Terkendala Pelaporan SPT Masa? Wajib Pajak Diimbau Gunakan Fitur Deposit Coretax

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyampaikan permohonan maaf kepada Wajib Pajak atas ketidaknyamanan yang dialami saat mengakses pelaporan SPT Masa PPh untuk masa pajak April 2025. DJP mengingatkan bahwa batas akhir pembayaran untuk masa pajak tersebut adalah 15 Mei 2025.

“Apabila terdapat kendala dalam pembuatan billing karena gangguan pada sistem SPT di Coretax, kami menyarankan agar Wajib Pajak terlebih dahulu melakukan pembayaran melalui mekanisme Deposit untuk menghindari keterlambatan,” jelas DJP dalam keterangan resminya.

Sebagai alternatif sementara, DJP menyarankan penggunaan fitur Deposit dalam sistem Coretax. Fitur ini memungkinkan Wajib Pajak menyetorkan sejumlah dana lebih dulu, yang nantinya dapat digunakan untuk pembayaran pajak kapan saja.

Langkah-langkah untuk menggunakan fitur Deposit Coretax adalah sebagai berikut:

• Akses situs https://coretax.pajak.go.id dan masuk ke akun Anda;

• Pilih menu “Layanan Mandiri Kode Billing”;

• Gunakan “Kode Akun Pajak 411618” dan “Kode Jenis Setoran 100”;

• Masukkan nominal dana yang ingin disetor sebagai saldo deposit;

• Tentukan masa pajak dari Januari hingga Desember tahun berjalan;

• Klik “Buat ID Billing” untuk memperoleh kode pembayaran;

• Lakukan pembayaran melalui bank, kantor pos, atau layanan internet dan mobile banking;

• Setelah pembayaran diterima, saldo deposit akan otomatis bertambah dan dapat dicek melalui menu “Taxpayer Ledger”;

• Dana dalam saldo deposit dapat digunakan untuk pembayaran pajak sesuai kebutuhan dan ketersediaan dana.

DJP juga menjelaskan bahwa pengisian saldo deposit bisa dilakukan melalui tiga cara:

• Pembayaran langsung melalui sistem penerimaan negara;

• Pemindahan dana dari sumber lainnya;

• Pemanfaatan kelebihan bayar dari pelaporan pajak sebelumnya.

Melalui imbauan ini, DJP berharap Wajib Pajak tetap dapat memenuhi kewajiban perpajakannya tepat waktu meskipun terjadi kendala teknis di sistem pelaporan. (alf)

 

Ketum Vaudy Starworld Lantik Pengurus IKPI Cabang Buleleng, Tegaskan Komitmen Ekspansi Organisasi

IKPI, Buleleng: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld, secara resmi melantik Pengurus Cabang IKPI Buleleng di New Sunari Lovina Beach Resort, Kamis (15/5/2025). Dalam sambutannya, Vaudy menekankan bahwa pembentukan cabang baru seperti Buleleng merupakan bagian dari strategi ekspansi dan penguatan organisasi di tingkat daerah.

Vaudy menegaskan bahwa kehadiran cabang baru membawa manfaat besar, tidak hanya memperluas jangkauan organisasi, tetapi juga meningkatkan aktivitas dan partisipasi anggota.

“Dengan adanya cabang baru, kegiatan IKPI di daerah akan semakin banyak dan variatif. Ini juga meringankan beban pengurus cabang lama dan mendorong anggota di wilayah baru lebih aktif serta dekat secara geografis untuk menghadiri kegiatan tatap muka,” ujar Vaudy.

Ia juga menyoroti kehadiran luar biasa dalam pelantikan Pengcab Buleleng, yang diikuti hampir 120 peserta 30% di antaranya berasal dari kalangan umum. “Ini baru langkah pertama. Kami berharap ke depan Pengcab Buleleng bisa menyelenggarakan kegiatan pelatihan, bahkan program brevet perpajakan,” lanjutnya.

 

(Foto: Istimewa)

Menurutnya, pelantikan ini juga menandai dimulainya kembali rangkaian pelantikan cabang-cabang baru oleh Pengurus Pusat. Setelah Buleleng, pelantikan akan berlanjut di Bitung pada 30 Mei dan menyusul Cabang Kabupaten Bekasi yang akan menggelar pemilihan ketua cabang pada 26 Mei.

Pemegang sertifikasi Ahli Kepabeanan dan Kuasa Hukum di Pengadilan Pajak ini juga mengungkapkan rencana besar ke depan, seperti mengusulkan perubahan AD/ART agar satu provinsi dapat memiliki lebih dari satu Pengurus Daerah (Pengda).

“Misalnya, Jawa Barat dapat memiliki Pengda Jabar 1 hingga 3, menyesuaikan dengan wilayah kerja Kanwil DJP. Karena, sejauh ini IKPI telah melantik 13 Pengda dan 42 Pengcab. Terakhir, pada 10 April lalu, IKPI resmi melantik Pengda DIY sebagai Pengda ke-13,” kata Vaudy.

Ia berharap lahirnya Pengda baru seperti Sulawesi Utara, Tengah, Gorontalo, dan Maluku Utara (Suluttenggo), serta Papua.

Vaudy juga mengapresiasi kinerja Pengcab Padang yang berhasil menyelenggarakan kegiatan PPL (Pendidikan Profesional Berkelanjutan) dengan peserta mencapai 150 orang, meski anggota resminya hanya 23 orang. Hal ini menjadi bukti semangat dan antusiasme anggota yang perlu dicontoh oleh cabang lain.

Lebih lanjut ia mengatakan, IKPI pun terus menjalin kerja sama internasional. Baru-baru ini, mereka menandatangani MoU dengan Korea Association of Certified Tax Attorneys by Examination (KACTAE) dan mengadakan sesi berbagi pengetahuan perpajakan dari Korea Selatan.

Untuk memperkuat edukasi publik, IKPI juga telah menyiapkan serangkaian diskusi panel nasional, termasuk yang akan diselenggarakan pada 19 Mei 2025 bertajuk “Membedah Stagnasi Tax Ratio Indonesia”, yang menghadirkan akademisi, praktisi dan ekonon seperti Ken Dwijugiasteadi, Prof. Haula Rosdiana, Berly Martawardaya, dan Agustina Mappadang.

Hadir pada kegiatan tersebut:

1. Kepala Kanwil DJP Bali, diwakili oleh Kepala Bidang P2 Humas, Waskito Eko Nugraha

2. Kepala KPP Pratama Singaraja, diwakili oleh Kepala Seksi Pengawasan III, I Made Nesa Widiada, bersama Bapak I Made Suryantara

3. Kepala BPKPD Kabupaten Buleleng, diwakili oleh Ida Bagus Perang Wibawa

4. Dekan Undiksha, diwakili oleh Wakil Dekan, Ni Made Suci

5. Perwakilan asosiasi profesi dan mitra kerja IKPI

6. Pengurus Pusat IKPI:
Ketua Umum, Vaudy Starworld

Wakil Sekretaris Umum (Plh Sekum) Novalina Magdalena

Ketua Departemen Hubungan Masyarakat, Jemmi Sutiono

Anggota Departemen Tugas Khusus, Budianto Wijaya

Ketua Bidang PPL – Departemen PPL dan SDA, Rindi Elina

7. Dewan Kehormatan, I Kadek Sumadi

8. Pengawas, Ketut Alit Adi Krisna

9. Ketua Pengurus Daerah Bali NUSRA, I Kadek Agus Ardika dan jajarannya

10. Ketua Pengurus Cabang Denpasar: I Made Sujana dan jajarannya

11. Ketua Pengurus Cabang Mataram, Bagus Suadmaya dan jajarannya

12. Ketua Pengurus Cabang Buleleng, I Made Susila Darma dan jajarannya

Vaudy menutup sambutannya dengan harapan besar: “Semoga kehadiran Pengcab Buleleng menjadi contoh sukses bagi cabang-cabang baru lainnya, demi memajukan dunia perpajakan dan profesi konsultan pajak di Indonesia,” ujarnya. (bl)

Coretax Siap Gantikan DJPOnline, Dirjen Pajak Targetkan Rampung Juli 2025

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tengah melakukan penyempurnaan besar-besaran terhadap sistem administrasi perpajakannya melalui pengembangan Coretax Administration System. Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo, menyatakan bahwa sistem ini ditargetkan rampung sebelum akhir Juli 2025 dan siap digunakan oleh Wajib Pajak untuk pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan mulai tahun 2026.

Coretax dirancang untuk menggantikan sistem lama, DJPOnline, dengan berbagai pembaruan signifikan yang bertujuan meningkatkan akurasi data, efisiensi layanan, dan kemudahan bagi pengguna. Seiring dengan itu, DJP juga mengimbau para Wajib Pajak agar mulai memahami perbedaan mendasar antara layanan pelaporan SPT di Coretax dan DJPOnline.

Perbedaan Fundamental Coretax dan DJPOnline

DJP memetakan sejumlah perbedaan penting yang akan ditemui Wajib Pajak saat menggunakan Coretax, di antaranya:

  1. Perhitungan PPh Pasal 25 Lebih Luas
    Coretax memungkinkan perhitungan PPh Pasal 25 dilakukan berdasarkan laporan keuangan yang telah disampaikan ke otoritas terkait. Fitur ini tersedia untuk berbagai entitas seperti bursa, BUMN/BUMD, dan bank.
  2. Pelaporan SPOP Terintegrasi
    Pengajuan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) untuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dilakukan melalui sistem digital, dengan fleksibilitas menyesuaikan sektor atau sub-sektor sesuai kebutuhan Wajib Pajak.
  3. Pelaporan PPN oleh Non-PKP
    Sistem baru mendukung pelaporan PPN oleh pelaku usaha non-PKP dan PKP, termasuk pemungut PPN dalam transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).
  4. Restitusi Pajak Otomatis
    Informasi kompensasi kelebihan pembayaran pajak kini terintegrasi dan otomatis muncul dalam sistem, memudahkan proses restitusi.
  5. Perhitungan PPh Pasal 21 Lebih Praktis
    Tarif efektif digunakan untuk menyederhanakan penghitungan PPh Pasal 21, terutama untuk pegawai tetap.
  6. Fungsi Cabang Usaha Dipertegas
    Cabang usaha dapat menerbitkan bukti potong, namun pelaporan dan pembayaran hanya dilakukan oleh kantor pusat perusahaan.
  7. Integrasi Data Pegawai
    Bukti pemotongan bulanan PPh 21 kini otomatis terhubung dengan bukti potong tahunan A1 atau A2 untuk pegawai tetap.
  8. Unifikasi PPh dan e-Bupot Terintegrasi
    Pelaporan SPT Masa PPh dalam bentuk unifikasi kini terintegrasi dengan sistem e-Bupot, termasuk untuk PPh yang ditanggung pemerintah.
  9. Sistem yang Sama untuk Pemerintah dan Swasta
    Instansi pemerintah maupun sektor non-pemerintah menggunakan aplikasi pelaporan unifikasi yang sama.
  10. Kode Billing dari Menu SPT
    Pembayaran kurang bayar dapat langsung dilakukan melalui menu SPT yang tersedia di sistem.
  11. Pelaporan Tahunan Dimulai dari Induk SPT
    Pengisian SPT dimulai dengan formulir induk, dilanjutkan ke lampiran yang relevan berdasarkan kondisi spesifik Wajib Pajak.
  12. Pemanfaatan Bukti Potong Otomatis
    Bukti potong dari pihak pemotong dapat langsung terisi dalam pelaporan SPT tanpa perlu entri manual.
  13. Akses Bukti Potong oleh Anggota Keluarga
    Sistem menyediakan bukti potong untuk seluruh anggota dalam Data Unit Keluarga (DUK), termasuk tanggungan.
  14. Fasilitas Pencatatan bagi UMKM
    Menu pencatatan sederhana tersedia bagi pelaku UMKM, untuk memudahkan pembukuan usaha mereka.

Transformasi Digital Perpajakan

Langkah DJP mengembangkan Coretax merupakan bagian dari strategi besar modernisasi perpajakan nasional. Dengan sistem ini, pemerintah berharap dapat meningkatkan kepatuhan sukarela dan memperluas basis pajak melalui kemudahan akses layanan.

Suryo menegaskan bahwa perubahan ini tidak hanya menyangkut teknologi, tetapi juga tata kelola dan budaya pelayanan. Oleh karena itu, edukasi kepada Wajib Pajak akan terus dilakukan agar transisi ke sistem baru berjalan lancar dan optimal. (alf)

Ubah Alamat Email di Sistem Pajak Kini Semudah 3 Langkah, Ini Caranya!

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mempermudah Wajib Pajak yang ingin mengganti alamat e-mail terdaftar. Kini, perubahan dapat dilakukan langsung melalui sistem Coretax hanya dalam tiga langkah sederhana.

Tiga Langkah Praktis Ubah Email di Coretax

Tak perlu repot datang ke kantor pajak, berikut ini panduan singkat untuk mengubah alamat e-mail secara daring:

1. Masuk ke sistem Coretax;

2. Akses menu “Portal Saya”, lalu pilih “Informasi Umum”, klik “Edit”, kemudian masuk ke “Detail Kontak”;

3. Masukkan alamat e-mail baru, pastikan datanya benar, lalu klik “Simpan”. Jangan lupa centang pernyataan dan klik submit.

Ajukan Langsung ke Kantor Pajak

Jika lebih nyaman secara luring, Wajib Pajak juga bisa mengajukan perubahan e-mail melalui KPP atau KP2KP. Langkah-langkahnya:

Isi formulir perubahan data yang tersedia di kantor pajak atau unduh dari pajak.go.id;

Kirim formulir lewat pos, jasa ekspedisi, atau kurir;

Bisa juga melalui layanan Kring Pajak (1500200) atau live chat di situs resmi DJP.

Tak Hanya Email, Data Ini Juga Bisa Diubah

Selain alamat e-mail, DJP juga membuka ruang bagi Wajib Pajak untuk mengajukan perubahan data lainnya seperti:

Identitas Wajib Pajak tanpa perubahan bentuk badan hukum;

Alamat tempat kedudukan atau usaha selama masih dalam wilayah kerja KPP yang sama;

Jenis kegiatan usaha;

Struktur permodalan atau kepemilikan (untuk badan hukum);

Koreksi kesalahan tulis pada data administrasi DJP;

Perbedaan data antara dokumen resmi dan database DJP terkait bentuk badan usaha.

Dengan kemudahan ini, diharapkan Wajib Pajak semakin aktif memperbarui data demi tertib administrasi perpajakan. (alf)

 

 

.

 

 

Dirjen Pajak Klaim Permintaan Kode Otorisasi dan OTP di Coretax Kini Lebih Cepat

IKPI, Jakarta: Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo, mengungkapkan perkembangan signifikan dalam penanganan berbagai insiden teknis pada sistem digital Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR RI, baru-baru ini. Salah satu isu yang berhasil ditangani secara tuntas adalah keterlambatan pengiriman One Time Password (OTP) dan error pada permintaan Kode Otorisasi DJP.

Dalam paparannya, Suryo menyampaikan bahwa hingga 10 Februari 2025, DJP mencatat sekitar 1.041 kasus terkait error permintaan Kode Otorisasi. Permasalahan ini disebabkan oleh bug pada modul pemrosesan sistem tanda tangan elektronik. Namun, berkat perbaikan teknis oleh vendor, jumlah kasus serupa yang tercatat pada 1-6 Mei 2025 menurun drastis menjadi hanya 3 kasus.

“Seluruh perbaikan telah diselesaikan. Saat ini, pengiriman OTP sudah sesuai standar, yakni di bawah lima menit,” ujar Suryo.

Sebelumnya, keterlambatan OTP sempat terjadi akibat lonjakan trafik dari provider layanan SMS dan email. DJP pun telah melakukan koordinasi intensif dengan para penyedia layanan untuk mengatasi hal ini.

Selain itu, permasalahan dalam penunjukan penanggung jawab (PIC) akun WP Badan dan fitur impersonate juga mengalami perbaikan drastis. Dari total 3.281 kasus yang tercatat hingga Februari, hanya tersisa 41 kasus yang dilaporkan selama awal Mei. DJP pun mendorong edukasi dan pemutakhiran data WP Badan agar sejalan dengan data Ditjen AHU.

Isu lain yang tak luput dari perhatian adalah latensi tinggi dalam penerbitan faktur pajak akibat error saat upload dan proses tanda tangan elektronik. “Latensi sistem sebelumnya mencapai 9,8 detik. Kini, setelah perbaikan, hanya 0,3 detik,” terang Suryo.

Perbaikan-perbaikan ini, menurut Suryo, merupakan bagian dari komitmen DJP dalam reformasi perpajakan yang berkelanjutan dan peningkatan pelayanan berbasis digital. (bl)

 

 

 

 

Dirjen Pajak Ungkap Jurus Pemerintah Capai Target Penerimaan Pajak 2025 di Hadapan DPR

IKPI, Jakarta: Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengungkapkan strategi pemerintah untuk mencapai target ambisius penerimaan pajak tahun 2025 dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XI DPR RI baru-baru ini. Dalam paparannya, Suryo menegaskan bahwa berbagai langkah strategis telah disiapkan untuk memperkuat sistem perpajakan nasional sekaligus menjaga momentum pemulihan ekonomi.

“Upaya pencapaian target penerimaan pajak tahun depan tidak hanya mengandalkan pertumbuhan ekonomi semata, tetapi juga transformasi kelembagaan dan tata kelola perpajakan secara menyeluruh,” ujar Suryo di hadapan para anggota dewan.

Setidaknya ada lima strategi utama yang akan dijalankan Direktorat Jenderal Pajak:

1. Memperluas Basis Pajak

Pemerintah akan mengintensifkan penggalian potensi perpajakan yang belum tergarap serta melakukan ekstensifikasi wajib pajak baru guna memperluas basis penerimaan.

2. Peningkatan Kepatuhan Lewat Teknologi dan Penegakan Hukum

Pemanfaatan teknologi informasi akan ditingkatkan untuk memperkuat sistem administrasi perpajakan. Selain itu, sinergi antarlembaga melalui program bersama dan penegakan hukum menjadi tumpuan dalam mendorong kepatuhan.

3. Reformasi Pajak Berkelanjutan

Pemerintah berkomitmen menjaga efektivitas reformasi perpajakan dan terus menyelaraskan kebijakan dengan dinamika internasional, demi mendongkrak rasio perpajakan secara berkelanjutan.

4. Insentif Pajak Terukur

Pemberian insentif perpajakan akan semakin diarahkan secara selektif untuk mendukung iklim usaha yang sehat, memperkuat daya saing, dan mendorong transformasi ekonomi berbasis nilai tambah.

5. Penguatan SDM dan Organisasi

Transformasi kelembagaan juga akan menyasar aspek sumber daya manusia dan struktur organisasi agar lebih adaptif terhadap tantangan ekonomi ke depan.

Dengan strategi ini, pemerintah berharap bisa mengamankan penerimaan negara sekaligus menciptakan sistem perpajakan yang adil, efisien, dan berdaya saing. (bl)

 

 

 

 

IKPI Apresiasi Perbaikan Signifikan Sistem Coretax DJP, Namun Ingatkan Masih Ada Kendala Registrasi NIK-NPWP

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) mengapresiasi langkah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam memperbaiki performa Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Coretax) yang kini menunjukkan peningkatan signifikan. Dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi XI DPR RI, Rabu (7/5/2025), Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengungkapkan bahwa waktu akses login ke sistem kini hanya memerlukan 0,001 detik.

“Alhamdulillah, dari sebelumnya 4,1 detik untuk akses login, kini sekitar 0,001 detik. Jadi, cukup cepat,” ujar Suryo.

Tak hanya kecepatan akses, DJP juga telah melakukan pembenahan terhadap sistem basis data dan perbaikan error terkait perubahan data. Berdasarkan laporan internal, jumlah kasus error menurun drastis dari 397 kasus pada 10 Februari menjadi hanya 18 kasus selama periode 1–6 Mei 2025.

Perbaikan juga menyentuh pengiriman kode otorisasi dan OTP yang sebelumnya mengalami keterlambatan lebih dari 5 menit, menyebabkan timeout dan menghambat akses wajib pajak. Kini, masalah tersebut disebut telah teratasi.

Meski demikian, IKPI melalui Ketua Departemen Humas, Jemmi Sutiono, menyoroti masih adanya kendala terkait registrasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Hal ini dinilai menghambat proses pelaporan dan perhitungan PPh Pasal 21, khususnya dalam pembuatan e-Bukti Potong (e-Bupot).

“Dari sisi pemberi kerja, masih ada kendala saat impor data menggunakan file XML ke dalam sistem Coretax karena sensitivitas variabel data. Ini membuat pengguna merasa tidak nyaman. Kami menghimbau pemberi kerja agar mendorong karyawan segera memadankan atau mengaktifkan NIK menjadi NPWP,” tegas Jemmi.

IKPI juga mendorong agar tim IT DJP segera memformulasikan solusi agar proses impor data lebih stabil dan tidak berubah-ubah, demi mendukung efisiensi pelaporan perpajakan secara elektronik. (bl)

id_ID