terdiri dari compliance gap senilai Rp548 triliun dan policy gap sebesar Rp396 triliun. Compliance gap adalah potensi pajak yang hilang karena keterbatasan pengawasan dan pengumpulan pajak oleh pemerintah. Sementara itu, policy gap mencerminkan potensi penerimaan yang hilang akibat kebijakan tertentu yang diterapkan pemerintah.

“Secara rata-rata, estimasi kesenjangan (compliance gap dan policy gap) PPN dan PPh Badan mencapai 6,4 persen dari PDB atau Rp944 triliun antara 2016-2021,” demikian kesimpulan laporan tersebut. (alf)

 

 

en_US