Purbaya Optimis Jika Tiga Mesin Ekonomi Bergerak Bersama, Pertumbuhan Bisa Tembus 8%

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan bahwa Indonesia memiliki peluang besar untuk mencetak pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen, asalkan tiga mesin utama ekonomi berjalan serempak: kebijakan fiskal, kebijakan moneter, dan sektor privat.

Hal tersebut disampaikan Purbaya dalam Kuliah Umum di Universitas Airlangga, Surabaya, Selasa (11/11/2025).

Menurutnya, stabilitas perekonomian tidak cukup dibaca dari pergerakan suku bunga saja, melainkan perlu melihat keseluruhan dinamika uang beredar, pemanfaatan instrumen fiskal, serta kemampuan sektor swasta untuk berinvestasi dan membuka lapangan kerja.

“Dalam lebih dari 25 tahun saya mengamati ekonomi, kita bisa tumbuh di atas delapan persen dalam jangka panjang asalkan kebijakan fiskal, moneter, dan iklim investasi dijalankan dengan benar,” ujar Purbaya.

Ia menjelaskan bahwa ketiga komponen tersebut ibarat mesin yang harus bergerak seirama. Bila salah satu melemah, pertumbuhan akan terkendala. Purbaya mencontohkan, sekuat apa pun kebijakan fiskal dan moneter, perekonomian tetap tersendat jika sektor privat tidak berani ekspansi.

“Ekonomi kita akan cepat kalau tiga mesin jalan, yakni fiskal, moneter, dan privat sektor. Jika dua itu jalan, tapi privat sektor tidak jalan, maka akan susah,” tegasnya.

Purbaya juga menyoroti pentingnya permintaan domestik sebagai penopang utama daya tahan ekonomi Indonesia. Di tengah situasi global yang rentan gejolak, pasar dalam negeri menjadi bantalan agar pertumbuhan tetap terjaga.

Ia menekankan konsistensi kebijakan dan kehati-hatian fiskal harus dijalankan berkelanjutan. Dengan strategi yang tepat, Indonesia bukan hanya mampu bertahan, tetapi juga terus bergerak menuju target pertumbuhan tinggi.

“Stabilitas ekonomi tidak hadir begitu saja. Ia adalah hasil dari respons kebijakan yang presisi, selaras, dan berkesinambungan,” tutupnya. (alf)

SMP Labschool Jakarta Gaungkan Pajak dan Ajak Generasi Muda Bangun Negeri

IKPI, Jaarta: Suasana berbeda terasa di SMP Labschool Jakarta pada peringatan Hari Oeang Republik Indonesia dan Hari Pahlawan, Senin (10/11/25). Melalui kegiatan Kemenkeu Mengajar 10, sekolah tersebut menggemakan pesan penting: pajak adalah gotong royong modern untuk membangun negeri, dan generasi muda memegang peran penting di dalamnya.

Kepala SMP Labschool Jakarta Yati Suwartini menegaskan bahwa pemahaman tentang pajak harus diperkenalkan sejak dini agar siswa tumbuh menjadi warga negara yang sadar kontribusi.

“Pajak merupakan bentuk kolaborasi untuk membangun bangsa,” ungkap Yati, dalam rilis DJP dikutip, Selasa (11/11/25).

Seruan itu mendapat dukungan langsung dari Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto, yang hadir memberikan materi kepada ratusan siswa. Ia mengajak para pelajar memaknai pajak sebagai cara masyarakat saling membantu membiayai pembangunan.

“Kita belajar tentang makna gotong royong dalam membangun negara,” tutur Bimo.

Edukasi Pajak Dibungkus Menarik dan Interaktif

Materi pajak disampaikan dengan metode permainan, kuis, dan tanya jawab, sehingga para siswa tetap antusias mengikuti sesi pembelajaran. Bimo juga menjelaskan bahwa pajak menjadi salah satu sumber utama Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang digunakan pemerintah untuk pembangunan nasional.

Kegiatan kemudian berlanjut dengan simbolik penerbangan pesawat kertas, dipandu Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Rosmauli. Setiap siswa menerbangkan pesawat sambil melafalkan kalimat, “Kami siap menjadi generasi hebat Indonesia, jujur, semangat, dan pantang menyerah.”

Ketua OSIS SMP Labschool Jakarta, Quinna Alfisya Bahtiar, menyampaikan bahwa kegiatan ini membuat siswa lebih memahami bagaimana negara mengelola uang rakyat.

“Seru banget! Banyak ilmu soal pengelolaan uang dan pajak, tapi tetap menyenangkan. Banyak teman-teman yang bertanya kritis juga. Semoga acara seperti ini bisa diadakan lebih luas,” ujarnya.

Selain Kemenkeu Mengajar, Direktorat Jenderal Pajak terus mengembangkan sejumlah program literasi perpajakan yang ditujukan bagi pelajar dan mahasiswa. Program tersebut di antaranya adalah Pajak Bertutur, Pajak Membaca, serta penyediaan DJ Pustaka, yaitu perpustakaan digital yang memuat berbagai referensi perpajakan dan dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat. (alf)

DJP Jaksel I Lelang Mobil Penunggak Pajak, Laku Rp140 Juta!

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Selatan I (Kanwil DJP Jaksel I) kembali menunjukkan langkah tegas dalam menegakkan kepatuhan pajak. Melalui kerja sama dengan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Jakarta IV (KPKNL IV), satu unit mobil hasil sitaan berhasil dilelang dan langsung menambah penerimaan negara dari tunggakan pajak.

Kepala Kanwil DJP Jaksel I, Dionysius Lucas Hendrawan, menjelaskan bahwa pelaksanaan lelang merupakan bagian dari penagihan aktif terhadap wajib pajak yang masih memiliki utang. Langkah ini sekaligus menjadi upaya menjaga kepastian hukum perpajakan.

“Kanwil DJP Jakarta Selatan I berkomitmen untuk terus menguatkan fungsi penegakan hukum dalam memulihkan penerimaan negara dan memantau pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak,” ujar Lucas dalam keterangan resmi, Selasa (11/11/2025).

Lucas menegaskan bahwa lelang sitaan menjadi pesan tegas bagi wajib pajak yang masih mengabaikan kewajiban, sekaligus bukti sinergi aparat pajak dengan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN).

Dua Mobil Masuk Lelang, Satu Terjual

Kanwil DJP Jaksel I melelang dua unit kendaraan hasil penyitaan dari wajib pajak terdaftar di:

• KPP Pratama Jakarta Setiabudi Dua, dan

• KPP Madya Jakarta Selatan I.

Kedua mobil tersebut adalah:

1. Honda BR-V 1.5 Prestige CVT CKD tahun 2019

• Warna: Abu-abu baja metalik

• Nilai limit: Rp140.000.000

2. Toyota Avanza 1.3E M/T tahun 2015

• Warna: Hitam metalik

• Nilai limit: Rp108.000.000

Proses lelang dilaksanakan tanpa kehadiran fisik peserta melalui sistem terbuka di www.lelang.go.id. Pejabat lelang KPKNL IV kemudian menetapkan pemenang pada 4 November 2025. Hasilnya, mobil Honda BR-V terjual dengan harga Rp140.300.000.

“Dengan keberhasilan penjualan itu, Kanwil DJP Jakarta Selatan I mampu mencairkan tunggakan pajak sebesar Rp140.300.000,” ujar Lucas.

Lucas menerangkan bahwa lelang barang sitaan dilakukan setelah serangkaian tindakan penagihan aktif, mulai dari:

  1. Surat Teguran
  2. Surat Paksa
  3. Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan

Penegakan hukum ini mengacu pada:

• UU No. 19 Tahun 2000 tentang Perubahan atas UU No. 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, serta

• Peraturan Menteri Keuangan No. 61 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak Atas Jumlah Pajak yang Masih Harus Dibayar.

Ia juga mengapresiasi dukungan Kanwil DJKN Jakarta melalui KPKNL IV yang memungkinkan pelaksanaan lelang berjalan transparan dan lancar. (alf)

Trump Peringatkan “Bencana Ekonomi dan Keamanan” Jika MA Batalkan Tarif Impor Masif

IKPI, Jakarta: Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali melontarkan pernyataan keras terkait sidang Mahkamah Agung yang tengah menguji legalitas kebijakan tarif impornya. Dari Gedung Putih, Senin (10/11/2025), Trump menegaskan bahwa putusan yang tidak memihak pemerintah akan memukul ekonomi nasional sekaligus melemahkan keamanan Amerika Serikat.

“Jika kami kalah di Mahkamah Agung, itu akan menjadi bencana ekonomi dan bencana keamanan nasional,” kata Trump dalam acara pelantikan Duta Besar AS untuk India, Sergio Gor.

MA sedang meninjau apakah International Emergency Economic Powers Act (IEEPA) tahun 1977 dapat digunakan sebagai dasar penetapan tarif impor ke hampir seluruh negara. Undang-undang tersebut sebenarnya mengatur kewenangan presiden dalam situasi darurat ekonomi internasional, namun tidak secara eksplisit menyebut pemberlakuan tarif.

Hakim-hakim MA terlihat skeptis. Dalam sidang pekan lalu, sebagian dari mereka menilai IEEPA tidak memuat kewenangan untuk memungut tarif. Hakim Amy Coney Barrett bahkan memperingatkan jika tarif dinyatakan ilegal, pemerintah harus mengembalikan bea impor dalam jumlah masif—yang ia sebut berpotensi menjadi “kekacauan administratif.”

Sejumlah ekonom memperkirakan nilai pengembalian bisa melebihi US$100 miliar. Namun Trump menolak angka itu dan mengklaim jumlahnya jauh lebih besar. “Bukan ratusan miliar, tapi lebih dari US$2 triliun. Mereka tidak memberikan angka yang benar,” ucapnya.

Janji ‘dividen tarif’ US$2.000 untuk warga

Di sisi lain, Trump mencoba menegaskan bahwa tarif justru memberi manfaat langsung bagi masyarakat. Ia mengungkap rencana pemerintah menyalurkan pembayaran tunai sekitar US$2.000 kepada warga berpenghasilan menengah dan rendah, dengan sumber dana dari yang ia sebut “dividen tarif.”

“Sisa pendapatannya akan kami gunakan untuk menurunkan utang nasional,” tegas Trump.

Kepala penasihat ekonomi Gedung Putih, Kevin Hassett, menyatakan pemerintah awalnya ingin mengarahkan seluruh pendapatan tarif untuk menekan defisit anggaran. Namun meningkatnya penerimaan pajak dianggap membuka ruang untuk pembagian manfaat tersebut.

Elektabilitas melemah, publik mencemaskan biaya hidup

Pernyataan Trump datang di saat elektabilitasnya mengalami penurunan dalam beberapa bulan terakhir. Tekanan inflasi dan mahalnya biaya hidup membuat banyak pemilih di negara bagian seperti New Jersey, Virginia, dan New York lebih condong ke kandidat Partai Demokrat yang menawarkan agenda ekonomi “lebih terjangkau.”

Trump bersikeras inflasi sudah membaik di bawah pemerintahannya. Ia menyebut harga pangan dan energi mulai stabil dan memprediksi inflasi bisa turun ke 1,5% dalam waktu dekat. Namun data resmi menunjukkan sebaliknya: indeks harga konsumen AS masih naik 3,0% dalam setahun hingga September, dengan tarif impor ikut mendorong kenaikan harga barang seperti pakaian, perabot, hingga perlengkapan olahraga.

Jika Mahkamah Agung memutuskan bahwa tarif yang diambil dengan dasar darurat ekonomi itu melanggar hukum, pemerintah AS bisa dipaksa mengembalikan bea impor dalam jumlah fantastis. Para importir telah mengajukan tuntutan sejak tahun lalu, dan kemenangan di pengadilan akan menggoyang anggaran federal.

Trump menegaskan kasus itu bukan sekadar persoalan legal formal. “Kerugiannya akan sangat besar untuk ekonomi dan keamanan nasional,” ujarnya.

Kini, mata pelaku usaha, politisi, dan pasar global tertuju pada Mahkamah Agung. Putusan mereka bukan hanya akan menentukan nasib puluhan ribu bisnis yang membayar tarif, tapi juga menjadi penentu arah kebijakan perdagangan AS di masa mendatang. (alf)

Komisi XI DPR Tegaskan Indonesia Butuh UU Konsultan Pajak

IKPI, Jakarta:  Komisi XI DPR RI menilai Indonesia membutuhkan Undang-Undang Konsultan Pajak untuk memperjelas peran, tanggung jawab, dan tata kelola profesi di bidang perpajakan. Hal itu ditegaskan anggota Komisi XI DPR Fraksi PDI Perjuangan, Didik Haryadi, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) dan sejumlah organisasi lain di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (11/11/2025).

Didik menyebut keberadaan konsultan pajak selama ini telah membantu wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dan berkontribusi terhadap penerimaan negara. Namun, ia menekankan bahwa regulasi khusus diperlukan agar peran tersebut berjalan dengan jelas dan adil.

“Ini adalah pahlawan bagi bangsa yang tidak tercatat, dan saya setuju harus dibuat Undang-Undang yang jelas berkaitan dengan konsultan pajak,” kata Didik.

Ia menegaskan, tata kelola perpajakan harus terus diperbaiki agar penerimaan negara semakin optimal. Namun yang terpenting, konsultan pajak tidak boleh justru menjadi beban baru bagi wajib pajak.

“Prinsipnya, tata kelola harus lebih baik dan penerimaan bisa maksimal. Tapi jangan sampai konsultan pajak membebani wajib pajak,” tegasnya.

Didik juga mengingatkan agar kehadiran konsultan pajak tidak menimbulkan hambatan komunikasi antara wajib pajak dan otoritas pajak. Dengan sistem perpajakan yang sudah semakin digital, seperti Cortax dan layanan Account Representative (AR), ia meminta sinergi tetap berjalan.

“Jangan sampai dengan kehadiran kita malah terjadi triangle yang komunikasinya tidak lancar. Sistem di pajak juga sudah lebih efisien,” ujarnya.

Selain memberikan catatan, Didik juga mengapresiasi berbagai masukan dari organisasi profesi pajak yang hadir dalam RDPU tersebut. Menurutnya, banyak poin penting yang dapat dibawa ke pembahasan dengan pemerintah dan otoritas perpajakan.

“Masukan-masukannya menjadi khazanah baru buat kita dan akan kita diskusikan dengan pihak terkait,” lanjutnya.

Menutup pernyataannya, ia meminta anggota Komisi XI yang juga berasal dari latar belakang konsultan pajak untuk ikut mengawal pembentukan regulasi.

“IKPI membawahi hampir 90 persen konsultan pajak Indonesia. Termasuk Pak Misbahun. Jadi harusnya bisa mengawal,” ucapnya.

RDPU ini menjadi salah satu momentum kuat bagi profesi konsultan pajak untuk mendorong payung hukum yang lebih tegas, memberikan kepastian, melindungi wajib pajak, sekaligus memperkuat penerimaan negara. (bl)

IKPI Penuhi Undangan Komisi XI DPR, Bahas Rencana RUU Konsultan Pajak

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) memenuhi undangan Komisi XI DPR RI untuk memberikan pandangan terkait rencana pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Konsultan Pajak, Senin (11/11/2025). Dalam pertemuan tersebut, IKPI menegaskan komitmennya mendorong keberadaan regulasi yang memberikan kepastian hukum bagi profesi konsultan pajak di Indonesia.

Ketua Umum IKPI Vaudy Starworld menjelaskan bahwa hingga saat ini RUU Konsultan Pajak belum tercantum dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025-2026. Namun, IKPI tetap optimistis lantaran sudah membuka jalur komunikasi intensif dengan pemerintah.

“Memang RUU Konsultan Pajak saat ini tidak ada di Prolegnas. Tetapi kami tetap berupaya agar bisa masuk, minimal selama periode Prolegnas tersebut,” kata Vaudy sebelum memulai rapat.

Dari Inisiatif DPR ke Jalur Pemerintah

Vaudy mengungkapkan bahwa awalnya RUU Konsultan Pajak didorong sebagai inisiatif DPR. Namun setelah melihat dinamika politik legislasi, IKPI kini mencoba opsi lain yakni meminta pemerintah menjadi pihak pengusul.

“Sebelumnya kami sudah beberapa kali bertemu dengan Direktorat Pembinaan dan Pengawasan Profesi Keuangan (P2PK), Kemenkeu untuk membahas inisiasi RUU Konsultan Pajak melalui pemerintah. Kami juga sudah bertemu Dirjen Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan, Bu Masyita Crystallin, dan terakhir diundang langsung oleh Direktur P2PK, Bu Erawati untuk diskusi lanjutan sebagai kick-off,” jelasnya.

Menurut Vaudy, serangkaian undangan tersebut menunjukkan bahwa ada atensi dari pemerintah, meski belum ada pernyataan resmi mengenai urgensi RUU tersebut.

“Dalam pertemuan pemerintah tidak menyatakan secara eksplisit perlu atau tidak perlu. Namun kalau sudah mengundang kami secara formal, meminta masukan, dan membahas teknis, itu berarti proses inisiasi sudah berjalan,” ujarnya.

Sinyal Positif

Vaudy menilai pendekatan melalui pemerintah justru memberi peluang lebih besar agar RUU masuk agenda legislasi nasional. Mengingat Undang-undang ini akan mengatur standar profesi, sertifikasi, kompetensi, etik, hingga mekanisme pengawasan konsultan pajak di Indonesia.

“Kami optimistis. Dari respon pemerintah arah pembahasannya positif. Ini bukan hanya untuk kepentingan profesi, tapi demi perlindungan wajib pajak dan kualitas pelayanan perpajakan yang lebih baik,” tegas Vaudy.

IKPI memastikan akan terus mengikuti proses, baik di pemerintah maupun parlemen, untuk memperjuangkan percepatan hadirnya RUU Konsultan Pajak. (bl)

Direktur Perusahaan Solar di Palopo Ditahan, Diduga Gelapkan PPN Hampir Rp 2 Miliar

IKPI, Jakarta: Kejaksaan Negeri Makassar resmi menahan Direktur PT Ghina Jaya Petroleum, Muhammad Syarifuddin (40), terkait dugaan penggelapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) senilai lebih dari Rp 1,8 miliar. Penahanan dilakukan setelah berkas perkara dan barang bukti dilimpahkan penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kanwil DJP Sulawesi Selatan, Barat, dan Tenggara (Sulselbartra), Senin (10/11/2025).

“Tersangka sudah kami tahan di Lapas Makassar setelah proses tahap dua selesai,” ujar Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Makassar, Arifuddin Achmad.

Kasus ini bermula dari aktivitas perusahaan yang menjual solar industri kepada sejumlah konsumen, antara lain PT Esaputlii Prakasa Utama, PT Wosindo Perkasa, PT Hoffmen Internasional, hingga PT Sentral Indotama Energi. Dalam transaksi Januari–Maret 2023, perusahaan memungut PPN 11 persen dari pembeli seperti halnya perusahaan lain yang taat pajak.

Total PPN yang terkumpul mencapai Rp 1,99 miliar, dan seluruh pembayaran tersebut masuk ke rekening PT Ghina Jaya Petroleum bersama nilai pembelian solar serta ongkos distribusinya. Namun alih-alih disetorkan ke kas negara, uang tersebut justru ditransfer oleh tersangka ke rekening pribadinya.

Dana itu kemudian dipakai untuk kembali menjalankan bisnis penjualan solar, sehingga pajak yang seharusnya menjadi hak negara tidak pernah disetorkan. Kerugian negara akibat tindakan itu ditaksir mencapai Rp 1,8 miliar.

Penyidik menjerat tersangka dengan Pasal 39 ayat (1) huruf c, d, dan i Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Hukuman maksimalnya enam tahun penjara, ditambah denda dua hingga empat kali lipat dari nilai pajak yang tidak dibayarkan.

“Tersangka akan segera kami ajukan ke pengadilan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya,” tutur Arifuddin.

Kepala Kanwil DJP Sulselbartra, YFR Hermiyana, menegaskan bahwa kasus ini menjadi bukti keseriusan otoritas pajak menindak pelaku manipulasi pajak. Menurutnya, penindakan tegas penting untuk menjaga keadilan bagi wajib pajak yang patuh.

“Penegakan hukum ini kami lakukan untuk menimbulkan efek jera. Pajak seharusnya disetorkan ke negara, bukan dijadikan modal usaha pribadi,” ujarnya.

Hermiyana menambahkan bahwa DJP terus memperkuat sinergi dengan aparat penegak hukum agar proses penanganan perkara dilakukan profesional dan transparan. Ia menegaskan pemidanaan adalah opsi terakhir, namun tetap harus diterapkan bila pelanggaran dilakukan secara sengaja.

“Tujuan akhir kami adalah keadilan, integritas, dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap sistem perpajakan,” kata Hermiyana. (alf)

Purbaya Terangkan Peran APBN di Kehidupan Sehari-hari kepada Siswa SMA Peran 

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa turun langsung ke ruang kelas untuk membumikan konsep Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kepada para pelajar. Dalam program Kemenkeu Mengajar 10, Purbaya mengajar siswa SMAN 3 Jakarta dan menjelaskan bagaimana APBN hadir dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.

Di hadapan para siswa, Purbaya menegaskan bahwa APBN bukan sekadar angka-angka dalam dokumen keuangan, melainkan bentuk gotong royong seluruh rakyat Indonesia dalam membangun negeri.

“Saya ingin mereka tidak hanya mengkritik, tetapi juga memahami konteksnya,” ujar Purbaya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (10/11/2025).

Ia menjelaskan bahwa dari pendidikan, kesehatan, pangan, energi, jalan raya, hingga bantuan sosial semuanya berjalan karena negara memiliki APBN yang dikelola untuk kepentingan rakyat.

Menurut Purbaya, generasi muda perlu memahami bahwa keberlangsungan APBN menentukan masa depan mereka.

“Saya senang sekali karena mereka sangat kreatif dan aktif berdiskusi. Ini menunjukkan potensi luar biasa generasi muda kita,” ujarnya.

Tahun ini, Kemenkeu Mengajar memasuki satu dekade penyelenggaraan dengan jumlah relawan terbesar. Lebih dari 7.000 pegawai Kemenkeu, SMV, dan mahasiswa PKN STAN menjadi pengajar di 267 sekolah, menjangkau 69.000 siswa dari SD hingga SMA, termasuk SLB dan Sekolah Indonesia di luar negeri.

Tidak hanya Purbaya, jajaran pejabat tinggi Kemenkeu turut mengajar di berbagai sekolah:

• Wamenkeu I Suahasil Nazara – Sekolah Rakyat MA 33 Tangerang Selatan

• Wamenkeu II Thomas Djiwandono – SMAN 6 Jakarta

• Dirjen Strategi Ekonomi & Fiskal Febrio Kacaribu – SMAN 6 Jakarta

• Dirjen Perbendaharaan Astera Primanto Bhakti – SMAN 2 Kediri

• Dirjen Kekayaan Negara Rionald Silaban, Dirjen SPSK Masyita Crystallin, Staf Ahli Yon Arsal – SMAN 34 Jakarta

• Dirjen Perimbangan Keuangan Askolani – SMPN 3 Palembang

• Dirjen Pajak Bimo Wijayanto – Labschool Jakarta

• Dirjen Anggaran Luky Alfirman – SMPN 29 Jakarta

• Kepala LNSW Oza Olavia – SMAN 5 Tangerang

Melalui kehadiran langsung para pejabat tersebut, Kemenkeu ingin menanamkan pemahaman bahwa pengelolaan UangKita adalah tugas kolektif, bukan hanya pemerintah.

Purbaya menyebut sepuluh tahun Kemenkeu Mengajar sebagai perjalanan panjang pelayanan publik dan penanaman nilai integritas sejak bangku sekolah.

Ia meyakini masa depan Indonesia akan semakin kuat jika seluruh lapisan masyarakat memahami, mengawasi, dan menjaga APBN sebagai aset bangsa. (alf)

Brasil Bebaskan Pajak Penghasilan untuk Jutaan Warga Kelas Menengah

IKPI, Jakarta: Brasil resmi membebaskan jutaan warga kelas menengah dari kewajiban membayar pajak penghasilan. Kebijakan bersejarah ini mulai berlaku setelah Senat menyetujui rancangan undang-undang (RUU) reformasi pajak pada Rabu (5/11/2025). Langkah ini disebut sebagai kemenangan besar pemerintah Presiden Luiz Inácio Lula da Silva dalam mendorong keadilan sosial lewat sistem perpajakan.

Melalui RUU tersebut, ambang batas penghasilan bebas pajak dinaikkan menjadi 5.000 real Brasil per bulan (sekitar Rp15,5 juta), jauh lebih tinggi dari batas lama, yakni 3.036 real (Rp9,4 juta). Kebijakan ini diperkirakan akan membebaskan sekitar 16 juta pekerja kelas menengah dari kewajiban membayar pajak mulai 2026.

Tak hanya itu, pekerja yang berpenghasilan 5.000 hingga 7.350 real per bulan (Rp15,5 juta–Rp22,9 juta) juga akan menikmati penurunan tarif pajak. Pemerintah menegaskan bahwa langkah ini diarahkan untuk memperkuat daya beli keluarga dan mengurangi tekanan ekonomi pada masyarakat kelas menengah yang selama ini dianggap menanggung porsi pajak paling besar.

“Inisiatif ini dirancang untuk meringankan beban pajak keluarga kelas menengah dan mendukung inklusi sosial,” ujar Menteri Keuangan Brasil, Fernando Haddad, dikutip Bloomberg.

Beban Pajak Dialihkan ke Kaum Berpenghasilan Tinggi

Untuk menutup potensi penurunan penerimaan negara, pemerintah memperkenalkan pajak minimum progresif baru bagi individu dengan penghasilan lebih dari 600.000 real per tahun (sekitar Rp1,8 miliar). Kebijakan ini menargetkan sekitar 140 ribu orang kaya di Brasil, atau hanya segelintir populasi dengan pendapatan tertinggi.

Selain itu, Brasil akan mulai mengenakan pajak 10% atas dividen yang diterima pemegang saham, baik warga lokal maupun asing, mulai Januari 2026. Selama puluhan tahun, dividen di Brasil tidak tersentuh pajak, membuatnya menjadi salah satu negara yang paling ramah bagi investor berpenghasilan tinggi.

“Kebijakan ini mengalihkan beban pajak ke golongan super kaya dan merupakan langkah ke arah keadilan pajak,” kata Arthur Lira, pendukung RUU tersebut, dikutip Yahoo Finance.

Didorong Tekanan Publik, Disambut sebagai Kemenangan Keadilan Pajak

RUU ini melenggang mulus dalam pemungutan suara di Dewan Perwakilan dengan dukungan hampir bulat. Presiden Lula menyambutnya sebagai tonggak besar dalam upaya menata ulang sistem pajak yang selama puluhan tahun dianggap tidak berpihak pada masyarakat kecil.

Pemerintah memperkirakan sedikitnya 15 juta pekerja akan langsung merasakan manfaatnya.

Di berbagai kota, gerakan massa dan serikat buruh sebelumnya melakukan tekanan politik agar Senat mempercepat pengesahan RUU. Meski ada sebagian oposisi yang mencoba mengajukan perubahan, mayoritas publik mendukung langkah ini.

“Kebijakan ini menandai langkah pertama menuju redistribusi yang lebih adil dan mengurangi ketimpangan sosial,” ujar legislator Fernanda Melchionna, dikutip Global Times.

Keberhasilan reformasi pajak ini memperkuat posisi politik Presiden Lula yang sejak kampanye menjanjikan ekonomi yang lebih inklusif. Pemerintahannya diprediksi akan melanjutkan agenda reformasi lain yang menargetkan celah-celah perpajakan yang selama ini menguntungkan kelas atas.

Brasil kini disebut memasuki babak baru dalam sistem pajak: kelas menengah mendapat napas panjang, sementara kelompok super kaya mulai merasakan tekanan fiskal yang lebih besar. (alf)

Kolombia Batal Terapkan Pajak 1,5% Transaksi Digital, Pemerintah Kalah oleh Penolakan Industri

IKPI, Jakarta: Pemerintah Kolombia resmi mundur dari rencana pengenaan pajak pemotongan 1,5% untuk seluruh pembayaran digital. Keputusan itu diumumkan Kementerian Keuangan pada Jumat (7/11/2025) setelah gelombang protes dari pelaku usaha, perbankan, hingga sektor fintech yang menilai aturan tersebut bisa memukul ekosistem ekonomi digital yang sedang tumbuh pesat.

Rencana pajak ini sebelumnya termuat dalam rancangan peraturan yang diajukan pada Oktober 2025. Aturannya akan mewajibkan pemotongan 1,5% setiap transaksi digital—mulai dari dompet elektronik, transfer antar bank, hingga pembayaran non-tunai lainnya.

“Kami ingin menciptakan kesetaraan perpajakan untuk seluruh metode pembayaran non-tunai,” kata perwakilan Kementerian Keuangan, dikutip dari Bloomberg, Senin (10/11/2025).

Industri Serempak Menolak

Penolakan muncul dari asosiasi bisnis, pelaku UMKM, hingga lembaga keuangan. Mereka menilai pajak tersebut justru akan menaikkan biaya transaksi, menekan margin keuntungan, dan menghambat adopsi pembayaran digital—yang selama ini menjadi strategi pemerintah untuk mengurangi ketergantungan pada uang tunai.

“Pajak ini bisa menghambat revolusi pembayaran digital yang sedang kami bangun,” tegas Asobancaria, asosiasi perbankan Kolombia.

Sektor fintech juga angkat suara. Mereka memperingatkan rencana pajak ini dapat merusak sistem pembayaran instan Bre-B, inovasi bank sentral Kolombia yang baru diluncurkan untuk mempercepat transaksi elektronik di dalam negeri.

Bagi UMKM, potensi dampaknya terasa langsung. Banyak pemilik usaha khawatir pajak tambahan di setiap transaksi akan memaksa mereka menaikkan harga atau kembali ke pembayaran tunai. Hal ini dinilai kontraproduktif dengan agenda digitalisasi ekonomi yang sedang digenjot pemerintah.

Pemerintah Putar Arah

Menghadapi kritik bertubi-tubi, Kementerian Keuangan akhirnya menarik rem.

“Setelah mendengar masukan dari berbagai sektor, kami menyimpulkan kebijakan ini belum menjadi solusi yang tepat saat ini,” ujar Menteri Keuangan Kolombia dalam konferensi pers resmi.

Dengan keputusan itu, rancangan pajak dipastikan ditunda sekaligus dibatalkan. Pemerintah memilih fokus menyusun aturan perpajakan yang lebih seimbang, tidak menghambat inovasi digital, dan tetap menjaga kesehatan fiskal negara.

Langkah ini sekaligus memperlihatkan perubahan pendekatan pemerintah: bukan sekadar mengejar penerimaan, tetapi memastikan transformasi ekonomi digital tetap melaju tanpa beban tambahan. (alf)

id_ID