DJP Ingatkan Masyarakat Waspada terhadap Penipuan Bermodus PDF dan Link Berbahaya

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengimbau masyarakat untuk waspada terhadap penipuan yang mengatasnamakan DJP. Salah satu modus penipuan yang marak beredar adalah pengiriman file PDF melalui aplikasi pesan instan, yang berisi tautan berbahaya.

Baru-baru ini, sebuah pesan berantai di WhatsApp memperingatkan masyarakat tentang kasus serupa. Pesan tersebut menyebutkan kerugian hingga Rp46 juta akibat nomor telepon korban terhubung dengan layanan mobile banking.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, menyampaikan bahwa pihaknya terus melakukan pencegahan dan edukasi kepada masyarakat melalui berbagai kanal komunikasi, termasuk media sosial. “Kami telah memberikan pemberitahuan langsung kepada masyarakat terkait modus-modus penipuan ini,” ujar Dwi dalam keterangan tertulis, Senin (30/12/2024).

DJP mengidentifikasi beberapa modus penipuan, salah satunya phishing, yaitu upaya mencuri data pribadi dengan mengirimkan pesan yang mengatasnamakan instansi resmi. Pesan ini biasanya berisi tautan berbahaya atau aplikasi unduh palsu yang meminta pembaruan data pribadi wajib pajak.

Imbauan kepada Wajib Pajak

DJP menegaskan pentingnya menjaga kerahasiaan data pribadi. Jika ada keraguan, masyarakat dapat menghubungi saluran resmi DJP, seperti Kring Pajak di 1500200, email di pengaduan@pajak.go.id, atau melalui situs pengaduan.pajak.go.id.

Untuk mencegah penipuan, DJP memberikan lima arahan berikut:

1. Cek Nomor WhatsApp Resmi
Pastikan nomor WhatsApp berasal dari laman resmi DJP sesuai dengan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) masing-masing, yang dapat diakses di pajak.go.id/unit-kerja.

2. Periksa Domain Email
DJP hanya menggunakan domain resmi @pajak.go.id. Email dengan domain lain dipastikan bukan dari DJP.

3. Abaikan File Berekstensi .apk
DJP tidak pernah mengirim file dengan ekstensi .apk. Jika menerima file tersebut, harap diabaikan.

4. Verifikasi Tautan
Hanya tautan berakhiran pajak.go.id yang resmi dari DJP. Hindari membuka tautan lain.

5. Cek Pengumuman Rekrutmen
Informasi rekrutmen resmi hanya tersedia di laman rekrutmen.kemenkeu.go.id. Pastikan kebenaran informasi sebelum menindaklanjuti pesan terkait rekrutmen.

DJP berharap masyarakat lebih waspada dan selalu memeriksa keaslian informasi melalui kanal resmi. Keamanan data pribadi menjadi tanggung jawab bersama untuk menghindari kerugian akibat penipuan. (alf)

Pemerintah Pastikan Pangan dalam Negeri Bebas dari Kenaikan PPN 12%

IKPI, Jakarta: Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan menegaskan bahwa harga bahan pangan di dalam negeri tidak akan terkena kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang mulai berlaku pada Januari 2025. Ia menekankan bahwa bahan pokok penting, seperti beras, telur, jagung, buah-buahan, dan sayuran, tetap bebas dari pajak.

“Seluruh produk pangan tidak ada kenaikan apa pun yang dalam negeri. Titik. Jelas ya? Mau beras ketan, mau beras merah, mau apa, tidak ada kenaikan PPN apa pun khusus semua pangan di dalam negeri,” ujar Zulkifli di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (30/12/2024).

Sebelumnya, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto juga menyampaikan hal serupa, memastikan bahwa seluruh bahan kebutuhan pokok, termasuk beras premium, tidak akan dikenakan PPN 12%. Ia menegaskan bahwa pemerintah berkomitmen menjaga stabilitas harga pangan untuk meringankan beban masyarakat.

“Beras premium itu bagian dari beras. Tidak kena PPN,” kata Airlangga di Alam Sutera, Tangerang, Minggu (22/12/2024).

Meski demikian, beberapa produk seperti MinyaKita, terigu, dan gula industri akan dikenakan PPN dengan tarif yang ditanggung sebesar 1%, sehingga tetap berada di angka 11%. Kebijakan ini bertujuan untuk menjaga kestabilan harga pangan sekaligus mendukung kebutuhan industri.

Dengan langkah ini, pemerintah berharap masyarakat dapat tetap mengakses bahan pangan dengan harga terjangkau meskipun terjadi kenaikan tarif PPN di sektor lainnya. (alf)

Ikut Perubahan PPN 12%, BEI Resmi Lakukan Penyesuaian Transaksi

IKPI, Jakarta: Bursa Efek Indonesia (BEI) resmi menyesuaikan aturan Pajak Pertambahan Nilai ( PPN ) 12% untuk transaksi efek mulai awal 2025.

Ini adalah penyesuaian atas perubahan tarif PPN, dari sebelumnya 11% yang diterapkan sejak 1 April 2022. Ini tercantum dalam surat BEI No: S-13561/BEI.KEU/12-2024 perihal Penyesuaian Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Tahun 2025.

Kenaikan ini juga merupakan pelaksanaan dari amanat dari Undang-Undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

“Seluruh Invoice dan Faktur Pajak atas jasa layanan Bursa Efek Indonesia yang diterbitkan per tanggal 1 Januari 2025, akan dilakukan penyesuaian atas besaran tarif PPN dari yang sebelumnya 11 persen, menjadi 12 persen,” tulis BEI dalam keterangan resminya.

Dalam surat tersebut, terdapat penegasan atas penyesuaian tarif PPN ini akan berdampak pada penyesuaian fee transaksi. “Perubahan tarif ini berlaku untuk seluruh transaksi yang menjadi objek PPN,” kata surat tersebut.

Terpisah, Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa (AB) Irvan Susandy mengonfirmasi pengenaan PPN terhadap transaksi akan mulai dilakukan pada 2 Januari 2025.

“Kami telah mengluarkan surat kepada anggota bursa (AB) pada 24 Desember 2024 untuk menyesuaikan, mulai berlaku 2 Januari 2025,” kata Irvan.

Sebagai catatan, PPN dikenakan terhadap setiap transaksi efek yang dilakukan AB atau sekuritas, yang dibebankan kepada investor setiap transaksi. Dasar persentase penghitungan PPN adalah dari besaran jasa transaksi.

Sementara, dividen yang diterima investor merupakan objek pajak penghasilan (PPh), namun dikecualikan apabila diinvestasikan kembali, sebagaimana diatur juga dalam UU HPP Nomor 7 tahun 2021. (alf)

Daya Beli Masih Stabil, Dirut Sarinah Minta Pemerintah Beri Stimulus Khusus Sektor Ritel dan UMKM

IKPI, Jakarta: Manajemen PT Sarinah (Persero) menyatakan bahwa hingga saat ini belum terlihat dampak signifikan terhadap daya beli konsumen di pusat perbelanjaan mereka, meskipun ada pemberitaan terkait kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%.

Direktur Utama Sarinah, Fetty Kwartati, menjelaskan bahwa Sarinah memiliki keunggulan berupa produk-produk legendaris dan etnik yang membedakannya dengan pusat perbelanjaan lainnya. Hal ini, menurutnya, menjadi faktor utama yang menjaga stabilitas daya beli konsumen.

“Konsumen kami cenderung membeli produk berdasarkan kebutuhan, bukan hanya dorongan impulsif. Ini membuat daya beli relatif stabil,” ujar Fetty di Jakarta, Senin (30/12/2024).

Fetty juga menegaskan bahwa Sarinah belum berencana menaikkan harga produk. Namun, manajemen tetap memantau situasi pasar dan siap mengambil langkah strategis jika diperlukan demi menjaga daya saing.

Harapan kepada Pemerintah

Meskipun dampaknya belum terasa, Fetty mengakui bahwa kenaikan PPN akan memengaruhi biaya perolehan barang, yang pada akhirnya dapat berimbas pada harga jual produk. Oleh karena itu, ia berharap pemerintah dapat memberikan stimulus khusus kepada sektor ritel dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) untuk menjaga daya beli masyarakat.

“Stimulus ini penting agar industri ritel tetap mampu mendukung pertumbuhan ekonomi nasional,” tambahnya.

Dukungan untuk UMKM

Sarinah juga terus memberikan dukungan kepada mitra UMKM melalui program “Sarinah Pandu”. Program ini bertujuan membantu pelaku UMKM dalam meningkatkan efisiensi, khususnya dalam perhitungan biaya produksi (costing). Dengan demikian, UMKM diharapkan dapat menjaga harga jual produk tetap kompetitif meski PPN meningkat.

“Dengan pembinaan ini, kami ingin memastikan mitra UMKM tetap dapat bertahan dan berkembang meskipun ada tantangan dari sisi kebijakan fiskal,” tutup Fetty.

Pusat perbelanjaan Sarinah terus menunjukkan komitmen untuk mendukung produk lokal dan memberdayakan UMKM sebagai bagian dari upaya memajukan ekonomi nasional. (alf)

AHY: Presiden Prabowo Minta Kenaikan PPN 12% Tak Korbankan Kesejahteraan Rakyat

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Partai Demokrat sekaligus Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menginformasikan bahwa kenaikan PPN ini menjadi salah satu topik utama yang dibahas antara ketua umun Parpol dengan Presiden Prabowo Subianto di Jalan Kertanegara 4, Jakarta, Sabtu (28/12/2024) sore.

AHY menjelaskan, pada kesempatan itu Prabowo menegaskan bahwa pemerintah sedang berupaya memastikan kebijakan ini dapat diterima masyarakat dengan baik. Dalam situasi ekonomi global yang belum stabil, langkah ini diharapkan tidak memberatkan rakyat.

“Pemerintah yang jelas akan meyakinkan agar benar-benar masyarakat bisa mendapatkan yang terbaik dari pemerintah. Cuma ada hal yang perlu dijelaskan dengan baik karena mungkin selama ini juga ada hal yang belum terjelaskan dengan cukup (terkait kenaikkan PPN tersebut),” ujarnya.

Selain membahas PPN, pertemuan tersebut juga menjadi ajang para ketua partai politik untuk memberikan laporan terkini terkait situasi dalam negeri kepada Presiden Prabowo. Hal ini penting mengingat kepala negara baru saja kembali dari serangkaian kunjungan luar negeri.

“Jadi tentu kita saling update situasi terakhir. Presiden Prabowo sendiri kan belum lama baru kembali dari lawatan ke luar negeri. Jadi banyak hal yang dibahas,” kata AHY.

Namun demikian, kenaikan PPN menjadi 12% telah menjadi isu strategis yang memerlukan penjelasan mendalam kepada publik. Pemerintah berharap kebijakan ini dapat mendukung pembangunan nasional tanpa mengorbankan kesejahteraan rakyat. (alf)

Ekonom: Antisipasi Pemerintah Atasi Dampak Kenaikan PPN 12% Sudah Tepat

IKPI, Jakarta: Pemerintah telah resmi menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% mulai 1 Januari 2025. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara sekaligus menjaga prinsip keadilan dan semangat gotong royong. Namun, langkah ini menimbulkan kekhawatiran terkait potensi kenaikan biaya produksi yang dapat memengaruhi harga barang di pasar dan daya beli masyarakat.

Menanggapi kebijakan itu, Chief Economist Permata Bank Josua Pardede, mengungkapkan bahwa pemerintah telah mengantisipasi dampak kenaikan PPN dengan kebijakan strategis, khususnya terkait bahan pokok utama.

“Bahan pokok seperti beras, jagung, kedelai, dan hasil perikanan tetap bebas PPN. Ini untuk mencegah kenaikan biaya produksi di sektor yang bergantung pada bahan baku tersebut,” ujarnya kepada media baru-baru ini.

Selain itu, barang seperti tepung terigu, gula industri, dan minyak goreng tetap dikenakan PPN, tetapi bebannya ditanggung pemerintah. Hal ini memastikan harga bahan baku penting dalam industri makanan dan minuman tetap stabil di pasar.

Dikatakannya, pemerintah juga memberikan dukungan kepada pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). UMKM dengan omzet di bawah Rp4,8 miliar per tahun dibebaskan dari kewajiban memungut, menyetor, dan melaporkan PPN. “Ini membantu UMKM tetap kompetitif, terutama yang menjadi pemasok bahan baku lokal,” kata Pardede.

Ia juga menekankan bahwa mayoritas bahan baku di Indonesia berasal dari lokal, sehingga dampak kenaikan PPN lebih terasa pada sektor yang bergantung pada bahan baku impor, seperti manufaktur berteknologi tinggi. Namun, pemerintah telah memberikan fasilitas pembebasan PPN untuk mesin-mesin pabrik dan peralatan tertentu guna menjaga efisiensi biaya produksi.

Untuk mengatasi dampak lebih luas dari penyesuaian tarif PPN, pemerintah meluncurkan paket stimulus ekonomi yang menyasar enam sektor utama, yaitu rumah tangga, pekerja, UMKM, industri padat karya, mobil listrik dan hibrida, serta properti. Stimulus ini diharapkan dapat meredam potensi penurunan daya beli dan menjaga stabilitas ekonomi.

“Meski kenaikan PPN bisa memengaruhi biaya produksi, langkah antisipasi yang diterapkan pemerintah memberikan kepastian bahwa dampaknya akan tetap terkendali,” kata Pardede. (alf)

PMK 81/2024 Perjelas Tata Cara Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak 

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Sri Mulyani, melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024, tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan, khususnya di Bab IV, Bagian Kedua Tata Cara Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Pasal 60-70. Bagian ini memperkenalkan pembaruan tata cara pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Peraturan ini sekaligus untuk mempertegas kewajiban pelaporan usaha bagi pengusaha yang terlibat dalam aktivitas penyerahan atau ekspor barang dan jasa yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Tata Cara Pengukuhan PKP

1. Kewajiban Melaporkan Usaha

Pengusaha yang melakukan aktivitas sebagaimana dimaksud dalam UU PPN diwajibkan melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP.

Pengecualian diberikan kepada pengusaha kecil, kecuali mereka memilih untuk melaporkan usaha atau diwajibkan oleh peraturan.

2. Penggunaan Kantor Virtual

Pengusaha yang menggunakan kantor virtual harus memastikan kantor tersebut memenuhi syarat tertentu, seperti memiliki izin usaha dan menyediakan ruang fisik untuk aktivitas usaha.

Kantor virtual juga harus didukung dokumen kontrak yang sah dan izin resmi dari instansi terkait.

3. Prosedur dan Waktu Pengukuhan

Permohonan pengukuhan harus dilengkapi dokumen pendukung dan akan diperiksa oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP).

Keputusan terkait pengukuhan diterbitkan dalam waktu maksimal 10 hari kerja sejak dokumen dinyatakan lengkap.

4. Sanksi untuk Pelanggaran

Pengusaha yang tidak melaporkan usahanya untuk pengukuhan akan dikenai sanksi sesuai ketentuan dalam UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Penonaktifan akses pembuatan Faktur Pajak juga dapat dilakukan jika terdapat pelanggaran seperti penyalahgunaan hak sebagai PKP.

Permohonan dan Pencabutan Pengukuhan PKP

Pengusaha dapat mengajukan pencabutan pengukuhan apabila tidak lagi memenuhi kriteria sebagai PKP. Permohonan ini harus dilengkapi dokumen pendukung dan akan ditinjau melalui pemeriksaan administrasi. Jika disetujui, pencabutan dilakukan dalam waktu maksimal enam bulan.

Penegasan Kewajiban Perpajakan

Dalam aturan tersebut ditegaskan, bahwa penghapusan atau pencabutan status PKP tidak menghilangkan kewajiban perpajakan yang telah ada sebelumnya. Hal ini mencakup kewajiban pembayaran dan pelaporan pajak yang berlaku lima tahun ke belakang.

Aturan ini diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak serta mendukung transparansi dan efisiensi administrasi perpajakan di Indonesia. (alf)

KAI Tegaskan Tiket Kereta Api Tak Terpengaruh Kenaikan PPN 12%

IKPI, Jakarta: PT Kereta Api Indonesia (KAI) Persero memastikan tiket perjalanan kereta api tidak akan terdampak oleh kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang mulai berlaku pada 1 Januari 2025. Hal ini disampaikan oleh Manager Humas KAI Daop 1 Jakarta, Ixfan Hendriwintoko, dalam keterangan tertulisnya yang diterima, Minggu (29/12/2024).

“Kenaikan PPN ini juga bagian dari upaya agar subsidi untuk masyarakat bisa lebih tepat sasaran dan merata. Namun untuk tiket kereta api, masyarakat tidak perlu khawatir, tiket kereta api tidak dikenakan PPN 12%,” ujar Ixfan.

Angka Penumpang Tinggi di Periode Nataru

Ixfan juga melaporkan tingginya minat masyarakat menggunakan kereta api selama libur Natal dan Tahun Baru 2025. Pada periode 19 Desember 2024 hingga 5 Januari 2025, KAI Daop 1 Jakarta telah memberangkatkan lebih dari 588 ribu penumpang. Hingga Sabtu (28/12/2024), jumlah penumpang yang diberangkatkan mencapai 645.895 orang, terdiri dari 537.191 penumpang kereta api jarak jauh (KAJJ) dan 72.704 penumpang kereta api lokal.

KAI menyediakan total 296.369 tempat duduk selama periode Nataru, dengan rincian 285.234 tempat duduk untuk KAJJ dan 11.135 tempat duduk untuk KA lokal. Ketersediaan kursi masih dinamis karena penjualan tiket masih berlangsung.

Untuk kemudahan informasi, calon penumpang dapat mengakses layanan resmi KAI melalui laman resmi atau call center 08111-2111-121. Selain itu, KAI terus berupaya meningkatkan fasilitas di stasiun maupun rangkaian kereta untuk memastikan kenyamanan dan keamanan penumpang.

“KAI terus meningkatkan fasilitas sarana maupun prasarana di stasiun ataupun di rangkaian kereta api agar penumpang merasa nyaman saat menunggu di stasiun atau dalam perjalanan,” kata Ixfan.

Dengan langkah-langkah tersebut, KAI berharap dapat memberikan pengalaman perjalanan yang aman, nyaman, dan memuaskan selama musim libur Natal dan Tahun Baru. (alf)

Asosiasi UMKM Sebut Kenaikkan PPN 12% Beban Baru Pelaku Usaha

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumandiri), Hermawati Setyorinny menilai kebijakan menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 menjadi 12% pada Januari 2025, akan menjadi beban tambahan bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

“Sekarang ini UMKM seperti dipukul kiri, kanan, atas, bawah. Apalagi dengan kondisi PPN 12%,” ujar Hermawati, baru-baru ini.

Menurutnya, kenaikan PPN akan memengaruhi biaya produksi yang berujung pada kenaikan harga jual. Hal ini dikhawatirkan dapat menurunkan daya beli masyarakat, mengancam omset UMKM, dan memperburuk kondisi usaha kecil yang telah tertekan oleh berbagai tantangan ekonomi.

Selain itu, pelaku UMKM juga dihadapkan pada pungutan lain seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), pajak restoran, hingga pajak hiburan, yang semakin memperberat beban mereka.

Namun demikian, sebagai kompensasi atas kenaikan PPN, pemerintah memberikan beberapa insentif. Salah satunya adalah perpanjangan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final 0,5% hingga tahun 2025, serta pembebasan PPh bagi UMKM dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun.

Namun, Hermawati menganggap langkah tersebut tidak cukup signifikan untuk meringankan dampak kenaikan PPN.

Sebelumnya, pernyataan senada juga disampaikan Direktur Kebijakan Publik Celios, Media Wahyudi Askar. Ia menilai pemerintah gagal memperhitungkan efek pengganda (multiplier effect) dari kebijakan ini.

“Kenaikan PPN akan memicu gejolak harga barang yang lebih besar dibandingkan persentase kenaikannya. Klaim pemerintah bahwa harga tidak akan naik signifikan jelas keliru,” ujarnya.

Menurut Askar, kenaikan PPN berdampak langsung pada komponen biaya dalam rantai pasok dan produksi. Hal ini membuat harga barang akhir hampir pasti lebih mahal, yang akan semakin menekan daya beli masyarakat.

Kenaikan PPN ini dinilai dapat memperlambat pertumbuhan sektor UMKM, yang merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia. Hermawati mendesak pemerintah untuk mengevaluasi kembali kebijakan ini dan lebih mendukung pelaku UMKM agar tetap mampu bertahan di tengah tantangan ekonomi yang semakin berat.

Sementara itu, pelaku usaha berharap adanya dialog terbuka dengan pemerintah untuk mencari solusi yang lebih adil dan berimbang, sehingga sektor UMKM dapat terus berkembang dan berkontribusi terhadap pemulihan ekonomi nasional. (alf)

BI: Transaksi QRIS hingga Rp500 Ribu di Merchant Usaha Mikro Tak Kena PPN

IKPI, Jakarta: Bank Indonesia (BI) resmi memberlakukan kebijakan MDR QRIS 0% mulai 1 Desember 2024 untuk transaksi hingga Rp500.000 di merchant Usaha Mikro (UMI). Dengan kebijakan ini, PPN atas transaksi menggunakan QRIS tersebut menjadi Rp0 (nol Rupiah). Langkah ini diambil untuk meringankan beban pelaku Usaha Mikro (UMI) serta mendorong penggunaan transaksi digital.

“Dengan kebijakan ini, pelaku Usaha Mikro tidak mendapat tambahan beban, dan masyarakat bisa tetap menggunakan QRIS dengan nyaman,” ujar BI dalam keterangan resminya dikutip, Minggu (29/12/2024).

BI juga menjelaskan bahwa PPN atas transaksi non-tunai seperti QRIS hanya dikenakan pada biaya layanan (service fee) oleh penyedia jasa pembayaran kepada merchant, bukan kepada konsumen. Kebijakan ini tetap berlaku meskipun tarif PPN naik menjadi 12%.

Dengan kebijakan ini, diharapkan pelaku Usaha Mikro dapat tetap beroperasi tanpa beban tambahan, sementara pemerintah terus memantau dampak kenaikan PPN terhadap daya beli dan stabilitas ekonomi nasional.

Meski demikian, pemerintah juga mengumumkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% yang akan berlaku mulai 1 Januari 2025. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menyatakan bahwa dampak kenaikan ini terhadap inflasi diperkirakan rendah, hanya sekitar 0,2%.

Menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, inflasi saat ini berada di angka 1,6%, jauh di bawah target APBN 2025 sebesar 1,5%-3,5%. Dwi menegaskan bahwa kenaikan PPN tidak akan secara signifikan memengaruhi daya beli masyarakat.

“Berkaca pada kenaikan PPN dari 10% ke 11% pada tahun 2022, dampaknya terhadap inflasi dan daya beli sangat minimal,” kata Dwi. (alf)

id_ID