Penerimaan Pajak Bali Tembus Rp11,64 Triliun, Tumbuh 10,4 Persen

IKPI, Jakarta: Kinerja penerimaan pajak di Pulau Dewata terus menunjukkan arah positif. Hingga triwulan III 2025, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Bali mencatat penerimaan pajak sebesar Rp11,64 triliun, atau 64,71 persen dari target tahunan Rp17,99 triliun.

Kepala Kanwil DJP Bali Darmawan menjelaskan, capaian tersebut naik Rp1,09 triliun dibandingkan periode yang sama tahun 2024 yang mencapai Rp10,54 triliun. Artinya, penerimaan pajak di Bali tumbuh 10,40 persen secara tahunan (year-on-year).

“Sebanyak Rp11,64 triliun uang pajak yang telah dibayarkan oleh wajib pajak di Provinsi Bali diadministrasikan oleh satu kantor pelayanan pajak madya dan tujuh kantor pelayanan pajak pratama,” ujar Darmawan dalam keterangan tertulis dikutip, Selasa (28/10/2025).

Ia menilai, pertumbuhan ini mencerminkan semakin pulihnya aktivitas ekonomi dan sektor pariwisata di Bali, yang menjadi penggerak utama penerimaan pajak di wilayah tersebut. “Kami melihat tren positif dari pelaku usaha yang mulai ekspansif dan meningkatnya kepatuhan wajib pajak,” tambahnya.

Secara rinci, KPP Madya Denpasar menjadi penyumbang terbesar dengan realisasi Rp5,87 triliun, disusul KPP Pratama Badung Utara Rp1,29 triliun, Badung Selatan Rp1,26 triliun, Denpasar Barat Rp867,03 miliar, dan Denpasar Timur Rp856,16 miliar. Sementara itu, KPP Gianyar mencatat Rp870,03 miliar, Tabanan Rp332,83 miliar, dan Singaraja Rp296,25 miliar.

Dari sisi jenis pajak, Pajak Penghasilan (PPh) memberikan kontribusi terbesar dengan total Rp8,03 triliun, diikuti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) senilai Rp3,09 triliun.

“PPh tetap menjadi penyumbang utama penerimaan, didorong oleh peningkatan kinerja sektor usaha dan pertumbuhan konsumsi masyarakat,” ungkap Darmawan.

Ia menegaskan, pihaknya akan terus memperkuat layanan dan pengawasan untuk menjaga tren pertumbuhan ini hingga akhir tahun. “Kami berterima kasih kepada seluruh wajib pajak yang telah berkontribusi. Pajak adalah bentuk gotong royong untuk kemajuan Bali,” tutupnya. (alf)

Purbaya Tegaskan Fokus Benahi Pajak Nyata, yang Underground Masih Bingung Hitungnya

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa pemerintah belum akan fokus mengejar pajak dari underground economy alias kegiatan ekonomi yang tidak tercatat atau dilaporkan ke pemerintah. Alasannya sederhana data dan hitungannya belum jelas.

“Underground sudah lama diomongin dari dulu, mau diomongin, ininya zero, hasilnya nggak ada. Jadi daripada ngomongin itu, saya perbaikin yang ada dulu yang di atas tanah, yang kelihatan,” ujar Purbaya di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (27/10/2025).

Menurutnya, selama ini banyak pihak membesar-besarkan potensi pajak dari underground economy, padahal secara metodologi dan data masih “gelap gulita.”

“Gimana ngukurnya, menghitungnya? Orang underground ekonomi. Dia juga pasti tebak-tebakan. Kalau bisa dihitung di atas, berarti bukan underground. Itu tebaknya pasti tebak manggis,” katanya disambut tawa ringan.

Purbaya menilai langkah paling realistis saat ini adalah memperbaiki sistem dan kepatuhan pajak dari sektor-sektor yang sudah terlihat. Ia mengakui masih banyak celah dan kelemahan yang perlu dibenahi agar penerimaan negara bisa meningkat tanpa harus mengejar bayangan.

“Yang kelihatan aja masih banyak bolongnya. Itu yang saya beresin dulu. Kalau itu sudah rapi semua, baru yang lain,” ujarnya.

Kendati begitu, Purbaya tidak menutup pintu untuk membidik pajak dari ekonomi bawah tanah di masa mendatang. Asalkan datanya valid dan potensi penerimaannya bisa dihitung secara akurat. “Kalau angkanya clear, bisa saya hitung betul, kita akan kejar,” tegasnya.

Sikap ini mencerminkan pendekatan realistis pemerintah dalam memperkuat penerimaan pajak. Alih-alih mengejar potensi yang masih “remang-remang”, Kemenkeu memilih memastikan pajak dari ekonomi formal benar-benar tertagih.

Langkah Purbaya juga dianggap sebagai sinyal bahwa reformasi perpajakan sedang diarahkan pada efisiensi dan efektivitas. Fokusnya, memperkuat fondasi sebelum berburu potensi di dunia bawah tanah yang belum terpetakan. (alf)

Pesan Waketum IKPI di Inaugurasi Anggota Baru: Jaga Integritas, Cintai Organisasi, dan Jangan “Loncat Brevet”!

IKPI, Jakarta: Wakil Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Nuryadin Rahman, menyampaikan pesan tegas sekaligus inspiratif kepada ratusan anggota tetap baru Brevet A IKPI di seluruh Indonesia dalam acara Inaugurasi Anggota Tetap Baru Brevet A yang digelar di Gedung IKPI, Pejaten, Jakarta Selatan, Senin (27/10/2025).

Kegiatan inaugurasi perdana ini menjadi tonggak sejarah bagi IKPI, karena untuk pertama kalinya organisasi konsultan pajak terbesar di Indonesia tersebut secara resmi mengukuhkan anggota baru melalui proses pembekalan dan pengenalan organisasi.

Dari total lebih dari 200 anggota tetap baru Brevet A yang tersebar di seluruh Indonesia, sebanyak 44 orang hadir langsung ke Gedung IKPI dan semuanya dari cabang di Jabodetabek.

Pada kesemoatan itu, Nuryadin menekankan pentingnya pemahaman mendalam terhadap organisasi yang mereka ikuti. Menurutnya, anggota yang memahami dan mencintai organisasinya akan mampu berkontribusi secara maksimal.

“Mereka harus tahu seperti apa IKPI itu. Dengan begitu, mereka bisa mencintai organisasi ini dan memberikan yang terbaik bagi pengembangan profesi konsultan pajak di Indonesia,” ujar Nuryadin.

Selain memperkenalkan struktur organisasi, para peserta juga dibekali pemahaman mengenai kode etik dan batas kewenangan profesi konsultan pajak. Pesan penting yang disampaikan Nuryadin adalah agar para anggota baru tidak ‘loncat brevet’, atau mengambil pekerjaan di luar lingkup izin yang dimiliki.

“Kalau seseorang masih di Brevet A, maka jasa yang diberikan hanya untuk wajib pajak orang pribadi. Jika kliennya ternyata punya badan usaha, jangan dipaksakan. Kolaborasilah dengan konsultan lain yang berhak. Itulah cara profesional menjaga integritas dan nama baik IKPI,” tegasnya.

Nuryadin juga mengingatkan pentingnya kolaborasi antaranggota melalui berbagai komunitas dan kegiatan Pengembangan Profesional Lanjutan (PPL) yang diselenggarakan IKPI. Di sana, anggota bisa bertukar pengalaman dengan senior, memperluas jaringan, dan memperkuat kompetensi profesional.

“Melalui kegiatan seperti ini, para anggota baru bisa membangun kepercayaan diri dan memahami dunia nyata profesi konsultan pajak. Mereka juga mendapat manfaat langsung, seperti potongan biaya 50% untuk mengikuti PPL,” tambahnya.

Dalam acara tersebut, anggota baru juga mendapat inspirasi langsung dari konsultan pajak senior IKPI yang telah sukses membangun kantor konsultan sendiri, berbagi pengalaman tentang membangun praktik yang profesional, beretika, dan dipercaya klien.

Selain itu, ia mengajak seluruh anggota baru untuk menjadikan inaugurasi ini sebagai momentum awal dalam berkarier dengan semangat tinggi, integritas, dan kebanggaan sebagai bagian dari IKPI.

“Jaga nama baik IKPI di manapun kalian berpraktik. Profesi konsultan pajak bukan sekadar pekerjaan, tapi panggilan untuk melayani dengan tanggung jawab dan kejujuran,” pungkasnya penuh semangat. (bl)

DJP Sita Aset Rp16,69 Miliar dari Terpidana Pajak di Yogyakarta

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus memperkuat langkah penegakan hukum terhadap pelanggaran perpajakan. Melalui Kantor Wilayah DJP Daerah Istimewa Yogyakarta, bersama Kejaksaan Agung RI, aparat pajak melaksanakan penyitaan terhadap berbagai aset milik terpidana pajak berinisial S, yang diwajibkan membayar denda sebesar dua kali pajak terutang senilai Rp16,69 miliar.

Tindakan tegas ini merupakan tindak lanjut dari putusan Mahkamah Agung RI Nomor 842 PK/Pid.Sus/2025 tanggal 10 April 2025, yang menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) terpidana. Putusan tersebut memperkuat vonis Pengadilan Negeri Wates, yang menyatakan S bersalah karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan melalui PT VAI pada tahun pajak 2017.

“Setiap rupiah yang berhasil diamankan adalah bentuk tanggung jawab kami dalam menjaga keuangan negara dan keadilan bagi masyarakat yang taat pajak,” ujar Dwi Hariyadi, Kepala Bidang Pemeriksaan, Penagihan, Intelijen, dan Penyidikan (PPIP) Kanwil DJP D.I. Yogyakarta, dalam keterangan resmi, Senin (27/10/2025).

Karena tidak melunasi denda dalam waktu satu bulan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta kekayaan milik S disita dan akan dilelang untuk menutup kerugian negara.

Pelaksanaan sita eksekusi dilakukan oleh Kejaksaan dengan pendampingan dari Direktorat Penegakan Hukum DJP dan PPNS Kanwil DJP D.I. Yogyakarta. Aset yang disita meliputi beberapa kendaraan bermotor di Kabupaten Kulonprogo, lima bidang tanah dan bangunan di Kabupaten Karanganyar, serta sembilan bidang tanah di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Pada setiap lokasi tersebut telah dipasang papan penyitaan sebagai tanda resmi status barang sitaan negara.

Melalui langkah ini, DJP menegaskan komitmennya menjaga integritas sistem perpajakan sekaligus memberikan efek jera kepada pelanggar.

“Penegakan hukum ini menjadi pengingat bahwa kepatuhan pajak bukan hanya kewajiban moral, tetapi juga tanggung jawab hukum,” tegas Dwi.

DJP juga mengimbau seluruh wajib pajak untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dengan lengkap, jelas, dan benar, serta melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai ketentuan. (alf)

Rencana Menaikkan Pajak di Inggris Khawatirkan Picu Lonjakan Harga Pangan

IKPI, Jakarta: Rencana Menteri Keuangan Inggris Rachel Reeves untuk menaikkan pajak demi menyehatkan fiskal negara memantik kekhawatiran baru di kalangan pelaku usaha dan masyarakat. Para pengusaha ritel besar menilai kebijakan tersebut bisa menjadi bahan bakar baru bagi lonjakan harga pangan yang hingga kini belum sepenuhnya reda.

Melalui surat terbuka yang ditujukan langsung kepada Reeves, sejumlah raksasa supermarket seperti Tesco, Asda, Sainsbury’s, dan Morrisons memperingatkan bahwa kenaikan pajak akan menekan kemampuan mereka dalam menjaga stabilitas harga kebutuhan pokok.

“Rumah tangga pasti akan merasakan dampak dari potensi kenaikan pajak apa pun pada industri ini, seperti tarif bisnis yang lebih tinggi untuk supermarket,” tulis para eksekutif dalam surat tersebut, dikutip dari BBC, Senin (27/10/2025).

Dalam surat itu juga disebutkan, beban pajak yang lebih tinggi akan mempersempit ruang gerak bisnis untuk menekan biaya operasional. Alhasil, harga produk pangan di rak supermarket dikhawatirkan kembali merangkak naik, memperpanjang tekanan inflasi hingga 2026.

“Dengan beban yang sudah kami tanggung saat ini, termasuk dampak dari pajak sebelumnya, inflasi pangan kemungkinan besar akan terus berlanjut. Ini bukan hal yang kami harapkan berkepanjangan,” lanjut mereka.

Ironisnya, rencana Reeves muncul di tengah upaya Departemen Keuangan Inggris yang sedang mencari cara menekan inflasi, termasuk dengan memberi insentif pajak bagi pedagang daging, roti, dan toko kecil. Namun bagi pelaku ritel besar, kabar kenaikan pajak tetap menjadi sinyal bahaya bagi rantai pasok dan harga pangan nasional.

Langkah Reeves ini disebut-sebut menyusul proyeksi ekonomi yang suram, sementara sebelumnya pemerintah telah menaikkan pajak, termasuk iuran perusahaan dalam skema National Insurance Contribution. Padahal, Reeves sendiri tahun lalu sempat menyatakan tidak akan menaikkan pajak lagi. (alf)

Format Baru SPT Badan di Coretax: Daftar Pengurus dan Komisaris Kini Terisi Otomatis

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus memodernisasi sistem pelaporan pajak badan dengan memperkenalkan format baru SPT Tahunan PPh Badan melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2025. Salah satu pembaruan yang cukup signifikan adalah pengisian daftar pengurus dan komisaris secara otomatis berdasarkan data yang tersimpan di sistem Coretax.

Jika sebelumnya pada era e-Form wajib pajak harus mengisi manual daftar susunan pengurus dan komisaris di Formulir 1771-V Bagian B, kini seluruh data tersebut telah berpindah ke Lampiran 2 Bagian A pada versi Coretax. Format baru ini juga menyatukan informasi pengurus dan komisaris dengan daftar pemegang saham atau pemilik modal, yang dulu dipisahkan dalam formulir berbeda.

Dalam penjelasan resmi PER-11/PJ/2025 disebutkan, daftar yang memuat nama, alamat, NPWP atau NIK, dan jabatan pengurus maupun komisaris akan ditarik otomatis dari data pihak terkait pada akun Coretax wajib pajak. Artinya, wajib pajak tidak bisa lagi menambahkan atau mengubah langsung melalui modul SPT, melainkan harus memperbarui profil perusahaan terlebih dahulu.

Untuk melakukan pemutakhiran, wajib pajak dapat masuk ke menu Profil Saya → Informasi Umum → Edit → Pihak Terkait, kemudian klik Tambah, pilih jenis orang terkait (direktur atau komisaris), lengkapi data seperti NPWP, jabatan, serta tanggal mulai dan berakhir masa jabatan. Setelah disimpan, data akan otomatis terintegrasi dalam SPT Tahunan PPh Badan.

DJP menegaskan, daftar susunan pengurus dan komisaris yang tercantum dalam Lampiran 2 Bagian A harus menggambarkan kondisi aktual pada akhir tahun pajak bersangkutan.

Langkah digitalisasi ini menjadi bagian dari upaya DJP menghadirkan pelaporan pajak yang lebih efisien, akurat, dan berbasis data tunggal di bawah sistem Coretax menjawab kebutuhan dunia usaha akan kemudahan sekaligus ketertiban administrasi perpajakan di era digital. (alf)

Kepada APINDO, Dedi Mulyadi Tegaskan Komitmen Keadilan Fiskal untuk Masyarakat

IKPI, Jakarta: Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Jawa Barat menggelar Forum Sinergi Dunia Usaha dengan Pemerintah Daerah di El Hotel Bandung, belum lama ini. Forum ini menjadi ruang dialog antara pelaku usaha dan pemerintah daerah untuk memperkuat sinergi pembangunan ekonomi yang berkeadilan.

Dalam forum tersebut, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan bahwa pemerintah daerah berkomitmen mendorong keadilan fiskal agar manfaat pajak benar-benar kembali kepada masyarakat, terutama di wilayah sekitar kawasan industri.

“Saya tidak mau lagi melihat pabrik membayar pajak triliunan, tetapi desa di sekitarnya tetap miskin, tidak punya air bersih, anak-anaknya tidak sekolah. Pajak itu harus kembali ke wilayah sumbernya,” tegas Dedi, Senin (27/10/2025).

Dedi menyampaikan, mulai tahun 2026, Pemprov Jabar akan menerapkan kebijakan distribusi pajak yang lebih adil dengan memetakan desa-desa di sekitar kawasan industri. Kebijakan ini diharapkan mampu menghapus ketimpangan antara pusat aktivitas ekonomi dan masyarakat di sekitarnya.

Selain itu, Dedi menekankan pentingnya negara hadir dalam menyeimbangkan kepentingan investasi dan kesejahteraan rakyat. Ia mencontohkan perusahaan sektor air mineral, di mana pajak yang dibayarkan seharusnya dialokasikan untuk tiga hal: pembangunan infrastruktur air bersih dan pertanian, reboisasi hutan sebagai sumber air, serta perbaikan jalan di sekitar wilayah operasi perusahaan.

“Kalau tiga hal itu dilakukan, masyarakat akan merasakan manfaatnya. Itulah bukti negara hadir,” ujar Dedi.

Dalam kesempatan itu, Dedi juga menyoroti masih adanya perusahaan yang beroperasi di Jawa Barat namun membayar pajak di luar wilayah. Ia meminta perusahaan untuk berkontribusi langsung pada daerah tempat mereka beroperasi demi mewujudkan keadilan fiskal dan kemajuan daerah.

Gubernur yang dikenal responsif ini juga berdialog langsung dengan para pengusaha untuk menampung berbagai kendala yang dihadapi. Saat forum berlangsung, beberapa keluhan langsung ditindaklanjuti. Bahkan, Dedi tak segan menghubungi pejabat terkait untuk menyelesaikan masalah di tempat.

“Kalau ada perusahaan di Jabar yang izin PBG-nya tak kunjung keluar atau lahannya terlintasi jaringan listrik SUTET, segera sampaikan. Kita selesaikan konkret,” katanya.

Sementara itu, Ketua APINDO Jabar Ning Wahyu menyambut positif sikap terbuka Gubernur Jabar. Menurutnya, forum ini bukan hanya ajang silaturahmi, tetapi sarana membangun kepercayaan antara pemerintah daerah dan pelaku usaha.

“Melalui forum ini, aspirasi dan tantangan dunia usaha bisa disampaikan langsung, sekaligus mendengarkan gagasan dan komitmen Gubernur dalam menciptakan iklim usaha yang adil dan sehat,” ujar Ning.

Ning juga mengapresiasi langkah reformasi birokrasi perizinan dan digitalisasi rekrutmen tenaga kerja melalui aplikasi “Nyari Gawe” yang diluncurkan Pemprov Jabar. Aplikasi tersebut dinilai mempermudah masyarakat mencari pekerjaan sekaligus membantu pengusaha mendapatkan SDM berkualitas tanpa praktik percaloan. (alf)

Purbaya Klaim Keamanan Coretax Kini “A+”: Hacker Lokal Ikut Uji Ketahanan Sistem Pajak

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memastikan sistem inti administrasi perpajakan atau Coretax kini jauh lebih tangguh dari sisi keamanan data. Ia menyebut, peningkatan besar-besaran telah dilakukan setelah sempat beredar kabar adanya kebocoran data beberapa waktu lalu.

“Kemarin kan ada data Coretax, ternyata dijual di luar ya, ada yang bolong gitu,” ungkap Purbaya, Senin (26/10/2025).

Menurutnya, pembenahan dilakukan secara mendetail dengan melibatkan para ahli terbaik dari dalam negeri. Sistem yang digarap dengan anggaran triliunan rupiah itu kini disebut memiliki tingkat keamanan hampir sempurna.

“Sekarang security-nya Coretax udah bagus sekali. Dulu saya bilang cybersecurity-nya 30 dari 100, sekarang udah 95 plus, nilainya A+,” tegasnya.

Purbaya mengaku memilih tim lokal terbaik, bukan hanya dari kalangan teknokrat pemerintah, tapi juga para ahli keamanan siber independen. Hasilnya, dalam waktu singkat Coretax berhasil naik kelas dari sistem yang dinilai “D” menjadi “A+”.

Tak tanggung-tanggung, Purbaya bahkan menggandeng para hacker etis asal Indonesia untuk menguji ketahanan sistem.

“Sekarang hampir pasti udah gak bisa lagi (ditembus). Kita juga panggil hacker kita yang jago-jago, orang Indonesia semua. Di dunia mereka ditakutin juga,” ujarnya sambil tersenyum.

Menurutnya, para “white-hat hacker” yang pernah menduduki peringkat dunia itu berhasil melakukan pengujian berlapis terhadap sistem Coretax, dan hasilnya memuaskan.

“Kita bayar, tapi hasilnya luar biasa. Mereka bantu saya ngetes, dan ternyata sistem kita sudah lumayan kuat,” tambahnya.

Dengan perbaikan ini, Purbaya berharap masyarakat, terutama wajib pajak, tak lagi cemas akan kebocoran data di sistem Coretax. Ia menegaskan, keamanan informasi pajak kini menjadi prioritas utama dalam reformasi digital perpajakan Indonesia.

“Keamanan data itu bukan sekadar teknologi, tapi juga soal kepercayaan publik. Dan itu yang sekarang kita jaga,” pungkasnya. (alf)

Guru Besar UI Tegaskan Prinsip Pajak Tak Boleh Jadi Pedang Bermata Dua

IKPI, Jakarta: Guru Besar Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (UI), Prof. Dr. Haula Rosdiana, M.Si, menegaskan bahwa penerapan prinsip substance over form dalam perpajakan tidak boleh berubah menjadi “pedang bermata dua” yang justru menimbulkan ketidakpastian dan menggerus kepercayaan wajib pajak terhadap otoritas fiskus.

Pernyataan itu disampaikan Prof. Haula dalam Diskusi Panel Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) bertema “Substance Over Form: Saat Fiskus dan Wajib Pajak Beradu Makna di Balik Transaksi?” yang digelar secara hybrid, Jumat (24/10/2025).

Menurutnya, prinsip substance over form sejatinya merupakan meta-rule of taxation aturan agung yang memastikan keadilan, kesetaraan, dan kejujuran dalam hubungan antara fiskus dan wajib pajak. Namun dalam praktik, prinsip itu kerap disalahartikan hingga menimbulkan ketegangan dan sengketa.

“Tujuan baik dari substance over form adalah menegakkan keadilan dan mencegah praktik rekayasa pajak. Tapi kalau digunakan tanpa dasar yang kuat, ia bisa jadi pedang bermata dua yang melukai rasa keadilan dan melemahkan kepercayaan wajib pajak,” ujar Haula.

Ia mengingatkan, negara harus berhati-hati agar tidak terlalu jauh ikut campur dalam urusan bisnis yang sah. Prinsip freedom of contract, kata Haula, harus tetap dihormati sepanjang tidak melanggar hukum.

“Selama perjanjian bisnis tidak bertentangan dengan undang-undang, tidak boleh dipaksa diubah hanya karena tafsir fiskus yang terlalu progresif,” tegasnya.

Prof. Haula juga menyoroti perlunya keseimbangan antara pengamanan penerimaan negara dan kepastian hukum bagi wajib pajak. Ia mengingatkan, lemahnya kepastian hukum hanya akan memperburuk tingkat kepatuhan sukarela (voluntary compliance).

“Kalau trust wajib pajak melemah, maka compliance ikut runtuh. Itu efek domino yang harus dihindari,” ujarnya.

Ia juga mendorong agar penyusunan kebijakan perpajakan di Indonesia dilakukan secara demokratis dan deliberatif, melibatkan akademisi, praktisi, serta masyarakat luas. Dengan begitu, arah kebijakan pajak tidak hanya kuat secara yuridis, tetapi juga berakar pada keadilan dan rasionalitas.

“Substance over form bukan sekadar soal teks hukum, tapi soal moralitas pajak. Kalau kebijakan dibuat tergesa tanpa mendengar suara publik, maka yang muncul bukan keadilan, melainkan distorsi,” pungkasnya. (bl)

DPR Soroti Dana Mengendap di Kas Daerah, Misbakhun Minta Sinkronisasi Kebijakan Fiskal

IKPI, Jakarta: Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menyoroti masih tingginya dana pemerintah daerah yang mengendap di perbankan. Berdasarkan data Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia, hingga akhir September 2025 jumlahnya mencapai Rp234 triliun.

“Rp234 triliun bukan angka kecil. Dana sebesar itu seharusnya bisa dimanfaatkan optimal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan mempercepat realisasi belanja daerah,” ujar Misbakhun di Jakarta, Sabtu (25/10/2025).

Menurut Misbakhun, angka tersebut menunjukkan masih adanya persoalan dalam pengelolaan fiskal di tingkat daerah. Ia menekankan perlunya sinkronisasi kebijakan fiskal antara pemerintah pusat dan daerah agar dana transfer ke daerah (TKD) dapat memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat.

“Dana TKD itu dirancang sebagai motor penggerak ekonomi daerah. Kalau dikelola cepat dan tepat, dampaknya akan terasa langsung melalui pembangunan infrastruktur, peningkatan layanan publik, dan penciptaan lapangan kerja,” jelasnya.

Politikus Partai Golkar itu mengingatkan, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD) sudah menegaskan pentingnya pengelolaan fiskal yang efisien, transparan, dan produktif. Karena itu, dana besar yang hanya mengendap di bank justru berpotensi menghambat laju ekonomi.

Meski begitu, Misbakhun menilai dana mengendap tidak sepenuhnya akibat kelalaian pemerintah daerah. Ia menilai perlu dilakukan evaluasi menyeluruh untuk menelusuri akar masalahnya. “Perlu ditelusuri apakah ini karena perencanaan APBD yang belum sinkron dengan APBN, aturan teknis yang terlambat, atau justru sikap kehati-hatian daerah dalam menjaga kas,” ujarnya.

Untuk itu, Misbakhun mendorong Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri memperkuat koordinasi serta pembinaan terhadap pelaksanaan APBD di seluruh daerah.

“Sinkronisasi kebijakan fiskal sangat penting. Jangan sampai dana besar yang seharusnya menggerakkan ekonomi justru tidur di bank menjelang akhir tahun anggaran,” tegasnya.

Ia menambahkan, percepatan realisasi belanja daerah sangat dibutuhkan guna menjaga momentum pertumbuhan ekonomi nasional. “Setiap rupiah yang mengendap terlalu lama berarti kesempatan pembangunan yang tertunda,” pungkasnya. (alf)

id_ID