IKPI, Jakarta: Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengusulkan agar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% yang direncanakan berlaku pada 2025, hanya dikenakan pada barang-barang mewah. Usulan ini telah disampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto oleh pimpinan DPR dalam pertemuan yang berlangsung pada Kamis (5/12/2024).
Menurut Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun, usulan tersebut bertujuan untuk memastikan bahwa PPN 12% hanya diterapkan pada barang-barang yang selama ini telah dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM). “Yang dimaksud dengan itu memang selektif. Artinya selektif kepada barang yang selama ini sudah kena PPnBM hanya mereka yang dikenakan PPN 12%,” kata Misbakhun.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, menjelaskan lebih lanjut bahwa barang-barang yang termasuk dalam kategori barang mewah yang diusulkan untuk dikenakan PPN 12% adalah seperti mobil mewah, apartemen mewah, dan rumah mewah.
Barang-barang yang selama ini dikenakan PPnBM adalah barang yang tergolong mewah dan tidak termasuk dalam kategori kebutuhan pokok masyarakat. Adapun barang yang dikenakan PPnBM meliputi:
1. Kelompok kendaraan bermotor mewah,
2. Kelompok hunian mewah (seperti rumah mewah, apartemen, dan kondominium),
3. Kelompok Pesawat udara (kecuali untuk kepentingan negara),
4. Kelompok Balon udara,
5. Kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya, kecuali keperluan negara,
6. Kelompok kapal pesiar mewah yang tidak digunakan untuk kepentingan negara atau angkutan umum.
Dasco berharap usulan DPR ini dapat memberikan kejelasan dan keadilan dalam penerapan pajak, serta mendukung pengendalian konsumsi barang mewah di kalangan masyarakat.
Sekadar informasi, berdasarkan keterangan dari laman resmi Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dijelaskan bahwa PPnBM juga dikenakan pada barang mewah yang dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi atau untuk menunjukkan status sosial. Namun, pajak ini hanya dikenakan satu kali, yakni hanya pada saat penyerahan barang dari produsen dan bertujuan untuk mengatur konsumsi barang-barang mewah yang tidak esensial. (alf)