Kejar Target Rp 2.189 Triliun, Dirjen Pajak: Tahun 2025 Jadi Ujian Nyata Reformasi Perpajakan

IKPI, Jakarta: Tahun 2025 menjadi tahun penentuan bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam mengakselerasi reformasi perpajakan. Pasalnya, target penerimaan pajak dalam APBN 2025 dipatok mencapai Rp 2.189,3 triliun melonjak 13,3% dari realisasi tahun sebelumnya.

Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo, menyebut angka tersebut sebagai tantangan besar yang menuntut kerja keras, konsistensi, dan kolaborasi seluruh pihak.

“Ini bukan sekadar angka, tapi sebuah tantangan sekaligus usaha kolektif yang harus kita jalani bersama. Cerita pengumpulan penerimaan negara 2025 ini tidak bisa dijalani sendiri,” ujar Suryo saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (7/5/2025).

Untuk mencapai target tersebut, DJP telah menyiapkan lima strategi utama. Pertama, memperluas basis perpajakan lewat intensifikasi dan ekstensifikasi. Kedua, menggenjot kepatuhan melalui pemanfaatan teknologi, sinergi program bersama, dan penegakan hukum. Ketiga, menjaga kesinambungan reformasi dan menyelaraskan kebijakan pajak dengan standar global.

“Upaya ini kami lakukan bukan hanya demi target, tapi juga untuk memperbaiki sistem dan memperluas jangkauan perpajakan secara berkelanjutan,” ungkap Suryo.

Keempat, DJP juga berkomitmen memberikan insentif pajak yang lebih tepat sasaran demi menopang daya saing usaha dan mendorong transformasi ekonomi bernilai tambah tinggi. Kelima, penguatan SDM dan organisasi yang adaptif terhadap dinamika ekonomi menjadi fokus penting.

Suryo juga menekankan peluncuran sistem administrasi perpajakan terintegrasi Coretax pada tahun ini sebagai salah satu terobosan penting. “Kami ingin sistem perpajakan ke depan lebih sederhana, lebih cepat, dan lebih efisien,” ujarnya.

Hingga akhir Maret 2025, penerimaan pajak telah mencapai Rp 322,6 triliun atau 14,7% dari target. Tren pertumbuhan tercatat positif secara tahunan maupun sektoral.

“Selama ekonomi tetap bergerak stabil atau bahkan lebih baik dari bulan-bulan sebelumnya, kami optimistis tren positif ini bisa terus berlanjut hingga akhir tahun,” tutup Suryo. (alf)

 

Penerimaan Pajak Kripto dan Fintech Tembus Rp4,48 Triliun per Maret 2025

IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Kementerian Keuangan mencatat lonjakan signifikan dalam penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital. Hingga Maret 2025, kontribusi pajak dari transaksi aset kripto dan layanan keuangan berbasis teknologi (fintech peer-to-peer lending) telah mencapai angka total Rp4,48 triliun. Angka ini menegaskan geliat ekonomi digital yang semakin kuat dan terpantau oleh otoritas pajak.

Pajak kripto menyumbang sebesar Rp1,2 triliun sejak pertama kali dipungut pada 2022. Rinciannya, Rp246,45 miliar dikumpulkan pada 2022, disusul Rp220,83 miliar di tahun 2023, kemudian melonjak drastis menjadi Rp620,4 miliar pada 2024, dan telah mencapai Rp115,1 miliar hanya dalam tiga bulan pertama tahun ini. Dari total tersebut, Rp560,61 miliar berasal dari PPh 22 atas transaksi penjualan aset kripto melalui exchanger, sementara Rp642,17 miliar berasal dari PPN Dalam Negeri (PPN DN) atas pembelian kripto.

Sementara itu, sektor fintech memberikan sumbangan lebih besar, mencapai Rp3,28 triliun. Rinciannya, Rp446,39 miliar pada 2022, Rp1,11 triliun pada 2023, Rp1,48 triliun pada 2024, dan Rp241,88 miliar pada awal tahun 2025. Penerimaan ini terdiri dari PPh 23 atas bunga pinjaman untuk wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap (Rp834,63 miliar), PPh 26 untuk wajib pajak luar negeri (Rp720,74 miliar), serta PPN DN atas setoran masa senilai Rp1,72 triliun.

Secara keseluruhan, pajak dari sektor usaha ekonomi digital telah menghasilkan penerimaan negara sebesar Rp34,91 triliun hingga akhir Maret 2025. Kontribusi terbesar masih berasal dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) yang menyentuh Rp27,48 triliun, disusul pajak fintech, pajak kripto, dan pajak dari Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP) sebesar Rp2,94 triliun.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, mengungkapkan bahwa hingga saat ini sebanyak 211 pelaku usaha PMSE telah ditunjuk sebagai pemungut PPN. Dari jumlah itu, 190 entitas telah aktif melakukan pemungutan dan penyetoran pajak, termasuk setoran sebesar Rp2,14 triliun pada kuartal pertama 2025.

“Angka ini menjadi bukti nyata bahwa pengawasan dan pengenaan pajak terhadap aktivitas digital mampu mengikuti laju pertumbuhan teknologi,” ujar Dwi dalam keterangannya, Rabu (7/5/2025).

Pemerintah pun terus memperbarui data pemungut pajak digital, termasuk mencatat adanya perubahan data pemungut dari perusahaan global seperti Zoom Communications, Inc. Hal ini menunjukkan komitmen berkelanjutan dalam optimalisasi penerimaan negara di tengah transformasi ekonomi digital yang pesat. (alf)

 

DPR Panggil Dirjen Pajak, Bahas Coretax dan Realisasi Penerimaan Negara

IKPI, Jakarta: Komisi XI DPR RI menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan jajaran Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan untuk mengupas tuntas soal realisasi penerimaan negara serta perkembangan sistem perpajakan berbasis teknologi, Coretax.

Rapat yang dijadwalkan pukul 10.00 WIB itu baru dimulai sekitar pukul 10.58 WIB di Gedung DPR RI, Jakarta. Dipimpin langsung oleh Ketua Komisi XI, Mukhamad Misbakhun, pertemuan ini dihadiri oleh 17 anggota DPR dari enam fraksi dan dibuka untuk umum.

“Pajak adalah tulang punggung pembiayaan negara melalui APBN. Meskipun capaian realisasi penerimaan pajak tahun 2024 mencapai 100,5 persen, kita masih menghadapi tantangan besar dalam menaikkan rasio pajak,” ujar Misbakhun dalam pembukaan rapat, Rabu (7/5/2025).

Dirjen Pajak Suryo Utomo hadir bersama jajarannya untuk memaparkan berbagai langkah strategis DJP dalam mendorong optimalisasi penerimaan dan transformasi digital lewat sistem Coretax, yang digadang-gadang akan memperkuat transparansi dan efisiensi perpajakan nasional. (alf)

 

 

 

PMK 15/2025 Atur Penangguhan Pemeriksaan Pajak Jika Ada Dugaan Tindak Pidana

IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2025 menetapkan kebijakan baru terkait proses pemeriksaan pajak.

Pasal 23 PMK ini mengatur bahwa pemeriksaan untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dapat ditangguhkan apabila ditemukan dugaan tindak pidana di bidang perpajakan.

Penangguhan pemeriksaan dilakukan ketika Direktorat Jenderal Pajak menindaklanjuti dugaan tersebut dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka atau penyidikan pidana pajak. Pemeriksaan yang ditangguhkan berlaku untuk tahun pajak yang sama dengan tahun terjadinya dugaan pelanggaran.

PMK ini juga menjelaskan bahwa, surat pemberitahuan penangguhan wajib disampaikan secara tertulis kepada Wajib Pajak atau pihak terkait, bersamaan dengan surat pemberitahuan dimulainya proses hukum. Seluruh dokumen yang telah dipinjam selama proses pemeriksaan harus dikembalikan kepada Wajib Pajak dengan tanda terima resmi.

PMK ini juga mengatur ketentuan lanjutan pemeriksaan dapat diteruskan apabila proses hukum dihentikan karena tidak cukup bukti, peristiwa bukan merupakan tindak pidana, tersangka meninggal dunia, atau telah ada putusan pengadilan yang menyatakan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum.

Selain itu, pemeriksaan juga dapat dihentikan jika Wajib Pajak secara sukarela mengungkapkan ketidakbenaran perbuatan atau melakukan pelunasan kewajiban sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).

Namun, apabila masih terdapat kelebihan pembayaran pajak, pemeriksaan yang sebelumnya ditangguhkan dapat dilanjutkan, dengan syarat hanya menggunakan data di luar yang telah diungkap dalam proses hukum. Wajib Pajak juga akan menerima surat pemberitahuan pemeriksaan lanjutan paling lambat lima hari kerja setelah proses hukum dinyatakan selesai.

Dengan demikian, ketentuan ini memperjelas hubungan antara pemeriksaan administratif dan proses penegakan hukum pidana di bidang perpajakan, sekaligus memberikan kerangka prosedural yang lebih transparan bagi Wajib Pajak. (alf)

 

Uplift dan Pengalihan Saham Migas Kena Pajak Final hingga 20%

IKPI, Jakarta:Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024 menetapkan ketentuan terkait perpajakan bagi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di sektor minyak dan gas bumi. Aturan ini mengatur secara tegas pemajakan atas penghasilan lain yang diperoleh KKKS di luar Kontrak Kerja Sama utama, termasuk Uplift dan pengalihan Partisipasi Interes.

Pasal 208 PMK 81/2024 menyebutkan bahwa setiap penghasilan lain seperti Uplift atau imbalan serupa akan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) bersifat final sebesar 20% dari jumlah bruto. Uplift sendiri merupakan kompensasi finansial yang diberikan kepada kontraktor dalam skema kontrak migas tertentu, yang biasanya di luar sistem cost recovery atau gross split.

Lebih lanjut, untuk penghasilan dari pengalihan Partisipasi Interes, tarif pajaknya bervariasi tergantung pada fase kegiatan. Jika pengalihan dilakukan selama masa eksplorasi, tarif final yang dikenakan adalah 5%. Namun, jika dilakukan pada masa eksploitasi, tarif meningkat menjadi 7% dari jumlah bruto.

Adapun masa eksplorasi dihitung sejak kontrak efektif sampai persetujuan rencana pengembangan lapangan pertama. Sementara masa eksploitasi dimulai setelah masa eksplorasi berakhir hingga habisnya masa kontrak.

Kebijakan ini bertujuan memberikan kepastian hukum dan perlakuan perpajakan yang adil atas aktivitas di luar kontrak utama yang dilakukan oleh para pelaku industri migas. (alf)

 

Trump Siapkan Pajak Baru untuk Industri Farmasi Asing

IKPI, Jakarta: Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan rencana pengenaan pajak terhadap barang-barang farmasi impor, sebagai bagian dari strategi besar untuk memperkuat kemandirian industri obat dalam negeri. Langkah ini akan diumumkan secara resmi dalam dua pekan ke depan.

“Kami akan umumkan rinciannya dalam waktu dekat,” ujar Trump kepada wartawan di Gedung Putih, seperti dikutip dari Antara, Senin (5/5/2025).

Rencana ini diyakini sebagai kelanjutan dari perintah eksekutif yang baru saja ditekennya untuk mempercepat pembangunan dan pengoperasian pabrik obat dalam negeri.

Melalui perintah tersebut, Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) diberi mandat untuk menyederhanakan prosedur persetujuan bagi fasilitas produksi farmasi domestik, dengan menghapus regulasi yang dinilai tumpang tindih serta mempercepat proses peninjauan.

Tidak hanya itu, perintah tersebut juga memperketat pengawasan terhadap fasilitas produksi obat di luar negeri dan meningkatkan beban biaya kepatuhan mereka. Menurut Trump, ketergantungan pada pasokan obat dari luar negeri merupakan risiko strategis yang tidak bisa diabaikan.

“Bayangkan jika kita berperang dan tidak bisa mendapatkan obat dari luar negeri. Kita harus bisa memproduksi sendiri,” tegasnya dalam pernyataan resmi dari Gedung Putih.

Kebijakan ini dipandang sebagai langkah proteksionis yang kuat dan berpotensi mengubah peta industri farmasi global, dengan memberikan insentif besar bagi manufaktur domestik sekaligus menekan dominasi pemasok asing. (alf)

 

Insentif PPN Belum Cukup Dongkrak Minat, Usul Subsidi PBB dan IPL untuk Apartemen Murah

IKPI, Jakarta: Meski pemerintah telah menggelontorkan insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) demi menggairahkan pasar hunian vertikal, nyatanya penjualan apartemen masih lesu. Data dari Colliers Indonesia menunjukkan peluncuran proyek baru hampir tidak ada di kuartal I-2025, sementara stok apartemen yang belum terjual menumpuk hingga 27.000 unit.

Presiden Direktur Riyadh Group Indonesia, Bally Saputra Datuk Janosati, menyebut insentif PPN DTP memang membantu, tetapi belum cukup untuk menghidupkan pasar. Ia mengusulkan agar pemerintah, khususnya pemerintah daerah, turut memberikan stimulus tambahan seperti penghapusan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk unit di bawah Rp 2 miliar, serta subsidi biaya layanan (IPL) bagi apartemen di bawah Rp 1 miliar.

“Kalau DKI Jakarta saja bisa gunakan sebagian dari SiLPA yang hampir Rp 5 triliun per tahun, subsidi IPL ini sangat mungkin dilakukan. Dengan Rp 200 miliar per bulan, bisa bantu 200.000 unit apartemen,” kata Bally.

Menurutnya, kebijakan ini tidak perlu berlaku permanen. Subsidi penuh bisa diberlakukan lima tahun, lalu dilanjutkan dengan subsidi sebagian hingga pasar kembali stabil. Bally menilai, langkah ini tidak hanya meringankan beban penghuni, tapi juga meningkatkan daya tarik tinggal di apartemen.

Selain fiskal, ia mendorong sinergi antara pengembang dan pemerintah untuk menyukseskan program rumah vertikal di perkotaan.

“Pengembang lokal sanggup bangun hingga 3 juta rumah. Tapi kalau regulasinya belum jelas, bagaimana kami bisa mulai?” tegasnya.

Pasar apartemen kini menanti lebih dari sekadar potongan pajak. Tanpa strategi insentif yang menyentuh kebutuhan sehari-hari penghuni, hunian vertikal bisa terus sepi peminat di tengah krisis lahan perkotaan. (alf)

 

Mau Bebas PBB-P2 2025 di Jakarta? Ini Syaratnya

IKPI, Jakarta: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberikan angin segar bagi warga ibu kota dengan mengeluarkan kebijakan pembebasan pokok Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) tahun 2025. Melalui Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 281 Tahun 2025, insentif ini diberikan 100% bagi wajib pajak orang pribadi yang memenuhi sejumlah syarat, terutama terkait validasi Nomor Induk Kependudukan (NIK).

Siapa Saja yang Berhak Mendapatkan Pembebasan PBB-P2?

Pembebasan pajak ini berlaku bagi warga yang memiliki rumah tinggal dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tertentu. Untuk rumah tapak, batas maksimal NJOP adalah Rp2 miliar, sedangkan untuk rumah susun maksimal Rp650 juta. Namun, insentif ini hanya bisa diterapkan pada satu objek pajak, yakni yang memiliki NJOP tertinggi apabila wajib pajak memiliki lebih dari satu properti.

Syarat penting lainnya adalah keharusan melakukan pemutakhiran NIK di sistem Pajak Online milik Pemprov DKI. Jika data belum tervalidasi, insentif belum bisa diberikan.

Cara Mudah Validasi NIK secara Online

Wajib pajak cukup mengakses laman https://pajakonline.jakarta.go.id dan memastikan data NIK sesuai dengan nama di Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Validasi akan dilakukan secara otomatis melalui sistem yang terhubung dengan data kependudukan nasional. NIK yang tidak sesuai, tidak tercatat, atau milik orang yang sudah meninggal akan ditolak secara sistem.

Dalam kasus wajib pajak yang sudah meninggal, proses balik nama atau mutasi PBB-P2 menjadi syarat utama sebelum bisa menikmati insentif pajak.

Balik Nama PBB-P2: Penting dan Perlu Segera Dilakukan

Perubahan kepemilikan properti akibat warisan, jual beli, atau hibah harus segera dilaporkan melalui mekanisme balik nama. Langkah ini penting untuk memperbarui identitas di SPPT sehingga pemilik baru bisa menikmati kemudahan pajak termasuk insentif dari Kepgub 281/2025.

Hasil Penetapan Ulang: Nol Rupiah atau Tetap Sama

Setelah proses validasi selesai, Pemprov DKI akan menetapkan ulang besaran PBB-P2. Jika seluruh syarat terpenuhi, nilai yang tertera di SPPT akan menjadi Rp0. Namun jika tidak memenuhi kriteria, maka jumlah pajak akan tetap seperti semula.

Kebijakan ini tak hanya meringankan beban warga, tapi juga mendorong tata kelola data perpajakan yang lebih akurat. Pemprov DKI Jakarta mengajak seluruh masyarakat untuk segera memperbarui data secara online dan menjadi bagian dari warga yang peduli, taat pajak, dan berkontribusi dalam pembangunan kota.(alf)

 

PP 50/2022 Buka Kesempatan Wajib Pajak Hindari Jerat Hukum

IKPI, Jakarta: Pemerintah membuka ruang bagi Wajib Pajak untuk membenahi kesalahan pelaporan pajak sebelum berhadapan dengan proses hukum. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 7 dan Pasal 8 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2022, yang menjadi perluasan atas mekanisme pengungkapan ketidakbenaran perbuatan dan isi Surat Pemberitahuan (SPT).

Dalam Pasal 7 ayat (1) disebutkan bahwa Wajib Pajak yang sedang dikenai tindakan Pemeriksaan Bukti Permulaan dapat mengungkapkan secara tertulis ketidakbenaran perbuatannya. Hal ini berlaku jika Wajib Pajak:

• tidak menyampaikan SPT; atau

• menyampaikan SPT yang tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang tidak benar.

Syarat utama pengungkapan ini adalah belum dimulainya proses penyidikan yang diberitahukan kepada penuntut umum melalui penyidik kepolisian.

Ayat (2) mengatur bahwa pengungkapan ini berlaku baik atas pelanggaran yang berdiri sendiri maupun yang terkait dengan tindak pidana perpajakan lainnya, selama tidak termasuk pelanggaran dalam Pasal 39 ayat (1) huruf c dan d, ayat (3), Pasal 39A, Pasal 43 UU KUP, serta Pasal 24 dan 25 UU PBB.

Agar sah, ayat (3) mewajibkan pengakuan tertulis ini disertai:

• penghitungan kekurangan pajak terutang,

• bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak (SSP),

• dan bukti pembayaran sanksi administratif berupa denda sesuai Pasal 8 ayat (3a) UU KUP.

Ayat (4) menegaskan bahwa pembayaran pajak dan dendanya merupakan bentuk pemulihan terhadap kerugian pendapatan negara.

Apabila pengakuan tersebut benar, ayat (5) menyatakan Wajib Pajak tidak akan diproses ke tahap penyidikan. Namun, ayat (6) memperingatkan bahwa jika kemudian ditemukan data yang tidak sesuai dengan isi pengakuan, maka Pemeriksaan Bukti Permulaan tetap dapat dilakukan kembali untuk periode dan jenis pajak yang sama.

Sementara itu, Pasal 8 mengatur mekanisme serupa namun dalam konteks Pemeriksaan biasa. Ayat (1) memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak yang tengah diperiksa untuk mengungkapkan ketidakbenaran pengisian SPT secara tertulis, selama hasil pemeriksaan belum disampaikan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Pengakuan ini, sebagaimana ayat (2), harus dilampiri dengan:

• penghitungan ulang jumlah pajak kurang bayar,

• Surat Setoran Pajak atas kekurangan bayar tersebut,

• dan Surat Setoran Pajak atas bunga administrasi sesuai Pasal 8 ayat (5) UU KUP.

Meski pengakuan telah dilakukan, ayat (3) menyebutkan bahwa pemeriksaan tetap dilanjutkan untuk membuktikan kebenaran pengakuan tersebut. Hasilnya akan dituangkan dalam Surat Ketetapan Pajak yang mempertimbangkan laporan Wajib Pajak.

Namun, bila terbukti bahwa pengakuan tersebut tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya, ayat (4) menyatakan bahwa ketetapan pajak tetap akan diterbitkan sesuai dengan temuan pemeriksaan.

Pemerintah menegaskan dalam ayat (5) dan (6) bahwa Surat Setoran Pajak atas pelunasan pokok pajak dapat diperhitungkan sebagai kredit pajak, sedangkan pembayaran bunga menjadi bukti pemenuhan sanksi administratif.

Ketentuan teknis lebih lanjut terkait tata cara pengakuan tertulis ini akan diatur dalam Peraturan Menteri, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 7 ayat (7) dan Pasal 8 ayat (7).

Dengan PP ini, pemerintah memberi kesempatan koreksi secara jujur dan sukarela bagi Wajib Pajak, sembari tetap menjaga integritas proses hukum bagi pelanggar yang tidak kooperatif. Ini menjadi jalur administratif untuk pemulihan pendapatan negara tanpa harus langsung masuk ke jalur pidana. (alf)

 

 

Penerimaan Pajak Kanwil LTO Capai Rp82,78 Triliun per Maret 2025

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Wajib Pajak Besar (Kanwil LTO) mencatat realisasi penerimaan pajak sebesar Rp82,78 triliun hingga 31 Maret 2025. Angka ini setara dengan 11,27 persen dari target ambisius yang dipatok sebesar Rp737,4 triliun untuk tahun ini.

Kepala Kanwil LTO, Yunirwansyah, menyampaikan bahwa pihaknya akan terus mengintensifkan berbagai upaya demi mengejar target penerimaan. Namun, ia juga mengakui bahwa mayoritas jenis pajak saat ini tengah mengalami tekanan. Penurunan penerimaan terutama dipicu oleh penerapan Tax Effective Rate (TER), gejolak harga komoditas, serta relaksasi pelaporan dan penyetoran SPT Masa PPN dan SPT Tahunan PPh orang pribadi.

“Kami akan mengamankan penerimaan pajak sesuai arahan Kantor Pusat DJP dengan memaksimalkan potensi dari tiap rumpun tugas dan fungsi,” kata Yunirwansyah dalam keterangannya diterima, Selasa (6/5/2025).

Meskipun demikian, tidak semua sektor mengalami kontraksi. Beberapa sektor justru mencatatkan pertumbuhan positif, seperti sektor konstruksi yang tumbuh signifikan sebesar 24,77 persen, diikuti sektor pengadaan listrik, gas, dan uap sebesar 12,05 persen, serta sektor pertambangan dan penggalian yang naik 2,02 persen.

Untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak, Kanwil LTO menggencarkan berbagai inisiatif strategis, termasuk audiensi dengan OJK wilayah Jabodebek guna memastikan pelaporan data keuangan yang tepat waktu ke DJP. Data tersebut menjadi alat penting dalam pengujian kepatuhan pajak.

Langkah lain yang ditempuh adalah pelaksanaan lelang serentak bersama seluruh Kanwil DJP di Jakarta dan DJKN sebagai bagian dari strategi penagihan aktif. Di bidang penegakan hukum, Kanwil LTO juga memperkuat sinergi dengan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

Di sisi edukasi, Kanwil LTO menjalin kemitraan dengan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) wilayah Jakarta, Depok, dan Bekasi, serta memperpanjang kerja sama dengan Universitas Logistik dan Bisnis Internasional (ULBI) Bandung untuk meningkatkan kesadaran pajak di kalangan generasi muda. Selain itu, mereka juga aktif menyelenggarakan Kelas Pajak untuk wajib pajak badan guna meningkatkan kepatuhan pelaporan.

Dengan strategi berbasis kolaborasi, edukasi, dan penegakan hukum, Kanwil LTO optimis bisa mendongkrak kinerja penerimaan pajak di tengah tantangan ekonomi yang dinamis. (alf)

 

id_ID