IKPI, Jakarta: Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi melontarkan usulan pungutan pajak judi online untuk mengurangi minat orang melakukan judi online.
Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun pun mengkritisi wacana pungutan pajak atas judi online yang dilontarkan Menkominfo ini.
Seperti dikutip dari Kontan.co.id, politikus Partai Golkar itu menuturkan, saat ini tidak ada rencana dari pemerintah untuk membuat usulan terkait undang-undang (UU) pemungutan judi online sebagai objek pajak baru di Indonesia.
Misbakhun menjelaskan, harus dilakukan legalisasi judi terlebih dahulu apabila pemerintah ingin memungut pajak atas judi online, karena negara tidak memungut pajak dari objek yang masih ilegal dari sisi hukum positif di Indonesia.
Adapun pelarangan judi online tertuang dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) pasal 27 ayat (2), sebagaimana yang telah diubah oleh UU 19/2016 tentang Perubahan Atas UU 11/2008 tentang ITE.
Selain itu, Misbakhun juga mempertanyakan kejelasan dari kategori objek dan subjek dalam pajak judi online apabila wacana tersebut ingin diberlakukan.
“Kalau belum jelas kategorisasinya maka sebaiknya wacana tersebut jangan dilontarkan ke publik, karena konsepsi yang belum jelas bentuk hanya menimbulkan kontroversi dan menjadi perdebatan publik yang tidak perlu,” kata Misbakhun, Jumat (8/9/2023).
Untuk itu, dia mengimbau kepada Menkominfo, jika ingin mewacanakan pungutan pajak atas judi online, sebaiknya konsep dari usulan tersebut dimatangkan terlebih dulu. Lalu, mempersiapkan UU ke DPR untuk dibahas dan dibuatkan persetujuannya.
Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menyampaikan, judi online dapat dikenakan pajak secara umum, dan cukai secara khusus. Itu pun bila judi online dilegalkan di Indonesia.
Fajry menerangkan, cukai memiliki fungsi mengatur yang lebih diutamakan, ketimbang pajak dengan fungsi penerimaannya. Jadi, penerapan cukai justru dapat mengurangi konsumsi judi online karena dapat dikontrol melalui harga.
Di Thailand misalnya, dia mencontohkan, tarif cukai yang tinggi diberlakukan di negara ini agar orang tidak berjudi, atau mengurangi demand dari berjudi.
“Dari sudut kebijakan fiskal, seperti cukai, sah-sah saja dan dapat dibenarkan. Namun balik lagi, tak mungkin juga kita mengenakan cukai tapi di UU lain melarang aktivitas tersebut,” imbuh Fajry. (bl)
IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara (Kanwil DJP Sumut I) menyita aset milik penunggak pajak baru-baru ini. Eksekusi sita dilakukan Juru Sita Pajak Negara (JSPN) di bank penyimpan aset wajib pajak Kelurahan Tanjung Rejo, Kecamatan Medan Sunggal, Kota Medan.
JSPN KPP Pratama Medan Petisah Chrisva Parningotan Pakpahan dan David Febrianto didampingi Kepala Seksi Pemeriksaan, Penilaian, dan Penagihan Yudith Asido Sinurat melaksanakan pemblokiran dan penyitaan terhadap rekening wajib pajak yang menunggak tersebut. Tindakan penagihan aktif tersebut dilakukan terhadap penunggak pajak berinisial CV AAE.
“Penyitaan rekening sebesar Rp 102,55 juta tersebut, diakibatkan oleh CV AAE yang tidak melunasi tunggakan pajak sebesar Rp 1,73 miliar sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan. Proses sita turut disaksikan oleh pihak Kelurahan Tanjung Rejo,” ungkap Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Kanwil DJP Sumut I Bismar Fahlerie, seperti dikutip dari Detik.com, Senin (11/9/2023).
Bismar menyebutkan, sebelum penyitaan, telah dilakukan pendekatan persuasif agar WP melunasi utang pajaknya.
Sesuai dengan Pasal 12 Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 19 Tahun 2000, apabila dalam jangka waktu 2 x 24 jam setelah pemberitahuan Surat Paksa wajib pajak tidak memiliki itikad baik untuk melunasi utangnya, maka JSPN akan melakukan penyitaan aset sita.
Bismar menyebutkan, tindakan sita menjadi bukti keseriusan unit kerja di lingkungan Kantor Wilayah DJP Sumatera Utara I dalam melakukan penegakan hukum di bidang perpajakan.
“Penyitaan aset penunggak pajak dapat memberikan kesadaran bagi wajib pajak untuk senantiasa patuh dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya,” ucapnya. (bl)
IKPI, Jakarta: Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 66 Tahun 2023 yang resmi diterbitkan per 1 Juli 2023 oleh Menkeu Sri Mulyani Indrawati dapat memberikan kepastian hukum bagi perusahaan, namun bisa juga berdampak negatif bagi perusahaan.
PMK 66 Tahun 2023 mengatur tentang perlakuan Pajak Penghasilan atas Penggantian atau Imbalan Sehubungan dengan Pekerjaan atau Jasa yang Diterima atau Diperoleh Dalam Bentuk Natura dan/atau Kenikmatan. Peraturan baru ini jika tak segera disadari, lalu terjadi keterlambatan atau ketidakcermatan perusahaan dalam melakukan penghitungan objek pajak sangat rawan memicu beban keuangan hingga kegaduhan di internal karyawan.
Seperti dikutip dari Liputan6.com, Tax Senior Manager BDO Octa Surya Fatra menyampaikan fenomena itu banyak dialami perusahaan di Indonesia. Jika mereka tak segera menyesuaikan maka beban pajaknya bisa sangat berat karena mungkin tercampur-aduk antara yang masuk ke objek dan yang tidak.
“Belum lagi ada kewajiban secara individual untuk menghitung objek pajak antara Januari-Juni 2023 sebelum berlakunya PMK. Semakin cepat perusahaan mengimplementasikan regulasi ini maka akan lebih lincah dan sehat,” ujar Octa di Jakarta, Jumat (8/9/2023).
Menurutnya perusahaan harus segera memiliki sistem administrasi dan pelaporan pajak penghasilan atas natura dan/atau kenikmatan yang memadai untuk memastikan bahwa pajak penghasilan dapat dilaporkan dengan benar, lengkap, jelas dan tepat waktu. Serta menerapkan ketentuan secara tepat dan efisien dalam hal evaluasi, restrukturisasi dan pembuatan tax planning (perencanaan pajak) sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
Sistem administrasi dan pelaporan tersebut harus dapat mencatat dan melacak semua jenis natura dan kenikmatan yang diberikan kepada karyawan untuk tujuan ekualisasi biaya dengan objek pajak penghasilan, serta dapat menghitung pajak yang seharusnya dibayarkan atas pemberian natura dan/atau kenikmatan tersebut.
Di sini perlunya keterlibatan penilai publik dalam rangka memberikan opini nilai sebagai dasar penghitungan pajak atas penggantian atau imbalan berbentuk natura sebagaimana dimaksud dalam PMK 66/2023.
Head of Valuation BDO, Panca A Jatmika mengatakan PMK 66 mengatur bahwa penggantian atau imbalan dalam bentuk natura diharuskan menggunakan Nilai Pasar (Market Value). Ini sebagai dasar dalam pengenaan PPh. Hal ini untuk meningkatkan kepastian hukum dan keadilan bagi perusahaan dan karyawan serta meminimalisasi dampak risiko perpajakan di masa yang akan datang.
“Ada beberapa peran penilai publik dalam rangka menghitung pajak atas penggantian atau imbalan berbentuk natura itu. Antara lain melakukan penilaian dari natura yang berwujud tanah dan/atau bangunan serta selain tanah dan/atau bangunan,” ujarnya.
Penilaian ini merujuk pada Standar Penilaian Indonesia (SPI). Kemudian, menerbitkan laporan penilaian yang akan menjadi dasar bagi pemberi kerja untuk menghitung pajak yang akan terutang dari imbalan dalam bentuk natura.
Managing Director Human Capital & Training BDO Indonesia, Arina Marldiyah menjelaskan perusahaan perlu memastikan bahwa karyawan mengetahui dan memahami mengenai ketentuan pajak natura dan/atau kenikmatan yang baru agar karyawan dapat memahami pelaksanaan hak dan kewajibannya secara perpajakan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan sosialisasi.
“Sosialisasi amat diperlukan karena karyawan memiliki peran penting dalam menjalankan PMK 66 tahun 2023, lantaran masuk dalam objek pajak, maka karyawan wajib menyampaikannya dalam laporan pajak penghasilan (PPh) pribadinya masing-masing,” sebutnya.
Selain itu perusahaan butuh untuk menganalisis serta merumuskan strategi terbaik dalam pemberian Compensation and Benefit kepada karyawan yang win-win. Misal dengan mengupayakan bentuk natura/kenikmatan yang diberikan diubah menyesuaikan nilai batas kena pajak.(bl)
IKPI, Jakarta: Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Perkumpulan Kolaborasi Lintas Usaha Bersama Logistik Indonesia (Klub Logindo) Mustajab Susilo Basuki, menyatakan sangat menghargai dukungan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) atas rencana kerja sama yang akan segera direalisasikan keduanya. Diharapkan, hal ini menjadikan perusahaan logistik bisa menjadi lebih profesional khususnya dalam menangani urusan perpajakan.
“Kami berharap kerja sama dengan IKPI bisa segera diimplementasikan, sehingga seluruh perusahaan logistik khususnya yang tergabung di dalam Klub Logindo menjadi wajib pajak yang patuh,” kata Mustajab usai melakukan kunjungan di Kantor Pusat IKPI, Pejaten, Jakarta Selatan, baru-baru ini.
Lebih lanjut Mustajab mengungkapkan, dari hasil diskusi antara pengurus IKPI dengan Klub Logindo, ternyata banyak kegiatan yang bisa dikerja samakan. “Kami sebetulnya sudah beberapa tahun ini mencari solusi terhadap bagaimana pajak logistik ini bisa diterapkan dengan baik, benar, tepat dan tentunya profesional. Kedepan, kami berharap semua bisa menjadi wajib pajak yang taat,” ujarnya.
(Foto:Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)
Menurut Mustajab, dengan kami mereka di Kantor Pusat IKPI dan bertemu dengan Ketua Umum IKPI Ruston Tambunan serta jajaran pengurus pusat IKPI, bisa mendapatkan pencerahan. “Ternyata problematika perpajakan di usaha kita ini ada solusinya,” kata Mustajab.
Lebih lanjut Mustajab mengatakan, penyelesain masalah perpajakan pada para pengusaha logistik dan transportasi ini bukan hanya untuk menolong mereka dari kasus perpajakan, tetapi sekaligus juga berkontribusi terhadap pemasukan negara melalui sektor perpajakan.
“Sudah saatnya kita menjadi wajib pajak yang baik dan benar. Untuk mengimplementasikannya, kami menggandeng IKPI agar bisa memberikan arahan konkret langkah apa saja yang bisa dilakukan untuk menjadi wajib pajak yang baik,” katanya.
Menurutnya, ada beberapa kerja sama yang akan dilakukan Klub Logindo dengan IKPI seperti sosialisasi mengenai peraturan regulasi perpajakan kepada seluruh anggota Klub Logindo. Kemudian, kita mencari permasalahan-permasalahan yang ada dan selama ini dialami dan ditemukan oleh para pengusaha logistik dan transportasi.
Setelah itu kata dia, selanjutnya temuan permasalahan yang telah disampaikan teman-teman pengusaha akan dirumuskan bersama melalui focus group discussion (FGD) IKPI dengan Klub Logindo, sehingga keinginan kita membayar pajak yang baik dan benar serta aturan main di sektor ini bisa dipahami secara utuh.
Setelah itu lanjut Mustajab, akan dirumuskan bersama yang kemudian akan disampaikan kepada regulator dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan agar bisa digunakan sebagai acuan pungutan perpajakan para pengusaha logistik dan transportasi.
Dengan demikian, diharapkan hal ini juga bisa membantu pemerintah dalam pemenuhan target pajak dari pengusaha logistik dan transportasi.
Lebih lanjut dia juga mengatakan, bahwa kedepan pihaknya akan membangun diklat untuk pemenuhan profesi yang nantinya bisa digunakan sebagai bagian dari rekan untuk dalam melaksanakan penyelenggaraan pelaporan pajak di dalam perusahaan logistik masing-masing. (bl)
IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Ruston Tambunan, segera membentuk Tim Task Force Rancangan Undang-Undang (RUU) Konsultan Pajak. Nantinya, tim tersebut bertugas secara masif melakukan berbagai tugas antara lain menyempurnakan naskah akademik, acara FGD dan roadshow ke berbagai stakeholder terkait untuk menyampaikan sekaligus membahas pentingnya Indonesia memiliki UU Konsultan Pajak.
Dikatakan Ruston, hal ini juga merujuk atas saran dari Guru Besar Ilmu Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Prof Hikmahanto Juwana dan Wakil Ketua Komite Pengawas Perpajakan (Komwasjak) Zainal Arifin Mochtar untuk secara masif menggemakan pentingnya keberadaan UU Konsultan Pajak ke berbagai kalangan dan lapisan masyarakat.
Menurutnya, sebagai bentuk keseriusan IKPI untuk melahirkan UU Konsultan Pajak, dalam waktu dekat dirinya akan membentuk Tim Task Force RUU Konsultan Pajak dan menunjuk siapa saja orang-orang yang masuk di dalamnya untuk mau dan mampu berkontribusi menjalankan tugas mulia ini.
“Langkah-langkah apa yang nanti akan dijalankan Tim Task Force, itu sudah ada dalam konsep kami. Seperti melakukan pendekatan dengan legislatif, eksekutif, perguruan tinggi, media massa dan sebagainya,” kata Ruston di Kantor Pusat IKPI, Pejaten, Jakarta Selatan, Kamis (7/9/2023).
Lebih lanjut dia mengungkapkan, mereka juga akan menggaungkan pentingnya keberadaan UU Konsultan Pajak ini melalui berbagai macam sarana mulai dari media sosial, media massa, hingga melalui berbagai kegiatan IKPI di 42 cabang seluruh Indonesia.
“Kita juga akan bertemu juga dengan Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) untuk mendapatkan pencerahan, bagaimana bisa menggolkan RUU Konsultan Pajak ini. Karena, RUU Jasa Penilai saat ini sudah masuk dalam prolegnas DPR dan kabarnya akan segera disahkan sebagai UU,” ujarnya.
Dari MAPPI lanjut Ruston, nantinya IKPI juga akan belajar bagaimana menyusun naskah akademik sehingga RUU Konsultan Pajak bisa kembali lagi masuk di Prolegnas DPR untuk kemudian disahkan menjadi UU. “Saya sudah koordinasi dengan Ketua MAPI untuk membicara hal ini, dan beliau bersedia untuk memenuhi undangan Tim Task Force IKPI,” katanya.
Selain itu, Ruston juga mengungkapkan bahwa untuk menggolkan UU Konsultan Pajak ini memang banyak yang masih harus dilakukan, mulai dari berbicara melalui tulisan, FGD, seminar, bahkan pendekatan melalui partai politik dan pemerintah juga akan terus dilakukan. (bl)
IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut, penerimaan pajak akan naik Rp 2 triliun pada tahun depan. Hal ini sejalan dengan perubahan asumsi makro.
“Dengan adanya beberapa perubahan di dalam asumsi makro dan juga pembahasan panja A kami mendapatkan bahwa teridentifikasi kenaikan penerimaan,” kata Sri Mulyani seperti dikutip dari Detik Finance, dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) RI di Jakarta, Kamis (7/9/2023).
“Dari sisi penerimaan pajak diidentifikasi adanya Rp 2 triliun yang bisa ditingkatkan melalui peningkatan perubahan dari asumsi maupun pelaksanaan UU HPP, dan kita tetap meminta DJP untuk tetap meningkatkan tax ratio,” sambungnya.
Sri Mulyani mengatakan, penerimaan pajak akan meningkat menjadi Rp 1.988,9 triliun dari sebelumnya Rp 1.986,9 triliun.
“Dari RAPBN yang tadinya penerimaan pajak Rp 1.986,9 triliun menjadi Rp 1.988,9 triliun naik Rp 2 triliun terutama dari PPN dan PBB,” katanya.
Sementara, target penerimaan kepabeanan dan cukai pada tahun depan tetap. Adapun target bea dan cukai pada tahun depan sebesar Rp 321 triliun.
Dengan demikian, target penerimaan perpajakan pada tahun depan menjadi Rp 2.309,9 triliun.
“Sehingga total penerimaan perpajakan menjadi Rp 2.309,9 triliun naik Rp 2 triliun dari yang diusulkan dalam RUU APBN 2024 yaitu Rp 2.307,9 triliun,” katanya. (bl)
IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengumumkan seluruh aplikasi pajak berbasis internet tidak bisa diakses pada Sabtu (9/9/2023), mulai pukul 08.00 WIB sampai pukul 10.00 WIB.
Pengumuman itu disampaikan melalui laman resmi DJP. Waktu henti (downtime) layanan elektronik perpajakan disebut dilakukan untuk peningkatan pelayanan kepada wajib pajak dan kapabilitas sistem informasi DJP.
“Kami memohon maaf atas ketidaknyamanan yang terjadi,” tulis pengumuman DJP di laman resminya, Jumat (8/9/2023).
Melalui pengumuman yang sama, DJP turut mengumumkan bahwa aplikasi e-faktur dan e-registration tidak dapat diakses mulai pukul 10.00 WIB sampai 16.00 WIB. Serta aplikasi e-faktur web tidak dapat diakses mulai pukul 10.00 WIB sampai 12.00 WIB.
“Demikian disampaikan agar masyarakat pengguna layanan DJP dapat mengantisipasi pada rentang waktu tersebut,” ucapnya.
Selama ini downtime memang dilakukan DJP secara berkala dengan pengumuman terlebih dahulu. Ketika periode downtime berakhir, seluruh layanan elektronik DJP dapat diakses kembali.
Layanan elektronik DJP dikemas dalam laman DJP Online di www.pajak.go.id. Berbagai layanan perpajakan yang bisa diakses wajib pajak antara lain pendaftaran NPWP, aktivasi EFIN, permohonan sertifikat elektronik, dan perubahan data wajib pajak.
Aplikasi DJP juga melayani wajib pajak terkait bukti potong (e-bupot) unifikasi, e-bupot PPh Pasal 23/26, layanan e-PHTB, sampai layanan lain yang berkaitan dengan validasi data perpajakan. (bl)
IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Ruston Tambunan, bersama dengan sejumlah pengurus harian menerima kunjungan jajaran pengurus Dewan Pengurus Pusat (DPP) Perkumpulan Kolaborasi Lintas Usaha Bersama Logistik Indonesia (Klub Logindo) di Kantor Pusat IKPI, Pejaten, Jakarta Selatan Kamis (7/9/2023).
Dalam kesempatan tersebut Ruston mengatakan, pihaknya menyambut baik kunjungan Klub Logindo yang mengajak IKPI untuk menjalin kerja sama yang saling menguntungkan antara kedua belah pihak.
“Bagi kami, keuntungan yang didapat adalah kehadiran Klub Logindo bisa menjadi jembatan untuk memperkenalkan IKPI kepada dunia profesi yang lain seperti para pengusaha di sektor logistik yang tergabung di Klub Logindo,” kata Ruston di sela pertemuan itu.
(Foto:Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)
Menurut Ruston, pihaknya akan menginformasikan kepada Klub Logindo bahwa di IKPI banyak resources yang bisa dimanfaatkan untuk menyosialisasikan dan mengedukasi permasalahan perpajakan khususnya di sektor logistik. “Banyak hal yang bisa dikerja samakan seperti pendidikan (kursus Brevet) maupun Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) dan Focus Group Discussion (FGD),” ujarnya.
Artinya kata dia, IKPI siap menjadi narasumber/penyelenggara pendidikan, PPL maupun FGD bagi Klub Logindo. Dalam kerja sama nanti, bisa juga digelar FGD mengenai treatment perpajakan khususnya untuk jasa logistik, yang berdasarkan keterangan pengurus Klub Logindo bahwa masih ada permasalahan pada bagian ini dan harus segera dicarikan solusinya.
“Nah salah satu butir Memorandum of Understanding (MoU) dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan beberapa waktu lalu, antara lain adalah membahas hal-hal yang seperti ini,” kata Ruston.
Dengan demikian, menurut Ruston ini adalah momentum IKPI untuk memberikan masukan DJP mengenai peraturan perpajakan yang ideal sesuai dengan proses bisnis Jasa Logistik ddalam praktiknya. Karena ini merupakan bagian dari tugas IKPI sebagai mitra strategis DJP.
Diungkapkannya, pertemuan dengan Klub Logindo ini adalah salah satu contoh bahwa keberadaan IKPI ada di tengah atau intermediaries yang membantu wajib pajak sekaligus DJP.
(Foto:Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)
“Nah, jadi saya kira kita sangat senang dengan kunjungan mereka ke Kantor Pusat IKPI. Tentu pertanyaannya, kenapa mereka tidak datang ke asosiasi konsultan pajak lain?. Saya berpendapat, Klub Logindo memandang bahwa IKPI adalah sebuah asosiasi konsultan pajak yang bukan hanya besar, tetapi juga kredibilitas diakui dan merupakan mitra strategis yang dipercaya oleh pemerintah,” ujarnya.
Potensial Klien
Menurut Ruston, pengurus dan anggota Klub Logindo ini juga merupakan anggota dari beberapa asosiasi pengusaha dan bahkan sebagian besar dari mereka adalah pengusaha jasa logistik. “Ini merupakan potensial klien bagi para anggota IKPI. Jadi, nantinya antara kedua belah pihak memang akan saling membutuhkan dan tidak menutup kemungkinan melakukan kerja sama bisnis perorangan,” katanya.
Lebih lanjut Ruston mengungkapkan kerja sama seperti ini akan terus dikembangan kepada asosiasi lain, seperti Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI). “Mereka juga sudah sempat membicarakan secara lisan untuk melakukan kerja sama dengan IKPI untuk sosialisasi dan edukasi perpajakan,” ujarnya.
Sementara, dari sisi lain Ruston juga mengungkapkan bahwa IKPI juga bisa belajarkepada MAPPI tentang bagaimana cara-cara penilaian yang profesional. Karena, ketika dilakukan pemeriksaan perpajakan, anggota IKPI tidak awam lagi dengan cara-cara penilaian itu. Sebab saat ini, DJP sudah memiliki kewenangan menggunakan keahlian mereka untuk menilai suatu transaksi atau aset.
“Jadi saya kira singkatnya seperti itu, ada hubungannya dengan PPL ketika kerja sama itu berupa kegiatan workshop khusus mengenai jasa logistik dan ada hubungannya dengan pendidikan ketika membuat brevet yang khusus untuk anggota jasa logistik,” ujarnya.
Untuk kerja sama pendidikan, mereka tertarik untuk membuat kalender tahunan Klub Logindo. “Nah di kalender tahunan pendidikan organisasi mereka IKPI hadir, kan itu luar biasa,” katanya.
Sementara itu, Ketua Umum Klub Logindo Mustajab Susilo Basuki menyatakan pihaknya sangat mengapresiasi sambutan atas kunjungan mereka oleh Ketua Umum IKPI Ruston Tambunan dan jajaran pengurus hariannya.
“Kami datang dengan persiapan yang tidak formal, tetapi disambut dengan sangat baik dan formal oleh IKPI. Ini merupakan penghormatan yang sangat luar biasa bagi saya dan khususnya pengurus Klub Logindo yang hadir pada pertemuan itu,” ujarnya.
Menurut Mustajab, nama besar IKPI-lah yang menuntun mereka untuk melakukan penjajakan kerja sama saling menguntungkan. “Banyak hal yang kami inginkan atas kerja sama ini nantinya, mulai dari pendidikan, FGD, maupun seminar yang berkaitan dengan pajak logistik untuk mengedukasi para pengusaha logistik yang berada di bawah bendera Klub Logindo,” ujarnya.
Dia berharap kedepannya, kerja sama IKPI dan Klub Logindo bisa membantu mencerahkan para pengusaha logistik mengenai permasalahan perpajakan yang mereka alami selama ini. “Banyak hal yang ingin kami wujudkan dalam kerja sama ini,” kata Mustajab.
Sekadar informasi, hadir di dalam pertemuan itu Ketua Umum IKPI Ruston Tambunan dan jajaran pengurus harian, Sekretaris Umum Jetty, Wakil Sekretaris Umum Toto, Ketua Departemen Humas Henri PD Silalahi, Ketua Departemen Pendidikan Lisa Purnamasari dan Jemmy Sutiono dari Departemen PPL. (bl)
IKPI, Jakarta: Sidang pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK), pada Selasa (5/9/2023) di Ruang Sidang Pleno MK. Permohonan yang teregistrasi dengan Nomor Nomor 67/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh Leonardo Siahaan yang merupakan seorang karyawan swasta.
Leonardo menguji Pasal 4 ayat (1) huruf a UU HPP yang menyatakan, “penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya termasuk natura dan/atau kenikmatan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini;”
Sejatinya, agenda siding hari ini adalah mendengarkan keterangan DPR dan Presiden/Pemerintah. Namun majelis hakim menyatakan persidangan ditunda karena pada persidangan kali ini Pemohon diwakili kuasanya yaitu Michael Stevenaro Justin Nainggolan dan Heriyansyah. Padahal dalam permohonan yang disampaikan pada persidangan sebelumnya, Pemohon tidak mencantumkan kuasa.
Dalam persidangan, Wakil Ketua MK Saldi Isra meminta Pemohon prinsipal hadir di persidangan untuk menjelaskan apakah Pemohon betul-betul memberikan kuasa. “Oleh karena itu nanti disempurnakan kalau anda jadi pemegang kuasa permanennya,” kata Saldi seperti dikutip dari website resmi Mahkamah Konstitusi, Rabu (6/9/2023).
Menanggapi hal tersebut, kuasa Pemohon, Heriyansyah mengatakan Pemohon prinsipal berhalangan hadir dikarena ada kebutuhan khusus yang tidak bisa ditinggalkan. “Lalu dikuasakan kepada kami berdua dengan surat kuasa yang sudah disampaikan pertanggal empat,” tegas Heriyansyah.
Selanjutnya, Ketua MK Anwar Usman menginformasikan sidang ditunda pada Selasa, 19 September 2023 pukul 11.00 WiB. Agenda siding tetap sama, yakni mendengarkan keterangan DPR dan Presiden/Pemerintah.
Sebagai tambahan informasi, permohonan Nomor 67/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh Leonardo Siahaan yang merupakan seorang karyawan swasta. Leo mengujikan Pasal 4 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang menyatakan, “penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya termasuk natura dan/atau kenikmatan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini;”
Dalam persidangan pemeriksaan pendahuluan yang digelar di MK pada Senin (10/7/2023), Leo mengatakan fasilitas kesehatan atau biaya pengobatan telah diasuransikan oleh perusahaan. Dulunya, fasilitas kesehatan atau biaya pengobatan menjadi tanggungan perusahaan dan karyawan tidak bisa untuk membayar hal ini sebagai objek pajak dan bukan dikategorikan objek pajak.
Leo mendalilkan gaji yang diterimanya akan terkuras karena membayar pajak seperti itu. Menurutnya, fasilitas kesehatan dan biaya pengobatan itu merupakan hak dari pekerja. Namun sekarang dijadikan sebagai objek pajak.
“Bahayanya di situ, yang dulu sebetulnya bukan sebagai objek pajak sekarang dikenakan sebagai objek pajak. Bayangkan saja, Yang Mulia, misal saya mempunyai gaji 2 juta kemudian itu pun belum dipotong lagi oleh objek karena ada masalah fasilitas kesehatan atau biaya perobatan. Tentu potongan itu akan merugikan pemohon sendiri, yang mana sebelumnya 2 juta menjadi mungkin 1 juta,” terangnya.
Leonardo mempertanyakan mengapa fasilitas kesehatan dimasukkan ke dalam objek pajak penghasilan. “Saya juga tidak mengerti mengapa pemerintah memasukkan fasilitas kesehatan ke dalam kategori objek pajak,” tegas Leo. (bl)
IKPI, Jakarta: Kasus gugatan yang dilayangkan Danny Stephanus, seorang mitra pengemudi ojek daring terhadap PT Grab Teknologi Indonesia (Grab Indonesia) dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah memasuki tahap mediasi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (4/9/2023).
Kuasa hukum Danny Stephanus, Andry Christian menyatakan bahwa pihaknya menolak bukti potong Pajak Penghasilan (PPh 21) yang dibawa oleh Grab. Penolakan itu dilakukan lantaran DJP tidak memberikan surat pengantar atas lampiran-lampiran yang Grab berikan.
“Hasil mediasi tadi kami menolak dan untuk mediasi selanjutnya kami meminta kepada tim mediator untuk bisa memberikan lampiran-lampiran yang sudah dibawa Grab tetapi dengan surat pengantar dari Ditjen Pajak, dimana kami akan memberikan balasan atas lampiran yang mereka berikan,” katanya seperti dikutip dari Gatra.com.
Di samping itu, Andry juga meminta DJP untuk melakukan verifikasi bukti potong PPh 21 yang diberikan Grab kepada kliennya.
“Ditjen Pajak pada saat mediasi masih belum bisa memberikan jawaban, tetapi kami meminta kepada tim mediator untuk nanti Ditjen Pajak melakukan verifikasi,” kata Andry.
Sementara penggugat, Danny Stephanus mengungkapkan keprihatinannya karena mitra pengemudi begitu sulit untuk mendapatkan bukti potong PPh 21 yang sejatinya menjadi hak mereka.
“Kami sebagai pengemudi ojek online, untuk meminta hak kami, bukti potong pajak dari tahun 2017 saja sampai harus melalui proses hukum seperti ini. Masa untuk menghadapi tukang ojek seperti saja harus dengan lawyer sebegitu banyaknya. Aneh juga buat saya,” ungkap Danny.
Menyoal bukti potong PPh 21 Rp0 yang dilampirkan oleh Grab, Danny mengaku siap membuktikan bahwa ia benar-benar mengalami pemotongan.
“Saya jelas punya bukti bahwa saya dipotong. Bukan cuma saya, semua teman-teman itu punya bukti.” ujarnya.
Diketahui, gugatan bermula dari Danny Stephanus yang merasa janggal atas pemotongan saldo di akun Grab Driver miliknya sepanjang tahun 2017-2019. Ia pun menyebut pada notifikasi pemotongan tersebut tertera sebagai Pajak Penghasilan atau PPh 21.
Danny Stephanus menegaskan hanya ingin meminta bukti bukti pemotongan PPh Pasal 21 sepanjang tahun 2017-2018 yang disebut telah dilaporkan kepada negara melalui DJP.
“Kami berulang-ulang kali meminta tergugat untuk memberikan Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21) kepada tergugat, baik melalui Aplikasi, telepon sampai datang langsung ke Kantor Grab Driver Center (GDC),” tuturnya.
Sementara Grab saat dikonfirmasi Gatra.com, menyatakan bahwa selama periode tersebut pihaknya tidak melakukan pemotongan lantaran pendapatan Danny Stephanus sebagai mitra pengemudi Grab masuk dalam kategori Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
“Sehingga tidak dilakukan pemotongan pajak Pph 21 (nol Rupiah) sepanjang tahun 2017-2018 sesuai dengan Peraturan perundang-undangan perpajakan,” pungkasnya. (bl)