DJP Terapkan Nomor Identitas Perpajakan Gantikan NPWP dalam Sistem Coretax

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) meluncurkan perubahan besar dalam sistem administrasi perpajakan lewat terbitnya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-7/PJ/2025. Aturan ini tak hanya menyederhanakan proses birokrasi, tapi juga memperkenalkan Nomor Identitas Perpajakan (NIP) sebagai pelengkap sekaligus pengganti NPWP dalam sistem Coretax, yang menjadi tulang punggung baru digitalisasi perpajakan Indonesia.

Langkah ini diambil untuk menyesuaikan implementasi Sistem Inti Administrasi Perpajakan (SIAP) serta sebagai tindak lanjut dari PMK Nomor 81 Tahun 2024. Peraturan baru ini mulai berlaku pada 21 Mei 2025, menandai era baru integrasi layanan DJP yang lebih sederhana, terstruktur, dan berbasis teknologi.

“Perubahan ini dirancang untuk memberikan kepastian hukum, kemudahan administrasi, dan pelayanan perpajakan yang lebih baik,” tertulis dalam bagian pertimbangan PER-7/2025 dikutip, Rabu (11/6/2025).

NIP Bisa Berupa NIK, Ini Penjelasannya

Dalam Pasal 7 PER-7/2025, disebutkan bahwa NIP diterbitkan oleh DJP berdasarkan permohonan atau secara jabatan. Identitas ini bisa berbentuk:

  • Nomor Induk Kependudukan (NIK) bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang merupakan penduduk;
  • Nomor unik 16 digit dari sistem DJP bagi orang pribadi non-penduduk dan badan usaha.

NIP ini menjadi alat identifikasi resmi untuk berbagai aktivitas perpajakan, termasuk penyetoran, pelaporan, hingga permohonan fasilitas pajak.

Siapa Saja yang Bisa Pakai NIP?

NIP ditujukan untuk sejumlah kategori subjek pajak, termasuk:

  1. Subjek pajak luar negeri yang ditunjuk melakukan pemotongan atau pemungutan pajak,
  2. Perwakilan negara asing dan organisasi internasional,
  3. Orang pribadi berpenghasilan di bawah PTKP,
  4. Wanita kawin yang menggabungkan kewajiban perpajakan dengan suami,
  5. Anak di bawah umur yang terdaftar dalam Data Unit Keluarga (DUK),

Badan atau orang pribadi yang tidak memenuhi syarat subjektif/objektif perpajakan sesuai PMK 81/2024.

NIK Bisa Langsung Jadi NIP

Menariknya, bagi penduduk Indonesia, NIK dapat langsung berfungsi sebagai NIP tanpa perlu permohonan khusus, asalkan:

  • Terverifikasi dalam sistem DJP,
  • Belum diaktivasi sebagai NPWP.

Langkah ini diharapkan bisa memangkas proses pendaftaran dan memperluas cakupan administrasi pajak secara digital.

Apa Fungsi NIP?

Nomor Identitas Perpajakan tidak hanya sebagai nomor formal. Fungsinya mencakup:

  • Aktivasi akun wajib pajak,
  • Pelaporan dan penyetoran pajak,
  • Identifikasi pihak dalam faktur pajak,
  • Pengajuan fasilitas PPN dan PPnBM,
  • Proses pengembalian dan pembebasan pajak,
  • Penagihan dan pengawasan perpajakan lainnya. (alf)

 

 

 

 

 

 

Tiket Pesawat Lebih Murah! Pemerintah Gelontorkan Rp430 Miliar untuk Diskon PPN Ekonomi

IKPI, Jakarta: Pemerintah kembali menggelontorkan stimulus ekonomi jelang libur panjang pertengahan tahun. Kali ini, giliran para penumpang pesawat kelas ekonomi yang mendapat angin segar. Lewat kebijakan Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP), harga tiket pesawat akan terasa lebih ringan di kantong.

Sebanyak Rp430 miliar dialokasikan pemerintah untuk menanggung enam persen PPN tiket pesawat ekonomi selama periode 5 Juni hingga 31 Juli 2025. Dengan demikian, masyarakat hanya perlu membayar PPN sebesar lima persen, dari tarif normal sebesar 11 persen.

“Kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden Prabowo Subianto, dan hasil sinergi lintas kementerian serta lembaga untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi nasional,” jelas Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Rabu (11/6/2025), dalam keterangan tertulis.

Insentif ini berlaku untuk pembelian tiket yang dilakukan dalam periode 5 Juni hingga 31 Juli 2025, dengan tanggal penerbangan yang juga berada dalam rentang waktu tersebut.

Kebijakan ini merupakan bagian dari program Diskon Transportasi yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 36 Tahun 2025, yang resmi diterbitkan pada 4 Juni 2025.

Langkah ini diambil untuk menjaga agar pertumbuhan ekonomi kuartal II tahun ini tetap berada di kisaran lima persen, sekaligus memperkuat stabilitas ekonomi di tengah tantangan global.

Tak hanya insentif untuk transportasi udara, pemerintah juga meluncurkan empat kebijakan stimulus lainnya, yakni:

  • Diskon Tarif Tol
  • Penebalan Bantuan Sosial
  • Bantuan Subsidi Upah
  • Perpanjangan Diskon Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)

“Melalui insentif ini, kami berharap mobilitas masyarakat meningkat selama Juni hingga Juli. Aktivitas yang lebih tinggi di sektor transportasi dan pariwisata diharapkan memberi efek ganda bagi ekonomi daerah,” kata Airlangga. (alf)

 

 

 

 

 

 

DJP Perkuat Akses Informasi Pajak Internasional Perangi Pengemplangan

IKPI, Jakarta: Pemerintah semakin memperketat langkah dalam membasmi praktik penghindaran dan penggelapan pajak lintas negara. Melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kementerian Keuangan resmi memberlakukan Peraturan Direktur Jenderal Pajak (Perdirjen) PER-10/PJ/2025 yang memperkuat kerangka hukum pertukaran informasi perpajakan internasional.

Perdirjen ini tidak hanya memperluas cakupan kerja sama pajak global, tetapi juga menyatukan dan mencabut empat aturan sebelumnya, menjadikannya sebagai payung hukum utama dalam pelaksanaan pertukaran data lintas yurisdiksi untuk tujuan perpajakan.

Beleid anyar ini merupakan tindak lanjut dari ketentuan Pasal 13 PMK Nomor 39/PMK.03/2017, yang mengatur tata cara pertukaran informasi berdasarkan perjanjian internasional.

Dengan regulasi ini, DJP dapat mengakses data perpajakan dari negara mitra secara lebih efektif, termasuk data akuntansi, perbankan, hingga kepemilikan manfaat yang sering kali disembunyikan oleh oknum wajib pajak.

“Pertukaran informasi dilakukan demi memastikan kepatuhan pajak, mencegah praktik penyalahgunaan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B), serta mengidentifikasi penggelapan pajak secara lintas negara,” bunyi penjelasan dalam Pasal 3 ayat (6) PER-10/PJ/2025.

Tiga Skema Pertukaran Data

PER-10/PJ/2025 menetapkan tiga bentuk utama pertukaran informasi: berdasarkan permintaan, secara spontan, dan otomatis.

• Berdasarkan Permintaan (Exchange on Request):

DJP atau otoritas negara mitra dapat saling meminta data perpajakan yang diperlukan. Informasi yang dapat diakses termasuk data kepemilikan, perbankan, akuntansi, hingga transaksi bisnis. Jika belum tersedia, DJP berhak mengumpulkan data tambahan dari pihak ketiga.

• Pertukaran Spontan (Spontaneous Exchange):

Informasi penting yang berpotensi berdampak pada pemenuhan kewajiban pajak akan langsung dibagikan ke negara mitra tanpa perlu diminta terlebih dahulu.

• Pertukaran Otomatis (Automatic Exchange):

Dilakukan secara rutin dan sistematis. Biasanya mencakup data pemotongan pajak lintas negara serta informasi lainnya yang tercatat dalam sistem administrasi DJP.

Tak hanya itu, DJP juga diberi mandat untuk melaksanakan kegiatan pendukung seperti Competent Authority Meetings, Tax Examinations Abroad, serta Simultaneous Tax Examinations, yang memungkinkan koordinasi lintas otoritas pajak dalam pelacakan kewajiban pajak global.

Jaminan Kerahasiaan & Kepatuhan Internasional

Meski berbasis pertukaran data terbuka antarnegara, regulasi ini tetap menjunjung tinggi prinsip kerahasiaan. Seluruh informasi yang diterima dan disampaikan dijamin keamanannya serta hanya digunakan untuk tujuan perpajakan sesuai hukum nasional dan perjanjian internasional yang berlaku.

Empat Aturan Lama Resmi Dicabut

Sebagai bagian dari harmonisasi regulasi, PER-10/PJ/2025 mencabut empat peraturan sebelumnya, yakni:

• PER-67/PJ./2009

• PER-28/PJ/2017

• PER-24/PJ/2018

• PER-02/PJ/2022

Dengan pencabutan ini, aturan terbaru menjadi satu-satunya rujukan utama dalam pelaksanaan pertukaran informasi antarnegara untuk kepentingan perpajakan.

Dengan PER-10/PJ/2025, Indonesia mengirimkan sinyal kuat kepada dunia: bahwa keterbukaan data lintas negara adalah senjata penting dalam memastikan keadilan dan ketaatan pajak. (alf)

 

DJP Jakbar dan Perbankan Sinergi Perkuat Penegakan Pajak: Rekening Wajib Pajak Jadi Fokus

IKPI, Jakarta: Dalam upaya memperkuat penegakan hukum di bidang perpajakan, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Barat (Kanwil DJP Jakbar) menggandeng sejumlah bank nasional untuk meningkatkan kolaborasi strategis. Kepala Kanwil DJP Jakbar, Farid Bachtiar, menerima audiensi dari perwakilan empat bank besar di Ruang Rapat Utama, lantai 3 Kanwil DJP Jakbar pada 4 Juni 2025.

Pertemuan tersebut dihadiri oleh perwakilan dari PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI), PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI). Fokus diskusi meliputi penguatan pengawasan bersama dan pelaksanaan tindakan hukum aktif, khususnya terkait penyitaan dan pemblokiran rekening milik Wajib Pajak yang menunggak.

“Langkah ini penting untuk menjaga integritas sistem perpajakan serta memastikan bahwa seluruh pihak menjalankan kewajiban perpajakannya secara transparan,” ujar Farid dalam pernyataan tertulis, Rabu (11/6/2025).

Tak hanya menyoroti tindakan hukum, DJP Jakbar juga mendorong penyelarasan data keuangan antara laporan yang disampaikan Wajib Pajak ke DJP dan data yang dimiliki pihak perbankan. Penyelarasan ini ditujukan untuk mendeteksi potensi penghindaran pajak secara dini dan meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak. Pihak perbankan menyatakan siap mendukung inisiatif ini dengan menjalin koordinasi lebih lanjut dengan kantor pusat masing-masing.

Lebih jauh, Farid menekankan pentingnya sinergi lintas sektor, termasuk dalam pembinaan UMKM. Kanwil DJP Jakbar terus mengembangkan program Business Development Services (BDS), yang memberi pendampingan perpajakan dan aspek nonperpajakan bagi pelaku usaha kecil menengah.

“Kami mengapresiasi kerja sama yang sudah terjalin selama ini, dan berharap pihak perbankan turut berkontribusi aktif dalam kegiatan pembinaan UMKM ke depan,” tambah Farid.

Pada kesempatan yang sama, Farid juga mengungkap capaian penerimaan pajak di wilayahnya. Hingga 30 April 2025, DJP Jakbar telah mengumpulkan penerimaan senilai Rp25,42 triliun atau 32,35 persen dari target tahunan. Capaian ini mencatat pertumbuhan 6,16 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Pemblokiran Rekening

Sebagai informasi, tindakan pemblokiran rekening Wajib Pajak mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 189/PMK.03/2020. Pemblokiran ini merupakan upaya pengamanan terhadap aset finansial Wajib Pajak yang dikelola oleh lembaga jasa keuangan, mulai dari rekening bank hingga polis asuransi.

Langkah tersebut umumnya dilakukan ketika Wajib Pajak tidak kunjung melunasi utang pajaknya, dan menjadi bagian dari prosedur sebelum penyitaan resmi dilakukan oleh DJP.

Melalui sinergi yang kian erat antara otoritas pajak dan sektor perbankan, pemerintah berharap penegakan hukum perpajakan dapat berjalan lebih efektif, sekaligus membangun budaya kepatuhan yang lebih kuat di tengah masyarakat. (alf)

HUT Jakarta ke-498, Pemprov Gratiskan Transportasi Umum dan Bebaskan Denda Pajak

IKPI, Jakarta: Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta menyiapkan sejumlah kebijakan spesial dalam rangka menyambut Hari Ulang Tahun (HUT) ke-498 Ibu Kota pada 22 Juni 2025. Salah satu langkah utamanya adalah menggratiskan layanan transportasi umum serta memberikan pembebasan denda untuk berbagai jenis pajak daerah.

Gubernur Jakarta, Pramono Anung, menyampaikan bahwa kebijakan ini merupakan bentuk apresiasi kepada warga sekaligus upaya mendorong partisipasi publik dalam perayaan tahunan kota. “Setiap ulang tahun Jakarta, selain transportasi yang nanti kami gratiskan, ada juga istilahnya dibebaskan dari pajak-pajak dendanya,” ujar Pramono usai membuka Festival Jakarta Great Sale (FJGS) 2025 di Lippo Mall Nusantara, Selasa (10/6/2025).

Terkait jenis pajak yang akan dibebaskan dari denda serta masa berlaku insentif tersebut, Pramono memastikan pengumuman resmi akan segera disampaikan oleh pihak Pemprov dalam waktu dekat.

Tak hanya itu, rangkaian perayaan HUT Jakarta tahun ini akan semakin semarak dengan berbagai pertunjukan seni dan budaya Betawi yang digelar di sepanjang area car free day (CFD), meliputi kawasan Dukuh Atas, Gelora Bung Karno (GBK) Senayan, dan Bundaran Hotel Indonesia.

Puncaknya, pada Minggu (29/6/2025), Pemprov Jakarta akan menyelenggarakan karnaval budaya besar-besaran yang menghadirkan 5.000 penampilan kesenian Betawi.

Sementara itu, di Kepulauan Seribu, festival cahaya bertajuk Jakarta Illumination Island Festival 2025 akan berlangsung di Pulau Pramuka.

Masyarakat juga bisa menikmati hiburan tambahan di kawasan Ancol, karena PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk akan menggratiskan tiket masuk pada 10–20 Juni 2025 mulai pukul 17.00 WIB.

Tidak ketinggalan, Pemprov Jakarta turut menghadirkan sederet agenda seni dan budaya selama satu bulan penuh, termasuk car free night sebagai ruang alternatif bagi warga yang ingin berolahraga di malam hari.

Perayaan HUT Jakarta ke-498 kali ini dijanjikan lebih inklusif dan meriah, sebagai bentuk perayaan identitas, sejarah, dan semangat kebersamaan warga kota. (alf)

 

 

DJP Kalselteng Serahkan Dua Tersangka Pidana Pajak Rp20,4 Miliar ke Pengadilan

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Selatan dan Tengah (Kanwil DJP Kalselteng) resmi menyerahkan dua tersangka kasus pidana perpajakan berinisial HP dan YD ke Pengadilan Negeri Palangka Raya, disertai barang bukti yang relevan. Kedua tersangka diduga menyebabkan kerugian negara yang signifikan, dengan nilai mencapai Rp20,4 miliar.

Langkah hukum ini diambil setelah berkas perkara dinyatakan lengkap (P-21) oleh Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah pada 9 April 2025. Penyerahan kepada pengadilan dilakukan sebagai bagian dari tahap II proses penyidikan (P-22).

“Tindakan ini merupakan kelanjutan dari proses hukum setelah P-21 ditetapkan, sebagai bagian dari komitmen kami dalam menegakkan kepatuhan pajak,” demikian pernyataan resmi DJP Kalselteng, dikutip Selasa (10/6/2025).

HP yang menjabat sebagai Direktur Utama dan YD sebagai Komisaris Utama di PT SMJL, diduga dengan sengaja tidak melaporkan dan/atau tidak menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang telah dipungut selama periode Januari 2018 hingga Desember 2020.

Atas perbuatannya, keduanya dijerat dengan Pasal 39 ayat (1) huruf c dan/atau huruf i Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, sebagaimana telah diubah terakhir melalui UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Mereka terancam hukuman penjara minimal enam bulan hingga enam tahun, serta denda antara dua hingga empat kali lipat dari jumlah pajak yang tidak dibayar.

Kepala Kanwil DJP Kalselteng, Syamsinar, menegaskan bahwa penegakan hukum dilakukan dengan mengedepankan prinsip ultimum remedium, yakni pendekatan pidana sebagai langkah terakhir setelah upaya administratif tidak diindahkan.

“Langkah hukum ini diambil bukan hanya untuk menindak, tapi juga sebagai bentuk edukasi kepada Wajib Pajak agar lebih patuh dan memahami kewajiban perpajakan secara utuh,” ujarnya.

Ia juga menyampaikan apresiasi terhadap sinergi lintas lembaga dalam menangani kasus ini. “Kami berterima kasih atas dukungan Korwas PPNS Polda Kalimantan Tengah, Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah, dan Pengadilan Negeri Palangka Raya yang telah bersinergi demi kelancaran proses hukum ini,” katanya. (alf)

 

Mulai 2026 Hawaii Pungut Pajak “Green Fee” dari Wisatawan

IKPI, Jakarta: Mulai 1 Januari 2026, para wisatawan yang menginap di Hawaii akan dikenai pungutan baru bernama Green Fee, sebuah pajak iklim yang dirancang untuk membantu negara bagian itu menangani dampak perubahan iklim. Pajak ini berlaku bagi tamu hotel, penginapan jangka pendek, dan bahkan penumpang kapal pesiar.

Langkah ini resmi diadopsi usai Gubernur Josh Green menandatangani Act 96, yang secara efektif menaikkan Transient Accommodation Tax (TAT) sebesar 0,75 persen menjadi total 11 persen. Sebagai ilustrasi, untuk satu malam menginap dengan tarif 300 dolar AS (sekitar Rp4,8 juta), wisatawan akan membayar tambahan sekitar 3 dolar AS atau Rp48 ribu sebagai Green Fee.

“Hari ini, Hawaii menjadi negara bagian pertama yang menerapkan Green Fee. Ini adalah komitmen nyata untuk menjaga sumber daya alam kita yang tak ternilai,” ujar Green dalam pernyataannya, dikutip, Selasa (10/6/2025).

Ia menekankan bahwa sebagai wilayah kepulauan, Hawaii sangat rentan terhadap bencana iklim dan tak bisa terus menunggu hingga bencana berikutnya datang.

Pajak baru ini diperkirakan dapat menghasilkan pemasukan lebih dari 100 juta dolar AS per tahun—setara lebih dari Rp1,6 triliun yang akan digunakan untuk berbagai program lingkungan. Mulai dari pemulihan pantai yang terkikis di Waikīkī dan Maui, pembangunan jalur sekat api guna mencegah kebakaran hutan, hingga pemberantasan spesies invasif seperti katak coqui dan semut api kecil.

Pemerintah juga berencana membangun infrastruktur pesisir tahan banjir dan menyediakan lapangan kerja hijau bagi generasi muda.

Kebijakan ini lahir dari kesadaran akan pentingnya tindakan preventif. Tragedi kebakaran di Lahaina pada 2023, yang menewaskan lebih dari 100 orang dan menyebabkan kerugian 13 miliar dolar AS, menjadi pemicu kuat di balik dorongan untuk perubahan kebijakan.

“Kita harus menyeimbangkan antara industri pariwisata dan perlindungan lingkungan. Inilah cara paling efektif untuk melindungi kehidupan masyarakat kita, dan warisan untuk generasi mendatang,” tambah Green.

Meski bertujuan mulia, kebijakan ini tak lepas dari kritik. Grassroots Institute of Hawaiʻi menilai bahwa pungutan ini juga akan memberatkan penduduk lokal yang kerap bepergian antarpulau untuk bekerja atau keperluan keluarga. “Pada kenyataannya, ini bukan hanya pajak untuk wisatawan. Warga lokal pun terkena dampaknya,” kata Malia Hill, Direktur Kebijakan lembaga tersebut.

Namun, Green tetap yakin Green Fee tidak akan memengaruhi minat wisatawan. Biaya liburan ke Hawaii memang sudah tergolong tinggi, dan wisatawan yang datang umumnya siap membayar lebih untuk pengalaman alam yang luar biasa.

“Green Fee mencerminkan kuleana tanggung jawab bersama kita untuk menjaga pulau ini. Kalau kita ingin Hawaii tetap indah dan lestari untuk anak cucu kita, inilah langkah yang harus diambil sekarang,” ujarnya.(alf)

 

 

Status KSWP “Tidak Valid”, DJP Beberkan Penyebab dan Cara Cek Lewat Coretax

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberikan penjelasan resmi terkait sejumlah Wajib Pajak yang mengeluhkan status “Tidak Valid” saat melakukan pengecekan Keterangan Status Wajib Pajak (KSWP) melalui sistem Coretax.

Penjelasan ini muncul setelah salah satu pengguna media sosial menyampaikan keluhan kepada akun resmi DJP. Dalam cuitannya, warganet tersebut mengungkapkan kebingungan lantaran status KSWP miliknya masih “tidak valid” meskipun telah melaporkan pajak, dan sempat diarahkan untuk menghubungi Kantor Pajak maupun Kring Pajak.

Menanggapi hal itu, DJP menegaskan bahwa status “Valid” dalam KSWP hanya diberikan kepada Wajib Pajak yang memenuhi dua syarat utama: data identitas (nama dan NPWP) harus sesuai dalam sistem DJP, serta telah menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) untuk dua tahun terakhir sesuai ketentuan perundang-undangan.

“Salah satu alasan umum mengapa KSWP tidak valid adalah karena SPT Tahunan PPh untuk dua tahun pajak terakhir belum disampaikan,” terang DJP melalui admin @kring_pajak, dikutip, Selasa (10/6/2025)

Begini Cara Mengecek Melalui Coretax dan DJP Online

DJP mengimbau masyarakat untuk melakukan pengecekan status pelaporan SPT secara mandiri melalui platform Coretax dengan langkah berikut:

1. Kunjungi laman https://coretaxdjp.pajak.go.id;

2. Masuk ke menu ‘Surat Pemberitahuan (SPT)’;

3. Klik ‘SPT Dilaporkan’;

4. Pilih ‘SPT Tahunan PPh’ pada jenis surat.

Jika tahun buku yang digunakan adalah Januari–Desember, maka wajib dicek apakah SPT Tahunan PPh untuk tahun 2023 dan 2024 sudah dilaporkan.

Selain melalui Coretax, pengecekan juga bisa dilakukan melalui DJPOnline, dengan cara:

  • Klik menu ‘Lapor’;
  • Pilih ‘e-Filing’ atau ‘e-Form PDF’;
  • Masuk ke ‘Arsip SPT’ untuk melihat status laporan.

“Jika ternyata SPT Tahunan PPh untuk tahun 2023 dan/atau 2024 belum dilaporkan, kami sarankan segera menyampaikan laporan tersebut,” imbau DJP.

Sebagai catatan, KSWP merupakan prosedur konfirmasi yang wajib dilakukan sebelum Wajib Pajak bisa mengakses layanan publik tertentu di bawah Kementerian Keuangan. Hal ini merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 147/PMK.01/2020, yang menegaskan pentingnya verifikasi status perpajakan sebelum pemberian layanan. (alf)

 

 

 

DJP Rombak Aturan PKP Risiko Rendah, Restitusi Pajak Bisa Lebih Cepat

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kembali melakukan penyempurnaan regulasi perpajakan melalui terbitnya Peraturan Dirjen Pajak (PER) Nomor PER-6/PJ/2025. Regulasi baru ini secara khusus mengatur ulang ketentuan mengenai penetapan Pengusaha Kena Pajak (PKP) berisiko rendah yang berhak mengajukan restitusi atau pengembalian kelebihan pajak dengan skema percepatan.

PER-6/PJ/2025 sekaligus merevisi dan menggantikan ketentuan sebelumnya yang tertuang dalam PER-4/PJ/2021. Penyesuaian ini dilakukan untuk menyelaraskan dengan mekanisme restitusi dipercepat sebagaimana diatur dalam PMK 39/2018 dan perubahannya.

Secara umum, PKP berisiko rendah adalah wajib pajak yang dianggap memenuhi kriteria tertentu dan dapat mengajukan pengembalian kelebihan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) setiap masa pajak dengan prosedur yang lebih ringkas. Namun, tidak semua wajib pajak dapat menikmati fasilitas ini.

Dalam beleid terbaru ini, DJP menetapkan sembilan kategori wajib pajak yang bisa masuk dalam klasifikasi PKP berisiko rendah. Penambahan kategori ini merupakan penguatan atas ketentuan yang telah diatur dalam PMK 117/2019, yang merupakan revisi dari PMK 39/2018.

Menariknya, PER-6/PJ/2025 juga mempertegas bahwa PKP yang termasuk dalam kelompok wajib pajak dengan “persyaratan tertentu” otomatis dianggap sebagai PKP berisiko rendah, tanpa perlu mengajukan permohonan secara terpisah. Ketentuan ini telah lebih dulu ditegaskan dalam Pasal 14 ayat (8) PMK 39/2018 yang terakhir diubah dengan PMK 119/2024.

Adapun empat jenis wajib pajak dengan persyaratan tertentu yang dimaksud, berdasarkan Pasal 9 ayat (2) PMK 39/2018 s.t.d.d PMK 209/2021, adalah sebagai berikut:

• Orang pribadi non-usahawan yang mengajukan restitusi atas SPT Tahunan PPh lebih bayar.

• Orang pribadi dengan usaha atau pekerjaan bebas, sepanjang pengajuan restitusi tidak melebihi Rp100 juta.

• Badan usaha yang menyampaikan SPT Tahunan PPh lebih bayar hingga Rp1 miliar.

• PKP yang menyampaikan SPT Masa PPN lebih bayar dengan nominal maksimal Rp5 miliar.

Selain itu, aturan baru ini juga memperbarui tata cara pengembalian pajak lebih bayar bagi individu yang termasuk dalam kategori wajib pajak dengan persyaratan tertentu. Sebelumnya, hal ini diatur dalam PER-5/PJ/2023.

Langkah reformasi ini mencerminkan upaya DJP untuk menyederhanakan birokrasi perpajakan sekaligus mendorong kepatuhan sukarela melalui insentif administratif. Kecepatan dan kepastian dalam proses restitusi diharapkan mampu meningkatkan kepercayaan wajib pajak terhadap sistem perpajakan nasional.

Di sisi lain, media nasional hari ini juga menyoroti sejumlah isu hangat lainnya, seperti wacana pemajakan bagi influencer, meningkatnya tingkat kemiskinan, hingga penantian pelaku usaha mikro terhadap kepastian teknis tarif final PPh UMKM 0,5 persen. (alf)

 

Wajib Pajak Tertentu Kini Wajib Lapor Perhitungan PPh Pasal 25, Ini Ketentuannya!

IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memperkenalkan kewajiban baru bagi sejumlah kategori wajib pajak terkait pelaporan penghitungan angsuran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024, serta diperkuat dengan PER-11/PJ/2025 yang diterbitkan oleh DJP.

Mulai tahun ini, wajib pajak tertentu diwajibkan menghitung angsuran PPh Pasal 25 menggunakan mekanisme khusus, serta menyampaikan laporan hasil penghitungan tersebut secara berkala kepada DJP.

Berdasarkan Pasal 90 PER-11/PJ/2025, kategori wajib pajak yang wajib menyampaikan laporan meliputi:

  • Bank
  • Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
  • Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
  • Perusahaan yang sudah go public

Wajib pajak sektor jasa keuangan non-bank, seperti perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.

Ketentuan pelaporan dibedakan berdasarkan jenis wajib pajaknya:

Bank: Wajib melaporkan setiap bulan, berdasarkan laporan keuangan yang disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Perusahaan publik dan lembaga jasa keuangan non-bank lainnya: Melaporkan setiap triwulan.

BUMN dan BUMD: Pelaporan dilakukan setahun sekali, mengacu pada rencana kerja dan anggaran pendapatan yang telah disetujui dalam RUPS.

DJP menetapkan batas akhir penyampaian laporan sebagai berikut:

  • 20 hari setelah akhir bulan bagi bank.
  • 20 hari setelah akhir triwulan bagi perusahaan publik dan lembaga keuangan lainnya.
  • 20 hari setelah akhir tahun pajak sebelumnya bagi BUMN dan BUMD.

Format dan Cara Lapor

Pelaporan dilakukan dalam bentuk dokumen elektronik, sesuai format yang tercantum dalam lampiran PER-11/PJ/2025. Format tersebut menyesuaikan dengan jenis wajib pajak dan periodisasi pelaporan.

Pemberlakuan regulasi ini diharapkan meningkatkan transparansi dan akurasi penghitungan angsuran pajak, khususnya di sektor-sektor strategis yang memiliki peran besar dalam penerimaan negara. (alf)

 

 

 

 

 

id_ID