Amazon Tak Lagi Jadi Pemungut PPN Digital, DJP Jelaskan Alasannya

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan resmi mencabut penunjukan Amazon Services Europe S.a.r.l sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Kebijakan ini mulai berlaku efektif sejak 3 November 2025.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, menjelaskan bahwa pencabutan tersebut dilakukan setelah dilakukan evaluasi menyeluruh.

Menurutnya, Amazon Services tidak lagi memenuhi syarat sebagai badan usaha yang wajib ditunjuk memungut PPN PMSE.

“Pencabutan status Amazon Services Europe S.a.r.l. sebagai pemungut PPN PMSE dilakukan karena yang bersangkutan tidak lagi memenuhi kriteria yang telah ditentukan,” ujar Rosmauli dalam keterangan tertulis, Selasa (30/12/2025).

Ini Kriterianya

DJP menetapkan beberapa parameter dalam penunjukan pemungut PPN digital. Di antaranya:

• nilai transaksi pemanfaatan barang/jasa digital di Indonesia melebihi Rp600 juta dalam setahun atau Rp50 juta per bulan; dan/atau

• jumlah trafik pengguna di Indonesia melampaui 12.000 pengakses dalam setahun atau 1.000 pengakses per bulan.

Jika kriteria tersebut tak lagi terpenuhi, perusahaan dapat dicabut penunjukannya — seperti yang terjadi pada Amazon Services Europe S.a.r.l.

Jumlah Pemungut Terus Bertambah

Hingga November 2025, DJP mencatat 254 perusahaan telah ditunjuk sebagai pemungut PPN PMSE. Terbaru, ada tiga nama yang bergabung:

• International Bureau of Fiscal Documentation

• Bespin Global

• OpenAI OpCo LLC

Dari total penunjukan tersebut, 215 entitas telah aktif memungut dan menyetor PPN dengan kontribusi kumulatif mencapai Rp34,54 triliun.

Setoran itu terdiri atas:

• Rp731,4 miliar (2020)

• Rp3,9 triliun (2021)

• Rp5,51 triliun (2022)

• Rp6,76 triliun (2023)

• Rp8,44 triliun (2024)

• Rp9,19 triliun sepanjang 2025

Sinyal Kuat dari Ekonomi Digital

Rosmauli menilai, masuknya perusahaan teknologi global termasuk yang bergerak di bidang kecerdasan buatan menunjukkan potensi ekonomi digital yang semakin besar bagi negara.

“Penunjukan pemungut PPN PMSE pada perusahaan yang bergerak di bidang artificial intelligence menunjukkan bahwa ekonomi digital semakin memberikan manfaat nyata bagi masyarakat, khususnya dalam mendukung penerimaan negara,” kata dia.

Dengan langkah evaluasi berkala ini, DJP berharap mekanisme pemungutan PPN digital tetap adil, relevan, dan mampu menjaga level playing field antara pelaku usaha dalam negeri maupun luar negeri. (alf)

Aktivasi Coretax Capai 10,22 Juta Pengguna, DJP Minta Wajib Pajak Jangan Menunggu Akhir Batas Waktu

IKPI, Jakarta: Menjelang penutup 2025, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat lonjakan aktivasi akun Coretax. Hingga 30 Desember 2025 pukul 12.52 WIB, sistem perpajakan terpadu tersebut telah diaktifkan oleh 10,22 juta pengguna.

Sebagian besar merupakan wajib pajak orang pribadi dengan 9.332.720 akun. Di belakangnya, terdapat 805.607 akun milik wajib pajak badan. Aktivasi juga dilakukan oleh 88.208 instansi pemerintah, serta 221 penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE).

DJP menilai perkembangan ini menunjukkan semakin banyak wajib pajak yang mulai berpindah ke layanan digital untuk mengurus administrasi perpajakannya.

Coretax jadi pusat layanan pajak

Coretax dirancang sebagai sistem yang menyatukan berbagai proses pajak dalam satu platform. Melalui sistem ini, DJP berharap pelayanan menjadi lebih sederhana, transparan, dan mudah diawasi.

Mulai tahun pajak 2025, seluruh administrasi perpajakan diarahkan menggunakan Coretax yang terhubung dengan pajak.go.id — termasuk pelaporan SPT Tahunan 2025 yang akan disampaikan pada 2026.

• Wajib pajak orang pribadi: batas pelaporan sampai Maret 2026

• Wajib pajak badan: tenggat hingga April 2026

DJP mengingatkan, menunda aktivasi hingga mendekati batas akhir berisiko menimbulkan antrean dan kendala teknis.

Tiga hal yang harus disiapkan

Mengacu pada panduan resmi DJP, wajib pajak diminta menuntaskan tiga langkah berikut:

1. Aktivasi akun Coretax menggunakan NPWP, email, dan nomor ponsel yang terdaftar, lalu mengganti kata sandi serta membuat passphrase.

2. Membuat Kode Otorisasi DJP (KO DJP) yang berfungsi sebagai tanda tangan elektronik untuk dokumen pajak.

3. Memastikan KO DJP berstatus “VALID”, karena tanpa status tersebut dokumen belum dianggap sah secara digital.

Jika ketiga tahapan selesai, wajib pajak dapat mengakses layanan pajak secara terpusat dengan keamanan data yang lebih terjaga.

Bagi mereka yang masih kesulitan, DJP menyediakan bantuan melalui kantor pelayanan pajak, Kring Pajak, serta kanal resmi lain yang telah disiapkan. DJP mendorong wajib pajak melakukan aktivasi lebih awal agar lebih siap menghadapi masa pelaporan SPT pada 2026. (alf)

DJP Sampaikan Imbauan Aktivasi Akun Coretax dan Pembuatan KO/SE

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyampaikan imbauan kepada masyarakat terkait batas waktu aktivasi akun Coretax serta pembuatan Kode Otorisasi/Sertifikat Elektronik (KO/SE). Imbauan ini disampaikan karena meningkatnya kunjungan masyarakat ke kantor pajak untuk keperluan tersebut.

Dalam Pengumuman Nomor PENG-54/PJ.09/2025, Senin 29 Desember 2025, DJP menjelaskan bahwa pada prinsipnya aktivasi akun dan pembuatan KO/SE dapat dilakukan sebelum Wajib Pajak menggunakan layanan perpajakan berbasis Coretax. Langkah percepatan ini bertujuan menghindari penumpukan proses pada periode pelaporan SPT Tahunan  .

DJP menyebutkan, Wajib Pajak dapat melakukan aktivasi akun dan pembuatan KO/SE secara mandiri dengan mengikuti panduan resmi melalui situs pajak.go.id, akun media sosial DJP, serta tautan khusus di t.kemenkeu.go.id/akuncoretax  .

Bagi Wajib Pajak yang mengalami kendala teknis atau membutuhkan pendampingan khususnya karena adanya perubahan data DJP mengimbau agar pengaturan waktu kedatangan ke kantor pajak dilakukan secara bijak, sehingga pelayanan tetap berjalan lancar dan antrean dapat dikelola dengan baik  .

DJP menegaskan bahwa seluruh layanan perpajakan di kantor pajak tidak dipungut biaya. Masyarakat diminta tidak menggunakan jasa perantara atau calo, dan tetap waspada terhadap berbagai bentuk penipuan yang mengatasnamakan petugas pajak atau menjanjikan percepatan layanan dengan imbalan tertentu. (bl)

IKPI Mantapkan Arah Organisasi Lewat Penataan Wilayah Pengda Jawa Barat

IKPI, Jakarta: Pengurus Pusat Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) resmi menetapkan ulang wilayah kerja Pengurus Daerah (Pengda) Jawa Barat sebagai langkah strategis untuk memantapkan arah organisasi dan mendekatkan layanan kepada anggota di salah satu kawasan ekonomi terbesar di Indonesia  .

Kebijakan ini dituangkan dalam Keputusan Pengurus Pusat IKPI Nomor: KEP-24/PP.IKPI/XI/2025 tentang Penetapan Wilayah Kerja Pengurus Daerah Jawa Barat, yang mulai berlaku efektif pada 1 Januari 2026  .

Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld, menegaskan bahwa penataan wilayah bukan sekadar perubahan administratif, melainkan bagian dari agenda penguatan organisasi secara menyeluruh.

“Penataan wilayah kerja membuat koordinasi lebih jelas, program lebih fokus, dan pelayanan kepada anggota menjadi semakin dekat. Ini bagian dari upaya memantapkan arah IKPI ke depan,” kata Vaudy, Selasa (30/12/2025).

Wilayah Kerja yang Lebih Terarah

Dalam keputusan tersebut, wilayah Pengda Jawa Barat mencakup:

• Pengurus Cabang Kota Bandung

• Pengurus Cabang Cirebon

• Pengurus Cabang Kota Bogor

• Pengurus Cabang Depok

• Pengurus Cabang Kota Bekasi

• Pengurus Cabang Kabupaten Bekasi  

Dengan pembagian ini, jalur koordinasi antara Pengda dan Pengcab diharapkan berjalan lebih efektif mulai dari pembinaan anggota, penyusunan program pendidikan berkelanjutan, hingga penguatan etika dan profesionalisme konsultan pajak.

Dorong Pemerataan Layanan

Vaudy menambahkan, Jawa Barat memiliki basis anggota yang terus berkembang, sehingga struktur organisasi perlu menyesuaikan diri.

“Kami ingin setiap Pengcab punya peran yang kuat, target yang terukur, dan dukungan organisasi yang solid. Pada akhirnya, anggota di seluruh wilayah mendapatkan pelayanan yang lebih merata,” ujarnya.

Penataan ini juga menjadi momentum bagi IKPI untuk memperkuat hubungan kemitraan dengan berbagai pemangku kepentingan, sekaligus memastikan organisasi mampu beradaptasi dengan perubahan kebijakan perpajakan dan dinamika ekonomi daerah.

IKPI mengajak seluruh pengurus dan anggota di Jawa Barat bekerja bersama mengawal implementasi kebijakan ini secara bertahap, transparan, dan kolaboratif sehingga manfaatnya dapat dirasakan nyata bagi profesi dan masyarakat luas. (bl)

IKPI Tata Ulang Wilayah Kerja Pengda DKJ, Kembalikan Cabang Depok dan Kota Bekasi ke Pengda Jabar

IKPI, Jakarta: Pengurus Pusat Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) menegaskan langkah pembenahan organisasi melalui penataan ulang wilayah kerja Pengurus Daerah (Pengda) Daerah Khusus Jakarta (DKJ). Salah satu keputusan pentingnya adalah pengembalian Cabang Depok dan Cabang Kota Bekasi ke wilayah Pengda Jawa Barat, sejalan dengan ketentuan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) IKPI .

Kebijakan ini tertuang dalam Keputusan Pengurus Pusat IKPI Nomor: KEP-19/PP.IKPI/XI/2025 tentang Penetapan Wilayah Kerja Pengurus Daerah – Daerah Khusus Jakarta, yang mulai berlaku efektif pada 1 Januari 2026 .

Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld, menjelaskan bahwa sejak organisasi berdiri hingga saat ini, Cabang Depok dan Cabang Kota Bekasi berada di wilayah DKJ. Ini harus dikembalikan ke wilayahnya, karena harus mengacu pada ketentuan organisasi. Posisi yang keliru harus dikembalikan ke posisi seharusnya berbeda.

“Dari awal berdiri sampai sekarang, Depok dan Kota Bekasi berada di DKJ. Padahal AD/ART sudah jelas, cabang berada di wilayah sesuai daerahnya. Ini harus dikembalikan,” ujar Vaudy, Selasa (30/12/2025).

Mengembalikan ke Koridor AD/ART

Menurut Vaudy, keputusan ini bukan sekadar memindahkan wilayah kerja, melainkan mengembalikan struktur organisasi pada aturan dasarnya.

“Dengan pengaturan ini, Pengurus Pusat mengembalikan cabang ke daerah sesuai AD/ART. Selama ini penempatannya tidak tepat, jadi harus dikembalikan ke yang seharusnya. Suka tidak suka, kita harus kembali ke AD/ART,” tegasnya.

Ia menegaskan, pembenahan struktur ini penting agar jalur koordinasi menjadi lebih jelas, program kerja lebih terukur, serta hubungan dengan mitra kerja berjalan lebih efektif.

“Kalau strukturnya benar, semua lebih mudah: pembinaan anggota, kegiatan pendidikan, sampai koordinasi dengan otoritas pajak,” jelasnya.

Tidak Mendadak — Sudah Disosialisasikan

Vaudy juga menepis anggapan bahwa kebijakan ini dilakukan secara tiba-tiba. Menurutnya, rencana pengembalian wilayah sudah disampaikan jauh hari sebelumnya.

“Pengembalian wilayah ini sudah kami sampaikan saat pelantikan Pengda dan Pengcab se-DKJ dan Jawa Barat. Jadi bukan keputusan mendadak. Semua diberi waktu untuk menyesuaikan,” katanya.

Dengan sosialisasi bertahap, diharapkan proses transisi berjalan baik, tanpa mengganggu pelayanan kepada anggota maupun aktivitas organisasi.

Struktur DKJ Tetap Solid

Seiring penataan ulang, wilayah kerja Pengda DKJ kini terdiri dari:
• Pengurus Cabang Jakarta Pusat
• Pengurus Cabang Jakarta Timur
• Pengurus Cabang Jakarta Selatan
• Pengurus Cabang Jakarta Barat
• Pengurus Cabang Jakarta Utara

Sementara itu, Depok dan Kota Bekasi kembali bernaung di Pengda Jawa Barat, selaras dengan penetapan wilayah kerja Jawa Barat yang juga ditetapkan Pengurus Pusat.

Penataan ini diharapkan menjadi momentum memperkuat marwah organisasi, menyatukan arah gerak pengurus, serta memastikan pelayanan kepada anggota semakin dekat dan merata.

“Tujuannya sederhana: organisasi berjalan rapi, taat aturan, dan anggota merasakan manfaatnya secara nyata,” kata Vaudy.

Lebih jauh Vaudy berharap, pada tahun 2029 nanti, di DKJ bisa berdiri hingga lima Pengda atau mengikuti jumlah Kanwil DJP. “IKPI terus berkembang dan terus memenuhi kebutuhan-kebutuhan organisasi, yang bisa membesarkan organisasi serta membantu penerintah dan wajib pajak. Salah satunya dengan melakukan pemekaran dan pembentukan Pengda dan Pengcab,” ujarnya. (bl)

Tali Kasih IKPI Menyapa Anak-Anak di Panti Asuhan Kasih Sesama Umat

IKPI, Kabupaten Tangerang: Rangkaian kegiatan sosial jelang Perayaan Natal Nasional Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) 2025 terus bergulir. Pada hari yang sama, panitia bergerak ke beberapa titik, salah satunya Panti Asuhan Kasih Sesama Umat di Jalan Sutera Cemara II, Pondok Jagung, Serpong Utara, Kota Tangerang Selatan, Minggu (28/12/2025).

Di tempat ini, disalurkan tali kasih senilai Rp10 juta untuk membantu kebutuhan pendidikan, kesehatan, serta pemeliharaan sehari-hari anak-anak panti.

(Foto: DOK. Panitia Natal Nasional IKPI 2025)

Rombongan yang hadir terdiri atas:

Dhaniel Hutagalung (Ketua Panitia Natal Nasional 2025), Yulia (Sekretaris), Daniel Mulia (Seksi Acara), Ratri Widiyanti (Seksi Humas), Edwin (Seksi Acara), Novalina Magdalena (Wakil Sekretaris Umum IKPI), Osti (Bendahara), Heny (Humas), dan Maria Ocha (usher).

Penyerahan dilakukan sederhana. Anak-anak menyambut dengan penuh antusias, sementara panitia mengajak mereka berbincang, bermain, dan berdoa bersama.

Sebagai Humas Panitia Natal, Ratri Widiyanti menekankan bahwa anak-anak memerlukan dukungan yang konsisten bukan hanya saat perayaan.

“Kami datang membawa harapan. Bantuan ini mungkin tidak besar, tetapi kami ingin memastikan mereka merasa diperhatikan dan mempunyai peluang untuk bermimpi,” ujar Ratri.

Ketua Panitia Natal Nasional 2025, Dhaniel Hutagalung, menjelaskan bahwa kunjungan ini merupakan bagian dari rangkaian tali kasih yang dilakukan dalam satu hari.

“Hari ini kami juga menyalurkan tali kasih ke Panti Wreda Stella Maris di Bogor dan Panti Jompo Karya Kasih di Jakarta Pusat. Kami ingin pesan Natal menjangkau lansia sekaligus anak-anak,” ucapnya.

Menurut Dhaniel, langkah tersebut dimaksudkan agar makna Natal hadir secara nyata, tidak berhenti pada seremoni.

Perwakilan panti menyampaikan terima kasih atas dukungan yang diberikan. Santunan akan dimanfaatkan untuk kebutuhan sekolah, kesehatan, dan pemeliharaan anak-anak.

Melalui rangkaian kunjungan di hari yang sama, IKPI menegaskan bahwa menyambut Natal berarti menghadirkan kasih dalam tindakan menjangkau mereka yang membutuhkan uluran tangan, tanpa membedakan usia dan latar belakang. (bl)

Asosiasi Tekstil Minta Pemerintah Perjuangkan Tarif Ekspor Lebih Ringan ke AS

IKPI, Jakarta: Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mendorong pemerintah agar negosiasi tarif resiprokal dengan Amerika Serikat (AS) tidak hanya menguntungkan komoditas berbasis sumber daya alam, tetapi juga memberi napas lega bagi industri garmen dan tekstil. Organisasi ini berharap tarif untuk sektor padat karya tersebut bisa ditekan hingga di bawah 19 persen, bahkan jika memungkinkan menjadi nol persen.

Pembahasan tarif resiprokal Indonesia–AS dikabarkan hampir selesai. Namun dalam rancangan yang beredar, fasilitas tarif nol persen hanya diberikan pada komoditas tropis, sedangkan produk manufaktur masih akan dikenakan bea masuk tinggi.

Ketua Umum API Jemmy Kartiwa dalam keterangan tertulisnya, Senin (29/12/2025) mengingatkan, pemerintah memiliki tanggung jawab menjaga keberlangsungan usaha yang menyerap banyak tenaga kerja.

Menurutnya, jika hanya sektor agro yang mendapat perlindungan tarif, sementara industri padat karya tetap menanggung beban besar, tujuan pembangunan tidak akan tercapai secara merata.

Jemmy menilai momentum pemerintahan Presiden Prabowo Subianto seharusnya dimanfaatkan untuk memperkuat daya saing industri. Pasar AS yang selama ini menjadi tujuan ekspor utama tekstil nasional, kata dia, semestinya diperlakukan sebagai prioritas.

Bersaing di Tengah Biaya Produksi yang Mahal

API mencermati bahwa tarif AS untuk produk tekstil Indonesia saat ini setara 19 persen. Angka itu mirip dengan Kamboja, Malaysia, dan Thailand; sementara Vietnam berada di kisaran 20 persen, dan Laos serta Myanmar jauh lebih tinggi.

Walau kebijakan tarif resiprokal AS terlihat memberikan sedikit kelonggaran, faktanya pelaku usaha Indonesia masih menghadapi biaya lain yang tidak kecil: logistik yang mahal, harga energi yang tinggi, kenaikan upah, hingga bunga kredit perbankan.

Kondisi tersebut membuat biaya produksi nasional masih kalah kompetitif dibandingkan sejumlah negara pesaing di Asia.

Usulkan Skema Imbal Balik Kapas AS

Sebagai solusi, API mengajukan skema kerja sama: Indonesia meningkatkan impor kapas dari AS, lalu produk yang berbahan baku tersebut ketika diekspor kembali ke pasar AS memperoleh tarif preferensial.

Melalui skema ini, API berharap tarif ekspor untuk garmen dan tekstil bisa ditekan signifikan, sekaligus mendorong investasi, menjaga lapangan kerja, dan menambah penerimaan negara.

Jemmy menegaskan, perjuangan ini bukan semata-mata untuk kepentingan pelaku usaha, melainkan untuk memastikan jutaan pekerja di sektor tekstil tetap terlindungi. (alf)

MA Keluarkan PERMA 3/2025: Atur Lengkap Cara Menangani Perkara Pidana Pajak

IKPI, Jakarta: Mahkamah Agung (MA) resmi menetapkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2025 tentang pedoman penanganan perkara tindak pidana perpajakan. Aturan ini diteken pada 10 Desember 2025 dan mulai berlaku 23 Desember 2025.

Kehadiran PERMA ini dimaksudkan untuk menyatukan pola penanganan perkara pajak pidana di seluruh pengadilan, menghindari perbedaan tafsir antar hakim, sekaligus memastikan kerugian negara bisa dipulihkan secara maksimal.

Siapa Bisa Dimintai Pertanggungjawaban?

PERMA 3/2025 menegaskan bahwa orang pribadi maupun korporasi dapat dimintai pertanggungjawaban bila terlibat dalam tindak pidana pajak — baik karena sengaja maupun lalai.

Tanggung jawab pidana dapat dikenakan kepada:

• pihak yang menyuruh atau ikut melakukan,

• pihak yang membantu atau menganjurkan,

• serta pihak yang menikmati manfaat dari kejahatan pajak.

Untuk korporasi, tanggung jawab tidak hanya berhenti pada direksi. Pengendali, pemilik manfaat, hingga pihak yang tidak tercatat dalam struktur tetapi memiliki kendali nyata juga bisa dimintai pertanggungjawaban. Bahkan, korporasi tetap dapat diproses meski pengurusnya sudah berhenti, pailit, atau perusahaan dibubarkan. Penjatuhan hukuman dilakukan sesuai porsi peran masing-masing.

Administratif Tidak Jadi Tahap Wajib Sebelum Pidana

Salah satu poin penting dalam aturan ini adalah pemisahan yang tegas antara pelanggaran administratif dan pidana.

Artinya:

• pelanggaran kewajiban administrasi → diselesaikan secara administrasi,

• tindak pidana perpajakan → langsung diproses secara pidana.

Pemeriksaan bukti permulaan tidak dianggap tindakan paksa selama ada persetujuan pihak yang diperiksa. Namun bila wajib pajak menolak, pemeriksa dapat menyimpulkan sudah ada bukti permulaan yang cukup dan perkara dapat naik ke penyidikan.

Pemblokiran dan Penyitaan Aset Dipertegas

Penyidik diberi ruang untuk memblokir dan menyita aset dalam rangka pembuktian maupun pemulihan kerugian negara.

• Untuk pembuktian, penyitaan bisa dilakukan meskipun belum ada tersangka.

• Untuk pemulihan, penyitaan dilakukan setelah ada penetapan tersangka.

Langkah ini ditujukan agar aset terkait perkara tidak berpindah tangan atau hilang sebelum proses hukum selesai.

Masih Bisa Bayar Pajak Saat Proses Berjalan

Terdakwa tetap diperbolehkan melunasi pokok pajak dan sanksi administratif pada beberapa tahapan, mulai dari penyidikan hingga sebelum putusan dibacakan.

Namun, ketika hakim menyatakan bersalah, pidana denda tetap dijatuhkan, dan jumlahnya akan diperhitungkan dengan pembayaran yang sudah dilakukan.

Denda Tidak Bisa Diganti Kurungan

PERMA 3/2025 menegaskan bahwa denda dalam perkara pajak wajib dibayar dan tidak bisa diganti hukuman kurungan. Jika denda tidak dibayar dalam 1 bulan setelah putusan, jaksa dapat menyita dan melelang harta terpidana.

Aturan Transisi

Aturan-aturan lama MA terkait pidana pajak masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan PERMA baru ini. Sementara perkara yang sudah berjalan tetap diselesaikan berdasarkan ketentuan sebelumnya sampai berkekuatan hukum tetap. (alf)

Kadin DKI: Bea Cukai Soekarno-Hatta Jadi Penentu Kelancaran Ekspor-Impor

IKPI, Jaarta: Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta menilai peran Bea Cukai Bandara Internasional Soekarno-Hatta kian strategis sebagai penggerak arus ekspor-impor nasional sekaligus penjaga kelancaran sistem logistik Indonesia.

Ketua Umum Kadin DKI Jakarta, Diana Dewi, menegaskan bahwa dunia usaha sangat bergantung pada kualitas pelayanan kepabeanan di pintu gerbang udara terbesar di Tanah Air tersebut.

“Bea Cukai Soekarno-Hatta memegang posisi krusial bagi pelaku ekspor dan impor yang membutuhkan kecepatan layanan, kepastian prosedur, serta kepatuhan terhadap regulasi,” ujarnya di Jakarta, baru-baru ini.

Menurut Diana, fungsi Bea Cukai di Soekarno-Hatta tidak hanya mengumpulkan penerimaan negara, tetapi juga menjadi fasilitator perdagangan dan pelindung industri. Peran itu dinilai penting untuk menjaga keberlanjutan bisnis, baik yang menyasar pasar domestik maupun internasional.

Ia menambahkan, setiap langkah perbaikan layanan kepabeanan di bandara tersebut akan langsung berdampak pada rantai pasok, biaya logistik, hingga daya saing perusahaan.

Kadin DKI mencatat, meningkatnya volume perdagangan global, perubahan regulasi internasional, serta tuntutan efisiensi biaya dan waktu menjadi tantangan yang harus dijawab melalui sistem yang semakin andal dan konsisten.

“Penguatan teknologi, kepastian kebijakan, dan kolaborasi yang nyata antara pemerintah dan dunia usaha adalah kunci agar arus barang tetap lancar,” ujar Diana.

Instrumen Kedaulatan Ekonomi

Wakil Ketua Umum Kadin DKI Bidang Transportasi, Logistik, dan Kepelabuhanan, Adrian Dwitomo, menekankan bahwa Bea Cukai tidak semestinya dipandang sebatas institusi administratif.

“Bea cukai adalah instrumen negara dalam menjaga kedaulatan ekonomi. Tantangan kinerja harus dijawab lewat digitalisasi, perbaikan sistem, dan sinergi dengan pelaku usaha bukan dengan mengalihkan fungsi strategis ke pihak lain,” tegasnya.

Adrian menilai masih banyak pekerjaan yang perlu diprioritaskan, mulai dari penyempurnaan fasilitas kepabeanan, perlindungan industri nasional, peningkatan iklim investasi, hingga edukasi berkelanjutan bagi pelaku usaha mengenai aturan kepabeanan.

Dorong Layanan yang Lebih Efisien

Kadin DKI Jakarta menyatakan siap memperkuat kerja sama dengan pemerintah dan Bea Cukai melalui dialog rutin serta pemberian masukan dari dunia usaha.

Upaya tersebut diharapkan mampu menghadirkan layanan yang lebih efisien, transparan, dan berdaya saing sekaligus memperkuat posisi Jakarta sebagai pusat perdagangan dan logistik nasional.

“Logistik yang kuat lahir dari kolaborasi, bukan saling menyalahkan. Ketika Bea Cukai solid dan didukung dunia usaha, ekonomi nasional akan bergerak lebih cepat,” kata Adrian. (alf)

Pajak Kripto Tembus Rp1,55 Triliun, Jadi Penopang Baru Penerimaan Pajak Digital

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat penerimaan pajak dari transaksi aset kripto terus menunjukkan tren positif. Sejak pertama kali dipungut pada 2022 hingga akhir November 2025, totalnya sudah mencapai sekitar Rp1,55 triliun.

Angka tersebut memberi kontribusi sekitar 4,06% terhadap keseluruhan penerimaan pajak sektor ekonomi digital sejak 2020, yang kini telah menembus Rp44,55 triliun.

“Penerimaan pajak kripto telah terkumpul sebesar Rp1,81 triliun sampai dengan November 2025,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, dalam keterangan resmi, Senin (29/12/2025).

Naik–turun, lalu melesat

Jika dirinci per tahun, penerimaan pajak kripto mencerminkan dinamika pasar aset digital:

• 2022 (tahun pertama pemungutan): Rp246,4 miliar

• 2023: turun menjadi Rp220,8 miliar

• 2024: melonjak ke Rp620,4 miliar

• 2025: kembali meningkat menjadi Rp719,6 miliar

Lompatan pada dua tahun terakhir menunjukkan aktivitas transaksi kripto yang kembali bergairah, seiring penyesuaian kebijakan dan membaiknya minat investor.

Payung hukum dan skema pungutan

Penguatan pajak kripto berawal dari PMK No. 68/PMK.03/2022, yang menjadi tonggak pertama pengenaan pajak atas transaksi aset digital tersebut.

Saat ini, penerimaan pajak kripto terdiri dari:

• PPh Pasal 22 Final: Rp730,41 miliar

• PPN Dalam Negeri: Rp819,94 miliar

Selanjutnya, pemerintah memperbarui kebijakan melalui PMK No. 50 Tahun 2025 sebagai tindak lanjut perubahan status aset kripto dalam UU P2SK, dari komoditas menjadi aset keuangan digital.

Melalui aturan baru tersebut, tarif PPh Pasal 22 Final ditetapkan 0,21% untuk transaksi melalui Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) dalam negeri, dan 1% untuk transaksi yang dilakukan lewat PPMSE luar negeri.

Konsisten memberi kontribusi

Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, sebelumnya menyebut penerimaan pajak kripto rata-rata sudah berada di kisaran Rp500–600 miliar per tahun sejak kebijakan diberlakukan.

Menurutnya, tren tersebut menegaskan bahwa regulasi pajak kripto tidak hanya memperluas basis pajak, tetapi juga memberi kepastian bagi pelaku pasar.

“Dalam dua hingga tiga tahun sejak pengenalan, penerimaan terus tumbuh,” ujarnya.

Meski kontribusinya masih relatif kecil dibanding sektor lain, pajak kripto kini menjadi salah satu sumber baru penerimaan negara dari ekonomi digital.

Tantangannya ke depan adalah memastikan kepatuhan pelaku transaksi, sinkronisasi data dengan platform perdagangan, serta menjaga keseimbangan antara perlindungan investor dan keberlanjutan penerimaan negara. (alf)

en_US