Jangan Salah! Ini Saat Bea Meterai Harus Dibayar Menurut UU

IKPI, Jakarta: Tidak semua dokumen bisa digunakan begitu saja tanpa kewajiban fiskal. Undang-Undang Bea Meterai menegaskan, setiap dokumen yang termasuk objek bea meterai wajib dilunasi pada saat terutang. Pasal 8 UU Bea Meterai menyebutkan, kewajiban ini dapat timbul pada lima momentum berbeda, mulai dari ketika dokumen ditandatangani hingga saat digunakan di Indonesia.

Pertama, dokumen dibubuhi tanda tangan. Pada tahap ini, begitu dokumen seperti surat perjanjian, akta notaris beserta salinannya, atau akta Pejabat Pembuat Akta Tanah selesai dibuat dan ditandatangani, bea meterai harus segera dilunasi.

Kedua, dokumen selesai dibuat. Ketentuan ini berlaku bagi dokumen yang tidak memerlukan tanda tangan, misalnya surat berharga berupa saham, obligasi, cek, wesel, hingga dokumen transaksi surat berharga. Tanggal atau tanda pembuatan dokumen menjadi dasar penentuan saat terutang bea meterai.

Ketiga, dokumen diserahkan. Apabila surat keterangan, pernyataan, dokumen lelang, atau dokumen yang menyatakan jumlah uang lebih dari Rp5 juta diserahkan kepada pihak yang berkepentingan, maka pada saat itu pula bea meterai terutang.

Keempat, dokumen diajukan ke pengadilan. Dalam praktik, tidak jarang dokumen baru ditempeli meterai ketika digunakan sebagai alat bukti di persidangan. Hal ini dikenal sebagai pemeteraian kemudian, berlaku bagi dokumen yang bea meterainya belum lunas maupun dokumen yang awalnya tidak termasuk objek bea meterai.

Kelima, dokumen digunakan di Indonesia. Bagi dokumen yang dibuat di luar negeri, kewajiban bea meterai muncul ketika dokumen tersebut difungsikan di Indonesia. Misalnya, perjanjian utang piutang yang dibuat di luar negeri akan terutang bea meterai saat dijadikan dasar penagihan, pembukuan, atau lampiran laporan di Indonesia.

Dengan ketentuan ini, pemerintah menegaskan bahwa kewajiban bea meterai tidak hanya berlaku pada dokumen tertentu, tetapi juga pada momen spesifik penggunaannya. Kepatuhan menjadi penting agar dokumen sah secara hukum dan memiliki kekuatan pembuktian yang utuh. (alf)

 

 

JK Ingatkan Aksi Massa Jangan Rusak Fasilitas Publik: Semua Dibiayai dari Pajak Rakyat

IKPI, Jakarta: Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK), menyampaikan keprihatinannya atas gelombang aksi massa yang meluas di berbagai daerah dalam beberapa hari terakhir. Ia menyesalkan banyaknya fasilitas publik yang rusak akibat demonstrasi, padahal seluruhnya dibangun menggunakan uang rakyat dari pajak.

“Kita prihatin dengan situasi ini. Saya juga sedih melihat perkembangan satu-dua hari ini. Banyak perusakan fasilitas masyarakat yang tentu merugikan kita semua,” ujar JK, Sabtu (30/8/2025).

Menurut JK, aspirasi masyarakat memang wajar disuarakan, tetapi perusakan justru menambah kerugian karena fasilitas publik dibiayai dari pajak yang dikumpulkan pemerintah.

“Demonya didengar presiden dan pemerintah, tapi jangan kita menambah masalah dengan merusak negara yang semuanya dibayar dengan pajak oleh kita semua,” tegasnya.

Pajak Rakyat Jadi Taruhan

JK mengingatkan bahwa setiap kerusakan fasilitas publik akan menambah beban keuangan negara. Perbaikan infrastruktur yang hancur dalam aksi massa pada akhirnya juga akan menggunakan dana dari APBN dan APBD yang bersumber dari pajak rakyat.

“Kalau kita rusak sendiri, yang rugi ya masyarakat lagi. Karena nanti uang pajak yang seharusnya untuk program lain, terpaksa dipakai untuk memperbaiki kerusakan,” kata JK.

Dorong Pemerintah Lebih Efisien

Meski begitu, JK juga menilai pemerintah perlu segera mengambil langkah efisien untuk menjawab keresahan publik. Ia mendorong Presiden Prabowo Subianto melakukan koreksi internal, terutama pada sikap pejabat publik yang dinilai memicu ketidakpuasan masyarakat.

“Pemerintah juga harus bertindak efisien. Karena koreksi masyarakat itu menyangkut perilaku pejabat, perilaku DPR yang tidak sesuai dengan masyarakat itu harus dikoreksi,” ujarnya.

Tekanan Publik pada DPR

Gelombang aksi awalnya dipicu penolakan terhadap tunjangan rumah anggota DPR RI sebesar Rp50 juta per bulan. Polemik tersebut membuat enam fraksi di DPR menyatakan siap meninjau ulang fasilitas dan tunjangan anggota dewan.

Namun, situasi kian memanas setelah Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online, meninggal akibat terlindas kendaraan taktis Brimob saat terjadi kericuhan. Protes pun meluas ke berbagai kota besar, mulai Jakarta, Bandung, Surabaya, Makassar, hingga Yogyakarta.

JK menekankan agar masyarakat tetap menjaga ketertiban, sementara pemerintah segera memberi jawaban konkret. “Kita tidak boleh memperluas masalah. Presiden pasti melihat situasi ini dan akan mengambil langkah tegas,” pungkasnya. (alf)

 

Pengadilan Banding AS Nyatakan Tarif Trump Ilegal

IKPI, Jakarta: Pengadilan Banding Amerika Serikat (AS) menyatakan sebagian besar tarif dagang global yang diberlakukan Presiden Donald Trump tidak sah secara hukum. Meski demikian, tarif tersebut tetap berlaku sementara waktu, memberi peluang bagi Trump untuk melanjutkan gugatan hingga ke Mahkamah Agung.

Dalam putusan yang dibacakan Jumat (29/8/2025), Pengadilan Banding untuk Sirkuit Federal menilai Trump telah melampaui kewenangan Undang-undang Kekuatan Ekonomi Darurat Internasional (IEEPA). Menurut pengadilan, aturan itu memang memberi presiden wewenang luas dalam menghadapi keadaan darurat nasional, tetapi tidak mencakup hak untuk mengenakan tarif atau pungutan serupa.

Putusan ini memperkuat vonis pengadilan tingkat lebih rendah yang lebih dulu menyatakan kebijakan tarif Trump tidak sah. Jika kelak Mahkamah Agung menolak banding Trump, maka perusahaan-perusahaan diperkirakan akan menuntut ganti rugi atas kerugian akibat tarif tersebut.

Trump langsung bereaksi keras. Melalui akun Truth Social, ia menuding pengadilan banding bersikap “sangat partisan” dan keliru dalam menjatuhkan putusan. “SEMUA TARIF MASIH BERLAKU! Jika tarif ini dihapus, itu akan menjadi bencana besar bagi negara ini,” tulis Trump.

Sejak kembali ke Gedung Putih pada Januari lalu, Trump menetapkan tarif dasar 10 persen untuk hampir semua mitra dagang AS, dengan tarif lebih tinggi bagi sejumlah negara. Ia beralasan kebijakan itu diperlukan untuk melindungi produsen dan petani Amerika dari praktik perdagangan yang tidak adil.

Meski demikian, keputusan pengadilan banding memberi tekanan besar terhadap strategi dagang Trump. Selain mengancam keberlanjutan kesepakatan perdagangan dengan mitra utama seperti Uni Eropa, langkah hukum berikutnya di Mahkamah Agung akan sangat menentukan nasib kebijakan tarif tersebut. (alf)

 

 

 

 

IKPI Kota Malang Gelar Brevet Pajak di Universitas Brawijaya, Diikuti 83 Peserta

IKPI, Malang: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Kota Malang resmi membuka program Brevet Pajak yang bekerja sama dengan Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Universitas Brawijaya (UB). Pelatihan dimulai pada Sabtu (24/8/2025) dengan diikuti 83 peserta yang terdiri dari mahasiswa maupun masyarakat umum.

Ketua IKPI Cabang Kota Malang, Dr. Ahmad Dahlan, SH, MSA, Ak, CA, BKP menegaskan bahwa program ini dirancang untuk mencetak sumber daya manusia yang memahami praktik perpajakan secara komprehensif.

“Brevet ini bukan hanya menambah pengetahuan akademis, tetapi juga membekali peserta dengan keterampilan praktis yang sangat dibutuhkan dunia kerja maupun profesi konsultan pajak,” ujarnya.

Diungkapkannya, kegiatan brevet tersebut terbagi ke dalam dua kelas dan akan berlangsung rutin setiap akhir pekan, Sabtu dan Minggu, sejak Agustus hingga Oktober 2025.

“Pada hari pertama, kegiatan dibuka langsung oleh Ketua Program Studi S1 Perpajakan FIA UB, Prof. Dr. Drs. Kadarisman Hidayat, M.Si, didampingi Sekretaris Prodi, Dr. Mirza Maulinarhadi Ranatarisza,SE., MSA., Ak., CA.” kata Dahlan, Minggu (31/8/2025).

Selain itu, turut hadir Dr. Jeni Susyanti, SE, MM, BKP, CBV selaku Koordinator Bidang Pendidikan dan Pengembangan PPL IKPI Malang. Kehadiran para akademisi dan praktisi ini diharapkan dapat memperkuat sinergi antara dunia pendidikan dengan kebutuhan profesional perpajakan di lapangan.

Menurut Dahlan, keberadaan brevet pajak menjadi salah satu cara IKPI berkontribusi dalam meningkatkan kualitas SDM di bidang perpajakan, khususnya di Malang dan sekitarnya.

“Kami berharap peserta bisa memanfaatkan kesempatan ini sebaik-baiknya untuk menguasai aspek teknis maupun regulasi perpajakan yang terus berkembang,” ujarnya.

Sementara itu, Prof. Dr. Drs. Kadarisman Hidayat, menyatakan akan dilakukan brevet dua kali persemester bagi mahasiswa dan umum (baik untuk sosial humaniora maupun non sosial humaniora).

“Untuk sosial tidak harus berasal dari prodi perpajakan saja namun dapat diikuti oleh prodi lainnya. Serta kedepan brevet juga akan dilakukan secara online,” ujarnya. (bl)

Kepala Kanwil Jabar III Beri Piagam Wajib Pajak untuk IKPI Depok 

IKPI, Depok: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Depok menerima Piagam Wajib Pajak (Taxpayers’ Charter) dalam Forum Konsultasi Publik 2025. Penghargaan diberikan langsung Kepala Kanwil DJP Jawa Barat III, Romadhaniah, di KPP Pratama Depok Cimanggis bersama KPP Depok Sawangan, Jumat (22/8/2025).

Ketua IKPI Cabang Depok, Hendra Damanik, menyampaikan apresiasi atas penghargaan tersebut. Ia menegaskan bahwa piagam ini menjadi pengingat penting bagi konsultan pajak untuk memastikan hak dan kewajiban wajib pajak terlaksana sesuai ketentuan hukum.

Acara ini dihadiri perwakilan 21 wajib pajak, instansi pemerintah, pelaku usaha, akademisi, dan asosiasi profesi. Dari unsur pemerintah, hadir di antaranya Brimob, Badan Keuangan Daerah Depok, dan Dinas PUPR. Tax Center Universitas Gunadarma juga turut berpartisipasi.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Depok)

Kepala Kanwil DJP Jawa Barat III, Romadhaniah, membuka kegiatan dan menjelaskan bahwa Piagam Wajib Pajak merupakan rangkuman hak dan kewajiban wajib pajak sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 dan undang-undang perpajakan.

Ia menekankan piagam ini sebagai komitmen DJP untuk membangun hubungan yang transparan, setara, dan berintegritas dengan wajib pajak.

Forum juga dimanfaatkan DJP untuk menyampaikan arah kebijakan perpajakan nasional, termasuk penguatan pengawasan, peningkatan kualitas pemeriksaan, serta optimalisasi pelayanan digital melalui Coretax Administration System.

Piagam Wajib Pajak yang berisi delapan hak dan delapan kewajiban utama wajib pajak diharapkan mampu memperkuat paradigma cooperative compliance, yaitu kepatuhan yang lahir dari kesadaran dan kepercayaan antara wajib pajak dan otoritas pajak. (bl)

 

 

 

Penerimaan Pajak Digital Tembus Rp40 Triliun hingga Juli 2025

IKPI, Jakarta: Kontribusi sektor ekonomi digital terhadap penerimaan negara kian menunjukkan tren positif. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat penerimaan pajak dari aktivitas digital mencapai Rp40,02 triliun hingga 31 Juli 2025.

Angka tersebut berasal dari beberapa pos, yakni Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebesar Rp31,06 triliun, pajak atas aset kripto Rp1,55 triliun, pajak fintech (peer to peer lending) Rp3,88 triliun, serta pajak yang dipungut pihak lain melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (Pajak SIPP) sebesar Rp3,53 triliun.

Dari total penerimaan tersebut, PPN PMSE menjadi penyumbang terbesar. Hingga saat ini, pemerintah telah menunjuk 223 perusahaan sebagai pemungut PPN PMSE. Tercatat ada tiga penunjukan baru, yaitu Scalable Hosting Solutions OÜ, Express Technologies Limited, dan Finelo Limited, sementara tiga perusahaan lainnya dicabut statusnya sebagai pemungut, yakni Evernote GmbH, To The New Singapore Pte. Ltd., dan Epic Games Entertainment International GmbH.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, mengungkapkan dari 223 pemungut yang ditetapkan, sebanyak 201 di antaranya sudah aktif melakukan pemungutan dan penyetoran PPN PMSE dengan total Rp31,06 triliun. Angka ini terus meningkat dari tahun ke tahun.

“Penerimaan PPN PMSE sejak pertama kali diberlakukan terus tumbuh. Pada 2020 tercatat Rp731,4 miliar, naik menjadi Rp3,90 triliun di 2021, Rp5,51 triliun di 2022, Rp6,76 triliun di 2023, Rp8,44 triliun di 2024, dan Rp5,72 triliun hanya sampai Juli 2025,” jelas Rosmauli dalam keterangan resminya, Kamis (28/8/2025).

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa kontribusi pajak dari sektor digital tidak hanya memperkuat ruang fiskal negara, tetapi juga menciptakan level playing field yang adil antara pelaku usaha konvensional dan digital.

“Penerapan pajak digital ini bukanlah pajak baru, melainkan penyempurnaan mekanisme pemungutan agar lebih praktis dan efisien bagi pelaku usaha,” pungkas Rosmauli. (alf)

 

 

 

 

Kesempatan Terakhir! Pemutihan Pajak Kendaraan Bermotor Jatim Berakhir 31 Agustus 2025

IKPI, Jakarta: Warga Jawa Timur masih punya waktu hingga Minggu, 31 Agustus 2025, untuk memanfaatkan program pemutihan pajak kendaraan bermotor (PKB). Program yang sudah berjalan sejak 14 Juli ini menjadi kesempatan emas terakhir bagi masyarakat untuk terbebas dari denda, tunggakan pajak, hingga beban PKB progresif.

Pemutihan ini digelar Pemerintah Provinsi Jawa Timur sebagai rangkaian peringatan HUT ke-80 Republik Indonesia. Beragam keringanan ditawarkan, mulai dari penghapusan sanksi administratif PKB dan BBNKB, pembebasan PKB progresif, hingga penghapusan denda serta tunggakan pokok PKB tahun 2024 ke bawah bagi wajib pajak tertentu.

Tiga Golongan Wajib Pajak yang Jadi Sasaran

Program pemutihan kali ini secara khusus menargetkan kelompok masyarakat kecil agar lebih tepat sasaran. Ada tiga kategori yang bisa menikmati pembebasan denda dan pokok tunggakan pajak, yaitu:

• Kendaraan roda dua milik keluarga kurang mampu yang terdaftar dalam data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) dengan nilai pokok PKB maksimal Rp500 ribu.

• Pengemudi ojek online (ojol), dengan bukti akun ojol yang masih aktif.

• Pemilik kendaraan roda tiga yang digunakan untuk usaha mikro dengan nilai pokok PKB maksimal Rp500 ribu.

Namun, syarat utamanya, kendaraan tersebut harus terdaftar di wilayah Jawa Timur.

Dokumen yang Harus Disiapkan

Untuk mengurus balik nama dan pajak 5 tahunan (ganti plat), wajib pajak harus membawa:

• KTP asli (khusus balik nama cukup KTP pemilik baru),

• STNK asli,

• BPKB asli,

• Cek fisik kendaraan (wajib dihadirkan ke Samsat),

• Kwitansi pembelian (khusus balik nama).

Proses ini hanya bisa dilakukan di Samsat Induk sesuai wilayah kabupaten/kota.

Sementara untuk perpanjangan pajak tahunan, dokumen yang dibutuhkan jauh lebih sederhana, yaitu KTP asli dan STNK asli. Pembayaran bisa dilakukan di berbagai layanan Samsat, mulai dari Samsat Induk, Samsat Keliling, Samsat Outlet, hingga gerai layanan lainnya.

Dalam program pemutihan ini, bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) sudah dibebaskan alias gratis. Namun, masyarakat tetap perlu membayar biaya lain yang termasuk ke dalam kategori Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), seperti penerbitan BPKB, STNK, dan plat nomor baru.

Pemprov Jatim mengingatkan, kesempatan ini hanya berlaku sampai 31 Agustus 2025. Setelah itu, denda dan tunggakan pajak akan kembali diberlakukan seperti biasa.(alf)

 

 

Uang Pajak Kamu Lari ke Mana? Bedakan Pajak Pusat dan Daerah

IKPI, Jakarta: Banyak orang rajin bayar pajak, tapi masih bingung: uang pajak itu sebenarnya dipakai untuk apa, dan siapa yang mengelolanya? Di sinilah pentingnya memahami perbedaan pajak pusat dan pajak daerah. Meski sama-sama wajib dibayar, keduanya punya fungsi dan jalur manfaat yang berbeda.

Sistem perpajakan di Indonesia memang dirancang agar pembiayaan negara dan daerah berjalan beriringan, tanpa menambah beban masyarakat.

Pemerintah pusat memberi kewenangan kepada daerah untuk memungut pajak sendiri, supaya anggaran bisa lebih tepat sasaran. Aturan ini diperkuat melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD).

Pajak Pusat

Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan masuk ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Uangnya dipakai untuk membiayai berbagai kebutuhan nasional, mulai dari gaji pegawai negeri, pembangunan jalan tol, subsidi energi, pendidikan, kesehatan, hingga pertahanan.

Jenisnya meliputi Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Bea Meterai, hingga Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk sektor Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan.

Pajak Daerah

Berbeda dengan pajak pusat, pajak daerah langsung dikelola oleh pemerintah provinsi atau kabupaten/kota, dan hasilnya masuk ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Uang pajak inilah yang jadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Di DKI Jakarta, misalnya, pajak daerah meliputi Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), hingga Pajak Rokok dan Reklame.

Lalu, ke mana uangnya? Dana pajak daerah kembali ke warga lewat beragam program, mulai dari transportasi publik (MRT, LRT, Transjakarta), pendidikan (Kartu Jakarta Pintar Plus, Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul), pembangunan puskesmas dan RSUD, hingga pengendalian banjir.

Singkatnya, pajak pusat menopang kepentingan nasional, sementara pajak daerah menyentuh kebutuhan masyarakat di wilayah masing-masing. Jadi, setiap kali Anda membayar pajak, baik ke pusat maupun daerah, sebenarnya Anda sedang ikut membiayai pembangunan dari jalan tol hingga sekolah anak-anak, dari MRT hingga rumah sakit. (alf)

 

Kanwil DJP Bali Tanamkan Kesadaran Pajak Sejak Dini Lewat Pajak Bertutur 2025

IKPI, Jakarta: Kesadaran pajak kembali ditanamkan sejak dini kepada generasi muda melalui kegiatan Pajak Bertutur 2025 yang digelar serentak oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Bali bersama seluruh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di daerah. Dengan tema “Generasi Muda Sadar Pajak untuk Indonesia Maju”, program ini menyasar siswa mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi di berbagai kabupaten/kota di Bali.

Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Kanwil DJP Bali, Janita Sunarsasi, melaporkan kegiatan tahun ini melibatkan 383 siswa dari sembilan lembaga pendidikan. Peserta antara lain berasal dari SDN 1 Petang Badung, SDN 1 Bunutin Bangli, SDN 11 Kesiman Denpasar, SDN 5 Dauh Puri Denpasar, SMAN 3 Negara Jembrana, SMK TI Bali Global Jimbaran Badung, SMPN 16 Denpasar, SMPN 6 Tejakula Buleleng, hingga IKIP Saraswati Tabanan.

Salah satu titik utama berlangsungnya kegiatan adalah SMK TI Bali Global Jimbaran, diikuti 59 siswa kelas XII dari berbagai jurusan, mulai Desain Komunikasi Visual (DKV), Pengembangan Perangkat Lunak dan Gim (PPLG), Teknik Jaringan dan Komputer, hingga Akuntansi dan Keuangan Lembaga (AKL).

Kepala Kanwil DJP Bali, Darmawan, menegaskan bahwa literasi pajak harus merata di semua bidang studi, tidak terbatas hanya pada jurusan akuntansi. “Pajak Bertutur adalah sarana edukasi yang ingin menumbuhkan kesadaran pajak sejak dini. Pajak bukan hanya urusan siswa jurusan keuangan, tetapi seluruh generasi muda harus mengenalnya,” ujarnya, Jumat (29/8/2025).

Menurutnya, kesadaran pajak adalah proses panjang yang memerlukan pembelajaran berkesinambungan. Ia menekankan bahwa pajak merupakan bentuk gotong royong rakyat untuk mendukung pembangunan. “Pajak adalah kontrak sosial setiap warga negara yang telah memenuhi syarat sebagai wajib pajak. Ini bagian dari tanggung jawab bersama,” tambahnya.

Dalam sesi pembekalan di SMK TI Bali Global Jimbaran, Penyuluh Pajak Kanwil DJP Bali Ni Putu Ariasih bersama Penyuluh Pajak KPP Pratama Badung Selatan Made Saras Mulia Rani menyampaikan materi dengan bahasa sederhana. Ariasih menggambarkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) seperti dompet pemerintah, di mana 73 persen isinya berasal dari pajak.

Sementara itu, Saras menekankan peran nyata pajak dalam kehidupan sehari-hari, terutama di bidang pendidikan. “Tahun 2025, pemerintah mengalokasikan Rp724,3 triliun atau 20 persen APBN untuk sektor pendidikan. Dana ini digunakan untuk Program Indonesia Pintar, KIP Kuliah, BOS, beasiswa LPDP, hingga perbaikan sarana pendidikan,” jelasnya.

Melalui program ini, DJP Bali berharap pelajar di seluruh Bali semakin memahami bahwa pajak tidak hanya kewajiban administratif, tetapi juga pilar utama pembiayaan negara. Dengan menumbuhkan generasi sadar pajak, diharapkan kontribusi anak bangsa terhadap pembangunan Indonesia akan semakin nyata di masa depan. (alf)

 

Ditjen SPSK Apresiasi Peran IKPI, Profesionalisme Pajak Harus Beri Dampak Nyata

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Perizinan dan Kepatuhan Penilai, Aktuaris, dan Profesi Keuangan Lainnya (Ditjen SPSK) Kementerian Keuangan menegaskan pentingnya peran konsultan pajak dalam mendukung pembangunan nasional. Kepala Bidang Perizinan dan Kepatuhan Profesi, Lury Sofyan, menyampaikan apresiasi atas kiprah Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) yang dinilai konsisten menjaga standar profesi sekaligus menjembatani dialog antara regulator dan praktisi.

“Profesionalisme tidak boleh berhenti pada standar teknis. Ekonomi masyarakat harus menjadi acuan, karena profesi ini pada akhirnya bekerja untuk kepentingan publik,” ujar Lury dalam Seminar Nasional IKPI 2025 di Hotel Pullman, Jakarta, Selasa (26/8/2025).

Menurutnya, penguatan profesi pajak harus berjalan seiring dengan kondisi sosial-ekonomi masyarakat. Konsultan pajak bukan hanya dituntut memahami regulasi, tetapi juga memiliki kepekaan terhadap dinamika dunia usaha serta tantangan yang dihadapi wajib pajak.

Ia menekankan, sertifikasi, pembinaan, dan pengawasan profesi tetap harus ketat. Namun di sisi lain, kebijakan perlu adaptif agar tidak menambah beban bagi masyarakat. Dengan keseimbangan itu, keberadaan konsultan pajak akan lebih nyata manfaatnya bagi publik.

Lury menilai IKPI memegang peran strategis sebagai mitra pemerintah. Melalui forum seperti Seminar Nasional, IKPI membuka ruang komunikasi efektif antara pembuat kebijakan dan pelaku profesi. Dengan begitu, kebijakan yang dihasilkan dapat lebih sesuai dengan kebutuhan dan tantangan di lapangan.

“IKPI tidak hanya menjaga kompetensi anggotanya, tetapi juga memastikan profesionalisme konsultan pajak benar-benar memberi dampak positif bagi penerimaan negara dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif,” jelasnya.

Lury menutup dengan penegasan bahwa perpajakan adalah instrumen vital pembangunan. Karena itu, profesionalisme yang dikawal IKPI harus benar-benar berorientasi pada kepentingan masyarakat luas.

“Pajak adalah instrumen pembangunan, dan profesionalisme harus menopangnya,” tegasnya. (bl)

 

 

 

 

 

id_ID