IKPI Tegaskan Idrus Efendi Bukan Konsultan Pajak Resmi: Masyarakat Diimbau Cek Lewat SIKoP Sebelum Gunakan Jasa KP

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) menanggapi pemberitaan Kompas.com berjudul “Produsernya Ditangkap, Film Ini Ternyata Dibiayai dari Hasil Penggelapan Rp 2,2 Miliar” yang tayang pada Minggu, 25 Mei 2025. Dalam laporan tersebut, tersangka Idrus Efendi disebut sebagai “konsultan pajak” yang menggelapkan dana kliennya hingga Rp2,2 miliar untuk membiayai produksi film.

Menanggapi hal itu, Ketua Departemen Humas IKPI Jemmi Sutiono menegaskan bahwa Idrus Efendi bukan Konsultan Pajak (KP) resmi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang berlaku. “Kami ingin meluruskan bahwa berdasarkan data yang kami miliki, yang bersumber dari Sistem Informasi Konsultan Pajak (SIKoP), nama yang bersangkutan tidak terdaftar sebagai konsultan pajak. Ia bukan anggota IKPI dan tidak memiliki izin praktik yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan,” kata Jemmi, Senin (26/5/2025).

Jemmi mengimbau masyarakat, khususnya para Wajib Pajak (WP), untuk tidak sembarangan menggunakan jasa pihak yang mengaku sebagai konsultan pajak. Menurutnya, hanya konsultan pajak resmi yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab profesional untuk mewakili, mendampingi, atau memberi nasihat kepada WP dalam urusan perpajakan.

“Jasa konsultan pajak adalah jasa kepercayaan. Konsultan pajak resmi harus melalui proses sertifikasi, memiliki izin praktik, dan wajib mengikuti pelatihan serta pembinaan secara berkala. Setiap pelanggaran kode etik bisa dikenai sanksi. Ini berbeda jauh dengan pihak-pihak yang hanya mengaku-ngaku,” jelasnya.

Untuk itu, Jemmi menekankan pentingnya melakukan pengecekan status KP melalui SIKoP (Sistem Informasi Konsultan Pajak) yang dikelola oleh Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK), Kementerian Keuangan. “Wajib Pajak bisa dengan mudah mengecek status seorang konsultan pajak melalui laman resmi https://sikop.pajak.go.id. Di sana tersedia data lengkap, termasuk tingkat sertifikasi dan nomor izin praktik,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Jemmi menjelaskan bahwa konsultan pajak terdaftar bukan hanya tunduk pada regulasi perpajakan, tetapi juga diawasi oleh organisasi profesi seperti IKPI. Setiap anggota wajib mematuhi kode etik, menjalani pembaruan pengetahuan secara berkala (continuous professional development), serta menjaga integritas dan profesionalisme dalam melayani klien.

“Profesi konsultan pajak bukan sekadar soal menghitung pajak atau mengisi formulir SPT. Ini menyangkut nasihat hukum dan kepatuhan pajak yang dapat berdampak signifikan pada risiko hukum maupun keuangan klien. Maka dari itu, menggunakan jasa konsultan pajak ilegal sama saja menaruh risiko besar atas nama pribadi atau perusahaan,” ujarnya.

IKPI juga mengingatkan media massa agar lebih berhati-hati dalam menyebut status hukum seseorang sebagai konsultan pajak. “Sebutan ‘konsultan pajak’ tidak boleh digunakan sembarangan. Ada standar profesional dan perizinan yang melekat. Memberi label kepada tersangka yang bukan KP bisa merugikan profesi secara keseluruhan,” kata Jemmi. (bl)

Ketua Umum IKPI: BPN Bisa Jadi Kunci Reformasi Fiskal Indonesia

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld, menegaskan bahwa Indonesia membutuhkan terobosan struktural dalam sistem perpajakannya untuk menjawab tantangan fiskal jangka panjang. Salah satu wacana yang mengemuka adalah pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN), yang menurutnya bisa menjadi solusi strategis untuk mendorong efisiensi, inklusivitas, dan keberlanjutan penerimaan negara.

Pernyataan ini disampaikan menjelang gelaran Diskusi Panel IKPI bertajuk “Masa Depan Fiskal Indonesia: Apakah BPN Solusinya?” yang akan diselenggarakan pada Jumat, 30 Mei 2025, pukul 14.00–17.00 WIB melalui Zoom Meeting.

“BPN bukan hanya soal efisiensi fiskal, tapi juga soal arah masa depan kelembagaan penerimaan negara kita. Perlu dipikirkan secara konstitusional dan kelembagaan: apakah idealnya berada di bawah Presiden, Menteri, atau independen?” ujar Vaudy, Senin (26/5/2025).

Diskusi ini akan menghadirkan narasumber berkompeten, antara lain Dr. Machfud Sidik (Dirjen Pajak 2000-2001), Prof. Dr. Edi Slamet Irianto (pakar hukum fiskal), Dr. Ning Rahayu (Guru Besar FIA-UI), dan Pino Siddharta (Ketua Departemen PPKF IKPI). Moderator diskusi adalah Ratna Febrina, Ketua Departemen Hukum IKPI.

Fokus Utama Diskusi Panel:
• Dasar hukum dan konstitusional pembentukan BPN
• Desain ideal kelembagaan BPN
• Manfaat fiskal dan administratif
• Tantangan sumber daya manusia dan teknologi
• Studi banding dari negara lain serta strategi transisi kelembagaan di Indonesia

Acara ini terbuka untuk umum dan gratis, dengan tujuan utama merumuskan rekomendasi kebijakan konkret bagi Pemerintah terkait optimalisasi sistem penerimaan negara.

Pendaftaran dapat dilakukan melalui tautan berikut: https://bit.ly/DiskusiPanelMasadepanFiskalIndonesia. (bl)

Dengan Pembekalan Praktis IKPI Dorong Anggota Untuk Siap Menjadi Konsultan Pajak Profesional

IKPI, Jakarta: Ketua Departemen Sistem Pendukung dan Pengembangan Bisnis Anggota (SPPBA) IKPI, Donny Rindorindo mengungkapkan bahwa seminar daring bertema “Tips & Cara Memulai Praktik Sebagai Konsultan Profesional” merupakan bagian dari program kerja departemennya yang berfokus pada pemberdayaan anggota.

Dalam paparannya, Donny menekankan bahwa banyak anggota IKPI yang memiliki latar belakang teknis yang kuat secara akademik namun masih memerlukan panduan praktis untuk memulai atau mengembangkan praktik sebagai konsultan pajak profesional.

“Program ini kami siapkan sebagai bentuk nyata dukungan IKPI terhadap anggotanya. Kami ingin setiap anggota, baik yang baru memulai maupun yang sudah berpraktik, memiliki kepercayaan diri dan pemahaman yang komprehensif dalam mengelola dan memberikan jasa konsultasi serta pelaporan pajak kepada kliennya,” jelas Donny.

IKPI terus menunjukkan komitmennya dalam meningkatkan kapasitas dan profesionalisme anggotanya melalui rangkaian pelatihan dan pembekalan komprehensif yang dibutuhkan. Pada Jumat (23/5/2025), IKPI menyelenggarakan seminar daring yang diikuti oleh hampir 500 anggota IKPI se-Indonesia, dengan menghadirkan Gandy Budhiman (narasumber), Ratri Widiyanti (moderator), dan Rizky Darma (host).

Acara ini menjadi ajang penting bagi para konsultan pajak, khususnya mereka yang ingin membuka atau tengah merintis dan mengembangkan praktiknya sebagai konsultan pajak, untuk mendapatkan wawasan praktis dari narasumber berpengalaman sekaligus dukungan langsung dari pengurus pusat.

Sementara itu, dalam sambutannya Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld menyampaikan pesan kuat mengenai pentingnya penguasaan soft skill dan kemampuan manajerial dalam mengelola praktik konsultan pajak secara profesional.

Meskipun tengah dalam perjalanan menuju Bandara Kualanamu usai menemui para pengurus Pengda Sumbagut dan Pengcab Medan di sela kegiatan pribadinya di Medan, Sumatera Utara, kemarin, namun Vaudy tetap menyempatkan diri untuk menyampaikan arahan strategis kepada seluruh peserta yang hadir secara daring.

“Kami di pengurus pusat, khususnya melalui Departemen Sistem Pendukung dan Pengembangan Bisnis Anggota (SPPBA), terus berupaya mengembangkan kapasitas anggota. Tidak cukup hanya menguasai aspek teknis perpajakan, tapi juga penting bagi konsultan pajak untuk memiliki kemampuan mengelola kantor dan membangun soft skill yang mumpuni,” tegas Vaudy.

Ia menambahkan bahwa program pembekalan ini akan digelar secara berkala setiap bulan dan akan mencakup berbagai aspek yang dibutuhkan oleh konsultan pajak untuk berkembang, mulai dari aspek teknis, strategi membangun jaringan klien, hingga pengembangan keterampilan interpersonal.

“Tujuan kami adalah menciptakan perangkat dan platform yang bisa membantu anggota menjadi konsultan pajak yang lebih baik dan profesional. Tidak hanya dari sisi ilmu, tapi juga dari sisi pengelolaan praktik dan daya saing,” lanjutnya.

Untuk memperkuat materi seminar, IKPI menghadirkan Gandhi Budiman, seorang motivator dan coach/trainer berpengalaman. Dengan gaya penyampaian yang inspiratif dan kaya pengalaman, Gandhi menyajikan berbagai kiat praktis, mulai dari cara membangun kredibilitas, menjaring klien, hingga bagaimana menghadapi tantangan dunia usaha secara profesional.

Seminar daring ini menegaskan posisi IKPI sebagai organisasi profesi yang tidak hanya menaungi, tetapi juga aktif memberdayakan dan mengembangkan anggotanya secara berkelanjutan. Dengan semangat kolaboratif dan program-program pembinaan soft skill yang terstruktur, IKPI menargetkan lahirnya konsultan pajak profesional yang berintegritas, berkompeten, dan mampu bersaing di era sekarang ini yang semakin menuntut kualitas dan profesionalisme tinggi.

“Untuk kegiatan-kegiatan selanjutnya, kami sangat berharap partisipasi aktif dari seluruh anggota, termasuk generasi milenial. Karena masa depan profesi konsultan pajak juga berada di tangan mereka,” kata Vaudy sambil menutup sambutannya dengan ucapan semangat dan harapan. (bl)

Gagasan Pembentukan BPN Tak Jamin Naikkan Rasio Pajak, INDEF: Tergantung Arah Kebijakan

IKPI, Jakarta: Gagasan Presiden Terpilih Prabowo Subianto untuk membentuk Badan Penerimaan Negara sebagai upaya mendongkrak rasio penerimaan hingga 23 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menuai catatan kritis dari kalangan ekonom. Salah satunya datang dari Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Berly Martawardaya.

Dalam diskusi panel bertajuk “Membedah Stagnasi Tax Ratio Indonesia: Masalah Struktural, Teknis, atau Ekonomi?” yang digelar Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) pada 19 Mei 2025, Berly menyatakan bahwa pendirian lembaga baru belum tentu berdampak langsung terhadap peningkatan rasio pajak.

“Di beberapa negara, pengubahan struktur kelembagaan dari Direktorat Jenderal Pajak menjadi badan semi otonom seperti SARA [Semi-Autonomous Revenue Authority] tidak selalu berhasil menaikkan rasio penerimaan. Semua tergantung pada arah kebijakan, wewenang yang jelas, serta pelaksanaan yang konsisten,” ujar Berly.

Menurut Berly, pembentukan badan khusus seperti Badan Penerimaan Negara hanyalah salah satu opsi dalam kerangka reformasi perpajakan. Ia justru mendorong pendekatan yang lebih holistik dengan mengoptimalkan mesin pertumbuhan ekonomi nasional seperti konsumsi rumah tangga, investasi, belanja pemerintah, dan ekspor.

“Kalau mau meningkatkan pajak, kita harus melihat ke sektor riil. Misalnya sektor pertanian yang kontribusinya ke PDB cukup besar lebih dari 12 persen namun minim dalam penerimaan pajak karena sifatnya masih sangat informal,” jelasnya.

Berly menyoroti bahwa struktur ekonomi Indonesia yang masih didominasi sektor informal menjadi tantangan utama dalam memperluas basis pajak. Ia juga menilai sektor-sektor potensial seperti transportasi, logistik, dan teknologi informasi belum sepenuhnya tergarap optimal dari sisi perpajakan.

Lebih jauh, ia mengungkapkan kekhawatirannya atas tren penurunan konsumsi rumah tangga di kuartal I-2025, yang kini berada di bawah lima persen. Padahal, konsumsi rumah tangga selama ini menyumbang lebih dari separuh PDB nasional.

“Jika konsumsi dan investasi terus melambat, maka wajar bila penerimaan negara ikut tertekan. Pemerintah harus merancang kebijakan yang mampu memulihkan daya beli masyarakat,” tegasnya.

Dengan demikian, Berly menilai bahwa memperkuat basis ekonomi produktif dan memberantas sektor informal yang tidak tersentuh pajak menjadi kunci, bukan semata-mata membentuk institusi baru. (bl)

 

 

 

Ketua Umum IKPI: Dirjen Pajak Baru Hadapi Tantangan Berat namun Punya Bekal Strategis

IKPI, Jakarta: Isu pergantian Direktur Jenderal Pajak di Kementerian Keuangan semakin menguat, dengan nama Bimo Wijayanto disebut-sebut sebagai kandidat kuat pengganti Suryo Utomo. Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld, menilai jika pergantian itu benar terjadi, maka tantangan yang menanti Dirjen Pajak baru sangat kompleks dan strategis.

“Kalau benar Pak Bimo yang akan menjabat, tantangan beliau berbeda dari Pak Suryo. Ini bukan hanya melanjutkan capaian, tapi juga membuktikan mampu menghadapi tantangan baru,” ujar Vaudy, Rabu (21/5/2025).

Ia menyebut setidaknya ada empat tantangan besar yang akan langsung dihadapi oleh Dirjen Pajak baru:

1. Implementasi Penuh Core Tax Administration System (CTAS)

“Core Tax atau Korteks harus segera diimplementasikan secara penuh. Harapan publik tinggi dan layanan pajak harus optimal,” jelasnya.

2. Mempertahankan Target Penerimaan Pajak

Di bawah kepemimpinan Suryo Utomo, penerimaan pajak tercapai selama empat tahun berturut-turut. Menurut Vaudy, hal ini menciptakan ekspektasi tinggi terhadap penerusnya.

3. Peningkatan Tax Ratio ke 15% PDB

Target peningkatan rasio pajak menjadi 15% dari Produk Domestik Bruto dipandang cukup ambisius. “Ini bukan tugas DJP saja, tapi DJP tetap akan jadi sorotan utama,” tambahnya.

4. Pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN)

Isu pembentukan BPN kembali mengemuka sejak awal masa pemerintahan Presiden Prabowo. “Sinkronisasi peran DJP dalam transisi menuju BPN akan jadi ujian tersendiri,” kata Vaudy.

Vaudy mengakui bahwa Bimo Wijayanto memiliki latar belakang kuat di bidang perpajakan. Pernah menjabat di Direktorat Jenderal Pajak pada 2003–2010, serta berperan dalam lahirnya UU Pengampunan Pajak dan UU Akses Informasi Keuangan.

“Pengalaman beliau di Kantor Staf Presiden dan Kemenkomarves memperlihatkan kemampuannya di level strategis. Namun, tantangannya kini lebih berat, karena seluruh mata publik akan menilai apakah reformasi perpajakan benar-benar berlanjut,” ujarnya.

IKPI juga menyoroti perlunya kesetaraan regulasi bagi kuasa wajib pajak. “Jalur kuasa wajib pajak non-konsultan tidak diatur, padahal dalam UU HPP dan PPSK posisi konsultan pajak sangat jelas sebagai profesi penunjang sektor keuangan. Ini harus segera ditata agar ada level playing field,” tegas Vaudy.

Ia juga berharap pembahasan RUU Pengampunan Pajak yang sudah masuk Prolegnas Prioritas bisa diselesaikan dengan matang di bawah kepemimpinan Dirjen Pajak yang baru. “RUU ini harus selesai tahun ini, dan tentu akan jadi PR besar yang harus diantar oleh Dirjen Pajak berikutnya,” ujarnya. (bl)

Bimo Wijayanto, Teknokrat Reformis yang Disiapkan Prabowo Pimpin Direktorat Jenderal Pajak

IKPI, Jakarta: Di tengah dinamika politik dan ekonomi nasional, satu nama mencuat sebagai calon pemimpin baru Direktorat Jenderal Pajak: Bimo Wijayanto. Figur teknokrat muda yang dikenal cerdas, bersih, dan strategis ini dikabarkan telah mendapat restu dari Presiden terpilih Prabowo Subianto untuk mengemban jabatan Dirjen Pajak periode mendatang.

Bimo bukan sosok baru di lingkaran pengambil kebijakan. Lahir di Ngada, Nusa Tenggara Timur, 5 Juli 1977, ia tumbuh sebagai anak bangsa yang menapaki karier dari bawah, bermodal disiplin dan kecintaan terhadap ilmu. Alumni SMA Taruna Nusantara ini melanjutkan studinya di Universitas Gadjah Mada jurusan Akuntansi sebelum meraih gelar MBA di University of Queensland, Australia, dan menyelesaikan program doktoral di University of Canberra.

Namanya mulai diperhitungkan saat menerima Hadi Soesastro Australia Award pada 2014 sebuah penghargaan prestisius bagi peneliti muda dengan kontribusi besar di bidang reformasi kebijakan ekonomi dan perpajakan. Tidak hanya akademisi, Bimo dikenal sebagai eksekutor kebijakan.

Ia pernah menjabat sebagai tenaga ahli di Kantor Staf Presiden, lalu menduduki posisi strategis di Kemenko Maritim dan Investasi, dan kini sebagai Sekretaris Deputi Bidang Investasi di Kemenko Perekonomian.

Dalam bidang perpajakan, Bimo memiliki rekam jejak panjang. Ia pernah bertugas sebagai analis senior di Direktorat Jenderal Pajak dan terlibat dalam desain awal sistem digitalisasi perpajakan. Visi Bimo tentang pajak bukan hanya soal mengejar penerimaan, tetapi membangun kepercayaan publik lewat transparansi dan kemudahan.

Tak hanya itu, laporan LHKPN 2021 menunjukkan Bimo sebagai pejabat yang hidup sederhana dengan total kekayaan sekitar Rp6,6 miliar angka yang relatif rendah dibanding banyak pejabat negara. Ini menjadi catatan positif di tengah upaya membangun integritas dan kepercayaan publik terhadap DJP.

Restu dari Presiden Prabowo kepada Bimo menjadi sinyal bahwa pemerintahan baru ingin menempatkan sosok profesional dan bebas kepentingan politik untuk memimpin lembaga vital ini. Dalam beberapa kesempatan, Bimo menegaskan bahwa pajak harus menjadi alat pembangunan, bukan sekadar alat pemaksaan.

Jika resmi diangkat, Bimo Wijayanto akan menjadi Dirjen Pajak dengan latar belakang akademik dan reformis yang kuat, sekaligus harapan baru dalam membangun sistem perpajakan yang adil, modern, dan dipercaya rakyat. (bl)

IKPI Sebut Suryo Utomo Berhasil Pimpin DJP: Bawa Banyak Perubahan Positif

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld, menyampaikan apresiasi atas kepemimpinan Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo yang dinilai berhasil membawa berbagai perubahan positif selama menjabat. Dari capaian penerimaan hingga reformasi sistem, Suryo dianggap sukses memimpin Ditjen Pajak (DJP) di masa penuh tantangan.

“Pak Suryo Utomo mencatat sejarah dengan empat tahun berturut-turut berhasil melampaui target penerimaan pajak nasional, dari 2020 sampai 2024. Ini yang kami sebut sebagai ‘quadtrick’ dan sangat jarang terjadi,” ujar Vaudy dalam pernyataannya, Rabu (21/5/2025).

Vaudy juga menyoroti masa awal jabatan Suryo yang dimulai , pada 1 November 2019 menggantikan Robert Pakpahan. Meski pada tahun 2020 Indonesia dan dunia berada dalam situasi pandemi Covid-19, penerimaan negara dari sektor pajak tetap tercapai bahkan selama empat tahun berturut .

Menurutnya, hal itu menunjukkan strategi adaptif yang diterapkan oleh Suryo cukup efektif dalam menjaga stabilitas fiskal.

Tak hanya soal capaian penerimaan, Vaudy menggarisbawahi keberhasilan Suryo dalam mendorong integrasi dan modernisasi sistem administrasi perpajakan melalui peluncuran Coretax Administration System. “Meskipun implementasinya masih berproses, ini langkah besar menuju efisiensi dan transparansi yang lebih baik,” jelasnya.

Suryo Utomo juga membidani lahirnya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) pada tahun 2021. “UU HPP adalah upaya besar untuk menyatukan berbagai aturan perpajakan dalam satu kerangka hukum yang lebih jelas dan konsisten,” katanya.

Menurut Vaudy, Suryo juga aktif dalam memperluas basis pajak, termasuk dengan menyasar sektor digital yang semakin dominan dalam perekonomian. Upaya ini dinilai sebagai bagian dari strategi jangka panjang untuk keberlanjutan penerimaan negara.

Lebih jauh, IKPI menilai hubungan antara DJP dan konsultan pajak selama masa kepemimpinan Suryo berlangsung baik. “DJP sangat terbuka terhadap dialog, dan bahkan menghadiri pelantikan-pelantikan pengurus IKPI di berbagai daerah.

Hubungan yang erat ini perlu dipertahankan,” ungkap Vaudy.

Menutup pernyataannya, Vaudy berharap jika benar ada pergantian Dirjen Pajak diharapkan hubungan IKPI yang sudah terjalin sangat baik dengan DJP dapat terus dilanjutkan bahkan dengan semangat kolaboratif dan agenda reformasi yang sudah dirintis.

“Tantangannya tidak kecil, tapi fondasi yang dibangun Pak Suryo sudah kuat,” pungkasnya. (bl)

Pengurus Pusat IKPI Dorong Pengcab Aktif Gelar PPL Terbuka, Beberkan Deretan Agenda Strategis

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld, melalui sambutan yang dibacakan Ketua Departemen Kerja Sama Organisasi dan Asosiasi, Handy menegaskan komitmen organisasi untuk memperluas jangkauan edukasi perpajakan melalui kegiatan Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) yang lebih inklusif.

Dalam acara PPL IKPI Cabang Jakarta Utara, Selasa (20/5/2025), sebagaimana dalam sambutan tertulis Ketua Umum IKPI mengapresiasi semangat beberapa pengurus cabang yang aktif menggelar PPL terbuka untuk peserta umum. Salah satu contoh sukses datang dari IKPI Cabang Padang yang mampu menarik hingga 150 peserta, meski jumlah anggota resmi hanya 23 orang.

Sementara itu, IKPI Cabang Buleleng, yang baru dilantik 15 Mei lalu, juga berhasil menyelenggarakan kegiatan dengan kehadiran peserta umum mencapai 30 persen dari total peserta.

“Ini adalah bukti bahwa edukasi perpajakan yang berkualitas sangat dibutuhkan masyarakat luas, dan IKPI hadir untuk menjawab kebutuhan itu,” ujar Handy membacakan sambutan Ketua Umum.

Selain mendorong PPL terbuka, Vaudy juga menyampaikan deretan kegiatan strategis yang tengah dan akan dijalankan IKPI. Beberapa di antaranya:

• 9 Mei 2025: Penandatanganan MoU dengan Korea Association of Certified Tax Attorneys by Examination (KACTAE), dilanjutkan dengan sesi tax sharing knowledge seputar perpajakan di Korea Selatan.

• 16 Mei 2025: Webinar edukatif bersama Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (FIA UI) yang diikuti oleh anggota IKPI yang berminat mengikuti perkuliahan S2 dan S3 di FIA UI.

• 19 Mei 2025: Diskusi panel bertajuk “Membedah Stagnasi Tax Ratio Indonesia: Masalah Struktural, Teknis, atau Ekonomi?” menghadirkan tokoh-tokoh nasional seperti Ken Dwijugiasteadi, Prof. Haula Rosdiana, Berly Martawardaya, dan Agustina Mappadang.

• Di hari yang sama, IKPI juga menandatangani kerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan (UPH) yang memberikan harga khusus pendidikan bagi anggota, pegawai, maupun keluarga anggota IKPI yang ingin kuliah di UPH.

• 30 Mei 2025: rencananya akan diadakan Diskusi panel bersama tokoh perpajakan nasional seperti Machfud Sidik dan Prof. Eddy Slamet, membahas pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN).

• Juni 2025: Rencana diskusi panel mengenai kebijakan tax amnesty dengan menghadirkan Robert Pakpahan dan Hotman Paris Hutapea.

Menurut Vaudy, deretan kegiatan ini dirancang untuk memperkuat kapasitas dan wawasan para konsultan pajak anggota IKPI serta sumbangsih IKPI bagi Indonesia. “Kami ingin setiap anggota memiliki akses ke pengetahuan terbaru, baik dari dalam maupun luar negeri, agar selalu siap menghadapi tantangan dunia perpajakan yang dinamis. Ini juga salah satu sumbangsih bagi negeri tercinta Indonesia,” ujarnya.

Dengan semangat kolaborasi dan komitmen tinggi terhadap peningkatan kualitas profesi, IKPI terus menegaskan perannya sebagai garda terdepan dalam edukasi dan reformasi perpajakan nasional. (bl)

IKPI dan UPH Tandatangani Kerja Sama, Anggota hingga Keluarga Bisa Dapatkan Harga Kuliah Khusus

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) dan Universitas Pelita Harapan (UPH) resmi menjalin kemitraan strategis di bidang pendidikan tinggi. Nota kesepahaman ditandatangani oleh Ketua Umum IKPI Vaudy Starworld dan Dekan Fakultas Hukum UPH, Dr. Velliana Tanaya, dalam sebuah seremoni yang berlangsung di Gedung IKPI, Pejaten, Jakarta Selatan, Senin (19/5/2025)

Kerja sama ini mencakup pemberian biaya studi khusus bagi anggota IKPI, keluarga inti, serta karyawan dari kantor praktik anggota. Program ini berlaku untuk jenjang Strata-1 (S1) kelas karyawan, Strata-2 (S2), hingga Strata-3 (S3), baik melalui skema beasiswa maupun pembayaran mandiri sesuai kesepakatan para pihak.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

“Ini bukan sekadar MoU, tapi langkah konkret dalam menciptakan ekosistem pembelajaran yang mendukung pengembangan profesi konsultan pajak di Indonesia,” ujar Vaudy Starworld. Ia menambahkan bahwa IKPI juga diberi ruang oleh UPH untuk turut serta dalam menjaring calon mahasiswa dari komunitas konsultan pajak melalui kegiatan yang sesuai norma dan hukum yang berlaku.

Dekan Fakultas Hukum UPH, Dr. Velliana Tanaya, turut menyampaikan apresiasinya atas kepercayaan yang diberikan IKPI. Ia berharap kerja sama ini dapat berkembang tidak hanya di bidang pendidikan, tetapi juga penelitian, kewirausahaan, hingga pengabdian kepada masyarakat.

“Kami ingin memberikan kesempatan kepada anggota IKPI dan bahkan keluarga mereka—termasuk anak-anak anggota—untuk bisa mengakses pendidikan di UPH dengan harga khusus yang telah disepakati,” kata Velliana. Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi dalam bidang akademik, khususnya dalam hukum pajak.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

“Kalau kami memerlukan tenaga pengajar untuk hukum pajak, kami mohon bantuan dari Bapak-Ibu di IKPI. Karena hukum pajak ini sangat spesifik, dan hanya bisa diajarkan oleh mereka yang benar-benar memahami perpajakan,” tambahnya.

Kerja sama ini diharapkan memberi manfaat timbal balik bagi kedua institusi, sekaligus menjadi kontribusi nyata dalam membentuk generasi profesional pajak yang lebih kompeten di masa depan.(bl)

Diskusi Panel IKPI Soroti Stagnasi Tax Ratio Nasional: Perlu Sinergi Pemerintah, Dunia Usaha, dan Konsultan Pajak

IKPI,Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) menggelar diskusi panel bertajuk “Membedah Stagnasi Tax Ratio Indonesia: Masalah Struktural, Teknis, atau Ekonomi?” di Gedung IKPI, Pejaten, Jakarta Selatan, Senin (19/5/2025). Diskusi ini menjadi forum terbuka lintas sektor yang menghadirkan berbagai sudut pandang dalam mengurai kompleksitas rendahnya rasio perpajakan Indonesia yang stagnan dalam beberapa tahun terakhir.

Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld, dalam sambutannya menyampaikan bahwa tax ratio tidak bisa dilihat sebagai indikator tunggal yang mencerminkan kinerja otoritas pajak. Menurutnya, tax ratio sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor struktural dan makroekonomi yang tidak sepenuhnya berada dalam kendali Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

“Tax ratio ini sangat dipengaruhi oleh banyak sebab. Penerimaan negara dari pajak dan bea cukai hanyalah satu sisi. Namun, pembaginya yaitu Produk Domestik Bruto (PDB) dipengaruhi oleh konsumsi, investasi, ekspor-impor, dan kinerja pemerintah secara umum. Jadi tidak adil jika stagnasi tax ratio hanya dibebankan pada DJP,” kata Vaudy.

Ia menambahkan bahwa penting bagi para pembuat kebijakan untuk memahami bahwa tax ratio adalah tanggung jawab kolektif seluruh ekosistem pemerintahan, bukan hanya instansi perpajakan.
“Yang harus kita lihat adalah peran semua pihak dari kementerian ekonomi, kementerian investasi, pelaku usaha, sampai masyarakat wajib pajak. Karena tax ratio bukan hasil kerja satu-dua instansi, melainkan refleksi dari sinergi nasional,” tambahnya.

IKPI mengangkat topik ini berdasarkan keprihatinan atas pandangan lembaga internasional seperti Bank Dunia yang menilai tax ratio Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara sejenis. Oleh karena itu, IKPI mengajak para narasumber dari kalangan akademisi, pemerintah, hingga praktisi pajak untuk memberikan sudut pandang yang berimbang.

“Kami ingin diskusi ini bisa menjadi sumbangsih nyata dari komunitas konsultan pajak kepada negara. Kami juga hadirkan tokoh seperti Pak Ken Dwijugiasteadi (Direktur Jenderal Pajak 2015-2017), yang saat ini menjadi Anggota Kehormatan IKPI, bersama Pak Hadi Poernomo (Dirjen Pajak 2001-2006). Meski telah pensiun, pemikiran dan pengalaman mereka masih sangat relevan untuk tantangan fiskal hari ini,” ujar Vaudy.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Departemen Focus Group Discussion (FGD) IKPI, Suwardi Hasan, memberikan pandangan tajam mengenai hambatan investasi sebagai salah satu penyebab rendahnya tax ratio.

“Kalau kita bicara investasi, kita harus jujur melihat realitas di lapangan. Belakangan ini kita dengar banyak keluhan dari asosiasi kawasan industri di Karawang, yang menyatakan bahwa potensi investasi triliunan rupiah batal masuk karena adanya gangguan kepastian hukum,” kata Suwardi.

Ia mengungkapkan bahwa praktik ormas yang meminta jatah proyek dari investor menjadi momok yang menakutkan bagi dunia usaha.
“Setiap ada pabrik baru yang mau dibangun, muncul permintaan dari ormas untuk dilibatkan dalam proyek, bukan dalam konteks kemitraan yang sehat, tetapi lebih seperti pemalakan. Ini menciptakan iklim investasi yang tidak kondusif. Bagaimana kita mau dorong tax ratio kalau investasi saja terhambat?” lanjutnya.

Suwardi menyoroti bahwa pertumbuhan ekonomi ditopang juga oleh meningkatnya investasi selain konsumsi, sementara investasi justru melemah akibat ketidakpastian hukum dan gangguan kamtibmas.

“Kalau investasi meningkat, akan tercipta lapangan kerja baru. Mereka yang di-PHK bisa kembali bekerja, dan ini otomatis memperluas basis pajak. Dengan begitu, tax ratio juga bisa terdorong naik kembali, seperti harapan Presiden Prabowo yang menargetkan tax ratio di kisaran 12% dalam beberapa tahun ke depan,” ujarnya.

Selain membedah masalah struktural, Suwardi juga menyoroti peran penting konsultan pajak dalam sistem perpajakan Indonesia yang menganut mekanisme self-assessment. “Konsultan pajak itu perannya sebagai intermediary antara wajib pajak dan negara. Karena sistem kita tidak sederhana, peran kami membantu untuk meningkatkan kepatuhan WP. Kami di IKPI aktif melakukan sosialisasi dan edukasi, baik untuk UMKM, dunia usaha, maupun WP Orang Pribadi,” terang Suwardi.

Ia juga menekankan pentingnya mengubah paradigma masyarakat mengenai kewajiban membayar pajak. “Kami mendorong pergeseran cara pandang dari kewajiban menjadi hak. Membayar pajak adalah hak untuk berkontribusi kepada negara, hak untuk membela bangsa dalam pembangunan dari sisi fiskal. Ini bukan sekadar beban, tapi bentuk partisipasi warga negara,” ujarnya.

Lebih lanjut Vaudy mengungkapkan, IKPI juga aktif menjalin kerja sama dengan dunia akademik. Banyak mahasiswa dari berbagai universitas merujuk pada IKPI dalam penulisan karya ilmiah, sebagai bukti kontribusi asosiasi terhadap literasi pajak di tingkat pendidikan tinggi.

Diskusi panel ini diharapkan mampu memberikan pencerahan serta rekomendasi kebijakan yang lebih berimbang dalam upaya mendorong peningkatan tax ratio nasional secara berkelanjutan, tidak semata melalui penegakan, tetapi melalui reformasi menyeluruh yang mencakup iklim investasi, regulasi, serta edukasi wajib pajak. (bl)

en_US