Mulai Oktober 2025, Akses e-Faktur Bisa Dihentikan: DJP Perketat Kepatuhan Pajak Lewat Coretax 2025

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kembali memperkuat fondasi kepatuhan perpajakan nasional dengan menerapkan kebijakan baru yang mulai berlaku pada Oktober 2025. Melalui sistem Coretax 2025, DJP kini memiliki mekanisme untuk menonaktifkan akses pembuatan faktur pajak elektronik bagi pengusaha kena pajak (PKP) yang tidak memenuhi ketentuan pajak secara konsisten.

Langkah ini tertuang dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-19/PJ/2025, yang efektif diberlakukan pada 22 Oktober 2025, bertepatan dengan peluncuran sistem administrasi perpajakan terintegrasi Coretax 2025. Regulasi tersebut menjadi sinyal kuat bahwa era baru digitalisasi pajak tidak hanya berorientasi pada kemudahan, tetapi juga pada penegakan kepatuhan berbasis data otomatis.

Di sisi lain, DJP juga mengatur status NPWP non-aktif melalui PER-7/PJ/2025. Status ini melekat pada wajib pajak yang tidak lagi memenuhi syarat subjektif atau objektif, seperti menghentikan usaha, tidak memiliki penghasilan, tinggal di luar negeri, atau sedang menunggu proses penghapusan NPWP. Wajib pajak yang berstatus non-aktif dibebaskan dari kewajiban melaporkan SPT tahunan hingga statusnya kembali aktif.

Kedua aturan baru ini memperjelas arah kebijakan DJP: administrasi pajak harus sinkron, bersih, dan mencerminkan aktivitas ekonomi yang nyata, bukan sekadar formalitas pendaftaran.

Dalam PER-7/PJ/2025, terdapat sejumlah kategori wajib pajak orang pribadi yang berpotensi dinonaktifkan NPWP-nya. Mulai dari individu yang telah menutup usaha, tidak memiliki penghasilan, menggunakan NPWP hanya untuk kepentingan administratif, hingga mereka yang telah menjadi subjek pajak luar negeri karena tinggal lebih dari 183 hari di luar Indonesia. DJP juga berwenang menetapkan non-aktif secara jabatan bagi wajib pajak yang tidak menyampaikan SPT selama dua tahun, memiliki alamat fiktif, atau tidak memenuhi ketentuan administrasi pendaftaran.

Sementara itu, bagi pelaku usaha, risiko yang dihadapi lebih signifikan. PER-19/PJ/2025 memungkinkan DJP memblokir akses e-Faktur apabila PKP tidak menyampaikan SPT masa PPN selama tiga bulan berturut-turut, tidak melaporkan SPT tahunan PPh setelah jatuh tempo, atau tidak melakukan pemotongan dan pemungutan pajak selama tiga bulan.

Dampaknya tidak main-main. Tanpa akses e-Faktur, perusahaan tidak dapat menerbitkan faktur pajak, yang pada akhirnya menghambat proses penagihan, memperlambat arus kas, bahkan berpotensi menghentikan operasional secara keseluruhan. Kebijakan ini diharapkan menjadi peringatan dini bagi PKP agar memperbaiki kepatuhan sebelum terkena pembatasan sistem.

Meski demikian, aturan non-aktif NPWP justru memberi ruang bagi individu yang memang sudah tidak memiliki kegiatan ekonomi. Dengan status non-aktif, mereka tidak lagi dibebani kewajiban SPT. Namun, bagi pelaku usaha, penyelarasan data dan kepatuhan berkala menjadi kunci agar aktivitas tetap berjalan tanpa gangguan.

DJP memberikan sejumlah langkah pencegahan agar wajib pajak terhindar dari status non-aktif maupun pemblokiran akses faktur. Mulai dari menyampaikan seluruh SPT tepat waktu, melunasi kewajiban pajak, memperbarui data identitas dan alamat di Coretax, hingga segera mengajukan klarifikasi ke kantor pajak apabila terjadi penonaktifan akses e-Faktur yang tidak sesuai.

Penerapan PER-19/PJ/2025 dan PER-7/PJ/2025 menunjukkan bahwa digitalisasi perpajakan bukan sekadar transformasi teknologi, tetapi juga transformasi perilaku. Dengan sistem yang semakin transparan dan terintegrasi, DJP memastikan setiap aktivitas perpajakan memiliki rekam jejak yang dapat dipantau secara otomatis. Bagi wajib pajak, memahami aturan ini menjadi langkah penting agar tidak terkena status non-aktif maupun pemblokiran akses faktur di era Coretax 2025. (alf)

Pemkot Bekasi Siapkan Aturan Baru: Kendaraan Menunggak Pajak Terancam Tak Bisa Masuk Area Perkantoran

IKPI, Jakarta: Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi mulai menyiapkan aturan pembatasan akses bagi kendaraan yang belum membayar pajak untuk memasuki kawasan perkantoran pemerintah. Kebijakan ini masih dalam tahap sosialisasi, namun diarahkan menjadi langkah penertiban yang lebih tegas bagi aparatur dan tamu yang keluar-masuk lingkungan Pemkot Bekasi.

Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, menjelaskan bahwa tahap awal kebijakan ini baru berupa penyampaian informasi kepada pegawai dan masyarakat. Ia menegaskan bahwa dalam penerapannya nanti, pemeriksaan dan penindakan dapat melibatkan kepolisian.

“Untuk aturan itu masih tindakan awal yang bentuknya sosialisasi. Mungkin Pak Kapolres nanti akan melakukan tindakan yang lebih represif,” kata Tri, Rabu (10/12/2025).

Tri menyampaikan bahwa apabila kebijakan ini diberlakukan penuh, seluruh kendaraan yang memasuki kawasan perkantoran Pemkot Bekasi akan diwajibkan menjalani pemeriksaan STNK, terutama terkait masa berlaku pajak kendaraan. Pemeriksaan dilakukan untuk memastikan setiap kendaraan memenuhi kewajiban pajaknya.

“Kami mulai dari sosialisasi. Tahap berikutnya kami evaluasi satu minggu ke depan apakah efektif. Kami juga menunggu dukungan dari Pak Kapolres beserta jajarannya karena yang berwenang melakukan pemeriksaan adalah pihak kepolisian,” ujarnya.

Gagasan pembatasan akses ini muncul setelah pemerintah menemukan bahwa tidak sedikit aparatur Pemkot Bekasi belum melunasi pajak kendaraan pribadi. Kondisi tersebut dinilai bertentangan dengan upaya pemerintah meningkatkan pendapatan daerah dari sektor pajak, sehingga keteladanan harus dimulai dari internal pemerintahan.

“Disinyalir justru banyak pegawai kami yang belum membayar pajak. Keteladanan harus dimulai dari aparatur pemerintah, apalagi kami sedang gencar meningkatkan pendapatan daerah,” ucap Tri.

Pemkot Bekasi akan mengevaluasi masa sosialisasi selama satu pekan. Jika dinilai tidak efektif, tahapan penindakan akan mulai dilakukan bekerja sama dengan kepolisian. Pemeriksaan STNK di lingkungan kantor pemerintah diharapkan mampu menekan tunggakan pajak sekaligus meningkatkan kedisiplinan aparatur sebagai contoh bagi masyarakat. (alf)

DKI Siapkan Insentif Pajak untuk Mal dengan Diskon Terbesar Sambut Natal dan Tahun Baru

IKPI, Jakarta: Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo meluncurkan gagasan unik untuk menghangatkan suasana belanja menjelang Natal 2025 dan Tahun Baru 2026. Pemerintah Provinsi DKI akan memberikan insentif pajak khusus bagi pusat perbelanjaan yang berani menawarkan diskon paling besar selama periode libur akhir tahun.

“Menjelang Natal dan Tahun Baru, saya menantang seluruh pusat perbelanjaan memberikan diskon semaksimal mungkin. Semakin besar potongannya, semakin rendah pajak yang akan dikenakan,” ujar Pramono dalam sambutannya pada pembukaan Penganugerahan Innovative Government Award (IGA) 2025 di Jakarta Pusat, Rabu (10/12/2025).

Pramono menjelaskan, strategi ini bukan semata-mata untuk meningkatkan gairah belanja masyarakat, tetapi juga sebagai instrumen menjaga stabilitas harga di Ibu Kota. Ia menyebut pendekatan serupa terbukti mampu menahan tekanan inflasi.

Dengan langkah itu, Pemprov DKI membidik inflasi Jakarta berada pada kisaran 2,5–2,7 persen pada akhir 2025.

Christmas Carol di Jalan Utama Jakarta

Tidak hanya memacu aktivitas ekonomi, Pemprov DKI juga menyiapkan sentuhan budaya untuk memperkuat suasana perayaan Natal. Pramono meminta panitia Natal menghadirkan pertunjukan Christmas carol di sejumlah jalan protokol.

Menurutnya, kehadiran paduan suara Natal di ruang publik bukan hanya membawa keteduhan bagi warga, tetapi juga menjadi simbol bahwa semua perayaan keagamaan mendapatkan ruang yang setara di Jakarta.

Pemprov DKI pun bersiap menggelar pesta malam pergantian tahun di beberapa titik. Seperti tahun-tahun sebelumnya, pusat keramaian direncanakan berlangsung di Bundaran HI, disusul perayaan lain di kawasan Monas serta dua lokasi tambahan.

“Untuk Tahun Baru, konsepnya kurang lebih sama seperti sebelumnya. Yang utama tetap di Bundaran HI dan Monas,” kata Pramono.

Dengan rangkaian kebijakan dan acara tersebut, Pemprov DKI berharap suasana akhir tahun di Jakarta semakin meriah, ramah bagi pelaku usaha, dan tetap kondusif bagi stabilitas ekonomi. (alf)

Kolaborasi AEI–IKPI: Budi Hermawan Sampaikan Peluang Konsultan Pajak Duduki Kursi Komisaris dan Komite Audit

IKPI, Jakarta: Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) dan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) resmi membuka babak baru kolaborasi melalui webinar perdana bertema Proses Bisnis IPO dan Dampak Perpajakannya, Rabu (10/12/2025). Dalam kesempatan tersebut, Ketua Komite Akuntansi dan Pajak AEI, Budi Hermawan, yang mewakili Ketua Umum AEI Armand Wahyu Dihartono, menyampaikan sambutan yang menegaskan besarnya peluang sinergi antara kedua organisasi, termasuk akses bagi konsultan pajak untuk menduduki jabatan publik di perusahaan terbuka.

Budi langsung mengapresiasi Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld, beserta seluruh jajarannya yang telah memfasilitasi pertemuan strategis ini. Ia menilai inisiatif tersebut menjadi titik awal penyamaan persepsi antara dua asosiasi yang selama ini bergerak di ruang yang saling berkaitan, namun belum banyak berinteraksi secara terstruktur. 

Menurutnya, kerja sama ini akan membuat kedua pihak saling memahami proses bisnis, tantangan, serta ruang kontribusi yang dapat dilakukan secara bersama.

Budi menekankan bahwa peluang kolaborasi tidak berhenti pada pertukaran pengetahuan teknis, tetapi juga menyentuh aspek strategis seperti peran konsultan pajak dalam struktur tata kelola perusahaan. Ia menyebut posisi seperti Komisaris Independen, Komite Audit, hingga staf ahli merupakan jabatan publik yang sangat mungkin diisi oleh anggota IKPI, mengingat kompetensi mereka dalam mengelola isu perpajakan yang kompleks mulai dari pajak internasional, transfer pricing, hingga kepatuhan pajak nasional. 

Menurutnya, emiten membutuhkan profesional yang memahami risiko dan kewajiban perpajakan secara komprehensif, sehingga konsultan pajak berpotensi menjadi aset penting dalam menjaga integritas tata kelola.

Selain peluang formal, Budi menyoroti pentingnya kedekatan non-formal sebagai pembuka jalan ke ranah profesional. Aktivitas seperti golf, perayaan HUT organisasi, rakernas, hingga pertemuan santai lainnya disebut dapat menjadi wahana membangun jejaring dan kepercayaan. Bahkan, AEI secara khusus mengundang Ketua Umum IKPI untuk menghadiri HUT AEI pada 12 Desember 2025 di Gedung Bursa, sebagai bagian dari upaya mempererat hubungan kedua asosiasi.

Budi juga menyinggung potensi kolaborasi lintas asosiasi, seperti dengan organisasi Investor Relations dan Corporate Secretary, yang perannya sangat besar dalam tata kelola perusahaan terbuka. Menurutnya, kedekatan IKPI dengan kelompok-kelompok tersebut akan memperluas peluang kerja sama, terutama dalam isu perpajakan dan transparansi informasi korporasi.

Ia menegaskan bahwa IKPI memiliki kemampuan besar untuk mendukung emiten dalam pemenuhan kewajiban perpajakan. Melalui program PPL, webinar, serta kegiatan edukasi lainnya, IKPI dinilai dapat memperkuat kompetensi anggota AEI sekaligus meningkatkan pemahaman konsultan pajak terhadap kebutuhan dunia pasar modal. 

Budi menyatakan optimismenya bahwa inisiatif ini akan berkembang menjadi kolaborasi besar di masa mendatang, termasuk dalam pemenuhan jabatan publik yang disyaratkan OJK bagi perusahaan terbuka.

“Ini adalah awal yang membuka banyak peluang baru ke depan,” ujarnya. (bl)

IKPI dan AEI Kolaborasi Kupas Proses Bisnis IPO dan Implikasi Pajaknya 

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) kembali mempertegas komitmennya dalam meningkatkan kompetensi anggotanya melalui kolaborasi strategis dengan Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) yang digelar secara daring, Rabu (10/12/2025). kedua organisasi ini menggelar kegiatan bertajuk “Proses Bisnis Initial Public Offering (IPO) dan Dampak Perpajakannya”, yang dihadiri ratusan anggota IKPI secara daring.

Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld, menegaskan bahwa kegiatan ini merupakan realisasi konkret dari kerja sama IKPI–AEI yang sudah terjalin sebelumnya. “Ini bukan sekadar MoU di atas kertas. Hari ini kita menunjukkan wujud kolaborasi nyata,” ujarnya.

Vaudy menjelaskan bahwa pilihan topik IPO bukan tanpa alasan. Menurutnya, meski proses IPO dapat dipelajari dari banyak referensi, pemahaman yang disampaikan langsung oleh pelaku bisnis dalam hal ini AEI akan memberi perspektif yang jauh lebih tajam.

“Kita ingin anggota IKPI mendengar langsung dari sumbernya: bagaimana proses bisnis perusahaan yang ingin IPO, apa prosedurnya, apa alurnya. Banyak anggota yang mungkin belum pernah menangani IPO, sehingga kegiatan ini memberi pengetahuan tambahan yang sangat penting,” kata Vaudy.

Ia menuturkan bahwa pemahaman mengenai IPO juga akan membantu konsultan pajak dalam memberikan penjelasan awal kepada klien ketika mereka menanyakan gambaran proses go public. “Jadi kalau suatu waktu calon klien bertanya tentang IPO, anggota kita sudah tahu garis besarnya. Itu nilai tambah bagi profesi konsultan pajak.”

Dari sisi IKPI, acara ini juga menghadirkan narasumber internal yang membahas aspek perpajakan terkait IPO. Vaudy menyebut pendekatan dua sisi bisnis dan perpajakan sebagai bentuk simbiosis mutualisme antara IKPI dan AEI. 

“AEI menjelaskan proses bisnisnya, kita menjelaskan sisi pajaknya. Dua pengetahuan ini saling melengkapi, dan di situlah nilai kolaborasi ini,” ujarnya.

Vaudy menegaskan bahwa kolaborasi IKPI dengan AEI akan terus berlanjut dan menghasilkan program-program yang memberikan manfaat langsung bagi anggota. “Tujuan kami sederhana, anggota IKPI bertambah wawasan, AEI pun mendapatkan perspektif perpajakan yang lebih kuat. Kolaborasi ini kita bangun untuk kemajuan bersama,” ujarnya. (bl)

UGM Resmi Buka RPL Magister Akuntansi 2026, Prof. Irwan: Pendaftaran Online Dibuka untuk Anggota IKPI

IKPI, Jakarta: Universitas Gadjah Mada (UGM) bersama Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) resmi membuka pendaftaran Program Recognition of Prior Learning (RPL) Magister Akuntansi FEB UGM untuk perkuliahan Februari 2026. Program ini disambut antusias seluruh anggota IKPI se-Indonesia, mengingat skema RPL memberi pengakuan akademik atas pengalaman profesional anggota IKPI yang selama ini bekerja di bidang perpajakan.

Dalam pemaparannya, Guru Besar Departemen Akuntansi FEB UGM Prof. Irwan Taufiq Ritonga menegaskan bahwa pendaftaran RPL tahun ini sepenuhnya dilakukan secara online melalui laman resmi UGM. Mekanisme digital tersebut, menurutnya, dibuat untuk memudahkan anggota IKPI dari berbagai daerah tanpa harus datang ke Yogyakarta. “Bapak dan Ibu tidak perlu ke Jogja. Semua proses dapat dilakukan secara online, mulai dari membuat akun sampai mengunggah portofolio,” ujar Prof. Irwan.

Pada kesempatan yang sama, pihak UGM memastikan bahwa SK Rektor tentang kerja sama RPL dengan asosiasi konsultan pajak, termasuk IKPI, telah terbit dua pekan sebelumnya. SK terbaru tersebut untuk pertama kalinya mencantumkan nama asosiasi secara eksplisit sebagai mitra resmi RPL, sehingga peserta dari IKPI mendapatkan jalur yang lebih terstruktur dan diakui secara administratif.

Program RPL Magister Akuntansi FEB UGM dibuka dalam dua gelombang, yakni 25–27 Desember untuk gelombang pertama dan 13–17 Januari untuk gelombang kedua. Seluruh berkas dan portofolio diunggah melalui Intake RPL pada akun UM UGM yang wajib dibuat setiap peserta. Penetapan hasil seleksi akan dilakukan pada 22 Januari, disusul pengumuman pada 23 Januari, sementara registrasi mahasiswa baru dijadwalkan pada 23–27 Januari 2026. Perkuliahan akan dimulai 1 Februari 2026, memberi waktu sekitar tujuh minggu bagi calon peserta untuk mempersiapkan dokumen.

Dalam penjelasannya, Prof. Irwan banyak menekankan peran portofolio dalam menentukan berapa banyak mata kuliah yang dapat direkognisi. Peserta diminta menyiapkan 11 jenis dokumen yang menggambarkan rekam jejak profesional secara komprehensif, mulai dari riwayat pekerjaan, sertifikat kompetensi seperti USKP, logbook pekerjaan, penilaian kinerja, hingga bukti keanggotaan IKPI. 

Semua bukti tersebut, beserta narasi satu proyek yang menjelaskan kasus kerja nyata yang pernah ditangani peserta, akan dinilai oleh tim assessor untuk menentukan jumlah rekognisi mata kuliah. “Jika portofolio sangat lengkap, rekognisi bisa mencapai tujuh mata kuliah,” kata Prof. Irwan.

Skema kuliah RPL tetap mengikuti standar akademik UGM, yaitu 14 pertemuan tatap muka untuk setiap mata kuliah. Walaupun dosen diberi keleluasaan untuk menggunakan maksimal empat pertemuan daring, kebijakan utamanya tetap berbasis luring demi menjaga mutu. Untuk memudahkan peserta dari luar kota, UGM menyediakan guesthouse kampus dengan tarif terjangkau, sekitar Rp120.000 per malam.

Pada sesi diskusi, sejumlah peserta dari IKPI menyampaikan kekhawatiran terkait biaya perjalanan dan peluang mengikuti kuliah secara daring. Menanggapi hal tersebut, Prof. Irwan mengatakan bahwa kelas daring penuh belum memungkinkan karena berdampak pada kualitas pembelajaran. Namun ia menambahkan bahwa jadwal kuliah yang dipusatkan pada Jumat dan Sabtu dirancang agar peserta luar kota dapat meminimalkan waktu tinggal di Yogyakarta.

Pertanyaan lain datang dari peserta yang memiliki banyak gelar dan pengalaman luas sebagai dosen serta praktisi. Ia menanyakan kemungkinan memperoleh rekognisi lebih banyak dibanding peserta umum. Prof. Irwan menjawab bahwa rekognisi ditentukan sepenuhnya oleh kualitas portofolio, bukan jumlah gelar. “Semakin baik portofolionya, semakin besar peluang rekognisi. Tapi batas maksimal tetap tujuh mata kuliah,” kata Prof. Irwan.

Selain itu, peserta menanyakan apakah brevet A, B, dan C dapat digunakan sebagai dasar rekognisi. Prof. Irwan menjelaskan bahwa yang diakui adalah sertifikat resmi kelulusan brevet tersebut, serta dokumen pendukung lainnya seperti pengalaman menangani pekerjaan perpajakan. Legalisir lama dengan cap basah juga tetap dianggap sah.

Untuk peserta yang belum memiliki skor TPA atau TOEFL, UGM membuka opsi bimbingan intensif yang akan diumumkan melalui grup resmi IKPI. Prof. Irwan mengingatkan peserta untuk berhati-hati terhadap penyedia tes palsu yang mengatasnamakan kampus. “Pastikan mengakses link resmi yang kami bagikan. Banyak penyedia TPA dan TOEFL tidak resmi yang beredar,” ujarnya.

Prof. Irwan menegaskan kembali bahwa RPL UGM–IKPI merupakan upaya memperkuat kompetensi perpajakan nasional melalui jalur akademik yang kredibel. “Program ini adalah penghargaan atas apa yang sudah Bapak dan Ibu kerjakan bertahun-tahun sebagai konsultan pajak. UGM berkomitmen mengakui pengalaman profesional itu secara akademik,” ujarnya.

Berikut Teknis Pendaftaran Resmi MAKSI UGM:

1. Menyiapkan berkas persyaratan

Laman: maksi.feb.ugm.ac.id/admission/registration

2. Mengisi pendaftaran online

Laman: maksi.feb.ugm.ac.id/prosedur-pendaftaran-magister

3. Membuat akun UM UGM

Laman: um.ugm.ac.id/pendaftaran/public

4. Mengunggah dokumen melalui Intake RPL

Peserta mengisi formulir aplikasi, evaluasi diri, CV, narasi proyek, dan portofolio.

5. Mengikuti asesmen & registrasi

Peserta mengikuti asesmen portofolio dan wawancara sebelum melakukan registrasi di Simaster UGM. (bl)

PPL IKPI Pengda Banten: Coretax Tak Toleransi Kesalahan, “Kunci SPT Ada pada Input yang Bersih”

IKPI, Sukabumi: Seminar Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pengda Banten yang digelar di Sukabumi, Jawa Barat, baru-baru ini menyoroti perubahan besar dalam mekanisme pelaporan SPT Tahunan PPh Badan 2025. Michael, yang tampil sebagai pemateri utama, menegaskan bahwa Coretax tidak lagi memberi ruang bagi kesalahan input.

Menurutnya, dengan berlakunya PER-11/PJ/2025, setiap SPT PPh Badan kini wajib disampaikan melalui Coretax Administration System (CTAS) yang secara otomatis melakukan validasi dan pengecekan silang antar data. 

Ia menjelaskan bahwa sistem tersebut mampu membaca ketidakwajaran angka dalam SPT mulai dari omzet, bukti potong, transaksi afiliasi hingga perhitungan angsuran. 

“Coretax tidak akan membiarkan satu angka pun yang tidak masuk akal. Sistem langsung memunculkan peringatan begitu menemukan ketidaksesuaian. Kunci SPT ada pada input yang bersih, bukan pada perbaikan di akhir,” ujar Michael.

Ia menegaskan pentingnya menata proses dari hulu. Semua dokumen dasar laporan keuangan lengkap, bukti potong atau pungut, rincian transaksi hubungan istimewa, daftar penyusutan fiskal, hingga pembagian sektor usaha harus disiapkan dan diverifikasi sejak awal tahun pajak. 

Menurutnya, sering terabaikan oleh wajib pajak dan konsultan pajak yang bekerja mendekati tenggat waktu.  “Bukan sistem yang salah, tapi data yang tidak disiapkan dengan benar. Jika fondasi datanya kuat, SPT akan mengalir dengan lancar,” imbuhnya.

Michael juga menekankan bahwa rekonsiliasi per sektor, yang kini diwajibkan melalui Lampiran 1A–1L, merupakan salah satu titik rawan kesalahan. Banyak perusahaan yang belum terbiasa melaporkan laporan keuangan berdasarkan segmen usaha, padahal format baru SPT mensyaratkan detail tersebut. 

Selain itu, bagian Induk SPT kini memuat pernyataan transaksi yang lebih rinci, termasuk fasilitas pajak, penanaman modal, hingga potensi penggunaan sisa lebih untuk pembangunan sarana prasarana. Michael menegaskan bahwa seluruh bagian tersebut harus konsisten dengan lampiran lainnya, karena Coretax akan memeriksanya secara otomatis.

Ia mengingatkan bahwa status kurang bayar atau lebih bayar sekarang ditentukan sepenuhnya oleh data yang telah tervalidasi dalam sistem. “Jika input salah, maka seluruh rangkaian SPT ikut rusak. Coretax hanya menjalankan logika berdasarkan data. Kesalahan kecil pun berpotensi mengundang klarifikasi atau pemeriksaan,” jelasnya.

Perubahan ini menjadikan peran konsultan pajak semakin strategis, terutama dalam memastikan kualitas data sejak awal. Seminar PPL tersebut pun menjadi momentum bagi anggota IKPI untuk memperkuat pemahaman teknis dan meningkatkan kesiapan menghadapi SPT 2025.

Dengan pendekatan yang lebih ketat dan berbasis data, pesan Michael menjadi jelas, bahwa kesuksesan SPT di era Coretax hanya bisa dicapai jika seluruh inputnya bersih, terstruktur, dan disiapkan sejak awal tahun. (bl)

PPL IKPI Pengda Banten: Michael Sebut Era Coretax Ubah Cara Kerja Konsultan Pajak

IKPI, Sukabumi: Seminar PPL Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pengda Banten di Sukabumi, Jawa Barat, baru-baru ini menjadi ruang diskusi yang intens terkait perubahan besar sistem perpajakan nasional. Michael, yang juga merupakan anggota IKPI Cabang Tangerang Selatan, yang menjadi narasumber seminar menyampaikan bahwa “SPT Tahunan Badan 2025 bukan lagi pekerjaan rutinitas, melainkan transformasi total.”

Seluruh perubahan tersebut muncul seiring diberlakukannya PER-11/PJ/2025, yang mengatur format baru SPT Tahunan PPh Badan dan mewajibkannya diproses melalui Coretax Administration System (CTAS). Dalam pemaparannya, Michael menunjukkan bagaimana SPT 2025 kini mencakup lebih banyak bagian, lebih detail, dan sepenuhnya berbasis validasi data otomatis.

Ia memaparkan bahwa Coretax sudah terhubung dengan data pembayaran, bukti potong, hingga transaksi tertentu yang telah terekam dalam sistem DJP. “Begitu Anda isi satu bagian, sistem akan menguji logika, kecocokan angka, hingga lampiran pendukungnya. Bukan lagi sekadar upload formulir seperti dulu,” jelasnya.  

Michael menegaskan bahwa konsultan pajak dan perusahaan tidak bisa lagi mengandalkan pola kerja manual, terutama karena SPT kini mewajibkan hingga 14 kelompok lampiran utama, termasuk rekonsiliasi per sektor usaha, daftar kepemilikan, daftar PPh dipotong/dipungut, angsuran Pasal 25, kompensasi kerugian fiskal, hingga dokumen utang luar negeri. 

“Perusahaan yang dulu hanya punya satu laporan rekonsiliasi, sekarang harus menyiapkan tampilan laporan sesuai sektor. Kalau usahanya campuran, maka rekonsiliasi juga harus multisektor, dan itu harus konsisten dengan laporan akuntansi,” ujar Michael.

Ia juga mengingatkan bahwa risiko pemeriksaan meningkat signifikan, khususnya bagi wajib pajak yang memiliki transaksi hubungan istimewa, transaksi luar negeri, atau fasilitas investasi. 

Michael menegaskan bahwa kewajiban dokumentasi kini menjadi faktor paling menentukan. “Kalau dulu banyak WP berpikir yang penting isi SPT, sekarang tidak bisa begitu. SPT 2025 adalah SPT berbasis governance, bukan hanya compliance,” tutupnya. (bl)

Kejari Semarang Tahan Terduga Pelaku Tindak Pidana Perpajakan, Rugikan Negara Hampir Rp4 Miliar

IKPI, Jakarta: Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Semarang menahan Komisaris PT Gurano Bintang Papua, Martadi Mangkuwerdojo (MM), atas dugaan tindak pidana perpajakan yang menyebabkan kerugian negara hampir Rp4 miliar. Penahanan dilakukan usai MM menjalani pemeriksaan di Kantor Kejari Kota Semarang, Kecamatan Semarang Barat, pada Selasa (9/12/2025).

MM terlihat keluar dari ruang pemeriksaan dengan mengenakan rompi tahanan berwarna pink sebelum dibawa ke Lapas Kelas I Semarang di Kedungpane.

“Kejari Kota Semarang menahan tersangka MM selama 20 hari, terhitung sejak hari ini sampai 28 Desember 2025,” ujar Kepala Kejari Kota Semarang, Andhie Fajar Arianto.

Berkembang dari Kasus Djohan Wahyudi

Andhie mengungkapkan bahwa perkara tersebut merupakan hasil pengembangan dari kasus serupa yang sebelumnya menjerat Djohan Wahyudi (DW), terpidana yang sudah lebih dulu dijatuhi hukuman.

Dalam perkembangan penyidikan, MM diduga bersama DW mengabaikan kewajiban perpajakan perusahaan dengan tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) serta memberikan keterangan yang tidak benar atau tidak lengkap.

“Akibat perbuatannya, negara dirugikan sebesar Rp3,9 miliar yang seharusnya menjadi penerimaan pajak,” jelas Andhie.

Tindak Pidana Saat Menjabat Komisaris

Perbuatan tersebut diduga dilakukan saat MM masih menjabat sebagai komisaris perusahaan. Kejaksaan menilai tindakan itu bukan sekadar kelalaian, melainkan dugaan upaya sengaja untuk tidak memenuhi kewajiban pajak sebagai wajib pajak badan.

“Tersangka MM menyebabkan negara kehilangan penerimaan pajak yang seharusnya dibayarkan perusahaan,” tegasnya.

Atas dugaan perbuatannya, MM disangkakan melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf c dan huruf d juncto Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Kejari menegaskan bahwa penindakan ini menunjukkan keseriusan aparat penegak hukum dalam menangani pelanggaran perpajakan, khususnya yang dilakukan oleh korporasi atau pengurus perusahaan. (alf)

Mulai 2026 Singapura Pungut “Pajak Hijau” kepada Penumpang Pesawat

IKPI, Jakarta: Wisatawan yang terbang dari Singapura harus menyiapkan biaya tambahan mulai 2026. Pemerintah Negeri Singa resmi memperkenalkan pungutan baru yang berfungsi layaknya “pajak hijau” untuk mendorong penggunaan Sustainable Aviation Fuel (SAF) atau bahan bakar aviasi berkelanjutan dalam industri penerbangan.

Kebijakan yang diumumkan Otoritas Penerbangan Sipil Singapura (CAAS) ini berlaku untuk seluruh penumpang yang berangkat dari Singapura, baik perjalanan jarak dekat maupun rute antarbenua. Dengan langkah ini, Singapura menjadi negara pertama di dunia yang memberlakukan pungutan khusus guna mempercepat pemakaian bahan bakar rendah emisi di sektor aviasi.

Berlaku Oktober 2026

Melansir Independent, Selasa (9/12/2025) kebijakan ini mulai efektif 1 Oktober 2026, sementara seluruh tiket penerbangan yang dijual mulai 1 April 2026 harus mencantumkan komponen pungutan tersebut. Selain penumpang komersial, tarif juga berlaku untuk layanan kargo dan penerbangan bisnis.

CAAS menyusun struktur pungutan berdasarkan jarak penerbangan dan kelas kabin, yang dikelompokkan menjadi empat wilayah geografis. Penumpang kelas ekonomi, misalnya, akan dikenakan:

• S$1 untuk penerbangan ke Bangkok

• S$2,80 untuk perjalanan ke Tokyo

• S$6,40 untuk rute London

• S$10,40 menuju New York

Pungutan ini akan dicantumkan oleh maskapai sebagai item baris terpisah pada tiket—membuatnya mirip dengan skema pajak tambahan pada sektor transportasi di berbagai negara. Namun, penumpang yang transit melalui Singapura tidak akan dikenai tarif ini.

Instrumen Fiskal untuk Tekan Emisi

Meski secara formal tidak disebut sebagai pajak, mekanismenya memiliki karakteristik pajak lingkungan (environmental tax):

• bersifat wajib,

• dikenakan per penumpang,

• dan dialokasikan untuk mendanai transisi energi bersih sektor penerbangan.

Pemerintah menilai “pajak hijau” ini sebagai langkah penting untuk mempercepat penggunaan bahan bakar rendah karbon dan menjaga daya saing industri aviasi Singapura dalam jangka panjang. Kebijakan tersebut juga sejalan dengan target nol emisi karbon bersih pada 2050 yang ditetapkan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO).

Direktur Jenderal CAAS, Han Kok Juan, menegaskan bahwa penerapan pungutan SAF merupakan bagian dari strategi jangka panjang negara itu.

“Pengenalan Retribusi SAF menandai langkah signifikan dalam membangun pusat udara yang lebih berkelanjutan dan kompetitif,” ujarnya.

“Kita perlu memulai. Kebijakan ini dilakukan secara terukur dan memberi waktu bagi industri, bisnis, serta publik untuk beradaptasi.”

Dengan kebijakan ini, Singapura tidak hanya memposisikan diri sebagai pelopor penerbangan hijau, tetapi juga menunjukkan bagaimana instrumen berbasis pungutan mirip pajak karbon, dapat menjadi alat efektif untuk mendorong perubahan perilaku sekaligus mendanai inovasi energi bersih. (alf)

en_US