Tak Lapor SPT, Sanksi Administratif dan Pidana Menanti Wajib Pajak Ini Rinciannya!

IKPI, Jakarta: Meski kewajiban melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) kepada negara bersifat wajib, masih banyak wajib pajak (WP) yang tidak memenuhi kewajiban tersebut. Padahal, tindakan tersebut berpotensi dikenakan sanksi yang tidak main-main, mulai dari sanksi administratif hingga pidana.

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), WP yang tidak melaporkan SPT tepat waktu atau tidak sesuai ketentuan bisa dikenakan sanksi administratif berupa denda. Sanksi ini bervariasi, tergantung jenis SPT yang tidak dilaporkan. Berikut rinciannya:

– Denda Rp500.000 untuk SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

– Denda Rp100.000 untuk SPT Masa lainnya

– Denda Rp1.000.000 untuk SPT Pajak Penghasilan (PPh) Wajib Pajak Badan

– Denda Rp100.000 untuk SPT PPh Wajib Pajak Perorangan

Lebih jauh lagi, WP yang dengan sengaja tidak melaporkan SPT atau melaporkan SPT dengan informasi yang tidak benar atau tidak lengkap, yang dapat merugikan pendapatan negara, bisa dijerat dengan sanksi pidana. Berdasarkan Pasal 39 UU KUP, sanksinya bisa berupa pidana penjara minimal 6 bulan dan maksimal 6 tahun, serta denda yang besarnya 2 hingga 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

Di sisi lain, pelaporan SPT Tahunan untuk periode 2024 menunjukkan angka yang cukup signifikan. Hingga 12 Februari 2025, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat sebanyak 3,33 juta SPT Tahunan PPh yang sudah disampaikan oleh WP. Angka ini menunjukkan peningkatan sebesar 3,73% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, yang tercatat sebanyak 3,21 juta pelapor SPT.

Jumlah tersebut terdiri dari 3,23 juta wajib pajak orang pribadi dan 103 ribu wajib pajak badan. Pelaporan SPT yang dilakukan melalui saluran elektronik tercatat sebanyak 3,26 juta, sementara sisanya sebanyak 75,77 ribu SPT dilaporkan secara manual.

Meskipun sistem Coretax sudah diluncurkan sejak 1 Januari 2025, mekanisme pelaporan SPT Tahunan 2024 masih menggunakan metode lama, yakni e-Filing. Namun, pada pelaporan SPT Tahunan 2025 yang akan dilakukan pada 2026, WP dapat menggunakan sistem Coretax yang baru.

Dengan adanya sanksi yang tegas ini, penting bagi seluruh wajib pajak untuk memastikan pelaporan SPT mereka dilakukan dengan benar dan tepat waktu, guna menghindari potensi masalah hukum dan finansial.(alf)

Tak Lapor SPT, Wajib Pajak Terancam Pidana Penjara Enam Tahun

IKPI, Jakarta: Pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak orang pribadi akan berakhir pada 31 Maret 2024. Artinya, waktu yang tersedia tidak lama lagi bagi wajib pajak agar tidak terkena denda maupun pidana.

Ketentuan mengenai sanksi ini diatur dalam Undang-Undang (UU) nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Terkait sanksi administratif, tercantum dalam Pasal 7 ayat 1 UU KUP.

Adapun sanksi administrasi yang dikenakan kepada WP yang tidak melakukan pelaporan SPT, yakni

1. Denda sebesar Rp500.000 untuk SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

2. Denda sebesar Rp100.000 untuk SPT Masa lainnya

3. Denda sebesar Rp1.000.000 untuk SPT Pajak Penghasilan (PPh) Wajib Pajak Badan

4. Denda sebesar Rp100.000 untuk SPT PPh Wajib Pajak Perorangan

Sedangkan sanksi pidana diatur dalam Pasal 39. Pasal tersebut menyatakan setiap orang dengan sengaja tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dikenakan sanksi pidana.

“Sanksinya adalah pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun. Sedangkan dendanya paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar,” dikutip dari situs resmi Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Kemenkeu, dikutip Rabu (13/3/2023).

Pelaporan SPT Tahunan dapat dilakukan secara tatap muka dengan datang ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat atau melalui online. Untuk itu, Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo menghimbau agar masyarakat segara melakukan SPT tepat waktu. Ia mengingatkan agar WP membayar tidak mepet tenggat waktu karena ditakutkan situs www.pajak.go.id tempat pelaporan SPT online down akibat padatnya orang yang mengakses situs tersebut pada akhir waktu.

“Kalau buat wajib pajak aku minta tolong, ini kan bulan ke satu, mau memasuki bulan kedua, usahakan untuk memasukkan SPT tepat waktu,” katanya, dikutip Minggu (11/3/2024).

“Kalau bisa agak lebih cepat karena menghindari kepadatan waktu akhir periode. Pajak Anda dibayar untuk Indonesia,” kata dia lagi.

Tak Lapor SPT, Wajib Pajak Ini Deseret ke Pengadilan

IKPI, Jakarta: Kasus tindak pidana perpajakan kembali terjadi. Kali ini, tersangka berinisial TB telah melakukan pelanggaran pidana melalui Wajib Pajak PT Uniflora Prima (UP) dengan sengaja tidak menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan untuk Tahun Pajak 2014.

Pada tahun tersebut PT UP menjual aset dengan nilai US$ 120 juta, hasil penjualan sebagian besar dilarikan ke luar negeri. Atas penjualan aset tersebut tidak dilaporkan oleh PT UP dalam SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2014 hingga menimbulkan kerugian negara kurang lebih Rp. 317 miliar.

Atas perbuatannya, TB dijerat pasal 39 ayat 1 c juncto. 43 ayat 1 UU sebagaimana diubah terakhir UU 16 tahun 2009. TB terancam pidana penjara 3 tahun dengan denda sebesar Rp317,5 miliar dikali 2 dengan subsider tiga bulan penjara.

“Terhadap tersangka TB selain dikenakan pasal pidana di bidang perpajakan juga disangkakan melakukan perbuatan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Sejumlah aset milk tersangka TB berupa tanah bangunan, kendaraan, obligasi, dan uang dalam rekening bank telah dilakukan pemblokiran dan penyitaan guna pemulihan kerugian negara,” jelas Kanwil DJP Jakarta Pusat dalam keterangan resminya, Rabu (29/3/2023).

Kakanwil Jakarta Pusat Yunirwansyah saat konferensi pers di Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (29/3/2023), menyampaikan bahwa nilai kerugian tersebut merupakan salah satu kasus dengan kerugian negara terbesar yang pernah ditangani oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) DJP.

Di kesempatan yang sama, Kajari Jakarta Pusat Hari Wibowo menyampaikan bahwa tersangka TB merupakan salah satu pihak penerima manfaat (Beneficial Owner/BO) dari PT UP. Dia melakukan pengalihan aset bersama tersangka lainnya yang berinisial IS dan HS yang statusnya sudah meninggal dunia.

Adapun penyerahan tersangka TB ke Kejaksaan ini dilakukan setelah sebelumnya diserahkan tersangka LS yang telah diadili terlebih dahulu dalam berkas perkara terpisah dan telah divonis bersalah sesuai dengan keputusan kasasi di Mahkamah Agung pada tahun 2022. (bl)

en_US