IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengaku masih menyiapkan instrumen pajak karbon. Adapun pemerintah memang sudah beberapa kali menunda kebijakan pajak karbon.
Berdasarkan catatan kumparan, mulanya pajak karbon bakal diterapkan pada April 2022. Namun, kebijakan itu tiba-tiba ditunda ke Juli 2022. Namun, kemudian molor dan hingga kini belum jelas kapan pajak karbon akan diimplementasikan.
“Kita sedang terus mempersiapkan pajak karbon,” kata Sri Mulyani seperti dikutip dari Kumparan.com, Selasa (9/5/2023).
Bendahara negara tersebut menekankan, pajak karbon bukan sekadar instrumen untuk menambah penerimaan negara saja. Melainkan komitmen pemerintah dalam menurunkan emisi gas rumah kaca atau untuk mencapai target net zero emission di tahun 2060.
Lebih lanjut, Sri Mulyani mengungkapkan, pemerintah masih melihat momentum ekonomi Indonesia.
“Kita lihat dari sisi ekonomi kita, momentum ekonominya kuat berarti cukup baik,” terang Menkeu.
Sebelumnya, Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, memastikan aturan soal bursa karbon akan terbit pada Juni 2023.
“Rencananya kami akan terbitkan POJK bulan depan dan dalam waktu bersamaan dikoneksikan antara registrasi sistem nasional dari karbon dengan yang diperlukan sistem bursa karbon,” kata Mahendra dalam konferensi pers KSSK, Senin (8/5/2023).
Mahendra menjelaskan, dengan terbitnya aturan soal bursa karbon, maka perdagangan karbon juga sudah dapat dilaksanakan pada tahun ini.
Pemerintah juga sudah melakukan persiapan lainnya mulai dari perangkat sistem registrasi nasional badan, hingga perangkat sertifikasi. Pasalnya, dalam perdagangan karbon diperlukan otorisasi dari produk yang diperjual belikan.
Mahendra menekankan, penarikan pajak karbon oleh pemerintah bukan dalam rangka meningkatkan pendapatan negara. Melainkan sebagai upaya untuk mengatasi dampak perubahan iklim.
“Terkait dengan kewenangan Kementerian Keuangan dalam berlakukan pajak karbon yang difinalisasi baik insentif dan disinsentif. Buka semata-mata peningkatan pendapatan pajak,” ujarnya. (bl)