Utang Luar Negeri Naik, Ekonom Sebut Masih Sejalan dengan Strategi Pembiayaan di Tengah Perlambatan Pajak

IKPI, Jakarta: Utang luar negeri (ULN) pemerintah Indonesia meningkat 7,6% secara tahunan (year-on-year/yoy) pada triwulan I-2025, mencapai US$ 206,9 miliar. Sejumlah ekonom menilai lonjakan ini masih selaras dengan strategi pemerintah dalam memenuhi kebutuhan pembiayaan APBN, terutama ketika penerimaan pajak belum menunjukkan pertumbuhan yang optimal.

Global Markets Economist Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto, menjelaskan bahwa saat ini pemerintah menghadapi tekanan berat untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak. Di tengah perlambatan aktivitas ekonomi dan belum pulihnya basis pajak secara menyeluruh, penarikan utang luar negeri dinilai sebagai alternatif pembiayaan jangka pendek yang rasional.

“Ketika penerimaan pajak masih belum maksimal, maka utang luar negeri menjadi solusi cepat untuk mendapatkan dana tunai demi mendukung program pembangunan dan menjaga roda ekonomi tetap bergerak,” ujar Myrdal, Kamis (15/5/2025).

Menurut Myrdal, langkah ini bukan tanpa risiko, namun tetap dapat dikendalikan selama fundamental ekonomi terjaga, termasuk stabilitas peringkat utang dan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah. Ia mengingatkan bahwa tekanan dari faktor eksternal seperti ketegangan geopolitik dan fluktuasi perdagangan global bisa mempersempit ruang fiskal, termasuk berdampak pada penerimaan pajak dari ekspor dan kegiatan usaha.

Di sisi domestik, lambatnya laju ekonomi serta harga komoditas yang menurun juga ikut menekan basis penerimaan pajak, khususnya dari sektor pertambangan dan perdagangan. “Kalau pembangunan tidak dijalankan dengan cepat, maka aktivitas ekonomi akan stagnan, yang ujungnya juga menghambat potensi penerimaan pajak,” tambahnya.

Kepala Ekonom BCA, David Sumual, menambahkan bahwa meningkatnya ULN pemerintah juga merupakan bagian dari strategi front loading—mengamankan pembiayaan lebih awal untuk mempercepat belanja pemerintah. Strategi ini penting agar proyek-proyek pembangunan bisa dieksekusi lebih cepat, yang pada akhirnya juga akan mendongkrak penerimaan pajak secara bertahap.

“Dengan belanja pemerintah yang cepat dan tepat sasaran, efek berantainya akan terlihat pada peningkatan aktivitas ekonomi, yang kemudian memperkuat basis pajak,” kata David.

David menekankan pentingnya keseimbangan dalam struktur pembiayaan, termasuk menjaga proporsi utang luar negeri dan domestik tetap dalam batas wajar. Saat ini, rasio penerbitan SBN antara denominasi rupiah dan valuta asing masih sehat di angka 70% dan 30%.

“Keseimbangan ini penting agar risiko fiskal tetap terkendali, dan penerimaan pajak yang fluktuatif tidak menjadi satu-satunya tumpuan pembiayaan negara,” pungkasnya. (alf)

 

en_US