IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan tengah mengupayakan transformasi sistemik guna memaksimalkan penerimaan negara, khususnya dari sektor perpajakan. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan pentingnya membangun sistem pertukaran data yang terotomasi dan berjalan secara reguler sebagai langkah strategis menuju ekosistem pajak yang lebih adil dan kredibel.
“Ke depan, saya harap Kemenkeu dapat membangun sebuah sistem pertukaran data yang terotomasi dan reguler. Ini merupakan terobosan dalam menciptakan ekosistem perpajakan yang terprediksi, adil, dan akuntabel,” ujar Sri Mulyani melalui akun Instagram @smindrawati, dikutip Senin (14/7/2025).
Pernyataan itu disampaikan usai memimpin Rapat Koordinasi Gabungan Bidang Penerimaan yang fokus membahas penguatan mekanisme dan kapasitas institusi untuk mendukung kerja yang lebih terintegrasi dan dapat diandalkan.
Menurutnya, sejumlah capaian positif telah ditorehkan Kemenkeu, mulai dari membaiknya koordinasi antarunit, meningkatnya integritas data, hingga pertukaran informasi yang semakin lancar. Kemajuan ini dinilai sebagai landasan kuat untuk membangun cara kerja baru dalam pengelolaan penerimaan negara.
“Harapan saya sungguh besar, semoga berbagai progres yang impresif ini terus berlanjut dan berdampak positif pada optimalisasi penerimaan negara yang berkualitas,” lanjutnya.
Target Ambisius di Semester II-2025
Kemenkeu dihadapkan pada tantangan besar untuk merealisasikan target penerimaan perpajakan sebesar Rp1.409 triliun pada paruh kedua 2025. Pasalnya, dari total target revisi sebesar Rp2.387,3 triliun, baru Rp978,3 triliun yang berhasil dikumpulkan hingga semester I.
Tak hanya perpajakan, outlook penerimaan negara bukan pajak (PNBP) juga mengalami penyesuaian menjadi Rp477,2 triliun dari target semula Rp513,6 triliun. Dengan realisasi baru sebesar Rp222,9 triliun, maka masih tersisa Rp254,4 triliun yang perlu dikejar pada semester kedua.
Secara keseluruhan, pendapatan negara pada 2025 diperkirakan mencapai Rp2.865,5 triliun, mengalami koreksi dari target awal sebesar Rp3.005,1 triliun. Artinya, pemerintah harus mengumpulkan Rp1.663,7 triliun hanya dalam enam bulan ke depan.
Dengan kondisi tersebut, penguatan sistem pertukaran data menjadi semakin krusial sebagai bagian dari strategi digitalisasi fiskal yang berkelanjutan. (alf)