IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memperkirakan penerapan pajak minimum global sesuai kesepakatan Pilar Dua dapat menambah penerimaan negara antara Rp 3 triliun hingga Rp 8 triliun. Namun, angka tersebut bergantung pada kebijakan serupa yang diterapkan oleh negara lain.
“Kalau berdasarkan asesmen kita, rangenya Rp 3 triliun sampai Rp 8 triliun (tambahan penerimaan),” ujar pegawai Direktorat Perpajakan Internasional, Frans Hans, dalam webinar yang diselenggarakan MUC Consulting, Senin (17/2/2025).
Frans menjelaskan bahwa potensi penerimaan ini akan terjadi jika negara lain tidak menerapkan Qualified Domestic Minimum Top-Up Tax (QDMTT). Jika negara-negara yang tergabung dalam Inclusive Framework menerapkan QDMTT secara serentak, maka dampak penerimaan tambahan dari kebijakan ini akan menjadi netral.
Sekadar informasi, pemerintah Indonesia telah resmi menerapkan pajak minimum global sebesar 15% melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 136 Tahun 2024, yang diterbitkan pada 31 Desember 2024.
Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya global yang telah diinisiasi selama lima tahun terakhir untuk mencegah praktik “race to the bottom”, di mana negara-negara bersaing menurunkan tarif pajak demi menarik investasi.
Dengan pajak minimum global, perusahaan multinasional yang memiliki omzet konsolidasi global minimal €750 juta diwajibkan membayar pajak sekurang-kurangnya 15% di negara tempat mereka beroperasi.
Penerapan kebijakan ini diharapkan dapat menciptakan iklim investasi yang lebih sehat dan kompetitif, sekaligus memastikan perusahaan multinasional berkontribusi secara adil terhadap penerimaan negara. (alf)