Menkeu Umumkan Penerimaan Pajak Menurun 30,19% di Awal Tahun 2025

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan bahwa penerimaan pajak hingga Februari 2025 tercatat sebesar Rp 187,8 triliun. Angka ini menunjukkan penurunan sebesar 30,19% dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang mencapai Rp 269,02 triliun.

“Penerimaan pajak Rp 187,8 triliun atau 8,6% dari target,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa yang digelar di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis (13/3/2025).

Penurunan signifikan juga terlihat pada penerimaan pajak pada Januari 2025, yang hanya mencapai Rp 88,89 triliun. Angka ini lebih rendah 41,86% dibandingkan penerimaan pajak pada Januari 2024 yang mencapai Rp 152,89 triliun.

Secara keseluruhan, pendapatan negara hingga Februari 2025 tercatat sebesar Rp 316,9 triliun, yang setara dengan 10,5% dari target pendapatan tahun ini yang ditetapkan sebesar Rp 3.005,1 triliun.

Lebih rinci, pendapatan negara tersebut terdiri dari:

• Penerimaan pajak: Rp 187,8 triliun

• Kepabeanan dan cukai: Rp 52,6 triliun

• Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP): Rp 76,4 triliun

Penurunan penerimaan pajak ini menjadi perhatian khusus pemerintah yang berupaya menjaga stabilitas keuangan negara di tengah tantangan ekonomi global. (alf)

 

Penerimaan Pajak Turun Drastis, Defisit Anggaran 2025 Terancam Melebar

IKPI, Jakarta: Penurunan signifikan pada penerimaan pajak di awal tahun 2025 diprediksi akan berdampak besar terhadap defisit anggaran negara. Pada Januari 2025, kinerja penerimaan pajak tercatat turun hingga 41,9%, yang berpotensi membuat defisit anggaran melebar dari target yang telah ditetapkan sebesar 2,53% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menyebut bahwa jika tren penurunan ini terus berlanjut, penerimaan negara berpotensi mengalami shortfall Rp300 hingga Rp400 triliun. Hal ini secara otomatis akan memperbesar defisit anggaran hingga mencapai Rp800 triliun atau hampir 3% dari PDB.

“Berdasarkan prediksi kami pada akhir Januari 2025 lalu, potensi defisit hingga Rp800 triliun atau hampir 3% PDB adalah skenario yang realistis jika situasi ini terus berlanjut tanpa solusi cepat,” ujar Achmad dalam keterangan resmi pada Rabu (12/3/2025).

Penurunan penerimaan pajak ini terjadi di tengah tingginya kebutuhan belanja negara, terutama untuk program-program yang menjadi janji kampanye Presiden Prabowo-Gibran. Program-program tersebut mencakup belanja sosial dan pangan, yang membuat ruang fiskal untuk pemangkasan belanja menjadi sangat terbatas.

Selain itu, upaya untuk menutup defisit dengan penerbitan utang baru diperkirakan akan lebih mahal karena pasar obligasi mulai bereaksi negatif terhadap kondisi ini. Kenaikan imbal hasil atau yield obligasi negara (SUN) menunjukkan bahwa pasar menuntut premi risiko yang lebih tinggi bagi utang pemerintah, seiring dengan kekhawatiran atas kondisi fiskal yang memburuk.

Achmad memperingatkan bahwa jika pemerintah terus memaksakan belanja tanpa disertai penerimaan yang memadai, maka risiko pembengkakan utang akan meningkat. Hal ini dapat memperbesar beban bunga utang yang saat ini telah mencapai lebih dari Rp500 triliun per tahun.

Peneliti Makroekonomi dan Pasar Keuangan di LPEM FEB UI, Teuku Riefky, juga menyoroti potensi pelebaran defisit akibat kebutuhan belanja yang tinggi di tengah penurunan aktivitas ekonomi. Sementara itu, Ekonom Bahana Sekuritas, Putera Satria Sambijantoro, mengamini bahwa penerimaan pajak mengalami tekanan dari berbagai sisi.

Selain implementasi sistem Coretax yang belum optimal, target penerimaan tahun 2025 juga mengandalkan PPN sebesar 12%. Namun, kebijakan tersebut batal diterapkan dan PPN tetap berada pada level 11%. Daya beli masyarakat yang lemah turut berpengaruh pada penerimaan dari Pajak Penghasilan (PPh) individu maupun badan.

Di sisi lain, penurunan harga komoditas seperti batu bara dan nikel semakin memperbesar potensi shortfall penerimaan negara.

“Jadi tahun ini target defisit sebesar 2,53% dari PDB kemungkinan akan melebar hingga 2,6% hingga 2,8% pada akhir tahun,” ungkap Putera Satria, Rabu (12/3/2025).

Dalam postur APBN 2025, pemerintah menargetkan pendapatan negara senilai Rp3.005,13 triliun, yang utamanya bersumber dari penerimaan pajak sebesar Rp2.189,31 triliun. Sementara itu, belanja negara direncanakan mencapai Rp3.621,3 triliun, yang menambah tantangan bagi pemerintah dalam menjaga stabilitas fiskal di tengah kondisi penerimaan pajak yang tertekan. (alf)

 

Penerimaan Pajak Januari 2025 Turun Jadi 41,86% 

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan bahwa realisasi penerimaan pajak pada Januari 2025 tercatat sebesar Rp 88,89 triliun. Angka ini mengalami penurunan signifikan sebesar 41,86% dibandingkan dengan penerimaan pajak pada Januari 2024 yang mencapai Rp 152,89 triliun.

“Realisasi penerimaan pajak Januari 2025 tercatat Rp 88,89 triliun atau 4,06% dari target, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya,”

tulis Kemenkeu dalam Laporan APBN Kita Edisi Februari 2025 yang dirilis pada Rabu (12/3/2025).

Rincian penerimaan pajak hingga 31 Januari 2025 adalah sebagai berikut:

• Pajak Penghasilan (PPh) nonmigas: Rp 57,78 triliun atau 5,04% dari target.

• Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM): Rp 24,62 triliun atau 2,60% dari target.

• Pajak Penghasilan (PPh) migas: Rp 4,27 triliun atau 6,79% dari target.

Kinerja penerimaan pada ketiga kelompok pajak tersebut mengalami pelambatan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Di sisi lain, penerimaan dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta pajak lainnya mengalami peningkatan sebagai dampak dari ketentuan baru terkait deposit pajak.

Realisasi PBB dan pajak lainnya tercatat sebesar Rp 2,22 triliun atau 6,37% dari target.

Penurunan signifikan pada penerimaan pajak ini menjadi perhatian serius bagi pemerintah dalam upaya mencapai target penerimaan pajak tahun 2025. (alf)

 

Kemenkeu Satu dan Pemprov DKI Jakarta Perkuat Edukasi Pajak di Sekolah hingga Pertukaran Data Perpajakan

IKPI, Jakarta: Kantor Perwakilan Kemenkeu Satu se-Jakarta Raya menjalin kolaborasi dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dalam upaya memperkuat kebijakan fiskal. Kerja sama ini mencakup beberapa inisiatif utama, di antaranya integrasi edukasi perpajakan di sekolah-sekolah, pertukaran data perpajakan, serta penguatan pemahaman wilayah fiskal di Jakarta.

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Pusat yang juga menjabat sebagai Kepala Perwakilan Kemenkeu Satu se-Jakarta Raya, Eddi Wahyudi, menyoroti pentingnya harmonisasi antara pajak pusat dan pajak daerah guna memastikan keberlanjutan fiskal nasional dan daerah.

“Pentingnya sinkronisasi antara aparatur Pajak Pusat dan Pajak Daerah demi mencapai APBD dan APBN yang tangguh. Sinergi ini menjadi kunci dalam menjaga stabilitas keuangan negara dan daerah,” ujar Eddi dalam keterangannya pada Rabu (12/3/2025).

Sebelumnya, Eddi Wahyudi bersama perwakilan Kementerian Keuangan lainnya telah mengadakan audiensi dengan Gubernur Daerah Khusus Jakarta, Pramono Anung, di Balai Kota. Audiensi tersebut membahas berbagai bentuk kolaborasi penguatan kebijakan fiskal yang bertujuan untuk mempererat sinergi fiskal antara pemerintah pusat dan daerah.

Eddi menyampaikan harapannya bahwa pertemuan tersebut dapat semakin mempererat kerja sama antara unit kerja vertikal DJP dengan Pemprov DKI Jakarta, demi mewujudkan sistem perpajakan yang lebih inklusif, transparan, dan berdaya guna bagi pembangunan daerah maupun nasional.

Dalam kesempatan yang sama, Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, menegaskan komitmen Pemprov DKI untuk memperkuat kolaborasi fiskal dengan Kemenkeu.

“Pemprov DKI Jakarta menyambut baik pertemuan ini dan berkomitmen untuk menjadi partner yang bisa berkolaborasi dengan baik, saling respek, dan memberikan apresiasi,” kata Pramono.

Sebagai simbol dukungan terhadap edukasi perpajakan bagi generasi muda, Kanwil DJP Jakarta Barat turut menyematkan jaket Relawan Pajak “Renjani” kepada Pramono. Penyematan jaket ini menjadi simbol kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam meningkatkan literasi pajak di kalangan pelajar dan mahasiswa. (alf)

 

 

Update 11 Maret! Baru 7,49 Juta Wajib Pajak Lapor SPT Tahunan 

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat sebanyak 7,49 juta wajib pajak (WP) telah menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan per 11 Maret 2025 pukul 00.01 WIB. Angka ini tumbuh 2,46% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

“Sampai dengan 11 Maret 2025 pukul 00.01 WIB, total SPT Tahunan PPh tahun pajak 2024 yang sudah disampaikan adalah sebanyak 7,49 juta SPT,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti dalam keterangan resmi, Selasa (11/3/2025).

Dari jumlah tersebut, sebanyak 7,27 juta WP merupakan wajib pajak orang pribadi, sedangkan sisanya 210 ribu merupakan wajib pajak badan.

Batas Akhir Pelaporan SPT

Pelaporan SPT Tahunan pajak tahun 2024 telah dibuka sejak 1 Januari 2025. Berdasarkan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), batas akhir penyampaian SPT Tahunan untuk wajib pajak orang pribadi adalah 31 Maret 2025, sedangkan bagi wajib pajak badan paling lambat 30 April 2025.

Mendekati batas waktu tersebut, DJP mengimbau masyarakat untuk segera melaporkan SPT Tahunan melalui laman resmi djponline.pajak.go.id agar lebih nyaman dan tenang.

“Bagi yang belum lapor, segera lakukan pelaporan SPT Tahunan melalui e-Filing di djponline.pajak.go.id agar lebih nyaman dan tenang,” imbau Dwi.

Sanksi Keterlambatan

Pelaporan Wajib pajak yang terlambat atau tidak melaporkan SPT Tahunan akan dikenakan sanksi administrasi sesuai dengan UU KUP. Pasal 7 UU tersebut mengatur sanksi berupa denda sebesar Rp 100 ribu bagi wajib pajak orang pribadi dan Rp 1 juta bagi wajib pajak badan.

Cara Lapor SPT Tahunan Pajak

Berikut langkah-langkah pelaporan SPT Tahunan secara online melalui e-Filing:

• Buka laman djponline.pajak.go.id

• Login menggunakan NIK/NPWP, password, dan kode keamanan

• Setelah login, klik “Lapor” dan pilih layanan “e-Filing”

• Klik “Buat SPT” dan jawab pertanyaan yang muncul untuk menentukan formulir yang sesuai

• Isi data formulir seperti tahun pajak dan status SPT normal, lalu klik langkah berikutnya

• Isi SPT sesuai dengan bukti potong pajak dari pemberi kerja dan ikuti panduan e-Filing

• Setelah selesai, akan muncul ringkasan SPT dan opsi untuk mendapatkan kode verifikasi

• Klik “Di Sini” untuk mengambil kode verifikasi yang akan dikirimkan melalui email atau SMS

• Masukkan kode verifikasi tersebut dan klik “Kirim SPT”

Setelah proses selesai, laporan SPT akan terekam dalam sistem DJP, dan bukti pelaporan akan dikirim melalui email.

DJP mengingatkan masyarakat untuk tidak menunda pelaporan agar dapat menghindari risiko denda dan sanksi administratif. (alf)

 

Kanwil DJP Tetapkan Gubernur Jakarta Sebagai Relawan Pajak untuk Negeri 2025

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jakarta Barat secara resmi menetapkan Gubernur Jakarta, Pramono Anung, sebagai Relawan Pajak untuk Negeri (Renjani) Tahun 2025. Penetapan ini dilakukan dalam audiensi Kemenkeu Satu Jakarta bersama Gubernur Jakarta yang berlangsung di Balai Kota Jakarta pada Senin (10/3/2025).

Penunjukan Pramono Anung sebagai Relawan Pajak merupakan bentuk apresiasi atas dedikasinya dalam meningkatkan kesadaran pajak di kalangan masyarakat Jakarta. Upaya ini diharapkan mampu mendorong transparansi dan meningkatkan kepatuhan pajak di wilayah ibu kota.

Saat mengenakan rompi Renjani, Pramono Anung melontarkan komentar unik yang mencuri perhatian. “Kalau ukurannya pas, berarti laporan SPT Tahunan saya juga sudah pas!” ucapnya. Pernyataan tersebut tidak hanya mencerminkan kepatuhannya terhadap kewajiban perpajakan, tetapi juga menjadi ajakan bagi masyarakat untuk melaporkan pajak dengan tepat dan sesuai aturan.

Dengan gaya santai namun bermakna, Pramono menegaskan pentingnya kesadaran pajak bagi setiap warga negara.

Pramono juga menyampaikan komitmen Pemerintah Provinsi Jakarta untuk mendukung kolaborasi dengan Kemenkeu Satu DKI Jakarta dalam upaya meningkatkan penerimaan pajak dan pengelolaan fiskal daerah.

“Saya ingin ada perubahan agar Jakarta menjadi lebih baik dan dapat menjadi mitra strategis Kemenkeu,” ujarnya dalam keterangan resmi yang diterima Rabu (13/3/2025).

Program Renjani sendiri melibatkan berbagai elemen, termasuk mahasiswa dan tokoh publik, untuk memperkuat komunikasi antara DJP dan masyarakat. Melalui pendekatan yang lebih inklusif dan mudah dipahami, program ini bertujuan meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai pajak.

Kepala Kanwil DJP Jakarta Barat, Farid Bachtiar, turut mengungkapkan harapannya agar Pemerintah Provinsi Jakarta dapat mendorong peran Dasawisma serta RT/RW dalam meningkatkan kesadaran dan kepatuhan pajak.

Menurut Farid, diperlukan regulasi yang mendukung implementasi kebijakan ini agar berjalan optimal. Ia juga berharap bahwa dengan dikenakannya rompi Renjani, Pramono Anung dapat menjadi teladan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan serta menginspirasi masyarakat untuk lebih patuh dalam pelaporan pajak.

Langkah ini dinilai penting untuk mendukung optimalisasi penerimaan negara demi pembangunan nasional yang berkelanjutan.

Sebagai pengingat, Farid turut mengimbau masyarakat untuk segera melaporkan SPT Tahunan sebelum batas akhir, yakni 31 Maret 2025 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dan 30 April 2025 untuk Wajib Pajak Badan. “Laporkan pajak Anda lebih awal agar lebih nyaman. Lapor sekarang di djponline.pajak.go.id,” ujarnya. (alf)

 

 

DJP Larang Pegawainya Terima Bingkisan Jelang Hari Raya Nyepi dan Idul Fitri 1446 H

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengeluarkan imbauan kepada wajib pajak dan pemangku kepentingan lainnya untuk tidak memberikan gratifikasi kepada pegawai pajak menjelang Hari Raya Nyepi dan Idul Fitri 1446 H/2025.

Larangan tersebut tertuang dalam pengumuman Nomor PENG-21/PJ.09/2025 tentang “Imbauan Antigratifikasi di Lingkungan DJP Dalam Rangka Hari Raya Nyepi Tahun Baru Caka 1947 dan Idulfitri 1446 Hijriah.”

Dalam pengumuman tersebut, DJP menegaskan larangan pemberian hadiah, termasuk bingkisan parsel atau hampers Lebaran, baik secara langsung maupun tidak langsung.

“Sehubungan dengan peringatan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Caka 1947 dan Idulfitri 1446 Hijriah, DJP mengimbau kepada seluruh wajib pajak dan para pemangku kepentingan terkait lainnya, untuk tidak menawarkan dan/atau memberikan uang/barang/hadiah dalam bentuk apa pun, termasuk bingkisan parsel atau hampers baik secara langsung maupun tidak langsung kepada pegawai DJP,” demikian isi pengumuman tersebut yang dikutip pada Selasa (11/3/2025).

DJP menegaskan bahwa semua layanan administrasi perpajakan diberikan tanpa biaya dan merupakan hak wajib pajak. Oleh karena itu, tidak perlu ada pemberian tanda terima kasih dalam bentuk apa pun kepada pegawai DJP.

Jika wajib pajak mengetahui adanya pelanggaran terkait gratifikasi, mereka diminta segera melaporkannya melalui saluran pengaduan Kring Pajak 1500200, melalui email ke kode.etik@pajak.go.id, atau melalui laman wise.kemenkeu.go.id.

DJP juga meminta kepada pegawainya yang menerima atau ditawari gratifikasi untuk menolaknya dan melaporkan kejadian tersebut ke Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) di masing-masing unit kerja paling lambat 10 hari kerja sejak tanggal penerimaan/penolakan.

Selain itu, laporan juga dapat dilakukan melalui Pelaporan Gratifikasi Online (GOL KPK) di laman gol.kpk.go.id paling lambat 30 hari kerja sejak penerimaan/penolakan.

Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 (UU Tipikor), serta UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab UU Hukum Pidana (KUHP), pihak yang memberikan gratifikasi yang memenuhi unsur tindak pidana suap dapat dikenai sanksi pidana korupsi.

Pasal 605 ayat (1) KUHP menyebutkan bahwa pemberi gratifikasi dengan maksud memengaruhi tindakan pejabat yang bertentangan dengan kewajibannya dapat dikenai pidana penjara 1 hingga 5 tahun serta denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 500 juta.

Sementara itu, Pasal 606 ayat (1) KUHP mengatur bahwa pemberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri yang berkaitan dengan jabatan mereka dapat dikenai pidana penjara hingga 3 tahun dan denda maksimal Rp 200 juta. (alf)

Insentif Pajak Opsen Kerek 2,2% Penjualan Kendaraan di Februari 2025 

IKPI, Jakarta: Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), Kukuh Kumara, menyatakan bahwa peningkatan penjualan kendaraan pada Februari 2025 tidak lepas dari adanya insentif pajak Opsen yang diberikan oleh beberapa daerah.

“Adanya insentif atau stimulus Pajak Opsen ini sangat berpengaruh (untuk penjualan),” ujar Kukuh Kumara, Selasa (11/3/2025).

Data menunjukkan bahwa penjualan wholesales pada Februari 2025 meningkat sebesar 2,2% atau mencapai 72.295 unit dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu yang hanya mencatatkan 70.722 unit.

Sementara itu, penjualan ritel mengalami penurunan tipis sebesar 0,8% dengan total penjualan 69.872 unit pada Februari 2025, dibandingkan 70.420 unit pada periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan ini dikaitkan dengan kekhawatiran calon pembeli terkait potensi kenaikan pajak Opsen di beberapa daerah, sehingga banyak yang memilih menunda pembelian kendaraan.

“Ini cukup menarik kalau diamati, tapi terlalu dini kalau kita mengatakan ada peningkatan. Pada waktu Januari itu kan ada gonjang-ganjing mengenai pajak Opsen. Begitu ada ketidakpastian mengenai Opsen, mereka menunda (pembelian),” jelas Kukuh.

Kukuh berharap tren penjualan yang cukup positif di Februari dapat berlanjut hingga akhir tahun 2025. Ia mengimbau pemerintah daerah agar mempertimbangkan dengan matang sebelum meningkatkan pajak Opsen pada kendaraan baru.

Menurutnya, jika pemda menahan kenaikan pajak Opsen, penjualan kendaraan yang terus meningkat akan turut berdampak positif pada pendapatan pajak daerah tersebut.

“Dengan makin banyak mobil yang dijual, maka pemda dapat pendapatan pajak yang setimpal. Tapi kalau penjualannya menurun, pendapatan pemda juga akan menurun,” kata Kukuh.

GAIKINDO menargetkan penjualan kendaraan pada tahun ini mencapai 950 ribu unit. Namun, Kukuh menegaskan bahwa target tersebut masih dapat berubah tergantung kondisi perekonomian dan kebijakan yang berlaku di Indonesia.

Pada tahun 2024, GAIKINDO mencatat penjualan kendaraan roda empat yang mengalami penurunan signifikan. Total penjualan wholesales hanya mencapai 865.723 unit atau turun 13,9% dibandingkan tahun 2023. Sementara pada penjualan ritel, angka tersebut hanya mencapai 889.680 unit, turun 10,9% dari tahun 2023 yang mencatatkan 998.059 unit. (bl)

 

Mahkamah Konstitusi Gelar Sidang Pengujian UU HPP, Kenaikkan PPN jadi Sorotan

IKPI, Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan terkait pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) pada Senin (10/3/2025) di Ruang Sidang MK. Sidang ini memeriksa perkara yang terdaftar dengan nomor 11/PUU-XXIII/2025.

Dikutip dari website resmi MK, para pemohon dalam perkara ini berasal dari berbagai latar belakang, termasuk ibu rumah tangga, mahasiswa, pekerja swasta, pelaku usaha mikro, pengemudi ojek daring, dan organisasi yang bergerak di bidang kesehatan mental.

Mereka menguji konstitusionalitas sejumlah ketentuan dalam UU HPP, yakni Pasal 4A ayat (2) huruf b dan ayat (3) huruf a, g, j, serta Pasal 7 ayat (1), (3), dan (4). Pasal-pasal tersebut mengatur penghapusan barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, pendidikan, serta angkutan umum dari daftar barang dan jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

UU HPP juga menetapkan ketentuan baru mengenai tarif PPN dan mekanisme perubahannya. Kuasa hukum para Pemohon, Novia Sari, menyampaikan bahwa Pasal 4A ayat (2) UU HPP bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2), Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 28H ayat (2) UUD 1945. “Kenaikan PPN menjadi 12% terhadap barang pokok yang dibutuhkan masyarakat telah menimbulkan lonjakan harga di tengah kondisi penghasilan yang stagnan, menurun, atau bahkan tidak ada sama sekali.

Akibatnya, para Pemohon terpaksa menurunkan kualitas barang kebutuhan pokok yang mereka konsumsi atau bahkan tidak dapat membeli barang dengan kualitas yang sama,” ujar Novia dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat.

Novia juga menyoroti dampak kenaikan harga pada berbagai kebutuhan lain akibat penerapan PPN 12%, termasuk bahan bakar minyak (BBM), paket data internet, dan biaya listrik yang turut membebani masyarakat.

“Para Pemohon juga menghadapi kesulitan dalam mengakses lingkungan tempat tinggal yang bersih dan sehat karena meningkatnya biaya sewa,” tambah Novia.

Dalam petitumnya, para Pemohon meminta MK menyatakan bahwa ketentuan-ketentuan tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Khusus untuk Pasal 7 ayat (3) UU HPP, para Pemohon berharap MK menyatakan ketentuan tersebut konstitusional bersyarat, sepanjang tarif PPN ditetapkan berdasarkan indikator ekonomi, sosial, atau lingkungan yang jelas.

Selain itu, Pasal 7 ayat (4) UU HPP dimohonkan agar dinyatakan konstitusional bersyarat, dengan ketentuan bahwa perubahan tarif PPN hanya boleh dilakukan melalui undang-undang, bukan peraturan pemerintah.

Menanggapi permohonan tersebut, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyoroti penyusunan legal standing para Pemohon. “Di bagian posita, kok Anda uraikan lagi legal standing-nya,” kata Enny dalam sidang.

Majelis Hakim memberikan waktu 14 hari bagi para Pemohon untuk memperbaiki permohonannya. Perbaikan tersebut harus disampaikan ke MK paling lambat Senin, 24 Maret 2025. (alf)

 

Kemenkeu akan Rilis Laporan APBN KiTa Diakhir Pekan Ini

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengumumkan bahwa laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Kinerja dan Fakta (APBN KiTa) akan dirilis pada akhir pekan ini. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, Deni Surjantoro, Senin (10/3/2025).

“Rencana minggu ini, untuk harinya masih menyesuaikan, tunggu saja ya,” ujar Deni.

Sebelumnya, Kemenkeu terakhir kali merilis laporan realisasi APBN pada awal Januari 2025 yang mencakup data untuk tahun anggaran 2024.

Biasanya, laporan APBN KiTa diterbitkan pada pekan ketiga atau keempat setiap bulan. Namun, hingga Maret 2025, laporan APBN KiTa untuk periode Januari 2025 belum juga dipublikasikan.

Deni menjelaskan bahwa keterlambatan ini terjadi karena jadwal rilis yang masih dalam proses penyesuaian. Masyarakat diharapkan bersabar menunggu laporan tersebut yang dijanjikan akan dirilis dalam waktu dekat.

Laporan APBN KiTa menjadi acuan penting bagi publik dan pelaku ekonomi dalam memahami kondisi keuangan negara serta arah kebijakan fiskal yang diambil pemerintah. (alf)

 

id_ID