Sidang Lanjutan UU HPP: Pemohon Soroti Dampak Pajak terhadap Kebutuhan Pokok

IKPI, Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan pengujian materiil terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), Senin (21/4/2025). Sidang yang berlangsung di Ruang Sidang MK ini beragendakan pemeriksaan perbaikan permohonan untuk Perkara Nomor 11/PUU-XXIII/2025.

Permohonan uji materi ini diajukan oleh tujuh pihak dari berbagai latar belakang, mulai dari ibu rumah tangga, mahasiswa, pekerja swasta, pelaku usaha mikro, pengemudi ojek daring, hingga organisasi di bidang kesehatan mental.

Kuasa hukum para Pemohon, Judianto Simanjuntak, dalam persidangan yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat, menyampaikan sejumlah perbaikan dalam berkas permohonan. Salah satu perbaikan tersebut adalah penghapusan kata “Bab” dalam daftar pasal yang diuji, serta penyusunan ulang narasi mengenai legal standing yang kini dipisahkan dari bagian posita.

Pasal-pasal yang diuji dalam perkara ini mencakup Pasal 4A ayat (2) huruf b, ayat (3) huruf a, g, j, serta Pasal 7 ayat (1), (3), dan (4) UU HPP. Para Pemohon menilai ketentuan tersebut berdampak pada penghapusan barang dan jasa kebutuhan pokok, seperti bahan pangan, jasa kesehatan, pendidikan, dan transportasi umum dari daftar yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Selain itu, Pemohon juga menyoroti ketentuan baru mengenai tarif PPN dan mekanisme perubahannya yang dinilai bertentangan dengan UUD 1945, khususnya Pasal 27 ayat (2), Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 28H ayat (2).

Menurut para Pemohon, kebijakan tersebut berpotensi meningkatkan beban hidup masyarakat, terutama kelompok berpenghasilan rendah, akibat naiknya harga kebutuhan pokok sementara pendapatan masyarakat stagnan atau menurun.

Dalam petitumnya, para Pemohon meminta MK menyatakan bahwa pasal-pasal yang diuji bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Mereka juga meminta agar perubahan tarif PPN hanya dapat dilakukan melalui undang-undang, bukan peraturan pemerintah, serta mensyaratkan penetapan tarif didasarkan pada indikator ekonomi, sosial, dan lingkungan yang jelas. (alf)

 

en_US