IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyerukan agar negara-negara ASEAN memperkuat solidaritas dalam menghadapi dinamika ekonomi global yang kian tidak menentu, khususnya akibat kebijakan proteksionis Amerika Serikat (AS) di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump.
Hal ini disampaikan dalam Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral ASEAN (AFMGM) yang berlangsung pada 9–10 April 2025 di Kuala Lumpur, Malaysia. Forum ini digelar di tengah memanasnya tensi global akibat perang dagang antara AS dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT), serta kebijakan tarif resiprokal yang berdampak luas pada mitra dagang utama AS, termasuk negara-negara ASEAN.
“Kebijakan Amerika Serikat tersebut meruntuhkan sistem perdagangan dunia berbasis aturan (rule based system) seperti WTO dan Bretton Wood Institutions,” ujar Sri Mulyani, Jumat (11/4/2025).
Bendahara Negara RI ini mengingatkan bahwa sistem perdagangan global yang selama ini menopang pertumbuhan dunia justru ditinggalkan oleh negara yang dahulu menciptakannya, karena kini dianggap tidak lagi menguntungkan.
Pertemuan AFMGM tahun ini dibuka dengan sesi tertutup para Menteri Keuangan ASEAN yang secara khusus membahas dampak kebijakan Liberation Day, yakni kebijakan AS yang menetapkan tarif resiprokal kepada lebih dari 60 negara. Negara-negara yang mengalami surplus perdagangan dengan AS menjadi target utama, termasuk negara-negara ASEAN. Sebagai tanggapan, RRT pun memberlakukan tarif tandingan, yang kemudian memicu balasan dari AS dengan menaikkan tarif hingga 125 persen.
Perang tarif antara dua kekuatan ekonomi dunia ini menciptakan tekanan besar terhadap perdagangan internasional, rantai pasok global, dan kestabilan harga di pasar dunia. Para menteri ASEAN menyepakati bahwa kebijakan dagang sepihak ini berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi global dan mendorong inflasi secara luas.
Dalam menghadapi situasi tersebut, Sri Mulyani menegaskan pentingnya koordinasi yang lebih erat antarnegara ASEAN.
“ASEAN dengan ukuran ekonomi mencapai 3 triliun dolar AS dan populasi di atas 650 juta memiliki potensi untuk makin bekerjasama erat menjaga dan memperkuat ekonomi regional,” ujarnya.
Sementara itu, Indonesia menempuh pendekatan aktif untuk memperkuat ketahanan ekonomi nasional. Pemerintah mendorong reformasi struktural melalui deregulasi dan penghapusan hambatan investasi dan perdagangan dalam negeri, sambil mengintensifkan diplomasi ekonomi ke berbagai negara melalui forum-forum regional seperti ASEAN.
Langkah ini, menurut Sri Mulyani, sejalan dengan amanat konstitusi Indonesia untuk berperan aktif dalam menjaga ketertiban dunia yang berlandaskan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Dalam konteks ekonomi, itu berarti memperjuangkan sistem perdagangan global yang adil dan saling menguntungkan.
Pertemuan AFMGM 2025 menjadi momentum penting bagi ASEAN untuk membentuk respons kolektif menghadapi tekanan eksternal. Di tengah ketidakpastian global, solidaritas dan kolaborasi dinilai sebagai kunci menjaga ketahanan ekonomi kawasan serta melindungi kepentingan nasional masing-masing negara anggota. (alf)