Sri Mulyani Wajibkan Marketplace Setor Pajak Pedagang Online, Ini Skemanya!

IKPI, Jakarta: Pemerintah resmi menunjuk para pelaku e-commerce atau marketplace sebagai pemungut dan penyetor pajak penghasilan (PPh) atas transaksi para pedagang online di platform mereka. Ketentuan ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 yang diteken Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Melalui aturan tersebut, marketplace kini berperan sebagai “pihak lain” yang ditugaskan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan PPh Pasal 22 atas penghasilan pedagang dalam negeri yang melakukan transaksi secara elektronik.

“Marketplace akan memungut PPh dari pedagang online yang omzetnya di atas Rp 500 juta per tahun,” ujar Direktur Peraturan Perpajakan I DJP, Hestu Yoga Saksama, dalam media briefing di Kantor Pusat DJP, Jakarta, Selasa (15/7/2025).

Tidak Semua Pedagang Kena Pajak

Namun demikian, pemerintah menegaskan tidak semua pedagang online otomatis dikenai pungutan pajak. Pengecualian diberikan bagi mereka yang memiliki omzet tahunan maksimal Rp500 juta. Ketentuan ini mengacu pada Pasal 7 Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

“Kalau omzetnya sampai Rp 500 juta setahun, tidak dikenai PPh. Ini bentuk perlindungan bagi UMKM kecil,” jelas Yoga.

Skema Pemungutan PPh Final

Pedagang orang pribadi dengan omzet antara Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar per tahun akan dikenai PPh Final 0,5%, sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022. Sementara itu, untuk omzet di atas Rp4,8 miliar atau bagi yang memilih skema tarif umum, PPh yang dipungut tetap 0,5% namun bersifat kredit pajak bukan final sehingga bisa diperhitungkan dalam pelaporan SPT Tahunan.

Aturan serupa juga berlaku untuk pedagang berbentuk badan usaha. Jika omzetnya di bawah Rp4,8 miliar dan memenuhi syarat PP 55/2022, maka tarif final 0,5% masih bisa digunakan. Di atas batas itu, pungutan menjadi kredit pajak.

“Kalau di atas Rp4,8 miliar, PPh yang dipungut bisa dikreditkan. Jadi ini bukan beban ganda, justru menyederhanakan dan memudahkan pelaporan,” imbuh Yoga.

Simulasi Penghitungan Pajak

Mengacu situs resmi Direktorat Jenderal Pajak, berikut simulasi penghitungan PPh di e-commerce:

• Omzet tahunan: Rp600 juta

• Bagian tidak kena pajak: Rp500 juta

• Bagian kena pajak: Rp100 juta

• PPh Final 0,5% × Rp100 juta = Rp500.000

Kebijakan ini menjadi langkah pemerintah untuk memperluas basis pajak dan meningkatkan kepatuhan di sektor ekonomi digital, tanpa mempersulit pelaku UMKM kecil yang baru tumbuh. (alf)

Pemerintah Beri Insentif PPN DTP Pembelian Rumah, Ini Skemanya!

IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menerapkan kebijakan insentif pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) bagi pembelian rumah tapak dan satuan rumah susun. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 13 Tahun 2025.

Berdasarkan informasi dari akun Instagram resmi @ditjenpajakri, insentif ini diberikan dengan beberapa syarat, antara lain harga jual rumah maksimal Rp 5 miliar, rumah memiliki kode identitas, merupakan rumah baru dalam kondisi siap huni, dan pertama kali diserahkan oleh pengusaha kena pajak (PKP) developer.

Besaran Insentif PPN DTP

Insentif PPN DTP dibedakan berdasarkan waktu penyerahan rumah:

• 100% PPN DTP diberikan untuk rumah yang diserahkan dalam periode 1 Januari – 30 Juni 2025.

• 50% PPN DTP diberikan untuk rumah yang diserahkan dalam periode 1 Juli – 31 Desember 2025.

Namun, insentif ini hanya berlaku untuk bagian harga jual hingga Rp 2 miliar. Jika harga rumah lebih dari Rp 2 miliar, maka insentif hanya diberikan untuk batas maksimal tersebut.

Simulasi Penghitungan Insentif

Untuk memahami skema insentif ini, berikut beberapa contoh penghitungannya:

• Wibi membeli rumah seharga Rp 500 juta dengan penyerahan pada Februari 2025. Karena harga rumah di bawah Rp 2 miliar dan penyerahan dilakukan dalam semester pertama 2025, ia berhak mendapatkan 100% PPN DTP sebesar: 12% x 11/12 x Rp 500 juta = Rp 55 juta

• Naya membeli rumah seharga Rp 5 miliar dengan penyerahan pada Maret 2025. Karena harga rumah melebihi Rp 2 miliar, insentif hanya diberikan untuk bagian Rp 2 miliar. Dengan skema 100% PPN DTP, insentif yang diperoleh sebesar: 12% x 11/12 x Rp 2 miliar = Rp 220 juta

• Cenna membeli rumah seharga Rp 5 miliar dengan penyerahan pada Oktober 2025. Karena transaksi dilakukan di semester kedua 2025, ia hanya mendapatkan 50% PPN DTP dari bagian Rp 2 miliar. Maka, insentif yang didapat: 50% x (12% x 11/12 x Rp 2 miliar) = Rp 110 juta

Dengan adanya kebijakan ini, pemerintah berharap dapat mendorong daya beli masyarakat terhadap properti serta mendukung sektor perumahan di Indonesia. (alf)

en_US