Ribuan Dokter Spesialis Anak Protes Kebijakan Pemotongan PPh Bruto: Khawatir Berdampak ke Pelayanan Pasien JKN

IKPI, Jakarta: Lebih dari 5 ribu dokter spesialis anak mengajukan keberatan terhadap kebijakan pajak yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Republik Indonesia Nomor 168 Tahun 2023. Peraturan ini mengatur tentang ketentuan umum, pemotongan pajak, dan penerima penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan (PPh) pasal 21 dan/atau pajak penghasilan pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.

Seruan keberatan tersebut disampaikan melalui surat permohonan evaluasi kebijakan yang ditandatangani Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr. Piprim Basarah Yanuarso, pada Senin (17/2/2025). Dalam surat, tertulis bahwa aturan ini dinilai berdampak besar terhadap dokter yang melayani pasien Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Pasalnya, dalam regulasi tersebut, pajak penghasilan dokter dikenakan berdasarkan penghasilan bruto, sebelum dikurangi bagi hasil dengan rumah sakit dan biaya operasional. “Ini berarti dokter membayar pajak atas (pendapatan) yang tidak mereka terima,” ujar Piprim Basarah dalam surat tersebut, Rabu (19/2/2025).

IDAI juga menyoroti bahwa pemotongan pajak berdasarkan penghasilan bruto berpotensi menambah beban pajak bagi dokter yang mendapatkan honor dari berbagai sumber, seperti seminar, pelatihan, hingga jasa konsultasi lainnya. “Ini berpotensi membuat dokter harus membayar pajak tambahan 5% hingga 30% dari pendapatan riil yang mereka terima, pada akhirnya semakin memberatkan,” katanya.

Akibat kebijakan ini, IDAI khawatir minat dokter untuk melayani pasien JKN akan berkurang. Hal ini disebabkan sebagian besar dokter anak di rumah sakit melayani pasien JKN dengan tarif standar yang ditetapkan pemerintah. Jika pajak tetap dikenakan atas penghasilan bruto, bukan netto yang diterima, beban pajak dokter dikhawatirkan semakin tinggi.

Menurut Basarah, aturan PMK tersebut seolah menempatkan dokter seperti perusahaan, dengan pajak yang dikenakan atas omzet atau penghasilan bruto, bukan laba bersih yang diperoleh.

Sebagai bentuk protes, IDAI menyerukan penundaan pelaporan pajak tahun 2024 hingga muncul keputusan yang lebih adil dari Kementerian Keuangan.

“Kami mengajak Kementerian Keuangan untuk berdialog bersama perwakilan IDAI agar kebijakan ini dapat dikaji ulang dengan mempertimbangkan prinsip keadilan bagi dokter yang melayani masyarakat, khususnya pasien JKN,” tegas Basarah. (alf)

 

Mahasiswa hingga Pelaku UMKM Hadiri Workshop Pajak Kolaborasi IKPI Banjarmasin, Banjarbaru dan IBITEK

IKPI, Banjarmasin: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Banjarmasin dan Banjarbaru bekerja sama dengan IBITEK menyelenggarakan Workshop Pajak dengan tema “Bimbingan Teknis Pengisian SPT Tahunan Orang Pribadi & Badan UMKM Tahun 2024 dan Persiapan Sistem Baru Perpajakan Coretax” di Kampus IBITEX, Banjarmasin, Selasa (18/3/2025).

Acara ini bertujuan memberikan pemahaman yang komprehensif kepada peserta terkait tata cara pengisian SPT Tahunan dan persiapan menghadapi sistem perpajakan baru yang akan diterapkan.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Banjarmasin)

Sekretaris IKPI Cabang Banjarmasin Martha Leviana, yang juga menjadi pembawa acara dalam kegiatan tersebut membukanya dengan menyampaikan dua pantun untuk menyemangati peserta.

Pohon nangka tinggal sebatang
nangka unik berbuah tomat
saya ucapkan selamat datang
untuk para hadirin yang terhormat.

Badan kekar umurnya tua
bawa pedang bukanlah petani
apa kabar hadirin semua
semoga manfaat acara hari ini. Pesertapun memberikan tepuk tangan meriah, tanda dimulainya kegiatan tersebut.

Lebih lanjut, Martha menyampaikan bahwa workshop ini sangat penting untuk membantu wajib pajak memahami kewajibannya serta menghindari potensi kesalahan dalam pelaporan pajak.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Banjarmasin)

“Workshop ini kami selenggarakan sebagai langkah edukasi bagi para wajib pajak, baik individu maupun badan usaha. Pemahaman yang baik tentang SPT dan persiapan menghadapi Coretax sangat penting agar tidak terjadi kesalahan yang bisa berdampak pada sanksi administrasi perpajakan,” ujar Martha, Selasa (18/3/2025).

Diceritakannya, workshop ini dihadiri sekitar 70 peserta yang terdiri dari anggota IKPI Cabang Banjarmasin dan Banjarbaru (20 orang), serta dosen, mahasiswa, pelaku usaha UMKM, dan masyarakat umum (sekitar 45-50 orang).

Selain workshop terkait SPT dan Coretax, acara ini juga dilanjutkan dengan sesi seminar bertema “Upaya Hukum Putusan Banding/Gugatan” yang menghadirkan narasumber berpengalaman, yaitu Dr. Hariyasin, yang juga merupakan anggota Dewan Pembina IKPI.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Banjarmasin)

Menurut Martha, seminar ini memberikan wawasan mengenai langkah hukum yang dapat diambil wajib pajak jika menghadapi permasalahan terkait putusan pajak.
Sebagai pengingat, batas akhir pelaporan SPT Tahunan bagi wajib pajak orang pribadi adalah 31 Maret 2025, sedangkan untuk badan usaha adalah 30 April 2025.

Martha Leviana berharap kegiatan ini dapat membantu meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap kewajiban perpajakan serta memberikan solusi atas berbagai tantangan yang dihadapi dalam proses pelaporan pajak. (bl)

Penerimaan Pajak Bruto Kaltim-Kaltara Capai Rp4,3 Triliun Hingga Februari 2025

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara (Kaltim-Kaltara) melaporkan capaian penerimaan pajak bruto sebesar Rp4,3 triliun hingga 28 Februari 2025.

“Perolehan ini ditopang oleh beberapa jenis pajak, antara lain Pajak Penghasilan (PPh) Non Migas, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan pajak lainnya,” ujar Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Kanwil DJP Kaltim-Kaltara, Teddy Heriyanto, Senin (17/3/2025).

Capaian tersebut disampaikan dalam rapat koordinasi gabungan Asset Liability Committee (ALCo) Regional Kaltim-Kaltara yang melibatkan seluruh unit vertikal Kementerian Keuangan di wilayah tersebut.

Dari total penerimaan tersebut, kontribusi terbesar berasal dari penerimaan bruto PPh Non Migas yang mencapai Rp1,8 triliun. Angka ini mencatatkan pertumbuhan positif sebesar 11,19 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun 2024.

Sementara itu, penerimaan bruto dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tercatat sebesar Rp0,85 triliun, mengalami penurunan signifikan sebesar 74,91 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Penerimaan bruto dari PPN dan PPnBM mencapai Rp2,2 triliun, mencatatkan pertumbuhan negatif sebesar 5,25 persen. Di sisi lain, Pajak Lainnya mencatat pertumbuhan positif yang sangat signifikan sebesar 795,88 persen dengan capaian penerimaan sebesar Rp184 miliar.

Teddy menjelaskan bahwa meskipun terjadi penurunan pada beberapa sektor, pertumbuhan positif pada PPh Non Migas dan Pajak Lainnya menunjukkan potensi ekonomi yang beragam di wilayah Kaltim-Kaltara. “Kami terus berupaya untuk meningkatkan penerimaan pajak melalui berbagai program dan inovasi,” katanya.

Seluruh unit vertikal di bawah Kementerian Keuangan berkolaborasi dalam koordinasi Kemenkeu Satu untuk memberikan pelayanan terbaik bagi pemangku kepentingan dan menjaga stabilitas perekonomian Indonesia. Pertemuan rutin ini menjadi wadah bagi setiap unit vertikal untuk saling memberikan dukungan dalam mencapai target kinerja masing-masing.

“Kerja sama dan koordinasi antarunit sangat penting untuk memastikan bahwa kebijakan fiskal yang diambil dapat berjalan efektif dan efisien,” ujar Teddy.

Rapat koordinasi yang digelar secara daring tersebut membahas perkembangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di Provinsi Kaltim dan Kaltara pada Februari 2025. Pemaparan perkembangan APBN disampaikan oleh Kepala Balai Diklat Keuangan (BDK) Balikpapan, Warid Sudarwanto.

Hadir secara virtual dalam rapat tersebut Kepala Kanwil DJPb Provinsi Kaltim, M. Syaibani; Kepala Kanwil DJPb Provinsi Kaltara, Sakop; Kepala Kanwil DJP Kaltim-Kaltara, Heru Narwanta; dan Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kalimantan Bagian Timur, Kusuma Santi Wahyuningsih. (alf)

 

Pemerintah Pastikan Sasar Lebih dari 2.000 Wajib Pajak Badan untuk Optimalisasi Penerimaan Negara

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menargetkan lebih dari 2.000 wajib pajak badan sebagai bagian dari strategi optimalisasi penerimaan negara pada tahun 2025. Strategi ini dilakukan melalui program kerja sama lintas eselon I di Kemenkeu yang dikenal sebagai joint program.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu, Dwi Astuti, menegaskan bahwa keseluruhan wajib pajak yang disasar dalam program tersebut merupakan wajib pajak badan.

“Dapat kami sampaikan bahwa keseluruhan wajib pajak dalam joint program merupakan wajib pajak badan,” ujar Dwi, Senin (17/3/2025).

diberitakan sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu, menyatakan bahwa pengawasan terhadap lebih dari 2.000 wajib pajak tersebut akan dilakukan melalui berbagai langkah strategis, termasuk analisis data, pengawasan ketat, penagihan yang efektif, serta penggunaan intelijen pajak.

“Ada lebih dari 2.000 wajib pajak yang sudah kita identifikasi. Kita akan lakukan analisis, pengawasan, penagihan intelijen sehingga mudah-mudahan bisa mendapat tambahan penerimaan negara,” ujar Anggito dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (13/3/2025).

Selain program tersebut, Kemenkeu juga menyiapkan tiga strategi tambahan untuk mengoptimalkan penerimaan pajak pada 2025. Pertama, pemerintah akan memperluas pemajakan pada transaksi elektronik, baik domestik maupun internasional.

Kedua, Kemenkeu akan mengembangkan sistem administrasi berbasis digital untuk meminimalisir praktik penyelundupan dan mengurangi peredaran rokok dengan cukai palsu.

Terakhir, pemerintah berencana mengintensifkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sumber daya alam (SDA) serta PNBP kementerian/lembaga melalui layanan premium.

Dengan serangkaian strategi ini, Kemenkeu berharap dapat meningkatkan penerimaan negara secara signifikan pada tahun 2025. (alf)

 

Update 16 Maret! 8,8 Juta Wajib Pajak Laporkan SPT Tahun 2024

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan melaporkan bahwa hingga 16 Maret 2025 pukul 00.01 WIB, sebanyak 8,8 juta wajib pajak telah melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) pajak tahunan mereka untuk tahun pajak 2024. Angka tersebut terdiri dari 8,57 juta SPT Tahunan orang pribadi dan 230 ribu SPT Tahunan badan.

Menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti, sebanyak 8,6 juta SPT dilaporkan secara online, sedangkan 200 ribu SPT lainnya dilaporkan secara manual. Pelaporan secara online dapat dilakukan melalui layanan DJP Online di laman https://djponline.pajak.go.id/.

DJP menegaskan bahwa pengisian SPT Pajak Penghasilan (PPh) untuk tahun pajak 2024 yang dilaporkan di awal 2025 masih menggunakan sistem lama melalui DJP Online. Wajib pajak bisa memanfaatkan fitur e-Form maupun e-Filling untuk pelaporan ini. Khusus pelaporan melalui e-Filling, wajib pajak dapat mengisi dan mengirim SPT tahunan dengan mudah dan efisien.

Bagi wajib pajak orang pribadi berstatus pegawai, terdapat dua jenis formulir yang harus dipilih sesuai dengan besaran penghasilan tahunan mereka. Formulir 1770 digunakan untuk wajib pajak dengan penghasilan di bawah Rp 60 juta per tahun, sedangkan formulir 1770 S diperuntukkan bagi yang berpenghasilan di atas Rp 60 juta per tahun.

Selain itu, DJP mengumumkan kebijakan penghapusan sanksi administrasi atas keterlambatan pembayaran dan/atau pelaporan pajak. Penghapusan ini dilakukan sehubungan dengan implementasi sistem Coretax yang masih mengalami kendala. Kebijakan tersebut tertuang dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 67/PJ/2025 yang ditandatangani oleh Dirjen Pajak Suryo Utomo pada 27 Februari 2025.

“Penghapusan sanksi administratif dilakukan dengan cara tidak menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP). Jika STP telah diterbitkan sebelum keputusan ini berlaku, maka akan dilakukan penghapusan sanksi administratif secara jabatan,” jelas DJP dalam keterangannya.

Dengan kebijakan ini, wajib pajak diharapkan dapat lebih mudah memenuhi kewajiban pajaknya tanpa khawatir terkena sanksi akibat keterlambatan yang disebabkan oleh gangguan sistem. (alf)

 

Pengadilan Pajak Tetapkan Masa Reses Sidang dalam Rangka Idul Fitri 1446 H

IKPI, Jakarta: Pengadilan Pajak telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor SE-1/PP/2025 yang menetapkan masa reses sidang dalam rangka Hari Raya Idul Fitri 1446 H. Keputusan ini bertujuan untuk memastikan efektivitas penyelenggaraan persidangan selama momen hari raya.

Dalam surat edaran tersebut dijelaskan bahwa masa reses sidang akan berlangsung mulai Senin, 24 Maret 2025 hingga Jumat, 11 April 2025. Sidang akan kembali dilaksanakan pada Senin, 14 April 2025.

Meski demikian, Pengadilan Pajak menegaskan bahwa dalam hal terdapat sengketa yang mendesak untuk diselesaikan karena berpotensi jatuh tempo, persidangan tetap dapat dilaksanakan pada waktu dan hari kerja selama masa reses tersebut.

Hal ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk memastikan hak-hak wajib pajak tetap terlindungi.

Selama masa reses, pihak terkait diharapkan dapat memanfaatkan waktu secara optimal untuk mempersiapkan berkas yang akan disidangkan berikutnya.

Selain itu, Pengadilan Pajak juga menekankan pentingnya memprioritaskan penanganan lebih lanjut terhadap berkas yang telah dinyatakan cukup dalam pemeriksaan persidangan.

Dengan diterbitkannya surat edaran ini, diharapkan semua pihak dapat memperhatikan dan melaksanakan ketentuan tersebut dengan penuh tanggung jawab demi kelancaran proses hukum di Pengadilan Pajak. (bl)

Wajib Pajak Bisa Nonaktifkan NPWP Loh! Ini Kriteria dan Caranya

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberikan kemudahan bagi wajib pajak yang ingin menonaktifkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) mereka jika memenuhi kriteria tertentu. NPWP adalah identitas bagi setiap wajib pajak yang terdaftar di DJP dan diperlukan untuk administrasi perpajakan.

Kriteria Wajib Pajak yang Dapat Menonaktifkan NPWP

Wajib pajak dapat mengajukan penonaktifan NPWP jika memenuhi salah satu dari kriteria berikut:

• Wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan secara nyata tidak lagi menjalankan kegiatan tersebut.

• Wajib pajak orang pribadi yang tidak memiliki kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan penghasilannya di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

• Wajib pajak orang pribadi yang memenuhi kriteria nomor 2 namun memiliki NPWP untuk keperluan administratif, seperti melamar pekerjaan atau membuka rekening keuangan.

• Wajib pajak orang pribadi yang tinggal atau berada di luar negeri lebih dari 183 hari dalam 12 bulan dan telah menjadi subjek pajak luar negeri.

• Wajib pajak yang telah mengajukan permohonan penghapusan NPWP namun belum diterbitkan keputusan penghapusannya.

• Wajib pajak yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) dan tidak melakukan transaksi pembayaran pajak selama dua tahun berturut-turut.

• Wajib pajak yang tidak memenuhi kelengkapan dokumen pendaftaran NPWP sesuai dengan Pasal 10 ayat (7) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2020.

• Wajib pajak yang tidak diketahui alamatnya berdasarkan hasil penelitian lapangan.

• Wajib pajak yang diterbitkan NPWP cabang secara jabatan dalam rangka penerbitan SKPKB Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri.

• Instansi pemerintah yang tidak memenuhi persyaratan sebagai pemotong dan/atau pemungut pajak namun belum dilakukan penghapusan NPWP.

• Wajib pajak yang tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif tetapi belum dilakukan penghapusan NPWP.

Cara Menonaktifkan NPWP Secara Online

Wajib pajak yang memenuhi kriteria tersebut dapat menonaktifkan NPWP mereka secara online melalui situs resmi DJP tanpa harus mendatangi Kantor Pelayanan Pajak (KPP).

Berikut langkah-langkahnya:

• Kunjungi laman resmi DJP di https://www.pajak.go.id/.

• Klik fitur “Tanya Fiska” yang terletak di pojok kanan bawah layar.

• Pilih menu “NPWP/NIK”.

• Masukkan Nomor Induk Kependudukan (NIK), nama lengkap, dan email.

• Klik “Selanjutnya”.

• Pilih “Pengaktifan Kembali NPWP/Penonaktifan NPWP”.

• Tunggu hingga chatbot memberikan balasan dan ikuti petunjuk yang diberikan.

Formulir penonaktifan NPWP dapat diunduh melalui laman DJP tersebut. Penonaktifan NPWP akan disetujui jika wajib pajak memenuhi kriteria yang diatur dalam Pasal 24 ayat (2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2020.

Dengan adanya panduan ini, diharapkan wajib pajak yang memenuhi kriteria tidak perlu khawatir atas kewajiban pajak yang tidak lagi relevan dengan kondisi mereka. (alf)

 

Tanggapi Pegawai Pajak yang Meninggal, DJP Sebut Almarhum Miliki Riwayat Sakit Serius

IKPI, Jakarta: Kabar duka datang dari lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) setelah Abang Muhammad Nurul Azhar, petugas Pelaksana Seksi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bintan, Tanjungpinang, meninggal dunia pada Kamis, 14 Maret 2025. Abang Muhammad diduga meninggal akibat kelelahan saat menangani validasi Pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) atas Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan (PPhTB) melalui sistem Coretax milik DJP.

Menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, Abang Muhammad memiliki riwayat sakit yang serius dan sedang dalam pengawasan dokter. “Yang bersangkutan memiliki riwayat sakit yang serius dan sedang dalam pengawasan dokter,” ujar Dwi Astuti, Minggu (16/3/2025).

Dwi Astuti menjelaskan kronologis kejadian tersebut. Pada Kamis pagi, 14 Maret 2025, Abang Muhammad tiba di kantor seperti biasa pukul 07.30 WIB. Namun, tak lama setelah tiba, ia mengeluh sesak napas dan muntah.

“Lalu dibawa ke rumah sakit di Tanjungpinang. Yang bersangkutan dinyatakan meninggal dunia di rumah sakit tersebut pada pukul 09.30 WIB,” jelas Dwi.

DJP menyatakan turut berduka atas meninggalnya Abang Muhammad. Dwi Astuti memuji dedikasi dan integritas almarhum selama bekerja. “Abang Muhammad Nurul Azhar adalah sosok yang luar biasa, yang memiliki integritas, dedikasi, dan pekerja keras dengan etos kerja yang tinggi,” ujarnya.

Sekadar informasi, kabar meninggalnya Abang Muhammad ramai diperbincangkan di media sosial X sejak Jumat malam, 14 Maret 2025. Sebuah akun bernama Minceu Nings mengunggah kabar tersebut pukul 22.51 WIB dengan menyebut, “Korban Coretax ini.” Unggahan tersebut viral dan hingga Sabtu malam, 15 Maret 2025, telah dilihat lebih dari 2,5 juta kali, diunggah ulang 484 kali, dan mendapat 37 komentar.

Selain itu, akun bernama Virus Dari juga membagikan percakapan WhatsApp yang menyebutkan bahwa Abang Muhammad diduga kelelahan akibat menyelesaikan validasi PPhTB hingga dini hari. Dalam percakapan tersebut, disebutkan bahwa almarhum melanjutkan pekerjaan koleganya yang terkendala sistem Coretax sejak sore hingga pukul 23.00 WIB. “Almarhum meninggal di kantor,” tulis percakapan tersebut.

Sistem Coretax sendiri disebut bermasalah sejak tiga bulan terakhir. Kondisi ini diperparah dengan minimnya jumlah staf di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bintan. Dalam percakapan WhatsApp yang beredar, disebutkan bahwa hanya ada enam orang pelaksana yang menangani tugas back office dan TPT (Tenaga Pelaksana Teknis). “Kondisi kami memang kurang ideal. Kami cuma 6 orang pelaksana, sudah semua back office dan TPT,” tulis percakapan tersebut.

Kematian Abang Muhammad menimbulkan sorotan terhadap beban kerja yang tinggi dan kondisi sistem Coretax yang bermasalah. DJP diharapkan dapat mengevaluasi sistem dan kondisi kerja para petugasnya untuk mencegah kejadian serupa di masa depan. (alf)

THR ASN Bebas Pajak, Pegawai Swasta Dikenakan PPh 21 dengan TER: Ini Aturannya!

IKPI, Jakarta: Mulai hari ini, Senin (17/3/2025), Aparatur Negara, termasuk Pegawai Negeri Sipil (PNS), TNI, dan Polri akan mulai menerima Tunjangan Hari Raya (THR). Berbeda dengan pegawai swasta, THR bagi ASN dipastikan tidak akan dikenakan pajak.

Hal ini tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2025 tentang Pemberian THR dan Gaji ke-13 kepada Aparatur Negara, Pensiunan, Penerima Pensiun, dan Penerima Tunjangan Tahun 2025. Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menegaskan bahwa komponen THR yang dibayarkan mencakup gaji, tunjangan melekat, dan tunjangan kinerja 100% dengan dasar perhitungan menggunakan penghasilan Februari 2025. “Tidak ada potongan atau iuran dan PPh-nya ditanggung oleh pemerintah,” ujar Suahasil dalam konferensi pers APBN KiTa di Kemenkeu, Jakarta Pusat.

Total anggaran yang akan dicairkan untuk THR ASN mencapai Rp 49,9 triliun. Rinciannya adalah Rp 17,7 triliun untuk ASN pusat dan TNI/Polri sebanyak 2 juta orang, Rp 12,4 triliun untuk pensiunan sebanyak 3,6 juta orang, dan Rp 19,3 triliun untuk ASN daerah. Suahasil menambahkan bahwa seluruh kelengkapan untuk pembayaran THR ASN pusat telah selesai, sementara pembayaran untuk ASN daerah akan ditetapkan melalui peraturan kepala daerah masing-masing.

Pajak THR Pegawai Swasta

Sementara itu, bagi pegawai swasta, ketentuan THR diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016. Pendistribusian THR bagi pegawai swasta sudah mulai dilakukan sejak pertengahan Maret dan diharapkan selesai selambat-lambatnya tujuh hari sebelum lebaran.

Berbeda dengan ASN, THR bagi pegawai swasta akan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) 21. Dikutip dari artikel Kania Laily Salsabila, pegawai Direktorat Jenderal Pajak, implementasi Tarif Efektif Rata-Rata (TER) terhadap PPh 21 atas gaji juga berpengaruh pada THR pegawai swasta. TER adalah kebijakan pemerintah yang memudahkan pemberi kerja dalam menghitung PPh Pasal 21 yang terutang untuk masa Januari hingga November.

Untuk menghitung pajak THR dengan TER, pemberi kerja hanya perlu mengalikan penghasilan bruto yang diterima pegawai dengan tarif TER yang sesuai. TER bagi pegawai tetap dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan jumlah tanggungan pada awal tahun pajak.

Sebagai contoh, jika pegawai X berstatus PTKP TK/0 dengan gaji tetap Rp 5.000.000 dan menerima THR sebesar satu kali gaji, maka total penghasilan bruto pada bulan tersebut menjadi Rp 10.000.000. Sesuai ketentuan TER, pegawai X dikenakan tarif pajak 2%, sehingga jumlah PPh 21 yang terutang adalah Rp 200.000.

Meski pada bulan-bulan biasa pegawai X tidak dipotong PPh 21, saat menerima THR akan ada potongan pajak sebesar Rp 200.000. Hal ini tidak menambah beban pajak tahunan karena perhitungan PPh Pasal 21 tetap menggunakan tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan. (alf)

 

Ekonom: Potensi Shortfall Pendapatan Negara 2025 Menguat, Imbas Setoran Pajak Pajak Merosot

IKPI, Jakarta: Sinyal melesetnya target pendapatan negara atau shortfall untuk tahun anggaran 2025 mulai terlihat sejak awal tahun. Hal ini diduga akibat turunnya penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Sejumlah ekonom memperingatkan potensi tersebut karena setoran pajak sudah merosot dalam dua bulan pertama tahun ini, dengan angka yang lebih buruk dibanding kondisi tahun anggaran 2024.

Pada 2024, penerimaan pajak mengalami shortfall untuk pertama kalinya dalam empat tahun APBN. “Dengan awalan kinerja yang tidak menggembirakan, terdapat risiko shortfall yang lebih dalam,” ujar Ekonom senior sekaligus founder Bright Institute, Awalil Rizky, Senin (17/3/2025).

Hingga akhir Februari 2025, total pendapatan negara hanya mencapai Rp 316,9 triliun, turun 20,82% dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya yang sebesar Rp 400,36 triliun. Komponen setoran pajak hanya mencapai Rp 187,8 triliun, terkontraksi 30,19% dibandingkan catatan Februari 2024 yang sebesar Rp 269,02 triliun. PNBP pun hanya senilai Rp 76,4 triliun, turun 4,15% dibanding periode yang sama tahun lalu Rp 79,71 triliun. Sebaliknya, penerimaan bea dan cukai naik 2,13% dari Rp 51,50 triliun menjadi Rp 52,6 triliun.

“Target APBN 2024 saja tidak capai, hanya sebesar 97,2% dari target atau shortfall sebesar 2,8%. Dengan kinerja hingga Februari, kemungkinan besar akan tak mencapai target. Kinerja penerimaan pajak ini juga dipengaruhi oleh batalnya kenaikan PPN secara menyeluruh, padahal telah diperhitungkan dalam target,” kata Awalil.

Guru Besar Ekonomi Pembangunan Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, menilai selain karena batalnya kenaikan tarif PPN pada 2025 untuk semua barang dan jasa, merosotnya setoran pajak juga dipicu oleh melemahnya konsumsi domestik, rendahnya profitabilitas perusahaan, hingga masalah pada sistem Coretax yang diterapkan pemerintah sejak 1 Januari 2025. Ia menilai faktor-faktor tersebut akan semakin memperburuk penerimaan pajak dan pendapatan negara sepanjang tahun ini.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa Wakil Menteri Keuangan, Anggito Abimanyu, telah menyiapkan sejumlah strategi tambahan (extra effort) untuk mengejar penerimaan negara. Extra effort ini ditempuh untuk menambal potensi pendapatan yang hilang akibat batalnya penerapan tarif PPN 12% untuk semua barang dan jasa pada 2025, yang sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto hanya berlaku untuk barang mewah.

Anggito menambahkan bahwa penurunan penerimaan negara ini sudah diantisipasi agar target APBN 2025 sebesar Rp 3.005,1 triliun tetap tercapai. Untuk itu, Kementerian Keuangan menyiapkan empat Inisiatif Strategis yang akan dilaksanakan bersama kementerian, lembaga, pemda, dan instansi lain pada 2025. Strategi tersebut dilengkapi dengan empat Aspek Kolaborasi internal di Kemenkeu yang meliputi kolaborasi sistem, big data, regulasi, dan proses bisnis.

Dalam aspek sistem, dilakukan Interoperabilitas Sistem/IT antar Core Revenue System dengan Core System K/L/D/I terkait. Pemanfaatan big data digunakan untuk optimalisasi penerimaan industri dan SDA. Aspek regulasi mencakup Harmonisasi Regulasi, Kebijakan, dan Strategi Pengamanan Penerimaan. Sementara itu, kolaborasi pada proses bisnis dilakukan melalui Sinkronisasi Proses Bisnis Hulu Hilir Sektor Prioritas dengan Fungsi Pengawasan Penerimaan Kemenkeu.

Empat Inisiatif Strategis yang dicanangkan meliputi:

• Transformasi Joint Program Sinergi Penerimaan yang akan mencakup Analisis, Pengawasan, Pemeriksaan, Penagihan, hingga Intelijen, dengan menargetkan 2.000 wajib pajak baru yang selama ini belum tercakup dalam sistem perpajakan.

• Penguatan Perpajakan Transaksi Digital di dalam dan luar negeri, termasuk program trace and track untuk mengurangi penyelundupan dan memastikan pemantauan pajak digital yang lebih efektif.

• Intensifikasi PNBP SDA, khususnya komoditas Batubara, Nikel, Timah, Bauksit, dan Satgas Sawit, yang akan disertai dengan perubahan kebijakan tarif dan harga acuan.

• Intensifikasi PNBP K/L Layanan Premium untuk sektor imigrasi, kepolisian, dan perhubungan yang menargetkan kalangan menengah ke atas guna meningkatkan tambahan penerimaan.

“Kami berharap melalui strategi ini, potensi shortfall pendapatan negara dapat ditekan dan penerimaan negara bisa tetap optimal,” kata Anggito. (alf)

 

id_ID