IKPI, Jakarta: Indonesia resmi menerapkan aturan pajak minimum global sebesar 15% mulai tahun pajak 2025. Aturan ini, yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136 Tahun 2024, bertujuan untuk mengatasi praktik penghindaran pajak dan mengurangi kompetisi tarif pajak yang tidak sehat antar negara.
Peraturan tersebut, yang diterbitkan pada 31 Desember 2024, dipastikan akan berdampak pada perusahaan-perusahaan multinasional (MNE) dengan pendapatan konsolidasi global lebih dari 750 juta Euro atau sekitar Rp 12,7 triliun. Perusahaan-perusahaan besar seperti Google, Microsoft, dan Meta dipastikan akan menjadi objek utama dari kebijakan ini.
Pajak minimum global merupakan bagian dari kesepakatan internasional yang dikenal dengan nama Pilar Dua yang diinisiasi oleh G20 dan didukung oleh lebih dari 140 negara, termasuk Indonesia. Sejak kesepakatan ini tercapai pada tahun 2021, lebih dari 40 negara telah mengimplementasikan ketentuan ini, dengan mayoritas negara berencana menerapkan kebijakan serupa pada tahun 2025.
Menurut Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, pajak minimum global ini bertujuan untuk menanggulangi praktik penghindaran pajak yang kerap dilakukan melalui penggunaan tax haven atau negara dengan tarif pajak rendah. “Inisiatif ini bertujuan untuk menghindari kompetisi tarif pajak yang tidak sehat dan memastikan perusahaan multinasional membayar pajak yang layak sesuai dengan keuntungan yang diperoleh,” ujar Febrio pada Jumat (17/1/2025).
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa kebijakan ini tidak berdampak bagi wajib pajak individu atau Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Penerapan pajak minimum global dipandang sebagai langkah positif untuk menciptakan sistem perpajakan global yang lebih adil dan transparan.
Pajak minimum global adalah sebuah konsep di mana negara-negara sepakat untuk menetapkan tarif pajak minimum yang harus dibayar oleh perusahaan internasional. Ini dilakukan untuk mencegah perusahaan mengalihkan laba mereka ke negara dengan tarif pajak yang lebih rendah atau bahkan nihil. Dalam kerangka kesepakatan ini, terdapat dua mekanisme penting: tingkat pajak minimum dan top-up tax.
Tingkat pajak minimum global ditetapkan sebesar 15%. Jika sebuah perusahaan membayar pajak di negara dengan tarif pajak lebih rendah dari 15%, negara tempat perusahaan tersebut beroperasi dapat mengenakan pajak tambahan (top-up tax) untuk memastikan tarif pajak yang dibayar mencapai tingkat minimum yang disepakati.
Dampak bagi Indonesia dan Negara Berkembang
Penerapan pajak minimum global ini diharapkan dapat menciptakan keadilan antara negara asal perusahaan dan negara tempat perusahaan beroperasi. Hal ini memungkinkan negara-negara dengan pasar besar, seperti Indonesia, untuk meningkatkan penerimaan pajak dan memperbaiki kapasitas fiskal mereka. Namun, terdapat potensi tantangan bagi Indonesia dan negara berkembang lainnya, terutama dalam hal pengaruh terhadap insentif fiskal yang telah diberikan kepada investor asing.
Dengan pajak minimum global yang dipatok pada 15%, berbagai insentif fiskal seperti tax holiday, tax allowance, dan super deduction tax yang selama ini diterapkan untuk menarik investasi asing bisa menjadi kurang efektif. Meski demikian, kebijakan ini diyakini akan mendongkrak kepatuhan perpajakan secara global dan memberikan harapan untuk sistem perpajakan yang lebih berkelanjutan dan adil. (alf)