DJP Sebut 3.794 Wajib Pajak Minta Keringanan Angsuran PPh 25, Didominasi Sektor Perdagangan

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat sebanyak 3.794 wajib pajak mengajukan permohonan pengurangan angsuran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 sepanjang tahun 2024. Angka tersebut mencerminkan meningkatnya kesadaran sekaligus tantangan yang dihadapi pelaku usaha dalam menjaga arus kas di tengah dinamika ekonomi.

“Pada tahun 2024, sebanyak 3.794 wajib pajak mengajukan permohonan pengurangan PPh Pasal 25,” ungkap Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP, Dwi Astuti dalam pernyataan tertulis, Kamis (15/5/2025).

Dwi menjelaskan, mayoritas pengajuan datang dari pelaku usaha di sektor perdagangan besar dan eceran. Meski demikian, DJP belum merilis data pembanding terhadap jumlah pengajuan pada tahun-tahun sebelumnya.

“Data terkait perbandingan dengan tahun 2023 masih dikoordinasikan dengan direktorat terkait,” ujarnya.

Pengurangan angsuran PPh 25 ini merujuk pada ketentuan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-537/PJ/2000. Wajib pajak dapat mengajukan permohonan jika perkiraan PPh terutang tahun berjalan ternyata kurang dari 75% dari tahun sebelumnya, termasuk karena mengalami kerugian atau pendapatan yang tidak menentu.

DJP pun telah mempermudah proses pengajuan lewat digitalisasi layanan. Wajib pajak kini bisa mengajukan permohonan melalui Portal Wajib Pajak dengan alur yang relatif sederhana, mulai dari login, memilih layanan “Pengurangan Angsuran PPh Pasal 25”, hingga menerima dokumen Bukti Penerimaan Elektronik (BPE) secara otomatis.

Jika permohonan disetujui, DJP akan menerbitkan surat keputusan resmi terkait pengurangan angsuran. Namun jika ditolak, wajib pajak akan menerima pemberitahuan melalui portal yang sama.

Kebijakan ini menjadi angin segar bagi dunia usaha, khususnya sektor yang terdampak fluktuasi pendapatan, untuk menjaga likuiditas dan keberlangsungan operasional di tengah ketidakpastian ekonomi. (alf)

 

Wamenkeu Tegaskan Penerimaan Pajak April 2025 Tetap Tumbuh Positif

IKPI, Jakarta: Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu), Anggito Abimanyu, menegaskan bahwa penerimaan pajak sepanjang April 2025 tetap mencatatkan pertumbuhan positif. Pernyataan ini disampaikannya di tengah sorotan terhadap capaian fiskal dan dinamika ekonomi nasional.

“Angkanya tidak seburuk yang dibayangkan. Saya sudah sampaikan tadi, Januari, Maret, April itu positif semuanya,” ujar Anggito di Jakarta, Rabu (14/5/2025).

Meski belum menyebutkan angka pastinya, Anggito menekankan bahwa tren penerimaan pajak bulan April menunjukkan perbaikan yang lebih baik dibandingkan bulan sebelumnya.

Ia menyebut, data resmi akan diumumkan pada 15 Mei, setelah seluruh laporan lengkap dihimpun.

“Nanti ALKO-nya (Asset and Liability Committee) akan segera kita lakukan. Karena kan tanggal 15 Mei itu baru data April terkumpul semuanya. Tapi kondisinya lebih baik daripada bulan Maret,” jelasnya.

Pernyataan Anggito menjadi angin segar di tengah keprihatinan atas capaian penerimaan pajak dan rasio pajak nasional. Ia menyiratkan bahwa meskipun tantangan ekonomi masih ada, kinerja penerimaan negara tetap menunjukkan ketahanan dan arah pemulihan.

Sebelumnya, Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, menyampaikan kekhawatiran atas turunnya realisasi penerimaan pajak per April 2025 dan stagnasi rasio pajak.

Namun demikian, pemerintah meyakini bahwa langkah-langkah perbaikan struktural, termasuk penguatan basis data dan akses informasi perpajakan, akan berdampak positif dalam jangka menengah. (alf)

 

 

Presiden Prabowo Tunjuk Anggota Kehormatan IKPI Jadi Penasihat Khusus

IKPI, Jakarta: Presiden Prabowo Subianto resmi mengangkat Anggota Kehormatan Ikatan Klnsultan Pajak Indonesia (IKPI) Hadi Poernomo sebagai Penasihat Khusus Bidang Penerimaan Negara melalui Keputusan Presiden Nomor 45 Tahun 2025. Penunjukan tokoh senior perpajakan nasional ini mempertegas komitmen pemerintah dalam menggenjot rasio penerimaan negara hingga 23 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), sebagaimana tertuang dalam Perpres RPJMN 2025-2029.

Hadi Poernomo bukan sosok baru dalam dunia perpajakan. Ia dikenal luas sebagai reformis ulung yang menakhodai agenda Reformasi Perpajakan Jilid II (2002–2008) saat menjabat Direktur Jenderal Pajak (2001–2006). Dalam 100 hari pertama kepemimpinannya, Hadi merumuskan Garis Besar Haluan Perpajakan (GBHP) yang menjadi fondasi kebijakan fiskal hingga kini.

 

Tiga terobosan besar Hadi di era tersebut kini terbukti visioner: pengampunan pajak yang terlaksana lewat Tax Amnesty (2016) dan PPS (2022); akses informasi keuangan untuk perpajakan yang tertuang dalam UU No. 9/2017; serta sistem perpajakan berbasis online melalui pengembangan SI DJP yang menjadi cikal bakal sistem Coretax.

Tak berhenti di situ, Hadi juga mencetuskan gagasan ambisius single identity number (SIN) yang mengintegrasikan data ekonomi warga negara. Konsep ini kini direalisasikan lewat pemadanan NIK-NPWP.

Dalam kiprah pasca-birokrasi, Hadi tetap konsisten menyuarakan ide-ide pembaruan fiskal, termasuk Sistem Monitoring Self-Assessment—atau yang ia juluki “CCTV Penerimaan Negara”. Sistem ini diyakini mampu menguji keakuratan SPT dan meningkatkan rasio pajak tanpa harus menaikkan tarif PPN.

“Satu persen dari PDB kita setara Rp250 triliun. Dengan sistem ini, kita bisa tingkatkan rasio pajak tanpa membebani rakyat,” ujar Hadi dikutip, Kamis (15/5/2025).

Sebagai penerima Bintang Mahaputra Utama dan mantan Ketua BPK (2009–2014), rekam jejak Hadi menjanjikan peran strategis dalam pembentukan Badan Penerimaan Negara lembaga baru yang menjadi salah satu pilar agenda reformasi fiskal Presiden Prabowo.

Langkah Presiden Prabowo menunjuk Hadi Poernomo dinilai sebagai sinyal kuat bahwa pembenahan sistem perpajakan dan peningkatan penerimaan negara akan dijalankan secara serius dan berbasis data. (alf)

 

 

 

IKPI Gelar Sayembara Desain Logo HUT ke-60

IKPI, Jakarta: Dalam rangka menyambut Hari Ulang Tahun (HUT) ke-60 Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld, mengumumkan peluncuran Sayembara Desain Logo HUT IKPI ke-60. Kompetisi ini terbuka bagi seluruh anggota IKPI dan karyawan internal.

“Momentum 60 tahun IKPI ini adalah tonggak bersejarah yang ingin kita rayakan bersama, salah satunya dengan mengajak partisipasi aktif anggota dalam bentuk kreativitas melalui desain logo,” ujar Vaudy, Rabu (14/5/2025).

Sayembara ini menawarkan total hadiah sebesar Rp 5.000.000 lengkap dengan sertifikat penghargaan. Rinciannya, pemenang utama akan mendapatkan Rp 3.500.000, sedangkan satu finalis lainnya akan memperoleh Rp 1.500.000. Panitia mengingatkan bahwa pajak hadiah ditanggung oleh pemenang.

Jadwal pelaksanaan sayembara:

• 2 Juni 2025: Batas akhir pengumpulan karya

• 6 Juni 2025: Proses penjurian

• 13 Juni 2025: Pengumuman pemenang

Pendaftaran dan pengumpulan desain dilakukan secara daring melalui tautan resmi:https://bit.ly/daftarsayembaralogo60th-IKPI. Pemenang akan dihubungi langsung oleh panitia penyelenggara.

Dengan mengusung semangat kolaboratif dan kreativitas, IKPI berharap logo yang terpilih mampu merepresentasikan semangat dan perjalanan panjang organisasi dalam mendampingi profesi konsultan pajak di Indonesia. (bl)

Kanwil DJP Jatim I Umumkan Tersangka Pembuat Faktur Pajak Fiktif

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Timur (Jatim) I bersama Kejaksaan Tinggi Jawa Timur resmi mengumumkan bahwa berkas perkara tindak pidana perpajakan atas nama tersangka B, Direktur PT SBI, telah dinyatakan lengkap atau P21. Perkara ini pun segera dilimpahkan ke pengadilan untuk proses penuntutan.

Tersangka B diduga kuat telah melakukan sejumlah pelanggaran perpajakan selama periode 2013 hingga 2015. Modus yang digunakan antara lain menerbitkan faktur pajak fiktif, menyampaikan laporan pajak yang tidak akurat, serta menahan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang seharusnya disetor ke kas negara.

“Penyidikan menyimpulkan bahwa perbuatan tersangka menyebabkan kerugian negara sebesar Rp890 juta,” ujar Kepala Kanwil DJP Jawa Timur I, Sigit Danang Joyo, dalam konferensi pers yang digelar Rabu (14/5/2025).

Berkas perkara ini telah diserahkan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) DJP kepada Kejati Jatim pada akhir April 2025. Setelah dilakukan evaluasi dan koordinasi intensif antarinstansi, kejaksaan menyatakan bahwa seluruh unsur pidana telah terpenuhi untuk diajukan ke meja hijau.

Sigit menegaskan bahwa penyelesaian kasus ini merupakan bukti konkret sinergi antara DJP dan aparat penegak hukum dalam menegakkan hukum perpajakan. “Kami tidak akan mentolerir pelanggaran yang merugikan negara dan mencederai rasa keadilan wajib pajak lain yang taat,” tegasnya.

Ia juga menambahkan bahwa proses hukum merupakan jalan terakhir setelah pendekatan persuasif dan administratif tidak berhasil. Diharapkan, penindakan ini dapat memberikan efek jera bagi pelaku usaha lain yang mencoba menghindar dari kewajiban pajaknya.

DJP terus mendorong peningkatan pengawasan dan penindakan terhadap praktik-praktik ilegal di bidang perpajakan. Upaya ini dilakukan untuk memperkuat integritas sistem perpajakan nasional agar lebih transparan, adil, dan berkelanjutan. (alf)

PMK 81/2024: Wajib Pajak Bank dan Emiten Wajib Hitung Ulang Pajak Setiap Triwulan

IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Kementerian Keuangan kembali melakukan penyesuaian signifikan terhadap sistem perpajakan dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024. Salah satu sorotan utama dalam beleid ini adalah perubahan penghitungan Angsuran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25, khususnya bagi Wajib Pajak bank dan perusahaan yang telah melantai di bursa.

Pasal 227 PMK ini menetapkan bahwa dasar penghitungan angsuran PPh Pasal 25 untuk bank kini mengacu langsung pada laporan keuangan yang disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang mencakup laporan posisi keuangan dan laba rugi sejak awal tahun hingga masa pajak berjalan. Ini berarti, penghitungan dilakukan lebih real-time dan akurat mencerminkan kondisi keuangan terkini.

“Dengan mengacu langsung pada laporan keuangan triwulanan, pemerintah mendorong transparansi dan akuntabilitas perpajakan di sektor perbankan,” bunyi aturan tersebut.

Adapun angsuran yang dihitung mengacu pada tarif Pasal 17 Undang-Undang PPh atas penghasilan neto, setelah dikurangi pajak-pajak yang telah dipotong atau dipungut (Pasal 22) serta angsuran PPh Pasal 25 sebelumnya. Penghasilan dari luar negeri dan penghasilan yang sudah dikenakan pajak final atau bukan objek pajak dikecualikan dari perhitungan.

Sementara itu, Pasal 228 mengatur hal serupa untuk Wajib Pajak lainnya dan emiten non-bank. Penghitungan dilakukan berdasarkan laporan keuangan triwulanan yang diserahkan ke bursa dan/atau OJK.

Menariknya, angsuran yang dihitung akan berlaku untuk tiga masa pajak berikutnya, sehingga perusahaan perlu proaktif memperbarui pelaporan secara berkala agar tidak salah perhitungan.

Langkah ini dinilai sebagai bagian dari strategi pemerintah dalam memperkuat basis penerimaan pajak dengan tetap menjaga kepatuhan dan efisiensi administrasi bagi pelaku usaha. (alf)

 

 

 

Penerimaan Pajak di Sulselbartra Alami Kontraksi 7,9 Persen

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan untuk wilayah Sulawesi Selatan, Barat, dan Tenggara (Sulselbartra) mencatatkan penerimaan pajak sebesar Rp2,6 triliun selama triwulan pertama tahun 2025. Angka ini setara dengan 13,91 persen dari target tahunan yang ditetapkan sebesar Rp18,91 triliun.

Kepala Kanwil DJP Sulselbartra, Heri Kuswanto, dalam keterangan pers yang diterima Rabu (14/5/2025), mengungkapkan bahwa capaian tersebut menunjukkan penurunan 7,9 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, di mana penerimaan mencapai Rp3,5 triliun.

“Realisasi pajak pada triwulan I ini sedikit menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, tren peningkatan biasanya terjadi di paruh kedua tahun, dan kami tetap optimistis target tahun ini bisa tercapai,” ujar Heri.

Secara rinci, Provinsi Sulawesi Selatan menjadi kontributor utama dengan penerimaan Rp2,03 triliun dari target tahunan Rp13,27 triliun, atau baru mencapai sekitar 15,3 persen. Namun demikian, capaian ini masih lebih rendah 6,6 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Sementara itu, Sulawesi Barat menyumbang Rp94,51 miliar atau 9,07 persen dari target Rp1,04 triliun. Provinsi Sulawesi Tenggara menyusul dengan penerimaan sebesar Rp489 miliar, atau 10,65 persen dari target Rp4,59 triliun.

Untuk komposisi penerimaan di Sulsel, mayoritas berasal dari Pajak Penghasilan (PPh) yang mencapai Rp936 miliar dari target Rp6,26 triliun. Kemudian, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) tercatat sebesar Rp891 miliar dari target Rp6,93 triliun.

Sementara itu, sektor Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk kegiatan kehutanan, pertambangan, serta panas bumi (PBB P5L) hanya terealisasi Rp9,31 miliar dari target Rp67,89 miliar. Pajak lainnya menyumbang Rp202 miliar dari target sebesar Rp7,72 miliar.

Heri menegaskan bahwa meskipun awal tahun menunjukkan perlambatan, pihaknya tetap akan menggencarkan edukasi dan pengawasan kepatuhan pajak untuk mengejar target yang telah ditetapkan.

“Kami akan mengintensifkan sinergi dengan pemerintah daerah dan pelaku usaha untuk mendorong peningkatan kepatuhan wajib pajak. Ini bagian dari upaya menjaga momentum pemulihan ekonomi daerah,” kata Heri. (alf)

 

Mau PPN Kendaraan Listrik Ditanggung Pemerintah? Pengusaha Wajib Buat Faktur Pajak Terpisah

IKPI, Jakarta: Pemerintah terus menunjukkan komitmennya dalam mendorong penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik (KBL) berbasis baterai melalui kebijakan insentif perpajakan terbaru. Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 12 Tahun 2025, Pasal 7 secara tegas mengatur mekanisme pelaporan dan penerbitan Faktur Pajak bagi pengusaha yang menjual mobil dan bus listrik tertentu.

Salah satu poin penting dalam regulasi ini adalah bahwa Pengusaha Kena Pajak (PKP) wajib menerbitkan dua Faktur Pajak untuk setiap transaksi penjualan kendaraan listrik tertentu yang mendapat fasilitas PPN Ditanggung Pemerintah (DTP).

“Untuk setiap penyerahan kendaraan listrik roda empat tertentu, PKP wajib menerbitkan Faktur Pajak dengan kode transaksi 01 dan 07, masing-masing mencerminkan bagian harga jual yang tidak dan yang mendapat fasilitas PPN DTP sebesar 10%,” tulis PMK tersebut.

PMK ini menetapkan bahwa penyerahan kendaraan listrik roda empat dan bus listrik tertentu harus dipisahkan dari faktur kendaraan bermotor lainnya. Sebanyak 10/12 dari harga jual kendaraan listrik roda empat tertentu bisa mendapatkan PPN DTP 10%, sementara sisanya dikenakan PPN biasa.

Untuk bus listrik tertentu, 5/12 dari harga jual mendapatkan PPN DTP sebesar 5%, dan sisanya tetap dikenai PPN normal.

Kode Transaksi Disesuaikan dengan Jenis Pembeli

Selain itu, aturan ini juga mengatur penggunaan kode transaksi faktur tergantung siapa pembelinya:

  • Kode 02 untuk instansi pemerintah,
  • Kode 03 untuk pemungut PPN non-pemerintah,
  • Kode 04 jika menggunakan dasar pengenaan pajak berupa nilai lain (misalnya harga pasar, bukan harga jual). (alf)

 

Bebas Ribet, Pengajuan Pembebasan PKB untuk Perwakilan Asing Kini Bisa Dilakukan Online

IKPI, Jakarta: Perwakilan diplomatik dan organisasi internasional yang bertugas di Indonesia kini bisa bernapas lega. Proses pengajuan pembebasan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) yang sebelumnya harus dilakukan secara manual kini telah bertransformasi secara digital. Inovasi ini diluncurkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) untuk memangkas birokrasi sekaligus meningkatkan transparansi.

Langkah ini memberikan kemudahan signifikan bagi perwakilan negara asing yang memanfaatkan kendaraan untuk keperluan diplomatik. Tidak perlu lagi membawa setumpuk dokumen ke kantor pajak, karena seluruh proses kini cukup dilakukan melalui laman https://bapenda.jakarta.go.id/digital.

Untuk mengajukan permohonan, pemohon perlu menyiapkan sejumlah dokumen penting dalam format digital, antara lain:

  • Surat permohonan resmi dari instansi atau kedutaan
  • Lampiran surat permohonan
  • Rekomendasi dari Bapenda dan Polda

Semua dokumen wajib diunggah dalam format PDF, PNG, JPG, atau JPE, dan tidak boleh melebihi ukuran 2MB per file.

Tak hanya dokumen, pemohon juga diminta mengisi data identitas dan data kendaraan secara lengkap. Detail seperti nama wajib pajak, jabatan, asal negara, serta spesifikasi kendaraan (merek, tipe, nomor polisi, dan nomor mesin) menjadi bagian penting dari formulir digital tersebut.

Bapenda menegaskan bahwa kelengkapan dan ketepatan data sangat menentukan kelancaran proses. Sistem akan otomatis menolak permohonan yang mengandung kesalahan atau kekurangan dokumen.

“Penting untuk selalu memeriksa kembali data yang dimasukkan agar tidak terjadi kesalahan yang dapat menghambat proses,” tulis Bapenda di laman resminya.

Langkah-langkah Pengajuan yang Mudah

Bapenda Jakarta merancang sistem ini agar intuitif dan mudah diakses siapa saja, bahkan dari luar negeri sekalipun. Berikut ini tahapan yang perlu dilakukan:

  1. Akses situs resmi di bapenda.jakarta.go.id/digital
  2. Login ke akun yang sudah terdaftar
  3. Pilih menu “Input Permohonan” lalu klik “Pembebasan Pajak Kendaraan”
  4. Pilih jenis permohonan “Pembebasan Pajak Kendaraan Baru”
  5. Unggah dokumen pendukung sesuai format dan ketentuan
  6. Isi data pemohon dan kendaraan
  7. Klik “Simpan” untuk mengirimkan permohonan
  8. Pantau status permohonan melalui menu “Daftar Permohonan”

Pemohon dapat memantau prosesnya secara real-time, mulai dari verifikasi dokumen hingga persetujuan akhir, tanpa perlu repot bertanya ke kantor pajak.

Transformasi digital ini menandai komitmen Pemprov DKI Jakarta dalam mendorong pelayanan publik berbasis teknologi. Tak hanya mendukung efisiensi kerja, langkah ini juga menjadi bagian dari upaya diplomasi yang lebih ramah dan modern. (alf)

 

Coretax Siap Gantikan DJPOnline, Dirjen Pajak Targetkan Rampung Juli 2025

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tengah melakukan penyempurnaan besar-besaran terhadap sistem administrasi perpajakannya melalui pengembangan Coretax Administration System. Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo, menyatakan bahwa sistem ini ditargetkan rampung sebelum akhir Juli 2025 dan siap digunakan oleh Wajib Pajak untuk pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan mulai tahun 2026.

Coretax dirancang untuk menggantikan sistem lama, DJPOnline, dengan berbagai pembaruan signifikan yang bertujuan meningkatkan akurasi data, efisiensi layanan, dan kemudahan bagi pengguna. Seiring dengan itu, DJP juga mengimbau para Wajib Pajak agar mulai memahami perbedaan mendasar antara layanan pelaporan SPT di Coretax dan DJPOnline.

Perbedaan Fundamental Coretax dan DJPOnline

DJP memetakan sejumlah perbedaan penting yang akan ditemui Wajib Pajak saat menggunakan Coretax, di antaranya:

  1. Perhitungan PPh Pasal 25 Lebih Luas
    Coretax memungkinkan perhitungan PPh Pasal 25 dilakukan berdasarkan laporan keuangan yang telah disampaikan ke otoritas terkait. Fitur ini tersedia untuk berbagai entitas seperti bursa, BUMN/BUMD, dan bank.
  2. Pelaporan SPOP Terintegrasi
    Pengajuan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) untuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dilakukan melalui sistem digital, dengan fleksibilitas menyesuaikan sektor atau sub-sektor sesuai kebutuhan Wajib Pajak.
  3. Pelaporan PPN oleh Non-PKP
    Sistem baru mendukung pelaporan PPN oleh pelaku usaha non-PKP dan PKP, termasuk pemungut PPN dalam transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).
  4. Restitusi Pajak Otomatis
    Informasi kompensasi kelebihan pembayaran pajak kini terintegrasi dan otomatis muncul dalam sistem, memudahkan proses restitusi.
  5. Perhitungan PPh Pasal 21 Lebih Praktis
    Tarif efektif digunakan untuk menyederhanakan penghitungan PPh Pasal 21, terutama untuk pegawai tetap.
  6. Fungsi Cabang Usaha Dipertegas
    Cabang usaha dapat menerbitkan bukti potong, namun pelaporan dan pembayaran hanya dilakukan oleh kantor pusat perusahaan.
  7. Integrasi Data Pegawai
    Bukti pemotongan bulanan PPh 21 kini otomatis terhubung dengan bukti potong tahunan A1 atau A2 untuk pegawai tetap.
  8. Unifikasi PPh dan e-Bupot Terintegrasi
    Pelaporan SPT Masa PPh dalam bentuk unifikasi kini terintegrasi dengan sistem e-Bupot, termasuk untuk PPh yang ditanggung pemerintah.
  9. Sistem yang Sama untuk Pemerintah dan Swasta
    Instansi pemerintah maupun sektor non-pemerintah menggunakan aplikasi pelaporan unifikasi yang sama.
  10. Kode Billing dari Menu SPT
    Pembayaran kurang bayar dapat langsung dilakukan melalui menu SPT yang tersedia di sistem.
  11. Pelaporan Tahunan Dimulai dari Induk SPT
    Pengisian SPT dimulai dengan formulir induk, dilanjutkan ke lampiran yang relevan berdasarkan kondisi spesifik Wajib Pajak.
  12. Pemanfaatan Bukti Potong Otomatis
    Bukti potong dari pihak pemotong dapat langsung terisi dalam pelaporan SPT tanpa perlu entri manual.
  13. Akses Bukti Potong oleh Anggota Keluarga
    Sistem menyediakan bukti potong untuk seluruh anggota dalam Data Unit Keluarga (DUK), termasuk tanggungan.
  14. Fasilitas Pencatatan bagi UMKM
    Menu pencatatan sederhana tersedia bagi pelaku UMKM, untuk memudahkan pembukuan usaha mereka.

Transformasi Digital Perpajakan

Langkah DJP mengembangkan Coretax merupakan bagian dari strategi besar modernisasi perpajakan nasional. Dengan sistem ini, pemerintah berharap dapat meningkatkan kepatuhan sukarela dan memperluas basis pajak melalui kemudahan akses layanan.

Suryo menegaskan bahwa perubahan ini tidak hanya menyangkut teknologi, tetapi juga tata kelola dan budaya pelayanan. Oleh karena itu, edukasi kepada Wajib Pajak akan terus dilakukan agar transisi ke sistem baru berjalan lancar dan optimal. (alf)

id_ID