Wajib Pajak Bisa Ajukan Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran, Ini Ketentuan Lengkapnya!

IKPI, Jakarta: Kabar baik bagi para Wajib Pajak, khususnya yang tengah menghadapi kendala keuangan. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan memberikan peluang bagi Wajib Pajak untuk mengajukan pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak. Hal ini tertuang dalam Pasal 113 dan 114 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024 tentang Tata Cara Pemenuhan Hak dan Kewajiban Perpajakan.

Ketentuan ini memungkinkan Wajib Pajak, baik individu maupun badan, untuk menunda atau mencicil pembayaran pajaknya dalam kondisi tertentu. Pemerintah menegaskan bahwa kebijakan ini diambil untuk memberikan ruang gerak lebih luas kepada Wajib Pajak yang sedang mengalami kesulitan likuiditas atau berada dalam situasi di luar kendalinya (force majeur).

Kapan Wajib Pajak Bisa Mengajukan Permohonan?

Berdasarkan Pasal 113 PMK 81/2024, permohonan pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak dapat diajukan untuk:

• Kekurangan pembayaran pajak yang terutang sebagaimana tercantum dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan Pasal 29 (sesuai dengan Pasal 95 ayat (1)).

• Pajak yang masih harus dibayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (3) dan kewajiban pelunasan menurut Pasal 98 ayat (1).

Permohonan ini hanya dapat diajukan jika Wajib Pajak mengalami:

• Kesulitan likuiditas, yaitu kondisi keuangan yang membuat Wajib Pajak tidak mampu memenuhi kewajiban pajak pada waktunya; atau

• Keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak (force majeur), seperti bencana alam, kebakaran, krisis sosial, dan lainnya, yang menyebabkan ketidakmampuan memenuhi kewajiban pajak.

Syarat dan Dokumen yang Harus Dipenuhi

Dalam Pasal 114 dijelaskan lebih lanjut bahwa permohonan harus diajukan melalui surat resmi, dengan ketentuan berbeda tergantung alasan pengajuan:

A. Jika karena Kesulitan Likuiditas

Wajib Pajak wajib menyampaikan:

• SPT Tahunan PPh untuk dua tahun terakhir.

• SPT Masa PPN untuk tiga masa terakhir.

• Surat permohonan yang mencantumkan:

• Alasan permohonan karena kesulitan likuiditas.

• Jumlah kekurangan pembayaran yang dimohonkan untuk diangsur atau ditunda, termasuk jangka waktu dan besarnya angsuran atau penundaan.

• Dokumen pendukung berupa:

• Laporan keuangan interim (bagi yang melakukan pembukuan).

• Atau catatan penghasilan bruto (bagi yang menggunakan pencatatan).

• Jaminan berupa aset berwujud milik sendiri, tidak sedang diagunkan, dan dibuktikan dengan dokumen kepemilikan yang sah.

B. Jika karena Force Majeur

Syaratnya hampir sama, dengan tambahan penting berupa:

• Surat keterangan resmi dari pihak berwenang yang menyatakan bahwa Wajib Pajak memang sedang dalam kondisi force majeur.

Dokumen jaminan atas aset berwujud tetap menjadi syarat mutlak, sebagaimana pada permohonan karena kesulitan likuiditas.

Batas Waktu Pengajuan

Permohonan ini harus diajukan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh dan sebelum SPT tersebut disampaikan. Artinya, Wajib Pajak tidak bisa mengajukan permohonan ini setelah telanjur melaporkan SPT tanpa lebih dulu meminta keringanan.

Tata Cara Pengajuan

Proses pengajuan mengikuti tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 PMK 81/2024. Permohonan dapat diajukan secara tertulis ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Wajib Pajak terdaftar, lengkap dengan seluruh dokumen pendukung.

 

 

en_US