Pemerintah Beri Insentif Pajak Mobil Hybrid, Dorong Pertumbuhan Industri Otomotif

IKPI, Jakarta: Pemerintah semakin serius dalam mendukung pertumbuhan industri otomotif nasional, khususnya di segmen kendaraan ramah lingkungan. Salah satu langkah strategis yang diambil adalah pemberian insentif pajak ditanggung pemerintah (DTP) untuk mobil hybrid. Kebijakan ini diharapkan dapat menggairahkan kembali pasar otomotif yang mengalami perlambatan dalam beberapa tahun terakhir.

Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan bahwa industri otomotif memiliki peran penting dalam perekonomian nasional. “Kami memberikan apresiasi atas penyelenggaraan International Motor Show (IIMS) karena terbukti menunjukkan tren yang positif dan telah turut membantu upaya pemerintah untuk menggairahkan industri otomotif nasional,” kata Agus saat membuka IIMS 2025 di Jakarta, Jumat (14/2/2025).

Stimulus Pajak untuk Dorong Minat Konsumen

Pemerintah menyadari pentingnya langkah konkret untuk mendukung industri otomotif, terutama di tengah tantangan ekonomi dan penurunan daya beli masyarakat. Salah satu terobosan yang telah diambil adalah pemberian insentif Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) DTP untuk mobil hybrid.

“Alhamdulillah, akhirnya pemerintah memutuskan untuk memberikan insentif mobil hybrid. Jadi, tentu saya berharap atas kegiatan IIMS tahun ini, akan mampu menggairahkan kembali minat calon konsumen untuk belanja otomotif,” ujar Agus.

Langkah ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam transisi menuju energi hijau dan pengurangan emisi karbon. Selain itu, insentif ini diharapkan dapat meningkatkan daya beli masyarakat terhadap kendaraan hybrid, yang selama ini masih tergolong mahal dibandingkan kendaraan berbahan bakar konvensional.

Penjualan Mobil Turun, Industri Butuh Dorongan

Berdasarkan laporan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan mobil secara wholesales (produsen ke dealer) pada Januari 2025 mengalami penurunan 11,3 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Sepanjang tahun 2024, penjualan wholesales hanya mencapai 866.000 unit, turun 13,9 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Agus menilai kondisi ini membutuhkan solusi bersama dari seluruh pemangku kepentingan. “Tentu dengan kondisi market yang sedang lesu ini, kita semua stakeholders termasuk pemerintah perlu mencari terobosan-terobosan agar konsumen kembali bisa atau memiliki minat untuk belanja otomotif,” paparnya.

Gelaran IIMS 2024 sendiri mencatatkan pencapaian luar biasa dengan total penjualan 19.200 unit dan transaksi sebesar Rp6,7 triliun. “Ini merupakan lompatan signifikan sebesar 54,5 persen dibandingkan tahun sebelumnya pada IIMS 2023,” ungkap Agus.

Tidak hanya dari sisi transaksi, jumlah pengunjung IIMS 2024 juga mencapai lebih dari 560 ribu orang. Dengan tingginya animo masyarakat, pemerintah optimistis bahwa sektor otomotif masih memiliki potensi besar untuk bangkit. “Dengan antusiasme yang semakin berkembang, saya yakin pencapaian ini akan terulang, bahkan semakin meningkat pada IIMS 2025, dengan kehadiran 36 brand kendaraan dan 149 perusahaan industri otomotif yang berpartisipasi,” tambahnya.

Dampak Besar bagi Perekonomian Nasional

Agus menjelaskan bahwa industri otomotif memiliki dampak luas terhadap perekonomian nasional melalui dua aspek, yaitu backward linkage dan forward linkage. “Karena di dalam sektor ini ada yang kita sebut dengan backward linkage dan juga forward linkage, yang pada gilirannya bisa memperkuat atau bisa memperlemah ekonomi nasional,” jelasnya.

Berdasarkan perhitungan, penurunan penjualan mobil pada tahun 2024 berdampak pada backward linkage sebesar Rp5,4 triliun dan forward linkage sebesar Rp4,6 triliun. “Tentu secara umum, ke depan perekonomian, termasuk industri manufaktur ini telah dan akan dihadapkan pada kondisi atau challenge yang sangat unik dan berat,” kata Agus.

Selain faktor domestik, industri otomotif nasional juga menghadapi tantangan eksternal, seperti dinamika geopolitik global. Agus menyoroti pengaruh situasi politik di Amerika Serikat (AS) terhadap ekonomi dunia, termasuk industri dalam negeri. “Ini harus terus-menerus kita ikuti, tentu akan memengaruhi industri dalam negeri dan pada gilirannya juga akan memengaruhi perekonomian nasional,” lanjutnya.

Dalam menghadapi tantangan ekonomi dan geopolitik, pemerintah menilai pentingnya regulasi yang mampu menciptakan iklim usaha yang kondusif. “Oleh karena itu, dibutuhkan regulasi-regulasi yang dapat menciptakan iklim usaha yang kondusif serta dapat membangun industri nasional yang tangguh dan juga progresif,” tutup Agus.

Insentif Pajak dalam PMK 12/2025

Insentif PPnBM DTP tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 12 Tahun 2025, yang mencakup PPN DTP untuk penyerahan kendaraan listrik roda empat berbasis baterai tertentu serta kendaraan listrik berbasis baterai bus tertentu.

Kebijakan ini bertujuan untuk mendukung industri kendaraan bermotor rendah emisi sekaligus mempercepat adopsi kendaraan listrik di Indonesia. Penerbitan PMK 12/2025 juga merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam menjaga keberlanjutan kebijakan kendaraan rendah emisi karbon.

Dengan adanya insentif pajak untuk mobil hybrid serta upaya pemerintah dalam menjaga stabilitas industri otomotif, diharapkan sektor ini dapat kembali bergairah dan memberikan kontribusi optimal bagi perekonomian nasional. (alf)

Kanwil DJP Jakarta Selatan II dan IBI Kosgoro 1957 Kolaborasi Jalankan MBKM Mandiri–Renjani

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jakarta Selatan II bersama dengan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Cilandak dan Jakarta Jagakarsa menjalin kerja sama dengan Institut Bisnis dan Informatika (IBI) Kosgoro 1957 untuk menjalankan program MBKM Mandiri–Renjani. Program ini bertujuan memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mendapatkan pengalaman praktis dalam dunia perpajakan, yang dapat dikonversi menjadi nilai akademik.

Kepala Kanwil DJP Jakarta Selatan II Neilmaldrin Noor, menyampaikan dukungannya penuh terhadap program ini.  “Program MBKM adalah program yang sangat bagus dan kami di Kanwil DJP Jaksel II mendukung penuh implementasinya. Kami memiliki tanggung jawab moral agar lulusan Renjani–MBKM Mandiri ini menjadi lebih unggul dan siap menghadapi tantangan dunia kerja,” ujarnya dikutip dari Pajak.com, Jumat (14/2/2025).

Sekadar informasi, program MBKM Mandiri yang digagas oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), bertujuan memberikan kebebasan lebih kepada perguruan tinggi untuk menyelenggarakan pendidikan yang lebih fleksibel, berbasis pengalaman, dan relevan dengan kebutuhan dunia kerja. Salah satu inisiatif dalam MBKM adalah memberikan mahasiswa kesempatan untuk bekerja langsung di bidang yang sesuai dengan kompetensi yang mereka pelajari.

Kepala KPP Pratama Jakarta Cilandak Muslimin, mengungkapkan bahwa pelaksanaan program ini di wilayahnya merupakan pengalaman pertama. “Kami perlu melakukan koordinasi yang matang terkait pelaksanaan program ini, serta memastikan apa yang diharapkan oleh pihak kampus terkait hasil yang ingin dicapai,” ujarnya. Hal ini menunjukkan komitmen KPP dalam mendukung program yang menggabungkan pendidikan akademik dengan pengalaman praktis di lapangan.

Sebanyak 29 mahasiswa IBI Kosgoro 1957 telah lolos seleksi untuk mengikuti program MBKM Mandiri–Renjani. Dari jumlah tersebut, 15 mahasiswa akan ditempatkan di KPP Pratama Jakarta Jagakarsa, sementara sisanya akan bertugas di KPP Pratama Jakarta Cilandak. Setiap mahasiswa akan dibimbing oleh Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) yang ditunjuk oleh masing-masing KPP.

Kerja sama ini diharapkan dapat memberi nilai tambah bagi mahasiswa, dengan mengonversi pengalaman mereka selama program menjadi kredit akademik untuk mata kuliah tertentu. Selain itu, mereka diharapkan memperoleh keterampilan perpajakan tambahan dan pemahaman lebih mendalam mengenai dunia perpajakan, melebihi pengalaman yang didapatkan melalui program Rinjani biasa.

IBI Kosgoro 1957, DJP dan KPP berkomitmen menciptakan peluang lebih luas bagi mahasiswa untuk mengembangkan kompetensi mereka di bidang perpajakan, sekaligus mendukung pengembangan sistem pendidikan yang lebih adaptif dan berbasis pengalaman.

Program ini juga menjadi contoh nyata kolaborasi antara sektor pendidikan dan sektor publik untuk menghasilkan generasi penerus yang siap menghadapi dinamika dunia kerja. (alf)

Empat Faktur Pajak ini Dikecualikan Pada Penerbitan melalui Aplikasi e-Faktur Client Desktop

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kembali membuka akses aplikasi e-Faktur Client Desktop untuk seluruh Pengusaha Kena Pajak (PKP). Keputusan ini diambil seiring dengan penyempurnaan sistem core tax yang kini dapat digunakan oleh seluruh PKP. Namun, terdapat beberapa pengecualian terkait penerbitan faktur pajak melalui aplikasi tersebut.

Menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) DJP Dwi Astuti, ada empat kondisi faktur pajak yang tidak dapat diterbitkan melalui e-Faktur Client Desktop. Empat pengecualian tersebut adalah sebagai berikut:

1. Faktur Pajak dengan Kode Transaksi 06 – Faktur pajak ini diterbitkan atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) kepada turis asing yang menunjukkan paspor luar negeri kepada PKP toko retail. Toko retail tersebut harus berpartisipasi dalam skema pengembalian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) kepada turis asing.

2. Faktur Pajak dengan Kode Transaksi 07 – Diterbitkan atas penyerahan BKP dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau ditanggung pemerintah (DTP).

3. Faktur Pajak oleh PKP yang Menjadikan Cabang sebagai Tempat Pemusatan PPN Terutang.

4. Faktur Pajak yang Diterbitkan oleh PKP yang Dikukuhkan setelah 1 Januari 2025.

Dwi menjelaskan, data faktur pajak yang diterbitkan melalui aplikasi e-Faktur Client Desktop akan tersedia secara periodik di sistem core tax paling lambat dua hari setelah penerbitan faktur. Selain e-Faktur Client Desktop, seluruh PKP juga memiliki opsi untuk menerbitkan faktur pajak melalui aplikasi e-Faktur Host-to-Host.

Keputusan ini tercantum dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-54/PJ/2025 yang mulai berlaku pada 12 Februari 2025. Keputusan tersebut juga mengubah ketentuan dalam KEP-24/PJ/2025, yang sebelumnya hanya mengizinkan PKP dengan minimal 10.000 faktur pajak per bulan untuk menggunakan aplikasi e-Faktur Client Desktop dan e-Faktur Host-to-Host.

Dengan pembukaan akses ini, DJP berharap proses penerbitan faktur pajak dapat lebih efisien dan dapat diakses oleh seluruh PKP, serta memberikan kemudahan dalam pelaporan pajak di Indonesia.(alf)

DJP Resmi Izinkan Seluruh PKP Gunakan e-Faktur

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) resmi mengizinkan seluruh Pengusaha Kena Pajak (PKP) untuk kembali menggunakan aplikasi e-Faktur dalam pembuatan faktur pajak mulai 12 Februari 2025. Keputusan ini tertuang dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-54/PJ/2025.

Dalam aturan tersebut, DJP menetapkan bahwa PKP dapat membuat faktur pajak melalui aplikasi e-Faktur Client Desktop dan e-Faktur Host-to-Host, kecuali PKP yang telah ditetapkan dalam KEP-24/PJ/2025 dan perubahannya. Sebelumnya, berdasarkan KEP-24/PJ/2025 yang diterbitkan pada 15 Januari 2025, penggunaan e-Faktur hanya diperbolehkan bagi PKP yang menerbitkan minimal 10 ribu faktur pajak per bulan.

Meski demikian, DJP menegaskan bahwa PKP tetap dapat menggunakan Coretax dalam Sistem Inti Administrasi Perpajakan (SIAP) untuk membuat faktur pajak melalui modul di Portal Wajib Pajak. Hal ini disampaikan oleh Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum, Iwan Juniardi, yang menekankan bahwa e-Faktur hanyalah tambahan channel dalam pembuatan faktur pajak.

Selain itu, pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tetap harus dilakukan melalui core tax, sesuai dengan kebijakan DJP.

Hasil RDP dengan Komisi XI DPR

Keputusan ini diambil setelah DJP menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR pada 10 Februari 2025. Dalam rapat tersebut, Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun meminta DJP untuk kembali memanfaatkan sistem perpajakan lama sebagai langkah mitigasi terhadap penerapan core tax, yang masih dalam tahap penyempurnaan.

“Komisi XI DPR juga meminta DJP agar tidak mengenakan sanksi kepada Wajib Pajak yang mengalami kendala dalam menunaikan kewajiban perpajakannya akibat gangguan teknis penggunaan Coretax sejak 1 Januari 2025,” ujar Misbakhun.

Di hari yang sama, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP, Dwi Astuti, menegaskan bahwa penerapan Coretax tidak ditunda, melainkan tetap dijalankan secara paralel dengan berbagai fitur layanan, termasuk e-Faktur.

“DJP akan segera menindaklanjuti hasil RDP dengan Komisi XI DPR dan memastikan layanan perpajakan tetap berjalan dengan baik,” kata Dwi.

Dengan keputusan ini, diharapkan pelaku usaha dapat lebih fleksibel dalam pembuatan faktur pajak, baik melalui e-Faktur maupun Core tax, guna mendukung kelancaran sistem administrasi perpajakan di Indonesia. (alf)

 

Pajak Tenant di IKN Gratis, Pemerintah mau Tarik Banyak Investor

IKPI, Jakarta: Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) Basuki Hadimuljono mengumumkan kebijakan pembebasan pajak bagi pelaku usaha yang membuka tenant di Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur. Kebijakan ini berlaku selama satu hingga dua tahun guna menarik lebih banyak investor dan mendukung pertumbuhan ekonomi di kawasan baru tersebut.

“Kalau ada yang berjiwa entrepreneur, kami akan sangat bahagia kalau ada yang mau masuk ke sini (IKN). Kalau yang di tenant ini, sementara satu dua tahun kami gratiskan pajaknya,” ujar Basuki dalam Rapat Kerja dengan Komisi II DPR di Jakarta, Kamis (13/2/2025).

Saat ini, sebanyak 42 tenant telah beroperasi di IKN, tersebar di lantai dasar rumah susun (Rusun) atau apartemen serta gedung Kementerian Koordinator. Tenant-tenant ini menawarkan berbagai layanan bagi pengunjung, termasuk kafe, minimarket, dan restoran.

Basuki menjelaskan bahwa OIKN telah mengadopsi strategi yang sebelumnya diterapkan oleh Balikpapan Superblock (BSB), di mana pusat perbelanjaan tersebut memberikan insentif kepada tenant besar agar bersedia membuka usaha di lokasi mereka. “Saya belajar dari Superblock di Balikpapan. Ternyata saat mereka mengundang tenant seperti Starbucks, justru Superblock yang membayar agar mereka mau masuk. Kami mencoba hal serupa dengan menggratiskan pajak,” jelasnya.

Dengan meningkatnya kunjungan masyarakat ke IKN yang mencapai 60 ribu orang pada Januari 2025, maka OIKN optimistis kebijakan ini akan menarik lebih banyak pelaku usaha. Bahkan, saat ini sudah ada 48 tenant yang mulai masuk ke IKN, dan pembangunan rumah makan Padang sedang berlangsung untuk memenuhi kebutuhan kuliner masyarakat.

“Kunjungan ke IKN sangat besar, terutama di akhir pekan. Saat ini sudah ada rumah makan Padang yang dibangun, tetapi rumah makan Sunda masih belum ada,” kata Basuki.

Pemerintah berharap dengan adanya insentif pajak ini, pelaku usaha semakin terdorong untuk berinvestasi di IKN, sehingga ekosistem bisnis di ibu kota baru dapat berkembang pesat dan memberikan manfaat bagi perekonomian nasional. (alf)

Banggar DPR Dorong DJP Tingkatkan Efektivitas Pungutan Pajak Digital

IKPI, Jakarta: Badan Anggaran (Banggar) DPR RI menilai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) masih belum efektif dalam memungut pajak dari transaksi digital di Indonesia, meskipun sektor ini memiliki potensi penerimaan yang sangat besar.

Anggota Banggar dari Fraksi Partai Demokrat, Marwan Cik Asan, mengungkapkan bahwa berdasarkan laporan Temasek dan Google, transaksi digital di Indonesia termasuk e-commerce, kripto, dan peer-to-peer (P2P) lending telah mencapai sekitar Rp 2.200 triliun per tahun. Jika pajaknya dapat dioptimalkan, negara berpotensi memperoleh pendapatan hingga Rp 250 triliun per tahun.

“Ini bukan angka yang kecil. Tetapi sampai dengan hari ini kita belum pernah bisa efektif untuk menarik pajak ini,” ujar Marwan di Jakarta, Rabu (12/2/2025).

Sebagai perbandingan, DJP Kementerian Keuangan mencatat bahwa sejak 2020 hingga 2024, penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital baru mencapai Rp 32,32 triliun. Angka tersebut terdiri dari:

• PPN Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE): Rp 25,35 triliun

• Pajak kripto: Rp 1,09 triliun

• Pajak fintech (P2P lending): Rp 3,03 triliun

Dengan potensi yang begitu besar, Banggar DPR mendorong DJP untuk meningkatkan efektivitas pemungutan pajak di sektor digital agar dapat memberikan kontribusi optimal terhadap penerimaan negara. (alf)

IKPI Medan Rayakan Imlek 2025 dengan Bakti Sosial di Vihara Citta Kusala Kshanti

IKPI, Medan: Dalam semangat kebersamaan dan kepedulian sosial, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Medan menggelar perayaan Imlek 2025 dengan aksi bakti sosial di Vihara Citta Kusala Kshanti, Komplek Platina Asri Residence, Medan. Acara yang berlangsung pada Sabtu (25/1/2025) ini menjadi bukti nyata komitmen IKPI Medan dalam menebarkan kasih kepada masyarakat yang membutuhkan serta mempererat hubungan antaranggota dengan berbagai komunitas.

Kegiatan yang penuh makna ini dipimpin langsung oleh Ketua IKPI Medan Ebenezer Simamora, didampingi jajaran pengurus lainnya.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Medan)

Pony, Wakil Ketua II IKPI Medan, bersama Anastasia Adrian selaku Koordinator Bidang Sosial, bertanggung jawab atas penyiapan paket sembako dan koordinasi dengan pihak vihara. Partisipasi aktif anggota IKPI, komunitas vihara, dan masyarakat sekitar menjadikan acara ini lebih dari sekadar perayaan, melainkan juga momen refleksi dan kepedulian terhadap sesama.

Doa Bersama dan Pembagian Sembako

Bakti sosial ini dihadiri oleh 138 orang, terdiri dari 21 anggota IKPI Medan, 15 anggota vihara, 2 biksuni, dan 100 penerima sembako. Kegiatan diawali dengan doa bersama, yang dipimpin oleh dua biksuni, sebagai harapan agar tahun baru membawa keberkahan. Anggota IKPI Medan yang berasal dari berbagai latar belakang turut mengikuti prosesi doa dengan khidmat, mencerminkan nilai toleransi dan kebersamaan dalam perayaan Imlek.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Medan)

Setelah sesi perkenalan dan pengenalan organisasi, IKPI Cabang Medan melaksanakan aksi sosial dengan membagikan 100 paket sembako kepada keluarga yang membutuhkan.

Paket tersebut berisi beras, mi instan, gula putih, dan telur, diharapkan dapat meringankan kebutuhan sehari-hari penerima. Selain itu, 100 angpao juga diberikan sebagai simbol keberuntungan dan kesejahteraan di tahun yang baru. Kue keranjang, yang melambangkan keharmonisan dan kemakmuran dalam budaya Tionghoa, turut dibagikan untuk semakin menghidupkan suasana perayaan.

Menebar Kasih dan Solidaritas

Ebenezer Simamora menegaskan, bahwa kegiatan ini bukan hanya tentang berbagi bantuan, tetapi juga membangun ikatan sosial yang lebih kuat di tengah masyarakat. “Imlek bukan sekadar perayaan budaya, tetapi juga momentum untuk menebarkan kasih sayang dan kepedulian terhadap sesama,” ujarnya.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Medan)

Hal senada juga disampaikan oleh para pengurus dan anggota IKPI Medan yang menekankan bahwa aksi sosial ini merupakan bentuk nyata dari semangat kebersamaan dan solidaritas. Sekecil apa pun kontribusi yang diberikan, jika dilakukan dengan ketulusan, dapat membawa kebahagiaan bagi mereka yang menerima.

Setelah seluruh rangkaian kegiatan selesai, acara ditutup dengan makan bersama di vihara, menciptakan suasana hangat dan akrab antara anggota IKPI dan komunitas vihara. Kebersamaan dalam momen sederhana ini menjadi pengingat bahwa makna sejati dari Imlek adalah berbagi kebahagiaan dan mempererat tali persaudaraan.

Dengan terselenggaranya bakti sosial ini, Ebenezer menegaskan bahwa IKPI Medan berkomitmen untuk terus berkontribusi dalam kegiatan sosial yang memberikan dampak positif bagi masyarakat. Perayaan Imlek kali ini bukan hanya menjadi simbol tradisi, tetapi juga bukti nyata bahwa kepedulian dan solidaritas adalah nilai yang harus terus dijaga dan diwariskan. (bl)

 

Ekonom: Ekonomi Belum Stabil, Pemerintah Jangan Paksakan Penerimaan Pajak 2025

IKPI, Jakarta: Ekonom Bright Institute, Awalil Rizky, menilai upaya pemerintah untuk meningkatkan rasio pajak perlu dilakukan, namun kondisi perekonomian saat ini kurang mendukung kebijakan perpajakan yang terlalu agresif.

Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR RI di Jakarta pada Rabu (12/2/2025) Awalil menyoroti rasio perpajakan Indonesia yang masih rendah, yakni 10,12 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2024. Ia mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dalam menentukan kebijakan pajak agar tidak membebani masyarakat dan dunia usaha di tengah ketidakpastian ekonomi.

“Perlu dipertimbangkan bahwa di satu sisi pemerintah membutuhkan penerimaan pajak, tetapi di sisi lain berbagai indikator menunjukkan sulit untuk mencapai penerimaan pajak yang besar di 2025,” ujarnya.

Awalil menekankan agar target penerimaan pajak tahun depan tidak dipaksakan tanpa memperhitungkan kondisi ekonomi yang belum stabil. Ia juga merespons rekomendasi Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) yang menyarankan penurunan batas bawah Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk memperluas basis pajak.

Saat ini, PTKP di Indonesia berada di angka Rp54 juta per tahun atau Rp4,5 juta per bulan untuk orang pribadi, yang menurut OECD setara dengan 65 persen PDB per kapita. Meski demikian, Awalil meminta pemerintah mempertimbangkan dengan matang usulan OECD tersebut. Ia menilai, kebijakan tersebut bisa berdampak signifikan terhadap masyarakat kelas menengah yang baru berkembang.

“Jangan diterapkan di 2025 kalau bisa. Jika ingin mengoptimalkan penerimaan pajak, fokus saja pada wajib pajak yang tidak patuh, bukan dengan kebijakan baru,” kata Awalil.

Selain itu, ia menyarankan pemerintah untuk mengurangi belanja pajak yang tidak efektif guna menekan beban fiskal negara. Program insentif pajak seperti tax amnesty sebaiknya tidak banyak diimplementasikan tahun ini, karena dikhawatirkan justru melemahkan kepercayaan publik terhadap reformasi perpajakan.

“Kalau boleh usul, mungkin jangan tax amnesty lagi. Kalau terus dilakukan, kepercayaan terhadap reformasi perpajakan bisa makin lemah. Masih ada cara lain untuk meningkatkan kepatuhan pajak,” tuturnya.

Dengan berbagai tantangan ekonomi yang ada, Awalil menegaskan bahwa strategi perpajakan yang diterapkan harus realistis dan tidak memberatkan masyarakat serta dunia usaha. (alf)

Coretax Diyakini Jadi Andalan Penerimaan Pajak, Ekonom: Tapi Bukan untuk 2025

  • IKPI, Jakarta: Ekonom Bright Institute Awalil Rizky, menyatakan bahwa sistem Coretax yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memiliki potensi besar dalam mendukung peenerimaan pajak di Indonesia. Namun, ia menekankan bahwa sistem ini tidak akan diimplementasikan pada tahun 2025.

“Coretax itu salah satu andalan, tapi bukan untuk 2025,” ungkap Awalil dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR RI di Jakarta, Rabu (12/02/2025).

Menurut Awalil, meski sistem perpajakan ini telah dikembangkan selama beberapa tahun, pemerintah sebaiknya fokus untuk membangun dan menyempurnakan Coretax terlebih dahulu pada tahun ini. Ia menyatakan bahwa meski sistem tersebut sudah berada dalam tahap pengembangan, masih ada banyak aspek yang perlu ditingkatkan agar dapat berfungsi secara optimal.

“Dibangun dulu, bukan dilaksanakan. Mungkin hasilnya baru akan terlihat di tahun-tahun mendatang,” tambah Awalil.

Meskipun demikian, Awalil tetap optimis bahwa Coretax dapat menjadi kunci keberhasilan bagi perekonomian Indonesia di masa depan, khususnya pada tahun 2026 dan seterusnya. Ia berharap, dengan perbaikan yang terus dilakukan, sistem ini dapat mendukung pemulihan ekonomi nasional.

“Kalau untuk 2026 dan seterusnya, saya harus mengakui Coretax itu andalan, dan berharap perekonomian kita bisa pulih,” tuturnya.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan dan DPR telah sepakat untuk menjalankan sistem Coretax secara paralel dengan sistem perpajakan yang lama. Salah satu skenario yang diusulkan adalah pelaporan SPT Tahunan melalui e-Filing di laman Pajak.go.id, serta penggunaan aplikasi e-Faktur Desktop bagi wajib pajak PKP tertentu sesuai keputusan DJP.

Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, mengingatkan DJP untuk terus memitigasi kendala yang mungkin muncul dalam implementasi Coretax agar tidak mengganggu pencapaian target penerimaan pajak.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa pihaknya berkomitmen untuk terus memperbaiki sistem Coretax. Dia mengakui adanya keluhan mengenai sistem ini dan menegaskan akan terus melakukan perbaikan demi menciptakan sistem perpajakan yang lebih efisien, digital, dan mampu memberikan kemudahan bagi wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya.

“Saya tahu ada keluhan soal Coretax. Kami akan terus melakukan perbaikan,” ujar Sri Mulyani dalam kegiatan Mandiri Investment Forum 2025 (MIF) di Jakarta.

Menteri Sri Mulyani juga menekankan bahwa membangun sistem yang kompleks seperti Coretax, yang melibatkan 8 miliar transaksi, bukanlah hal yang mudah. Meskipun demikian, dia menegaskan bahwa perbaikan sistem akan terus dilakukan untuk memastikan Indonesia memiliki sistem pengumpulan pajak yang lebih andal dan tercatat dengan baik.

Dengan berbagai upaya perbaikan yang dilakukan, diharapkan Coretax dapat mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka panjang. (alf)

Ombudsman Minta DJP Segera Tindaklanjuti Keluhan Pengguna Coretax

IKPI, Jakarta: Ombudsman Republik Indonesia (RI) meminta Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan untuk segera menindaklanjuti keluhan masyarakat terkait implementasi sistem perpajakan Coretax. Hal tersebut dikatakan Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika, melalui keterangan tertulisnya yang diterima , Rabu (12/2/2025).

Dikatakan Yeka, dirinya mempunyai kekhawatiran terkait adanya potensi maladministrasi yang muncul apabila sistem Coretax tidak dikelola dengan baik. Potensi maladministrasi tersebut dapat muncul akibat tiga hal.

Pertama, sistem Coretax yang dianggap tidak kompeten dalam mencapai tujuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40/2018 tentang Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan. Kedua, adanya potensi penyimpangan prosedur karena banyak keluhan terkait adanya bug pada sistem. Bug tersebut menyebabkan gangguan dalam kinerja aplikasi, menghambat fungsionalitasnya.

Ketiga, Yeka menyebutkan adanya potensi tidak memberikan layanan yang memadai, di mana hingga kini Coretax masih kesulitan memberikan akses yang dijanjikan kepada pengguna, khususnya para wajib pajak.

Ombudsman juga mengingatkan bahwa sistem yang tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan kerugian bagi masyarakat, dan oleh karena itu, DJP harus segera melakukan perbaikan serta mencari alternatif solusi untuk mempermudah administrasi pelaporan pajak bagi para pengguna. Ombudsman berkomitmen untuk terus memantau perkembangan pembangunan sistem Coretax guna memastikan bahwa layanan perpajakan berjalan sesuai dengan harapan masyarakat.

“Kami akan terus memantau dan mengingatkan agar layanan Coretax tidak berpotensi menimbulkan maladministrasi apabila tidak segera ditangani dengan baik,” ujar Yeka.(alf)

id_ID