Pekan Sita Serentak: DJP Jawa Barat II Kedepankan Edukasi dan Pencegahan 

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Barat II tengah menggelar Pekan Sita Serentak pada 21–25 April 2025. Tidak semata-mata menitikberatkan pada tindakan hukum, kegiatan ini juga mengusung misi edukatif dan preventif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kepatuhan pajak.

Melibatkan 11 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di bawah naungannya, kegiatan ini menyasar berbagai objek sita seperti kendaraan bermotor, logam mulia, saldo rekening, hingga tanah. Namun, menurut Kepala Kanwil DJP Jawa Barat II, Dasto Ledyanto, tujuan utama dari kegiatan ini adalah menciptakan pemahaman yang lebih luas mengenai hak dan kewajiban perpajakan.

“Ini bukan sekadar eksekusi atas hak negara, tetapi juga bentuk edukasi kepada masyarakat bahwa kepatuhan pajak adalah bagian dari kontribusi terhadap pembangunan,” ujar Dasto dalam keterangan tertulisnya yang diterima, Rabu (23/4/2025).

Dasto menekankan bahwa DJP memiliki komitmen untuk menuntaskan hak dan kewajiban kedua belah pihak negara dan wajib pajak. “Kami pastikan, jika negara memiliki hak, akan kami perjuangkan. Namun, jika wajib pajak memiliki hak, itu juga akan kami selesaikan secara adil,” tambahnya.

Langkah ini diharapkan mampu menciptakan deterrent effect, namun dalam kerangka yang konstruktif. Dengan pendekatan yang juga menekankan sosialisasi, DJP berharap masyarakat dapat lebih proaktif dalam memenuhi kewajiban perpajakan secara tepat waktu.

Melalui Pekan Sita Serentak ini, DJP Jawa Barat II tidak hanya menunjukkan ketegasan, tetapi juga membuka ruang dialog dan edukasi demi terciptanya ekosistem perpajakan yang lebih sehat dan berkelanjutan. (alf)

 

 

 

Ingin Klaim Pajak Lebih Bayar? Hati-hati, PMK 15/2025 Bisa Buat Anda Diperiksa!

IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2025 yang mempertegas kriteria pemeriksaan perpajakan. Aturan ini menjadi sinyal kuat bagi Wajib Pajak untuk lebih berhati-hati, terutama saat mengajukan klaim pengembalian kelebihan pembayaran pajak.

Mengacu pada Pasal 4 PMK 15/2025, Wajib Pajak yang menyatakan lebih bayar dalam Surat Pemberitahuan (SPT), baik yang mengajukan pengembalian maupun tidak, menjadi salah satu pihak yang berpotensi diperiksa oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Tak hanya itu, pemeriksaan juga dapat dilakukan dalam kondisi lain, seperti ketika Wajib Pajak melaporkan kerugian, melakukan perubahan tahun buku, restrukturisasi perusahaan (merger, likuidasi), atau tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) meski telah ditegur.

PMK ini juga menegaskan bahwa DJP dapat menggunakan data konkret untuk memicu pemeriksaan, termasuk:

• Faktur pajak yang telah disetujui tapi tidak dilaporkan,

• Bukti pemotongan atau pemungutan pajak yang tidak masuk dalam laporan SPT,

• Data transaksi perpajakan lainnya yang relevan.

“PMK ini bertujuan menjaga integritas sistem perpajakan. Dengan memanfaatkan data dan teknologi, DJP kini lebih cepat mendeteksi ketidaksesuaian,” demikian dikutip dari isi peraturan. (alf)

 

 

 

Gubernur Jakarta Pangkas Pajak BBM jadi 5%

IKPI, Jakarta: Warga Ibu Kota bakal merasakan angin segar di tengah isu kenaikan harga bahan bakar. Gubernur Jakarta, Pramono Anung, resmi menurunkan tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) dari sebelumnya 10% menjadi 5% untuk kendaraan pribadi. Sementara kendaraan umum mendapatkan tarif lebih ringan, hanya 2%.

“Mulai kemarin saya sudah ambil keputusan. Di Jakarta, kami beri relaksasi atau kemudahan, dari yang dulunya 10%, sekarang jadi 5% untuk kendaraan pribadi, dan 2% untuk kendaraan umum,” kata Pramono di Balai Kota, Rabu (23/4/2025).

Pramono menuturkan bahwa tarif 10% yang selama ini dikenakan sudah berlaku selama lebih dari 10 tahun. Namun kini, seiring hadirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 yang memberi keleluasaan kepada kepala daerah, ia memanfaatkan kewenangan tersebut untuk meringankan beban masyarakat.

Ia memastikan kebijakan ini bakal dituangkan dalam bentuk Peraturan Gubernur (Pergub) dan segera disosialisasikan kepada publik. “Nanti di SPBU, yang bisa ngerasain perubahan ini ya cuma warga Jakarta. Karena sebelumnya memang mereka yang kena pajak 10%,” ujarnya. (alf)

 

Warga Kalselteng Tunjukkan Kepatuhan Tinggi! Laporan SPT Tembus 89,26%

IKPI, Jakarta: Pelaporan SPT Tahunan di Kalimantan Selatan dan Tengah makin mantap! Sampai 11 April 2025 lalu, sebanyak 373.923 Wajib Pajak di wilayah ini sudah melaporkan SPT Tahunannya. Jumlah ini mencakup 362 ribu orang pribadi dan lebih dari 11 ribu badan usaha sudah tembus 89,26% dari target yang ditetapkan.

Secara nasional, pelaporan SPT juga naik 3,26% dibanding tahun lalu. Totalnya? Lebih dari 13 juta SPT sudah masuk ke DJP, menunjukkan bahwa kesadaran pajak masyarakat makin baik.

Buat kamu yang belum tahu, tahun ini DJP memberikan kelonggaran waktu pelaporan sampai 11 April karena tanggal 31 Maret bertepatan dengan libur panjang Idulfitri dan Nyepi.

Jadi, yang telat lapor tapi masih dalam batas itu, aman dari sanksi!

DJP juga bikin makin mudah dengan menghadirkan 414 Pojok Pajak di pusat perbelanjaan, kantor, dan area publik lainnya. Hasilnya? 21.460 Wajib Pajak terbantu tanpa harus capek antre di kantor pajak.

Kepala Kanwil DJP Kalselteng, Syamsinar, pun mengapresiasi warga yang sudah taat.

“Terima kasih kepada Wajib Pajak yang sudah lapor tepat waktu, bagi yang belum, yuk segera lapor via DJP Online,” katanya, Senin (20/4/2025). (alf)

 

 

WP Usaha dan Profesional Wajib Lakukan Pembukuan, Ada Pengecualian Tertentu

IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024 mempertegas kewajiban pembukuan dan pencatatan bagi Wajib Pajak (WP), khususnya bagi pelaku usaha dan pekerja profesional. Aturan ini tertuang dalam Pasal 448 dan 449 PMK tersebut, yang mulai diterapkan untuk meningkatkan transparansi dan kepatuhan dalam pelaporan pajak.

Pasal 448 ayat (1) menyatakan bahwa Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, serta Wajib Pajak Badan, diwajibkan untuk menyelenggarakan pembukuan. Hal ini bertujuan agar penghitungan pajak dilakukan secara akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.

Meski begitu, terdapat pengecualian tertentu. WP orang pribadi yang menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, yang tidak memiliki usaha atau pekerjaan bebas, serta yang memenuhi kriteria khusus yang diatur dalam regulasi perpajakan, diperbolehkan untuk hanya melakukan pencatatan, bukan pembukuan penuh.

Pasal 449 mengatur bahwa pencatatan ini harus dilakukan secara teratur dan mendetail, sebagai dasar untuk menghitung pajak terutang. Pencatatan wajib dilakukan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, dan dalam mata uang Rupiah.

Selain itu, pencatatan harus kronologis dan sistematis, mencerminkan keadaan usaha yang sebenarnya, serta didukung oleh dokumen sah. (alf)

Pengusaha Wajib Daftar PKP, Kecuali Kategori Ini

IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024 menegaskan kembali kewajiban para pengusaha yang melakukan penyerahan dan/atau ekspor untuk melaporkan usahanya guna dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Ketentuan ini diatur secara rinci dalam Pasal 60 peraturan perpajakan terbaru.

Dalam Pasal 60 ayat (1), ditegaskan bahwa setiap pengusaha yang melakukan kegiatan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP. Namun, ketentuan ini tidak berlaku bagi pengusaha kecil, sesuai batasan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Meski dikecualikan, pengusaha kecil memiliki opsi untuk secara sukarela melaporkan usahanya sebagai PKP, sebagaimana disebutkan dalam ayat (3). Hal ini memberikan fleksibilitas bagi pelaku usaha skala mikro dan kecil untuk terlibat dalam sistem PPN, kecuali mereka diwajibkan oleh peraturan yang berlaku.

Selain itu, pengusaha yang sejak awal bermaksud melakukan kegiatan penyerahan dan/atau ekspor juga diperbolehkan langsung melaporkan usahanya agar mendapat status PKP, sebagaimana diatur dalam ayat (4).

Kewajiban pelaporan usaha untuk menjadi PKP harus dilakukan dalam jangka waktu tertentu yang diatur dalam PMK 81/2024.

Keterlambatan atau kelalaian dalam pelaporan ini akan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Dengan diberlakukannya PMK ini, pemerintah berharap seluruh pelaku usaha dapat lebih patuh terhadap kewajiban perpajakan, sekaligus mendorong kepatuhan sukarela dan perluasan basis pajak nasional. (alf)

 

Sidang Lanjutan UU HPP: Pemohon Soroti Dampak Pajak terhadap Kebutuhan Pokok

IKPI, Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan pengujian materiil terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), Senin (21/4/2025). Sidang yang berlangsung di Ruang Sidang MK ini beragendakan pemeriksaan perbaikan permohonan untuk Perkara Nomor 11/PUU-XXIII/2025.

Permohonan uji materi ini diajukan oleh tujuh pihak dari berbagai latar belakang, mulai dari ibu rumah tangga, mahasiswa, pekerja swasta, pelaku usaha mikro, pengemudi ojek daring, hingga organisasi di bidang kesehatan mental.

Kuasa hukum para Pemohon, Judianto Simanjuntak, dalam persidangan yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat, menyampaikan sejumlah perbaikan dalam berkas permohonan. Salah satu perbaikan tersebut adalah penghapusan kata “Bab” dalam daftar pasal yang diuji, serta penyusunan ulang narasi mengenai legal standing yang kini dipisahkan dari bagian posita.

Pasal-pasal yang diuji dalam perkara ini mencakup Pasal 4A ayat (2) huruf b, ayat (3) huruf a, g, j, serta Pasal 7 ayat (1), (3), dan (4) UU HPP. Para Pemohon menilai ketentuan tersebut berdampak pada penghapusan barang dan jasa kebutuhan pokok, seperti bahan pangan, jasa kesehatan, pendidikan, dan transportasi umum dari daftar yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Selain itu, Pemohon juga menyoroti ketentuan baru mengenai tarif PPN dan mekanisme perubahannya yang dinilai bertentangan dengan UUD 1945, khususnya Pasal 27 ayat (2), Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 28H ayat (2).

Menurut para Pemohon, kebijakan tersebut berpotensi meningkatkan beban hidup masyarakat, terutama kelompok berpenghasilan rendah, akibat naiknya harga kebutuhan pokok sementara pendapatan masyarakat stagnan atau menurun.

Dalam petitumnya, para Pemohon meminta MK menyatakan bahwa pasal-pasal yang diuji bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Mereka juga meminta agar perubahan tarif PPN hanya dapat dilakukan melalui undang-undang, bukan peraturan pemerintah, serta mensyaratkan penetapan tarif didasarkan pada indikator ekonomi, sosial, dan lingkungan yang jelas. (alf)

 

Bayar Pajak Kini Bisa Lewat Deposit, Ini Caranya!

IKPI, Jakarta: Pemerintah resmi menerapkan mekanisme baru pembayaran dan penyetoran pajak melalui skema Deposit Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 103 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024. Langkah ini diambil untuk memberikan kemudahan dan fleksibilitas bagi Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan mereka.

Berdasarkan Pasal 103 ayat (1), Wajib Pajak kini dapat melakukan pembayaran dan penyetoran pajak menggunakan Deposit Pajak. Selanjutnya, pada ayat (2) dijelaskan bahwa pembayaran dan penyetoran tersebut dilakukan melalui Pemindahbukuan, yaitu pemindahan saldo dari akun Deposit Pajak untuk membayar pajak yang terutang.

Ayat (3) dari peraturan ini mengatur tiga cara pengisian Deposit Pajak, yaitu:

a. Pembayaran melalui sistem penerimaan negara secara elektronik;

b. Permohonan Pemindahbukuan; atau

c. Permohonan atas sisa kelebihan pembayaran pajak atau sisa imbalan bunga setelah diperhitungkan dengan Utang Pajak.

Sementara itu, ayat (4) mengatur mengenai penetapan tanggal pengisian Deposit Pajak berdasarkan metode pengisiannya. Tanggal pembayaran dan penyetoran pajak akan diakui berdasarkan:

a. Tanggal bayar pada Bukti Penerimaan Negara, jika pengisian dilakukan secara elektronik;

b. Tanggal bayar pada Bukti Pemindahbukuan, jika melalui permohonan Pemindahbukuan;

c. Tanggal penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak, jika berasal dari sisa kelebihan pembayaran atau imbalan bunga.

Direktorat Jenderal Pajak menyebutkan bahwa penerapan skema Deposit Pajak ini merupakan bagian dari upaya modernisasi sistem perpajakan nasional. Sistem ini diharapkan dapat mempercepat proses administrasi, meningkatkan transparansi, dan mendukung kepatuhan pajak secara sukarela.

Pemerintah juga memastikan bahwa sistem ini terintegrasi secara elektronik dan memiliki pencatatan yang akuntabel untuk setiap transaksi, guna mencegah duplikasi pembayaran maupun potensi kesalahan administratif. (alf)

 

 

 

 

Bank DKI Pastikan Transaksi KJP Plus dengan Mesin EDC Berjalan Normal

IKPI, Jakarta: Bank DKI memastikan layanan transaksi non-tunai bagi penerima manfaat Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus tetap berjalan normal, khususnya untuk transaksi menggunakan mesin Electronic Data Capture (EDC) milik Bank DKI.

Direktur Utama Bank DKI, Agus H Widodo menegaskan bahwa dana dan data seluruh nasabah penerima bantuan sosial, termasuk penerima KJP Plus, aman dan tidak mengalami pengurangan.

Ia juga menjelaskan, transaksi pencairan dana KJP masuk kategori on us atau dilakukan dalam sistem perbankan internal Bank DKI, sehingga tidak terdampak gangguan teknis antarbank.

“Nah, bansos itu kan bukan dana keluar ke bank lain, istilahnya on us. Jadi karena ada di kita juga, itu bisa, tidak ada gangguan. KJP segala macam bisa dicairkan,” ujar Agus.

Lebih lanjut Agus menjelaskan, bahwa pihaknya juga menyediakan kemudahan bagi pemegang KJP Plus untuk bertransaksi langsung di toko mitra melalui EDC Bank DKI. Layanan ini memungkinkan pembelian kebutuhan harian dan pendidikan tanpa perlu menarik tunai.

Berikut rincian mekanisme transaksi bagi penerima KJP Plus secara tunai:

• Penerima KJP dapat melakukan penarikan tunai sebesar Rp100.000 di ATM Bank DKI.

Secara non-tunai

• Melalui EDC Bank DKI: Penerima dapat mengecek saldo dan melakukan transaksi pembelanjaan (misalnya subsidi pangan dan keperluan sekolah).

• Melalui JakOne Mobile Bank DKI: Penerima dapat berbelanja menggunakan QRIS dan fitur purchase untuk kebutuhan pendidikan.

Daftar toko mitra yang menerima transaksi EDC Bank DKI dapat diakses melalui tautan:

bit.ly/merchant-kjp Bank DKI terus melakukan evaluasi dan peningkatan layanan secara berkala demi memastikan kenyamanan akses bagi seluruh nasabah, khususnya penerima bantuan sosial pendidikan.

Masyarakat juga diimbau untuk bertransaksi di toko mitra resmi dan mengecek struk pembelanjaan sebagai bentuk pengendalian pribadi. Bank DKI menegaskan komitmennya untuk mendukung program-program Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan memastikan penyaluran bantuan sosial berjalan aman, tepat, dan transparan. (bl)

Slovenia Akan Tarik Pajak 25% dari Keuntungan Penjualan Kripto 

IKPI, Jakarta: Pemerintah Slovenia mengambil langkah strategis dalam pengelolaan aset digital dengan merilis rancangan undang-undang pajak kripto yang menekankan transparansi dan penyederhanaan beban administratif. Dalam RUU yang diperkenalkan Direktorat Pajak, Bea Cukai, dan Sistem Pendapatan Publik Lainnya, Kementerian Keuangan Slovenia mengusulkan tarif pajak flat sebesar 25% atas keuntungan dari penjualan aset kripto.

RUU yang diumumkan pada Kamis (17/4/2025) ini membuka ruang diskusi publik hingga 5 Mei 2025. Berbeda dari pendekatan represif yang diambil beberapa negara, Slovenia berupaya menyesuaikan regulasi kriptonya dengan standar internasional tanpa membebani pelaku pasar.

“Aturan ini bukan hanya soal pungutan pajak, tetapi juga menciptakan kejelasan hukum dan meminimalkan birokrasi,” demikian tertulis dalam pernyataan resmi Kementerian Keuangan Slovenia dikutip, Minggu (20/4/2025).

Keuntungan yang diperoleh dari mengonversi aset kripto ke mata uang fiat, pembelian barang atau jasa, serta transfer ke pihak lain akan dikenai pajak. Sementara itu, pertukaran antar-kripto atau transfer antar dompet pribadi tidak termasuk dalam objek pajak.

Langkah ini menunjukkan komitmen Slovenia membangun sistem fiskal yang adaptif terhadap inovasi digital. Wajib pajak diberikan pilihan metode penyederhanaan perhitungan pajak, termasuk basis alternatif berdasarkan 40% dari nilai aset per akhir 2025 dan total pelepasan aset selama lima tahun terakhir.

Tidak hanya itu, rancangan juga menyentuh instrumen derivatif finansial yang diselaraskan dengan Strategi Pengembangan Pasar Modal Slovenia 2023–2030. Penyamaan struktur pajak ini bertujuan menciptakan kerangka perpajakan yang lebih terintegrasi dan konsisten. (alf)

 

id_ID