Sikap IKPI Tentang Dugaan Peran Konsultan Pajak Dibalik Kasus RAT

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), menyampaikan rasa turut prihatin atas penganiayaan yang dialami ananda David Latumahina, dan mendoakan semoga David dikuatkan, segera pulih dan dapat berkumpul kembali dengan keluarga.

Kasus penganiayaan yang dilakukan oleh seorang anak eks pejabat Direktorat Jenderal Pajak telah memicu perhatian publik terhadap gaya hidup pelaku dan berujung pada permintaan klarifikasi atas Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dari ayah pelaku yakni Rafael Alun Trisambodo (RAT). Kasus ini terus bergulir dan menjadi perhatian publik, pejabat serta otoritas terkait secara serius serta telah ditindaklanjuti oleh KPK ke tahap penyelidikan.

Sebagaimana yang telah disampaikan oleh KPK, bahwa dibalik kasus RAT, diduga terdapat peran beberapa profesi dan tenaga profesional termasuk Konsultan Pajak. Hal ini telah menimbulkan berbagai berbagai persepsi masyarakat yang bukan tidak mungkin menggerus kepercayaan masyarakat kepada profesi Konsultan Pajak.

Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Ruston Tambunan. bersama jajaran pengurus IKPI pusat usai memberikan keterangan kepada sejumlah wartawan dari media online dan televisi di Gedung IKPI, Pejaten, Jumat (10/3/2023). (Foto: IKPI/Bayu Legianto)

Ketua Umum IKPI Ruston Tambunan menjelaskan, konsultan pajak adalah profesi mulia yang memberikan jasa konsultasi kepada Wajib Pajak dalam rangka melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan bukanlah hal yang mudah untuk dipahami oleh masyarakat Wajib Pajak karena sering berubah dan semakin kompleks seiring dengan perubahan serta perkembangan proses bisnis dalam negeri dan internasional.

Oleh karena itu peran Konsultan Pajak Profesional untuk membantu Wajib Pajak sangat penting dan vital, apalagi sejak Indonesia menganut sistim self-assessment dimana Wajib Pajak menghitung sendiri, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri kewaiban perpajakannya sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku.

Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Ruston Tambunan. bersama jajaran pengurus IKPI pusat usai memberikan keterangan kepada sejumlah wartawan dari media online dan televisi di Gedung IKPI, Pejaten, Jumat (10/3/2023). (Foto: IKPI/Bayu Legianto)

Sekadar informasi, saat ini jumlah anggota Ikatan Konsultan Pajak Indonesia per tanggal 09 Maret 2023 tercatat mencapai 6.685 orang Konsultan Pajak yang tersertifikasi, terdiri dari 5.301 orang yang telah memiliki izin praktek Konsultan Pajak dan sisanya 1.384 orang sedang dalam proses pengajuan Izin Praktek. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa seluruh Konsultan Pajak yang terdaftar di IKPI adalah Konsultan Pajak profesional yang tersertifikasi dan terdaftar di Kementerian Keuangan.

IKPI yang akan berusia 58(lima puluh delapan) tahun bulan Agustus tahun ini, telah  sejak lama mempunyai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta Kode Etik dan Standar Profesi yang menjadi landasan setiap Anggota IKPI dalam menjalankan profesinya. IKPI mempunyai program Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) secara terukur dan terstruktur untuk menjaga dan memastikan pemerataan keahlian dan profesionalisme seluruh Konsultan Pajak yang terdaftar di IKPI dengan menghadirkan narasumber dari Kementerian Keuangan (i.e DJP. BKF dll), praktisi, akademisi lokal maupun internasional.

“Setiap hari kami (IKPI) mengadakan seminar atau yang dikenal dengan istilah PPL secara daring maupun luring, untuk Anggota IKPI tetapi terbuka untuk  masyarakat umum Wajib Pajak. Kegiatan ini bukan saja terkait dengan perkembangan terbaru peraturan dan perundang-undangan perpajakan namun juga pelatihan softskill anggota untuk meningkatkan kompetensi dan pelayanan Konsultan Pajak Anggota IKPI kepada Wajib Pajak,” kata Ruston dalam keterangan persnya kepada wartawan di Gedung IKPI, Pejaten, Jakarta Selatan, Jumat (10/3/2023).

Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Ruston Tambunan. bersama jajaran pengurus IKPI pusat usai memberikan keterangan kepada sejumlah wartawan dari media online dan televisi di Gedung IKPI, Pejaten, Jumat (10/3/2023). (Foto: IKPI/Bayu Legianto)

Dia menegaskan, IKPI dengan dukungan seluruh konsultan pajak yang terdaftar sebagai anggota IKPI, selalu menjadi yang terdepan dalam melakukan sosialisasi peraturan perpajakan, berinteraksi langsung dengan masyarakat melakukan edukasi dan pelatihan bahkan memberikan layanan probono dalam membantu: mengisi dan melaporkan SPT Tahunan oleh Anggota IKPI dibawah koordinasi Pengurus Cabang IKPI di seluruh Indonesia.

Untuk tahun ini kami akan menyelenggarakan Bimbingan Teknis Pengisian SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2022 Secara Nasional untuk UMKM, secara serentak. Sebanyak 12 (dua belas) Pengurus Daerah dan 42 (empat puluh dua) Pengurus Cabang yang menaungi 6.685 Anggota IKPI akan bergerak serentak mulai awal April 2023 nanti.

Kegiatan IKPI yang secara kontinu menyelenggarakan pelatihan bagi anggota adalah merupakan langkah konkrit asosiasi untuk menjaga profesionalisme, kualitas dan integritas anggota. Selain itu karena terbuka juga untuk umum, kegiatan tersebut juga sekaligus merupakan wujud nyata kontribusi IKPI sebagai mitra strategis Direktorat Jenderal Pajak dalam melakukan sosialisasi peraturan perpajakan, mengedukasi Wajib Pajak dalam upaya peningkatan kepatuhan, serta memberi masukan terhadap peraturan perpajakan yang telah berlaku dan akan diterbitkan.

Kemitraan dengan DJP telah terjalin dengan baik bahkan telah diwujudkan dalam bentuk Kesepakatan Bersama antara DJP dengan IKPI yang telah berjalan 5 (lima) tahun dan telah diperbaharui pada tanggal 24 Februari 2023 yang lalu.

Menurutnya, sebagai asosiasi profesi terbesar, kami selalu mengingatkan agar anggota kami memegang teguh Kode Etik yang merupakan kaidah moral dan perilaku yang menjadi pedoman bagi anggota IKPI dalam berpikir, bersikap dan bertindak dalam menjalankan profesi sebagai Konsultan Pajak serta Standar Profesi IKPI berupa batasan kemampuan profesional minimal yang harus dikuasasi oleh anggota IKPI dalam   melakukan kegiatan profesinya secara mandiri.

Namun demikian kami tidak memungkiri kemungkinan adanya Konsultan Pajak yang tidak berintegritas. Oleh karena itu setiap perilaku anggota yang nyata-nyata merupakan pelanggaran terhadap Kode Etik dalam menjalankan profesinya, kami selalu konsisten dan akan mengenakan sanksi tegas, mulai dari teguran hingga pemberhentian tetap sebagai Anggota IKPI sesuai dengan AD-ART dan Kode Etik IKPI.

Pada kesempatan ini, kami mengajak masyarakat Wajib Pajak untuk melihat secara jernih kasus yang sedang bergulir. Bahwa faktanya lebih 70% APBN kita didanai dari penerimaan pajak, APBN digunakan untuk belanja negara dalam menjalankan roda pemerintahan, membiayai pembangunan, membiayai bantuan sosial kepada masyarakat serta layanan publik yang dapat dirasakan oleh masyarakat, semakin hari semakin baik.

Pada jaman modern ini, bentuk perjuangan kita adalah melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan dan ketentuan perpajakan yang berlaku. Membayar pajak merupakan wujud gotong royong, bahu membahu dalam mewujudkan tujuan luhur negara untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Ketidakwajaran perilaku dan gaya hidup oknum pejabat negara dan dugaan keterlibatan oknum konsultan pajak menjadi pekerjaan rumah dan tantangan bagi kami untuk terus meningkatkan kompetensi dan integritas Konsultan Pajak yang bernaung dibawah asosiasi Ikatan Konsultan Pajak Indonesia.

IKPI mengajak mari kita semua Wajib Pajak, Konsultan Pajak dan Direktorat Jenderal Pajak untuk sama-sama menjaga integritas. (bl)

 

 

 

Empat Senior IKPI Cerita Pengalaman Membentuk Partnership Ideal

IKPI, Jakarta: Kebiasaan melakukan kegiatan dalam suatu kerja bersama (kerja tim) di lapangan ternyata juga memberikan banyak pelajaran sebagai bahan pertimbangan untuk pengembangannya.

Walaupun hal ini jarang atau tidak pernah dibahas dalam penilaian atau evaluasi, jarang disentuh dalam indikator kinerja setiap aktivitas organisasi maupun perusahaan, namun aspek yang disebut chemistry kiranya layak untuk dibincangkan.

Secara umum, chemistry seringkali atau hanya didiskusikan untuk membangun hubungan yang harmonis baik itu dalam rumah tangga maupun dengan rekan kerja. Tentunya hal itu dilakukan untuk mencapai satu tujuan, yakni kesuksesan.

Untuk membahas bagaimana bisa membangun chemistry dengan rekan kerja, sehingga bisa membangun partnership ideal dalam bisnis konsultan pajak, empat senior dari Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) yakni Ketua IKPI Cabang Medan Barry Kusuma, Ketua Departemen Litbang dan FGD PP IKPI Lani Dharmasetya, Ketua Bidang Kerja sama Dengan Pihak Ketiga, Departemen Pendidikan, PP IKPI Hung Hung Natalya, dan Ketua IKPI Pengda Bali Ketut Alit Adi Krisna, menceritakan semuanya dalam acara Bincang Profesi dengan tema ” Mencari Bentuk Partnership Ideal Pada Bisnis Konsultan Pajak”.

Acara yang dilakukan secara online pada 3 Maret 2023 ini, diikuti sebanyak 820 peserta yang merupakan anggota IKPI dari seluruh Indonesia. Kegiatan rutin yang diselenggarakan Departemen PPL PP IKPI kali ini, dimoderatori oleh Jemmi Sutiono yang juga merupakan Pengurus Pusat IKPI.

Dalam kesempatan ini, Adi Krisna menceritakan bagaimana dirinya mulai membangun kantor konsultan pajak. Awal membangun kantor konsultan pajak, Adi mengaku bekerja sendirian dari mulai membuat laporan pajak secara manual, hingga mengurus administrasi kantor semuanya dilakukan secara mandiri.

Namun, dengan terus berkembangnya teknologi yang disertai dengan kebijakan pemerintah dalam aturan perpajakan. Maka semuanya sekarang bisa menjadi lebih mudah dan efisien, karena pelaporan pajak saat ini bisa dilakukan secara online, tanpa harus berkunjung ke kantor pelayanan pajak (KPP).

Adi menjalani profesi konsultan pajak sejak tahun 2002, dan sampai saat ini bisnis konsultan pajak yang dijalaninya semakin berkembang.

Dia menceritakan, memang tidak mudah mencari rekan kerja atau pegawai yang loyal terhadap perusahaan. Karena, beberapa rekan kerja yang pernah bersama-sama Adi, memutuskan untuk membuka kantor konsultan sendiri atau-pun bekerja sebagai konsultan pajak diperusahaan besar.

“Jadi memang untuk membangun chemistry itu tidak bisa dipaksakan atau pura-pura cocok, karena seleksi alam akan membuktikan apakah mereka cocok menjadi partner atau sebaliknya,” kata Adi.

Hal berbeda dikatakan Lani Dharmasetya. Dia mengaku dari awal berkarir sudah sebagai konsultan pajak. Awalnya dia bekerja sebagai konsultan pajak di Arthur Andersen dan kemudian berpindah kerja di PB Taxand.

“Jadi kalau saya, memang mulai berkarir sebagai konsultan. Jadi begitu lulus langsung masuk di konsultan tidak pernah ke perusahaan lain,” kata Lani.

Lebih lanjut dia mengungkapkan, ada filosofi yang mengatakan bahwa jika kita mengerjakan sendiri sebuah pekerjaan, bagaikan sapu lidi berdiri sendiri. Artinya tidak ada yang bisa dilakukan jika lidi hanya berdiri sendiri, tetapi ketika sebatang lidi itu menjadi sapu, maka banyak hal positif yang bisa dikerjakan.

Jadi yang saya mau katakan kata Lani, sebagai konsultan pajak dirinya tidak bisa berdiri sendirian melainkan harus membuat persekutuan, sehingga pekerjaan akan terasa lebih mudah untuk dilakukan. Namun, memang harus mencari partner kerja yang mempunyai chesmistry yang sama, sehingga langkah atau kebijakan yang diambil dalam sebuah persekutuan bisa seirama.

Sementara itu, Barry Kusuma dalam kesempatan tersebut juga menceritakan bagaimana dia membangun dan membesarkan kantor konsultan pajak dengan para senior yang juga merupakan para senior IKPI.

Namun demikian, karir konsultan Barry dimulai dari membuka kantor konsultan pajak sendiri. Selama beberapa waktu dia berjibaku membesarkan kantornya secara mandiri.

Namun perjalanan hidup berkata lain. Dia dipertemukan dengan Kim pada saat mengikuti ujian Brevet C di Jakarta. Kebetulan saat itu mereka mengambil kelas intensif yang sama.

“Disitulah ibu Kim mengajak saya untuk membuat partnership, dan kemudian mengajak pak Soebakir untuk bergabung bersama setelah beliau pensiun dari Ditjen Pajak. Nah inilah asal muasal berdirinya persekutuan SBK,” kata Barry.

Bergabunganya Soebakir kata Barry, menambah kekuatan persekutuan yang mereka bentuk. Dengan pengalamannya sebagai pejabat Ditjen Pajak, Soebachir diyakini memiliki jaringan yang luas sehingga bisa lebih menambah posisi tawar mereka di mata klien.

Barry mengatakan, kebetulan kedua partner kerjannya itu sangat cocok sekali dengan dirinya. Chemistry kerja sudah terbangun, karena memang sebelumnya mereka adalah teman dan sering melakukan komunikasi sebelum terbentuknya SBK.

Awal persekutuan ini terbentuk kata Barry, pada tahun 2023 mereka menyewa kantor di Gedung Adi Graha, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan.

Namun, rupanya setelah pensiunpun Soebakir belum bisa aktif di SBK karena dia masih diminta penjadi penasehat oleh Dirjen Pajak saat itu dijabat Hadi Purnomo. Namun, karena Soebakir yang sudah pensiun sebagai pejabat di Ditjen Pajak, dia diperbolehkan mendirikan persekutuan oleh dirjen pajak.

Dari situlah ketiganya terus mengembangkan SBK, hingga akhirnya mampu membeli kantor di Menara Kuningan lantai 12. Saat itu, luas kantor yang mereka beli luasannya mencapai 137 m2.

Kekompakan mereka, berimbas pada semakin berkembangan SBK dan akhirnya merekapun memutuskan untuk membeli kantor di Kota Casablanca, Jakarta Timur.

Barry juga menjelaskan, bahwa persekutuan yang mereka buat adalah semacam perseroan terbatas (PT). “Jadi, konsepnya kami bertiga melakukan setor modal. Jadi semua yang dikeluarkan bisa terukur,” katanya.

Tidak kalah menarik, Hung Hung Natalya juga menceritakan bagaimana dirinya membangun persekutuan.

Menurutnya, sebagai orang lapangan dia tidak pernah membuat perencanaan yang rumit dalam membentuk persektuan. Artinya kata, semua itu harus bisa dilaksanakan dengan mudah, baik dari sisi perizinin ataupun permasalahan lainnya.

Berdasarkan hal itu, Hung Hung memilih untuk mendirikan CV sebagai badan usaha. “Saya berpikiran pendirian CV prosesnya sangat cepat, dan kami bisa langsung beroperasi,” katanya.

Namun demikian kata dia, hal itu akan disesuaikan dengan kebutuhan di mana nantinya bisa saja CV itu berubah menjadi PT jika memang hal itu dibutuhkan.

Dia menjelaskan, persekutuan mempunyai gerak yang lebih terbatas dibadingkan dengan perusahaan berbadan hukum (PT atau CV). Karena, jika bentuknya hanya persekutuan maka mereka tidak akan bisa melakukan pembelian kantor.

“Jadi kalau ada CV atau PT, semua aset yang dimiliki akan tercatat dengan jelas. Jadi itu alasannya kenapa persekutuan juga harus memiliki PT atau CV,” katanya.

Hung Hung juga menjelaskan bagaimana dia memilih partner kerja di kantor persekutuan mereka. “Saya orangnya gak banyak mikir. Karena saya dan partner kerja, kebetulan pernah kerja di perusahaan yang sama. Karena saya merasakan chemistry sudah terjalin, maka hingga sekarang kita tetap menjadi partner kerja,” katanya. (bl)

Ketum IKPI Imbau Anggotanya Tetap Jaga Integritas

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Ruston Tambunan, mengimbau untuk seluruh konsultan pajak menjunjung tinggi integritas dengan berpegang kepada kode etik dan standar profesi yang semuanya telah tertuang di dalam aturan asosiasi.

Menurut Ruston, sebagai pihak yang membantu wajib pajak (WP) dalam menjalankan hak dan kewajiban perpajakan, antara konsultan pajak dan wajib pajak dalam praktiknya bisa saling memengaruhi.

“Jadi, tingkat kepatuhan WP sangat bisa dipengaruhi oleh konsultan pajak dan sebaliknya intergritas wajib pajak juga dapat dipengaruhi oleh mereka sendiri. Untuk itu pentingnya menjaga integritas oleh kedua belah pihak,” kata Ruston melalui pesan Whatsapp yang dikirimnya, Rabu (1/3/2023)

Lebih lanjut Ruston mengungkapkan, sesuai dengan salah satu butir MoU IKPI dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai mitra sangat berharap, bisa mewujudkan dan melaksanakan secara konsisten pertemuan forum komunikasi untuk mengoordinasi, serta mengevaluasi dan menyamakan persepsi dalam implementasi ketentuan perundang-undangan peraturan perpajakan dan peraturan terkait.

Menurut Ruston, Hal tersebut sangat penting agar IKPI dapat memberikan kepastian kepada masyarakat wajib pajak. “Jadi, kami berharap bisa terus membantu pemerintah dalam mencerahkan wajib, salah satunya mensosialisasikan peraturan perpajakan yang terkesan bersifat ambigu dan multi tafsir,” katanya.

Selain itu, Ruston yang menghadiri undangan Kepala KPP Pratama Jakarta Pulogadung sebagai narasumber di acara Tax Gathering, meminta seluruh undangan yang hadir tetap menjaga integritas.

“Dalam acara tersebut, ada pemberian penghargaan bagi WP orang pribadi dan WP badan yang berkontribusi sebagai pembayar pajak terbesar di KPP Pratama Jakarta Pulogadung,” katanya.

Selain itu, tidak lupa juga dia menyampaikan kepada seluruh Cabang IKPI di berbagai daerah untuk selalu proaktif melakukan sosialisasi peraturan-peraturan perpajakan kepada masyarakat Wajib Pajak.

“Tentu saya selaku ketua umum, mengharapkan semua Pengda/Pengcab IKPI tanpa terkecuali ikut berperan aktif menyosialisasikan setiap peraturan-peraturan perpajakan terbaru yang diterbitkan pemerintah,” ujarnya.

Ditegaskannya, kesadaran masyarakat akan kewajibannya membayar pajak akan meningkat jika terus diberikan pemahaman mengenai pentingnya pajak bagi pembangunan negara.

Selanjutnya, peningkatan pemahaman akan peraturan perpajakan diharapkan berdampak signifikan terhadap meningkatkan kepatuhan wajib pajak.(bl)

 

Ini yang Dibahas Tiga Senior IKPI Saat Makan Siang

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Ruston Tambunan bersama dengan Ketua Pengawas IKPI Sistomo dan Dirjen Pajak Kementerian Keuangan periode 2017-2019 Robert Pakpahan, melakukan reuni kecil di sebuah restoran di Jakarta, Senin (27/2/2023).

Diskusi ringan namun berbobot-pun tercipta saat ketiga senior perpajakan ini bertemu. Ketiga alumni Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) ini membahas mulai dari kebijakan perpajakan, hingga  roda organisasi IKPI yang terus bergerak maju.

Menurut Ruston, kepada seniornya itu dia meminta masukan untuk bisa tetap memajukan IKPI. Bahkan bukan itu saja, tekadnya untuk memunculkan kembali Rancangan Undang-Undang (RUU) Konsultan Pajak di Prolegnas DPR, terus memotivasi dirinya untuk terus berdiskusi dan meminta pendapat kepada berbagai pihak agar kedepan profesi konsultan pajak bisa dipayungi dengan UU.

Namun, draft RUU Konsultan Pajak yang sempat masuk dalam Prolegnas DPR beberapa tahun lalu, kini bagai hilang ditelan bumi. Harapan untuk konsultan pajak mempunyai UU-pun harus tertunda sampai waktu yang tidak tahu kapan draft itu akan kembali dimunculkan dalam agenda Prolegnas DPR.

“Kami sudah lama mengharapkan agar pengaturan hak dan kewajiban konsultan pajak layaknya profesi lainnya, seperti akuntan, advokat, dokter dan profesi lainnya yang telah diatur dengan undang-undang,” katanya. 

Menurut Ruston, sebagai pihak yang berperan sebagai penengah (intermediaries) yaitu membantu wajib pajak dalam menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku dan sekaligus sebagai mitra strategis dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak (WP), posisi konsultan pajak seharusnya dilindungi dengan perangkat hukum setingkat undang-undang. Karenanya, UU Konsultan Pajak ini diperlukan, bukan saja untuk melindungi profesi, tetapi juga untuk melindungi wajib pajak dari orang-orang yang tidak kompeten menjadi wakil atau kuasa mereka.

Lebih lanjut Ruston menceritakan, dalam pertemuan tersebut, sebagai anggota kehormatan IKPI Robert Pakpahan menyampaikan pandangannya terhadap organisasi yang memayunginya. Menurutnya, melihat IKPI yang terus berkembang meskipun sudah ada 3 asosiasi konsultan pajak lainnya, dia meminta agar pengurus tetap fokus kepada program-program kerja unggulan, seperti Pengembangan Profesi Berkelanjutan (PPL) untuk meningkatkan kompetensi anggota.  

“Dengan program unggulan serta eksistensi IKPI yang dirasakan wajib pajak dan pemerintah, maka seleksi alam akan berjalan dengan sendirinya, mana organisasi yang aktif dan bermanfaat untuk orang banyak,” kata Ruston seraya menirukan pesan Robert dalam pertemuan itu.

Ruston juga menyampaikan, jika Robert menyarankan agar nomenklatur Anggota Dewan Kehormatan ini ditinjau kembali. Hal ini dimaksudkan, agar mereka dapat berperan aktif dalam mendukung pembinaan dan pengembangan asosiasi IKPI, dan tidak pasif.

Ditanya sejauh mana capaian IKPI sebagai mitra pemerintah untuk membangun kesadaran/kepatuhan wajib pajak selama ini, Ruston menjawab sangat sulit  untuk mengukur sejauh mana pencapaian IKPI dalam membangun kesadaran/kepatuhan wajib pajak. 

Karena kata dia, memang IKPI tidak mempunyai target tertentu dalam melakukan penyadaran kepada para wajib pajak (WP). Namun demikian, IKPI terus menerus melakukan edukasi kepada WP melalui sosialisasi peraturan perpajakan, baik yang sudah berlaku selama ini maupun peraturan terbaru. 

Lebih lanjut dia mengungkapkan, edukasi WP oleh IKPI pusat dan cabang di seluruh Indonesia tentu akan meningkatkan pemahaman atas hak dan kewajiban perpajakan WP di wilayah masing-masing. Pemahaman akan peraturan akan meningkatkan kesadaran dan lalu kesadaran akan meningkatkan kepatuhan membayar pajak yang pada akhirnya meningkatkan penerimaan pajak.

Menurutnya, DJP sendiri dalam berbagai kesempatan mengakui bahwa jumlah pegawai yang hanya 45.000 tidak mungkin cukup untuk melakukan sosialisasi dan edukasi peraturan perpajakan kepada WP, sehingga membutuhkan peran Konsultan Pajak. 

“Peran Konsultan Pajak sangat vital dalam meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. IKPI yakin bahwa Konsultan Pajak cukup berperan dalam tercapainya penerimaan diatas target dalam 2 tahun terakhir,” ujarnya.

Ruston juga menyampaikan semakin harmonisnya hubungan IKPI dan DJP. Namun koteks harmonisasi hubungan itu dikatakan lebih ke arah positif, seperti masing-masing menjalankan perannya dengan baik. 

“Mengutip kalimat pak Dirjen Pajak Suryo Utomo yang sering diucapkan dalam berbagai kesempatan. Konsultan Pajak dan DJP ibarat dua sisi rel kereta api yang menuju satu tujuan. Nah, konsultan pajak di sebelah kiri dan DJP disebelah kanan. Ini sebagai penopang gerbong di sebelah kiri, posisi konsultan pajak harus kuat dan tidak gampang goyah. Oleh karena itu, diperlukan UU untuk mengaturnya agar profesi KP lebih kuat landasan hukumnya. Ini salah satu keinginan IKPI yang belum tercapai,” ujarnya. (bl) 

 

Pengurus IKPI Pusat, Pengda Hingga Cabang Sukseskan Penandatanganan MoU DJP-IKPI

IKPI, Jakarta: Pengurus Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) baik pengurus pusat, pengurus daerah dan pengurus cabang terus bahu membahu untuk memberikan yang terbaik bagi anggota IKPI serta melibatkan anggota untuk memberikan pelayanan dan edukasi perpajakan kepada masyarakat, yang pada akhirnya akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan bermuara pada peningkatan penerimaan negara.

Ketua Departemen Humas IKPI Henri PD Silalahi menyatakan, perpanjangan Penandatanganan Kesepakatan Bersama antara IKPI dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pada 24 Februari 2023 ini bisa menjadi modal bagi anggota IKPI yang tersebar di 12 Wilayah (Pengda) dan 42 cabang (Pengcab) di seluruh Indonesia. Kesepakatan ini kata Henri, sekaligus untuk terus bermitra dan bergandeng tangan dengan DJP bersama-sama untuk tujuan membangun Indonesia maju.

Henri juga menyatakan kekagumannya kepada seluruh panitia kegiatan tersebut. Pasalnya, dengan waktu persiapan yang tergolong singkat (seminggu) kegiatan bisa berjalan dengan lancar dan sesuai harapan.

“Saya mewakili tim kerja pelaksanaan penandatangan kesepakatan DJP-IKPI menyampaikan terima kasih kepada pengawas, pengurus pusat, pengurus daerah, pengurus cabang dan anggota IKPI yang telah mengundang klien mereka dan hadir bersama dalam acara secara offline atau online,” kata Henri di Jakarta, Sabtu (25/2/2022).  (bl)

Untuk Anggota IKPI serta masyarakat yang tidak sempat mengikuti kegiatan tersebut dapat melihat pada link youtube IKPI : https://youtube.com/live/s_3imdSWQO4?feature=share

Ratusan Anggota IKPI Ikuti Seminar “Digital Communication With Emotional Driver”

IKPI, Jakarta: Sebanyak 600 anggota Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) dari berbagai daerah, terlihat antusias mengikuti seminar “Digital Communication With Emotional Driver” melalui aplikasi Zoom, Jumat (17/2/2023). Dalam seminar yang menghadirkan Coach Wira sebagai instruktur, para konsultan pajak diajarkan untuk mengenal tiga karakter yang terdapat pada diri masing-masing.

Karakter yang dimaksud pertama adalah Visual, di mana orang seperti ini kecenderungannya akan berbicara dengan nada yang tinggi, mimiliki tempo yang cepat baik itu dalam berpikir, berjalan, maupun bereaksi. Untuk penampilan fisik, biasanya orang dengan karakter seperti ini juga sering menyelaraskan penampilan mereka, seperti cara berpakaian.

“Jadi biasanya kalau mereka memakai baju warna merah, pakaian penunjang lainnya seperti sepatu dan tas juga harus berwarna sama,” kata Wira, menerangkan kepada peserta Zoom Meeting.

Wira juga menjelaskan, penampilan yang selaras akan membuat rasa percaya diri orang Visual akan lebih tinggi jika sudah berpakaian selaras. Gaya duduk mereka dikatakan juga cenderung berbeda, karena biasanya lebih condong kedepan dan hampir tidak pernah bersandar. Ini mereka lakukan, karena merasa gaya duduk seperti itu lebih memudahkannya untuk cepat bergerak.

Orang visual juga lebih suka mengamati, menggambar dan pandai berteori. Namun demikian, karakter seperti ini kecenderungan lemah dalam hal implementasi. “Jadi mereka lebih senang menggunakan kata-kata yang merefleksikan visual itu sendiri,” kata Wira.

Dengan demikian kata dia, orang berkarakter visual sangat kuat untuk bekerja di bidang kreator. Karena, banyak sekali ide yang melintas cepat dalam pemikiranya.

Selain itu, ada juga orang yang memiliki karakter Auditory atau berbicara dengan nada mengayun, tetapi artikulasinya sangat jelas. Selain itu, ciri lainnya orang seperti ini juga suka menopangkan tangan di dagunya sendiri, dan sensitif terhadap suara-suara.

“Orang seperti ini juga sering berbicara sendiri. Karena, dengan berprilaku demikian mereka akan lebih konsentrasi dan mudah memahami apa yang sedang dikerjakan,” kata Wira.

Karakter seperti ini, juga mempunyai pribadi yang cara berpikirnya terstruktur atau berurutan. Ini tentunya berbeda dengan orang yang mempunyai karakter Visual, atau mempunyai pola pikir zigzag.

“Kalau Auditory pola pikirnya berurutan, seperti memikirkan setelah selesai langkah ke satu kemudia lanjut ke langkah kedua. Tetapi kalau orang Visual, dari langkah satu mereka bisa langsung melompat ke langkah tiga atau lima, padahal langkah satu belum selesai dikerjakan,” katanya.

Berarti kat Wira prefensi dari Rep System ini penting, seperti kalau misalnya sedang malakukan rekrutmen karyawan untuk melakukan input data, dan laporan keuangan atau pajak. “Jadi orang seperti apa yang kita rekrut dari ketiga karakter tadi?. Tentunya hal itu sudah tergambarkan,” katanya.

Dia juga menambahkan, orang Visual akan lebih cepat bosan dalam melakukan sesuatu. Hal ini berbanding terbalik dengan Auditory yang mempunyai ketelitian dan konsentrasi yang baik dalam mengerjakan sesuatu.

“Jadi jika salah menempatkan orang di tim anda, tentu semuanya bisa berakibat fatal. Maka dari itu, kenali siapa dan bagaimana karakter orang yang dibutuhkan di dalam tim,” ujarnya.

Yang terakhir adalah orang yang memiliki karakter Kinestetik, di mana orang seperti ini mempunyai perasaan yang lebih sensitif. Selain itu, karakter seperti ini juga sangat menyukai keindahan, kenyamanan, serta gaya bicara yang halus/lembut.

Wira juga menyebut ciri-ciri lain dari orang Kinestetik, seperti suka disentuh dan diberikan motivasi agar menambah kepercayaan diri mereka. “Contohnya, orang kinestetik sangat suka ditepuk pundaknya sambil mengucapkan, ‘kamu pasti bisa’,” kata Wira.

Namun kata dia, orang seperti itu tidak bisa dikasari atau diminta cepat-cepat menyelesaikan pekerjaan. Karena, ujaran kasar serta meminta pekerjaan yang buru-buru kepada orang seperti ini malah akan membuat semuanya berantakan.

“Memang orang dengan karakter seperti ini harus diperlakukan dengan santai, dan lebih sering dimotivasi. Hal itu akan menambah semangat kerja, dan membuat hasil pekerjaan mereka jauh lebih baik karena dilakukan dengan sabar dan teliti,” katanya.

Dengan kondisi-kondisi orang seperti itu yang berada di dalam lingkaran kerja atau organisasi yang kita naungi, maka sebaiknya berbicaralah dengan menggunakan Rep System atau sudut pandang mereka. “Jadi jangan pernah paksakan sudut pandang orang Visual masuk kepada orang Kinesteti atau Auditory, karena itu pasti berantakan,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Departemen Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) Vaudy Starworld menyatakan terima kasihnya kepada para peserta yang telah menyisihkan waktunya untuk mengikuti seminar ini.

Dia juga berharap, seluruh anggota IKPI untuk terus ambil bagian dalam setiap kegiatan yang diselenggarakan. “Kami juga rutin mengadakan kegiatan ‘Bincang Profesi’ di mana pada kesempatan tersebut peserta bisa saling berbagi pengalaman, seperti bagaimana membesarkan kantor konsultan pajak yang mereka kelola,” kata Vaudy. (bl)

 

IKPI dan Puluhan Asosiasi Penuhi Undangan Kadin

IKPI, Jakarta: Sebanyak 34 ketua umum dari berbagai asosiasi di Indonesia, menghadiri undangan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin)  di Menara Kadin Lt.29, Ruang Muchtar Riady Jl. Rasuna Said Kuningan Jakarta Selatan, Kamis (2/2/2023). Mereka diminta menceritakan berbagai hambatan yang terjadi dalam dunia usaha, dan kemudian nantinya akan disampaikan sebagai bahan diskusi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Salah satu undangan yang hadir adalah Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Ruston Tambunan. Dia memaparkan, sebagai Anggota Luar BIasa (ALB) dari Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, IKPI hadir memenuhi undangan yang disampaikan oleh Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Asosiasi dan Himpunan Wisnu W Pettalolo. 

Kepada media internal IKPI, Jumat (3/2/2023) melalui pesan yang dikirim via aplikasi Whatsapp Ruston menjelaskan, agenda rapat sebagaimana tercantum dalam undangan adalah diskusi Kadin dengan Anggota Luar Biasa di sektor Migas/Minerba, Kesehatan, Ketahanan Pangan, Keuangan, Elektronika dan Infrastruktur dalam rangka menginventarisir permasalahan yang menjadi hambatan dalam dunia usaha yang akan disampaikan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dalam pertemuan itu, kata Ruston hadir juga Direktur Antikorupsi Badan Usaha (AKBU) KPK Aminuddin sebagai narasumber. 

Pada kesempatan itu lanjut Ruston, Aminuddin menyampaikan bahwa jumlah tersangka pelaku korupsi terbesar dalam jumlah yang ditangani KPK adalah sektor swasta termasuk di dalamnya pelaku usaha yang melakukan praktik suap  kepada penyelenggara negara. 

Praktik seperti itu tentunya menimbulkan biaya ekonomi tinggi, dan persaingan tidak sehat diantara pelaku usaha. Selain itu perilaku korupsi juga dapat menghambat investasi.

Dalam diskusi tersebut, beberapa Ketua Asosiasi Usaha dari berbagai sektor seperti manufaktur, jasa konstruksi, perkebunan sawit, alat-alat kesehatan dan pertambangan serta kehutanan menyampaikan berbagai kendala dalam praktik di lapangan yang menimbulkan  kerawanan dan peluang akan praktik suap dalam memperoleh kemudahan berusaha. 

KPK menanggapi bahwa akan diadakan pertemuan lanjutan antara pihak asosiasi dengan para Satgas Antikorupsi Badan Usaha KPK sesuai dengan bidang masing-masing. 

Menurut Aminuddin, KPK berperan membantu agar lembaga penyelenggara negara memberikan kepastian regulasi dan kepastian dalam berusaha dalam berbagai sektor industri.

Dikatakan Ruston, waktu yang terbatas menjadikan banyaknya asosiasi dan pelaku usaha tidak bisa menyampaikan kendala masing-masing yang dihadapi, diantaranya IKPI, IAPI serta beberapa asosiasi lainnya yang hadir dalam acara tersebut belum mendapat kesempatan untuk menyampaikan masukan. 

“Sebagai Ketua Umum IKPI, saya mengimbau agar konsultan pajak khususnya anggota IKPI tidak sampai terlibat dalam praktik suap dalam menjalankan profesinya. Karena, tindakan tersebut bukan saja melanggar kode etik organisasi tetapi jelas perbuatan suap merupakan tindak pidana korupsi,” kata Ruston. (bl)

 

 

PODCAST IKPI: Kostaf UI Soroti Rendahnya Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak di Indonesia

IKPI, Jakarta: Ketua Himpunan Administrasi Fiskal Universitas Indonesia (Kostaf UI) Hafidh Nadhor Tsaqib, menyoroti masih rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak di Indonesia. Hal ini berbeda jauh terhadap tingkat kepatuhan pajak di negara-negara di Skandinavia, yang bisa dibilang sudah sangat baik.

Hal tersebut dikatakan Hafidh saat menjadi narasumber di Podcast Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) yang dipandu oleh pengurus pusat IKPI Hijrah Hafiduddin. Acara ini juga disiarkan langsung melalui link Youtube IKPI pada beberapa waktu lalu.

Menurut Hafidh, terminologi pajak di Indonesia tergolong menyeramkan bagi wajib pajak. Terminologi seperti pajak yang sifatnya memaksa dan tidak dikembalikan secara langsung kepada masyarakat, ini dianggap sebagai momok menakutkan yang tidak bersahabat.

Dia berharap, untuk lebih meningkatkan kepatuhan wajib pajak hendaknya terminologi atau definisi pajak bisa lebih kearah yang positif.

“Kalau menurut saya, definisi pajak adalah investasi masyarakat yang bisa ditagih atau dikembalikan melalui pembangunan infrastruktur atau sesuatu kebijakan yang dampaknya dirasakan langsung oleh mereka, seperti pembangunan jalan umum, pendidikan gratis, transportasi umum gratis dan sebagainya,” kata Hafidh.

Karena lanjut Hafidh, jika mengacu kepada negara-negara di Skandinavia yang memungut pajak besar kepada warganya, ternyata mereka punya tingkat kepatuhan membayar pajak  yang tinggi. Hal ini dikarenakan, warga di negara-negara maju tersebut sangat merasakan manfaat dari pajak yang dibayarkan.

“Mungkin di Indonesia, masyarakatnya belum merasa ada manfaat yang didapat dari pajak yang mereka bayarkan. Jadi harus ada penyadaran dari seluruh pihak kepada wajib pajak agar mereka patuh terhadap kewajibannya dan yakinkan juga bahwa mereka akan mendapatkan manfaat langsung dari pajak yang dibayar,” katanya.

Dia menegaskan, jika regulasi di Indonesia sudah di buat seperti masyarakat harus legowo dan pajak yang dibayarkan jangan diharapkan untuk kembali lagi kepada si pembayar pajak, ini tentunya akan menjadi kesan bahwa pajak di Indonesia menjadi negatif.

“Jadi publik itu beranggapan buat apa mereka membayar pajak jika manfaatnya tidak bisa dirasakan langsung. Karena fungsi pajak adalah untuk kemakmuran masyarakat. Mungkin ini juga salah satu permasalahan yang menjadikan kepatuhan wajib pajak di Indonesia masih sangat rendah,” ujarnya.

Selain itu lanjut Hafidh, tidak patuhnya wajib pajak akan kewajibannya juga ada yang disebabkan faktor ketidaktahuan mengenai cara melakukan pembayaran pajak atau apakah mereka sudah masuk dalam kategori wajib pajak.

Seperti di sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), menurut dia banyak pelaku UMKM yang tidak memiliki pengetahuan tentang pajak. Mereka beranggapan kalau usaha yang dijalankan hanya mencari keuntungan pribadi tanpa harus ada kontribusi terhadap negara atau daerah.

“Nah, ini juga menjadi tanggung jawab kami sebagai mahasiswa yang mengetahui ilmu perpajakan untuk mengedukasi para pelaku UMKM yang memang masih buta masalah pajak,” katanya.

Pada kesempatan ini, sebagai konsultan pajak Hijrah juga memberikan pandangannya terkait tingkat kepatuhan wajib pajak dan definisi pajak di Indonesia.

Menurut Hijrah, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang.

Selain itu kata dia, wajib pajak juga tidak mendapatkan imbalan secara langsung atas apa yang telah diberikan, karena pajak yang dipungut pemerintah baik pusat maupun daerah digunakan untuk keperluan negara dan pembangunan daerah serta pemanfaatannya untuk kemakmuran rakyat.

Hijrah juga melihat, tingkat kepatuhan wajib pajak di Indonesia dalam melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan dan membayar pajak cenderung mengalami peningkatan dalam lima tahun terakhir.

Menurutnya, jika mengutip data dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP), rasio kepatuhan wajib pajak dalam melaporkan SPT tahunan mencapai 84,07% pada 2021 dengan SPT yang dilaporkan sebanyak 15,9 juta laporan dari 19 juta wajib pajak.

“Jika dilihat lima tahun belakangan, pada 2017 rasio kepatuhannya sebesar 72,58%. Pada 2018, rasio pajak menurun menjadi 71,1% dengan yang membayar pajak hanya 12,55 juta orang dari total 17,65 juta wajib pajak,” ujarnya.

Dijelaskan Hijrah, pada tahun 2019 rasio kepatuhannya kembali naik menjadi 73,06%, sedangkan masyarakat yang melaporkan SPT tahunan tercatat 13,39 juta dari 18,33 juta wajib pajak.

“Kemudian pada tahun 2020, rasio kepatuhan pajak meningkat kembali menjadi 78%. Setahun setelahnya rasio kepatuhan pajak kembali naik menjadi 84,07%,” katanya. (bl)

PODCAST PAJAK IKPI STUDIO MOCHAMAD SOEBAKIR: https://www.youtube.com/watch?v=xTL49Y72qkE

 

Lima Srikandi IKPI Bicara Keseimbangan Keluarga dan Karir di Hari Ibu

IKPI, Jakarta: Ibu mempunyai peran vital dalam membangun sebuah keluarga. Bagaimana tidak, tugas ibu ternyata bukan hanya sekadar mengurus anak, suami atau berkutat di dapur saja.

Di era modern dan serba digitalisasi ini, rupanya peran ibu di dalam keluarga semakin kompleks. Mereka kebanyakan sudah mempunyai karir sejak belum berkeluarga.

Namun, saat perempuan memutuskan untuk berkeluarga di sinilah terjadi kesepakatan (komitmen) antara pasangan. Artinya, perempuan masih diperbolehkan melanjutkan karirnya atau hanya diminta fokus untuk mengurus keluarga oleh pasangannya.

Di Hari Ibu yang jatuh pada Kamis, 22 Desmber 2022, lima Srikandi dari Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) masing-masing punya cerita yang berbeda bagaimana mereka menyeimbangkan pekerjaan (karir) dan kepentingan keluarga lewat aplikasi Zoom yang disaksikan oleh 400an anggota IKPI dari berbagai wilayah di Indonesia.

Bertindak sebagai moderator pada bincang profesi dengan tema “Kunci Sukses Wanita pada Profesi Konsultan Pajak” adalah Anggota Departemen PPL IKPI Jemmi Sutiono, serta lima narasumber yang berbagi cerita yakni Engeline Siagian dan Sri Wahyuni Sujono, keduanya adalah Anggota Dewan Pengawas IKPI.

Sedangkan tiga Srikandi lainnya adalah Ketua Departemen Pendidikan IKPI Lisa Purnamasari, Ketua IKPI Cabang Surabaya Zeti Arina, serta Ketua IKPI Cabang Pekanbaru Lilisen.

Cerita menarik pertama kali dipaparkan Engeline Siagian. Menurut dia, profesinya sebagai konsultan pajak memang dirasakan menyita banyak waktu, sementara sebagai ibu rumah tangga ada juga tanggung jawab yang sangat penting dan harus dikerjakannya.

Dengan demikian, sebenarnya ini merupakan pekerjaan yang sangat berat. Tetapi, memang dibutuhkan keseimbangan agar dalam menjalankan pekerjaan dan ibu rumah tangga bisa dilakukan dengan baik.

“Jadi dibutuhkan komitmen kuat antara saya sebagai seorang istri dengan suami dan anak. Komitmen yang sama juga kita buat terhadap pekerjaan, jadi jangan sampai kedua kewajiban ini bertabrakan,” kata Engeline.

Menurut Engeline, dia beruntung karena ada mertua dan asisten rumah tangga yang tinggal bersama dengan keluarga kecilnya. Ibu mertua dan asisten rumah tangganya dikatakan sangat menyayangi anak-anaknya, sehingga dia tidak terlalu khawatir meninggalkan mereka saat dirinya bekerja.

Namun demikian kata dia, pada saat-saat tertentu tetap ada skala prioritas mana yang harus didahulukan. Karena, sangat mustahil kepentingan keluarga dan pekerjaan bisa selalu dijalankan secara bersamaan.

Dia juga menegaskan, harus ada waktu khusus berkualitas yang kita sediakan untuk suami dan anak. Kondisi itu nantinya bisa dimanfaatkan juga untuk meminta dukungan penuh orang-orang yang kita sayangi tersebut atas pekerjaan yang sedang dijalankan.

“Jadi kita harus komitmen dan serius dengan pekerjaan yang diambil. Kalau tidak, mana bisa nanti klien percaya dengan kerja kita. Komitmen dan kepercayaan keluarga itu pertama harus datang dari suami,” ujar Engeline.

Namun demikian, Engeline menyatakan kalau dirinya kurang beruntung karena ibunda sudah dipanggil sang pencipta di usia yang masih terbilang muda. Ini yang menyebabkan dirinya tidak dapat merasakan kasih sayang ibunda secara penuh, apalagi saat itu Oma dari lima cucu ini baru kembali dari menemani suaminya yang menjalani pendidikan di Amerika Serikat.

Saat ini, berkat komitmen dan kepercayaan keluarga yang mendukung karirnya sebagai konsultan pajak. Engeline juga pernah menjabat salah satu pimpinan di kantor konsultan pajak yang mempekerjakan ratusan karyawan.

Cerita lainnya juga diungkapkan Sri Wahyuni Sujono. Dia menyatakan rasa bangganya menjadi konsultan pajak, apalagi saat ini jumlah konsultan pajak perempuan semakin banyak yakni angkanya mencapai 37 persen.

Ini menunjukan kalau profesi konsultan sangat menarik dan menjanjikan secara ekonomi. Namun di tengah kemenarikan menjadi konsultan pajak, ada juga yang perlu diketahui banyak orang khususnya bagi perempuan yang sudah berkeluarga atau akan berkeluarga.

Dari pengalaman Sri, di awal merintis karirnya sebagai konsultan pajak, pekerjaan ini membutuhkan banyak waktu dari pekerjaan kantoran biasannya. Tidak jarang dia mengerjakan pekerjaan hingga larut malam, dan itu dia lakukan selama beberapa tahun.

Dengan demikian, Sri sepakat dengan para rekannya yang juga menjadi narasumber dalam bincang profesi kali ini. Buatlah komitmen yang mantap dengan keluarga khususnya suami, agar pekerjaan yang menyita banyak waktu ini tidak menjadi masalah dikemudian hari.

Sebagai perempuan, Sri juga mengaku bangga bisa bersaing dengan kaum adam dalam menjalankan profesi ini. Sebab, pada masanya memulai karir, banyak dari mereka yang terkesan mengecilkan kemampuan perempuan dan menganggap kaum hawa tidak bisa bekerja keras.

“Disini saya buktikan, bahwa saya mampu untuk menjalankan pekerjaan-pekerjaan yang ditugaskan pimpinan. Jadi intinya perempuan juga bisa bersaing pada profesi ini,” ujar Sri.

Dia mengungkapkan, pada saat muda memang sering terlintas rasa bersalah karena tidak cukup waktu untuk bersama mereka dikarenakan pekerjaan yang menyita banyak waktu. Tetapi dia menganggap, itu adalah bagian dari hambatan hidup yang harus dijalani.

Namun demikian, hambatan yang dijalani Sri terbilang masih pada kegiatan positif yakni menghabiskan waktu untuk pekerjaan. Karena kata dia, ada juga rekannya yang hanya berprofesi sebagai ibu rumah tangga merasa kebingungan membuang waktu luangnya.

“Kalau tidak ada kegiatan, itu buat kita jadi stres juga. Makanya kesibukan ini bisa diambil dari sisi positifnya. Jadi sekarang saya cukup bersukur karena semua itu sudah bisa dilewati,” ujarnya.

Sri juga menceritakan kalau dirinya se-keluarga juga bermalam Mingguan di kantor klien. Hal ini disebabkan, adanya salah perhitungan dari timnya dan harus segera diperbaiki. Kondisi tersebut menyebabkan Sri yang saat itu sedang asik nonton untuk menikmati malam Minggu dengan keluargapun harus bubar.

“Malam itu juga saya harus mengerjakan kesalahan tersebut hingga pukul 02.30 WIB. Setelah selesai saya bilang kepada anak-anak, inilah pekerjaan ibu. Kalau suami sudah mengerti, karena se profesi,” kata dia.

Semakin usia anak bertambah, mereka semakin mengerti apa yang dilakukan oleh orang tuanya. Bahkan mereka juga rela mengalah agar orang tuanya yang sudah tua tida terlalu capek dengan pekerjaannya.

“Jadi, saat anak-anak sudah masuk SMA mereka bilang kalau cari rumah yang dekat dengan kantor saja, biar sekolah anak-anak sedikit jauh tidak apa-apa. Padahal waktu mereka kecil, saya berpikiran sebaliknya dari yang mereka pikirkan saat ini,” ujarnya.

Yang juga tidak kalah seru adalah, cerita dari Zeti Arina. Perempuan asal Surabaya ini, menceritakan kisah yang sangat menarik untuk disimak atau bahkan dijadikan pelajaran hidup bagi wanita karir yang juga berpofesi sebagai ibu rumah tangga.

Pendapat menarik juga disampaikan Lisa Purnamasari. Dalam bincang profesi ini Lisa mengungkapkan keluarga adalah segalanya.

Karena kata Lisa, dalam menjalankan suatu pekerjaan seorang istri harus mendapatkan persetujuan (ridho) suami. Dengan demikian, pekerjaan itu nantinya akan terasa lebih ringan.

Sebagai ibu rumah tangga dan pekerja, dia mengungkapkan harus ada keseimbangan dalam menjalankan kedua peran ini. Sebab, menurut pandangan Lisa, dalam menjalankan antara pekerjaan dan tugas ibu rumah tangga itu sama pentingnya. Dengan demikian, tugas dari dua pekerjaan berbeda itu harus sama-sama dijalankan dengan serius dan ikhlas.

Lisa juga menceritakan, ada hambatan yang datang pada pekerjaan, persisnya pada awal2 karirnya ketika bekerja di Gani Djemat Group, dimana dia dihadapkan pada pilihan antara memanfaatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke LN atau fokus pada pengobatan/therapy yg sedang dijalankannya dalam rangka ikhtiar untuk mendapatkan keturunan.

Namun demikian, Lisa yang kala itu baru saja menikah harus dapat menentukan prioritasnya dalam pengambilan keputusan.

“Jadi saat itu cita-cita dalam pekerjaan saya memang tidak terlalu muluk, disitulah saya mengambil keputusan mana yang lebih menjadi skala prioritas,” katanya.

Selain peran suami dan anak, Lisa juga tidak mengesampingkan peran sang bunda yang telah membesarkan dan mendidiknya hingga saat ini.

Di matanya, ibunda adalah orang tua yang luar biasa. Sejak ditinggal oleh Ayahanda, sang ibu yang tadinya ibu rumah tangga, terpaksa harus bekerja untuk membiayai kebutuhan hidup dan biaya pendidikan ke-empat anaknya.

Ibunda Lisa menurutnya mempunyai perhatian yg detail terhadap anak-anaknya, mulai dari hal terkecil seperti sekadar memberikan ucapan selamat ulang tahun kepada anaknya. Ini dilakukan sang bunda sampai saat ini, walaupun anak-anaknya sudah berkeluarga dan tidak lagi tinggal serumah dengannya.

“Ibu selalu mengunjungi rumah anaknya saat hari lahir tiba. Nampaknya itu menjadi perhatian dan kebiasan ibu untuk anaknya yang tak hilang sampai saat ini,” kata Lisa.

Terkadang ibu juga memberikan anaknya yang berulang tahun dengan kejutan-kejutan kecil, seperti membawa kado.

Tetapi menurut Lisa, rupanya pemikiran ibunda berbeda dengan sang anak. Walaupun mereka sudah berusia dewasa, perhatian dan kasih sayang bunda tak akan hilang hanya karena termakan usia.”Hal ini terkadang yang membuat kita malu kepada ibunda. Karena kesibukan pekerjaan, biasanya anak ada yang lalai dalam memberikan perhatian yang sama kepada orang tuanya,” kata Lisa.

Berbicara pekerjaan, kini Lisa telah membangun konsultan pajak sendiri dan memiliki puluhan pegawai yang membantunya baik yang bersifat tetap maupun tidak tetap.

Tetapi, sesibuk apapun Lisa dalam melakukan pekerjaannya, keluarga merupakan prioritas utama yang akan dia pilih dibandingkan dengan segudang pekerjaan yang membutuhkan jasanya.

Rupanya pendapat Zeti dalam menjalankan karir dan ibu rumah tangga juga sama dengan tiga nara sumber sebelumnya, yakni menjalankan komitmen dengan suami. Menurtnya, hal itu adalah merupakan syarat utama yang wajib dijalankan oleh para wanita karir yang telah memiliki keluarga.

Karena jika tidak ada komitmen diawal dengan suami, kesibukan pekerjaan konsultan pajak yang menyita banyak waktu biasanya akan menyisakan masalah. “Jadi ketika sama-sama sudah berkomitmen, percayalah keberatan-keberatan keluarga khususnya dalam permasalahan pembagian waktu itu akan dapat diminimalisir,” kata Zeti.

Dia juga menegaskan, istri yang ideal itu adalah bergantung kepada penerimaan suami terhadap pasangannya. Jadi jika komitmen itu benar-benar bisa dijalankan dengan baik, maka Insha Allah suami akan mengatakan bahwa istrinya adalah pasangan yang ideal.

Zeti juga tidak memungkiri kalau dirinya bukan istri yang bisa setiap saat menemani suami makan, mengambilkannya handuk, atau membuatkannya kopi. Tetapi, ada waktu-waktu tertentu yang memang dia sediakan untuk memiliki waktu berkualitas bersama suami dan anak-anak.

“Jadi kalau sudah komitmen mengizinkan istri untuk berkarir, suami juga harus siap di mana ada waktu-waktu dirinya harus melayani kebutuhan sendiri (mandiri),” katanya.

Jika ada pekerjaan di luar kota atau-pun luar negeri yang memakan waktu lama, Zeti juga selalu menawarkan suami dan anaknya untuk turut serta dalam kegiatannya. Jika mereka tidak sedang ada kegiatan, maka Zeti memboyong keluarganya untuk ikut menemani perjalanan kerja.

Kesuksesan Zeti dalam berkarir kini sudah terlihat. Saat ini dia sudah memiliki 25 karyawan handal yang bisa dipercaya dan siap membantu tugas-tugas beratnya.

Sementara itu, perjuang berbeda disampaikan Lilisen. Dia mengaku harus berjuang menghadapi kerasnya kehidupan. Sebab, sang bunda sudah menghadap sang pencipta saat usianya masih anak-anak.

Akhirnya, Lilisen kecil saat itu diasuh oleh sang nenek yang datang langsung dari negeri tirai bambu. Didikan nenek yang keras terhadap cucu-cucunya, membuat mereka tak bisa santai-santai dalam menjalani hidup seperti layaknya anak-anak kecil pada umumnya yang banyak menghabiskan waktu kecil mereka untuk bermain.

Saat itu kata Lilisen, nenek sangat keras mengajarkan cucunya untuk berprilaku disiplin, tanggung jawab, dan serius dalam menjalankan pendidikan.

Rupanya sikap keras nenek terhadap Lilisen terbayar sudah. Dalam karirnya sebagai konsultan pajak, kini dia sudah memiliki sejumlah karyawan.

Lilisen menceritakan, dirinya menjadikan profesi konsultan pajak dikarenakan tuntutan ekonomi sehingga dia dan suaminya harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan perekonomian keluarga.

Menjadi pekerja sekaligus merangkap sebagai ibu rumah tangga rupanya memang dirasakan berat oleh Lilisen. Apalagi saat itu dirinya mempunyai bayi, dan tidak ada orang untuk membantu mengasuhnya.

Akibatnya, Lilisen harus membawa anaknya itu ikut menemani ibunya bekerja. Kondisi ini dialami dia selama beberapa bulan hingga akhirnya Lilisen mendapatkan pengasuh untuk sang buah hati.

Singkat cerita, bayi yang dahulu ikut menemani sang ibu bekerja kini sudah besar dan bersekolah. Disinilah masalah baru muncul, karena sebagai seorang ibu, rupanya Lilisen sangat konsen dengan perhatiannya terhadap tumbuh kembang anak hingga pendidikannya.

Lilisen rupanya adalah sosok ibu yang mau turun tangan langsung untuk mendidik anaknya sendiri. Darisinilah dia mulai selektif menerima klien untuk pekerjaannya, di mana keluarga adalah prioritas utama yang menjadi tujuan hidup dari Lilisen.

Dari sejak dini Lilisen mengaku sudah mengajarkan anaknya untuk berdisiplin, tanggung jawab, serta tertib dalam pendidikan. Hal ini dilakukan, agar saat mereka menempuh pendidikan yang lebih tinggi dan menjalani hal yang baru dalam situasi apapun, mereka sudah harus siap karena dasar ilmunya sudah diajarkan orang tua.

Hal ini juga yang diajarkan nenek Lilisen saat dia masih anak-anak, dan ilmu itu kini dia turunkan kepada anak-anaknya. (bl)

Zeti Arina: Pekerjaan Saya Menyita Waktu, Tetapi Percayalah Jika Keluarga Membutuhkan Saya Ada

IKPI, Jakarta: Ibu adalah sosok malaikat tanpa sayap yang bersedia memberikan seluruh kasihnya. Ibu adalah sandaran bagi anak-anaknya ketika mereka sedang terpuruk. Ibu juga adalah sosok manajer dalam rumah tangga yang mengatur segala kebutuhan keluarga.

Ibu adalah sosok yang rela berkorban apa pun demi sang buah hati. Ibu adalah seorang yang mencintai anaknya mulai dari kandungan sampai menginjak dewasa. Ibu yang selalu memberikan kebahagian kepada anak-anaknya dan Ibu yang selalu mengingatkan anak-anaknya jika ada perilaku yang menyimpang. Ibu rela berkorban mementingkan kepentingan anak-anaknya daripada diri sendiri.

Seribu kalimat-pun seakan tak cukup untuk menggambarkan perjuangan dan pengorbanannya dalam mengurus anak dan suami yang dicintai.

Ada banyak pengorbanan ibu disaat hamil dan melahirkan. Ibu melakukan banyak pengorbanan secara mental maupun fisik. Dari emosi yang naik turun, mudah menangis hingga mual maupun muntah.

Belum lagi saat melahirkan, Ibu harus kuat secara mental maupun fisik agar bayi lahir dengan selamat. Ibu rela mengorbankan hidupnya demi kehidupan sang buah hati.

Perjuangan Ibu tidak habis sampai di situ. Setelah mengandung dan melahirkan, Ibu juga harus membina dan merawat anaknya. Dengan penuh hati-hati, ibu selalu mengajarkan anaknya mengucap kata demi kata. Mengeja setiap deretan kata yang terucap dari mulutnya untuk anaknya ikuti.

Ibu memberi semangat saat anaknya mulai menyerah. Tak jemu-jemu memberikan nasihat dengan penuh cinta dan semangat yang menguatkan. Ibu tidak akan pernah rela anaknya merasakan kesulitan yang pernah ia rasakan.

Kebahagiaan anak adalah segalanya bagi ibu. Di setiap doanya selalu terselip doa untuk anaknya. Ibu berjuang demi memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya.

Di zaman yang sudah masuk dalam era moderenisasi dan digitalisasi, di mana pola pikir semua orang terus berkembang untuk mendapatkan masa depan yang lebih baik, kini seorang ibu juga banyak yang merangkap sebagai wanita karir.

Apa yang dilakukan ibu untuk berkarir, bukan berarti karena kondisi ekonomi keluarga yang masih kekurangan sehingga ibu harus turun tangan membantu suaminya untuk mencari nafkah.

Tetapi sebagian ibu yang masih memilih berkarir setelah berumah tangga, adalah bersama suaminya untuk memastikan anak-anak mereka mendapatkan kehidupan terbaik, mulai dari pendidikan, makanan sehat dan penuh gizi, serta fasilitas lain yang memudahkan anak-anaknya untuk menimba ilmu.

Untuk mengetahui bagaimana perjuangan seorang ibu, yang juga merangkap sebagai wanita karir IKPI.or.id telah melakukan wawancara dengan Zeti Arina.

Perempuan asal Surabaya, Jawa Timur ini berpofesi sebagai konsultan pajak yang sepak terjangnya sudah tidak diragukan lagi, baik dalam menangani klien dari perusahaan nasional maupun internasional.

Zeti yang aktif berorganisasi di Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) ini juga mendapatkan kepercayaan besar dari Ketua Umum IKPI Ruston Tambunan, untuk menahkodai IKPI Surabaya.

Padatnya kegiatan Zeti, tentunya sangat menyita waktu. Apalagi berbagi waktu dengan keluarga, di mana pekerjaan dan keluarga adalah dua hal yang sama pentingnya bagi seorang wanita karir.

Mengapa Zeti memilih konsultan pajak sebagai profesinya, dan bagaimana dia membagi waktu diantara padatnya pekerjaan dengan keluarga, berikut petikan wawancara wartawan internal IKPI Bayu Legianto dengan Ketua IKPI Cabang Surabaya Zeti Arina pada Senin (19/12/2022) yang disampaikan melalui pesan Whatsapp.

Pertanyaan:

1. Seistimewa apa profesi konsultan pajak di mata ibu, sehingga profesi ini ibu tetapkan sebagai pekerjaan utama?

Dulu ketika saya awal-awal bekerja rasanya jurusan akuntansi paling favorit bahkan jarang yang tertarik dengan pajak , terinspirasi ketika membaca buku Blue Ocean Strategy saya berfikir bila mayoritas orang tidak menyukai pajak berarti ini profesi ini belum banyak saingannya sehingga laut biru terbentang luas di depan mata dan tidak perlu berdarah-darah bersaing di laut merah.

Jadi, sesimple itu ketika saya memutuskan untuk memilih profesi Konsultan Pajak. Dari situ saya meyakini profesi konsultan pajak menjanjikan masa depan yang cerah.

2. Konsultan pajak adalah pekerjaan yang sangat menyita banyak waktu, bagaimana cara ibu mengatur waktu untuk keluarga?

Saya kira semua perkerjaan menyita waktu termasuk pekerjaan ibu rumah tangga yang tiada habisnya tinggal bagaimana kita memanage sebaik-baiknya. Harus disiplin dengan jadwal dan pandai memanfaatkan waktu luang, kadang saya mengajak suami dan anak ketika bekerja.

Saya anggap bekerja itu liburan, bisa makan siang bareng atau mampir ke tempat yg diinginkan.
Bila punya team harus berani mendelegasikan tugas ke anggota team dengan supervisi ketat sehingga kita lebih banyak ambil peran strategis bukan yang sifatnya klerikal dan sangat menyita waktu.

3. Apa keberatan terbesar keluarga (suamin & anak) yang mereka sampaikan kepada ibu, saat pekerjaan sedang padat dan tidak bisa ditunda? Bagaimana cara memberikan pengertian kepada mereka?

Saya selalu katakan ke keluarga, sejujurnya setiap saat saya pasti sibuk, tetapi percayalah kalau dibutuhkan kapanpun saya akan ada karena keluarga adalah nomer satu.

Setiap keputusan penting yang akan diambil harus dirundingkan dan disepakati di depan. Sudah dijelaskan gambaran dan konsekuensi profesi konsultan pajak. Bila suami mengijinkan harus komit untuk men-support sehingga saya merasa kesuksesan saya menjalani profesi ini karena support penuh dari suami dan anak.

Tidak terbayangkan kalau saya punya suami yang pencemburu, terus minta dilayani setiap saat apalagi punya anak yang tidak mandiri, tentunya akan timbul permasalahan dan komplin.

Pola asuh harus kita sesuaikan dengan profesi kita. Saya menyekolahkan anak di full day school, ketika saya berangkat kerja anak saya juga berangkat, ketika saya pulang anak saya juga pulang. Malam haru dan khir pekan kita gunakan waktu yang berkualitas untuk keluarga.

4. Nikmat apa yang ibu dapatkan/rasakan selama menjadi konsultan pajak, dan apakah profesi ini bisa dijadikan sebagai pekerjaan yang menghasilkan pendapatan menjanjikan?

Banyak nikmatnya, bisa punya penghasilan yang bagus, bisa sambil jalan-jalan ketika posisi klien ada obyek wisata yang menarik.

Saya punya pengalaman berwisata ke Papua sekalian menangani pemeriksaan. Saya bisa sering jalan-jalan karena punya penghasilan yang cukup, bisa menyekolahkan anak ke luar negeri.

5. Seandainya profesi konsultan pajak dianggap banyak masyarakat bukan profesi yang menarik, apalagi menjanjikan secara pendapatan ekonomi, lantas apa yang ibu lakukan untuk meyakinkan masyarakat agar mereka tertarik untuk menjadi konsultan pajak?

Kembali ke minat masing-masing, menjadi konsultan perlu menjadi pembelajar sejati karena peraturan yang sangat dinamis.

Dunia kerjapun sudah bergeser, dulu perusahaan lebih mementingkan sisi pelaporan akuntasinya sekarang harus seimbang akuntasi dan pajaknya. Jadi pajak akan selalu diperlukan, dan menjadi profesi yang menjanjikan.

6. Selain bekerja sebagai konsultan pajak, waktu ibu juga pastinya tersita untuk mengurus IKPI sebagai organisasi yang menaungi profesi ibu. Apa harapan besar yang ibu ingin sampaikan di hari perayaan nanti, baik harapan untuk IKPI maupun untuk pribadi?

Harapan untuk IKPI menjadi naungan anggota untuk makin berdaya, menjadi asosiasi kelas dunia dan aktif berkolaborasi dengan semua pihak sehingga makin dikenal di masyarakat.

Harapan pribadi semoga semua pengorbanan waktu, tenaga dan pikiran untuk organisasi dengan niat tulus untuk ikut membesarkan organisasi semakin jaya, hanya berharap kapada ridho Tuhan terbalas anugerah berkah melimpah, dan dikaruniai sehat walafiat.

7. Apa masalah terbesar yang pernah ibu hadapi pada profesi ini, dan bagaimana menyelesaikannya?

Pada masa awal-awal menjalani profesi sebagai konsultan pajak, sebelum adanya reformasi perpajakan banyak ketemu calon klien yang tidak paham peran konsultan pajak.

Ada sebagian Wajib Pajak yang menganggap kalau sudah menggunakan konsultan bayar pajaknya pasti kecil kalau perlu gak usah bayar pajak.

Padahal peran konsultan pajak bukan pencuri pajak, karena prihatin masih ada stigma negatif tentang peran konsultan pajak akhirnya saya menulis buku dengan judul “Konsultan Pajak = Pencuri Pajak?’ yang sebenarnya isinya adukasi klien tentang profesi konsultan dan bagaimana membayar pajak dengan hemat tapi tidak melanggar aturan.

8. Saat ibu tumbuh dewasa, apa konsultan pajak memang menjadi tujuan pekerjaan utama untuk mencari nafkah?

Sejak kecil tidak pernah bermimpi menjadi konsultan pajak, tetapi ketika bekerja ada teman kantor yang sangat ketakutan menghadapi masa pensiun, dari situ saya berfikir pingin punya kantor sendiri, tidak takut mengahadapi pensiun, waktunya lebih fleksible akhirnya saya mantab memulai profesi sebagai konsultan pajak.

9. Adakah peristiwa yang mengubah cara pandang ibu terhadap konsultan pajak?

Sebelum saya menjadi konsultan pajak saya bekerja di beberapa perusahaan asing, mereka sangat konsen untuk taat aturan, jangan sampai karena salah kebijakan sudah susah-susah investasi di Indonesia bisa bangkrut karena kena sanksi pajak misalnya.

Dari situ saya marasa profesi konsultan perlu profesionalitas tinggi, tidak seperti anggapan masyarakat waktu itu bahwa konsultan pajak perannya hanya seperti makelar kasus.

10. Seperti apa tahun pertama saat menjadi seorang ibu?

Saya bersyukur punya ibu yang mau membantu dan mengawasi pengasuh anak saya, punya suami yang mau bahu membahu merawat anak. Karena mengasuh anak bukan tugas istri semata.

11. Apakah kehidupan sekarang seperti apa yang ibu idam-idamkan saat tumbuh dewasa?

Mengenai punya kantor yang jam kerjanya fleksibel, punya team yang solid, memberi lapangan pekerjaan ke banyak orang memang itu yang saya inginkan tetapi dari kecil saya tidak bercita-cita jadi konsultan pajak.

12. Selain hal-hal yang kami tanyakan diatas, apakah ada hal yang ingin ibu sampaikan kepada masyarakat atau anggota IKPI secara keseluruhan untuk kejadian ini?

Untuk masyarakat sekarang era keterbukaan informasi, bukan saatnya menghindari pajak karena cepat atau lambat akan terbuka semua datanya. Bila punya kemampuan melaksanakan hak dan kewajiban pajak sendiri lakukan dengan benar dan rajin-rajinlah meng update pengetahuan pajak supaya tidak ketinggalan.

Bagi yang mampu membayar konsultan pajak tentu ini lebih tepat, karena semua akan berjalan baik ditangan ahlinya, saran saya akan pilihlah konsultan pajak terdaftar yang mempunyai ijin resmi.
Buat anggota IKPI jadilah pembalajar sejati, jangan pernah ragu untuk berkolaborasi dan bersinergi dengan sesama konsultan atau dengan profesi lain karena rejeki bisa datang darimana saja, sesama konsultan bukan saingan karena punya keahlian dan penggemar masing-masing.

Ketika ada anggota belum punya pengalaman untuk banding saya bantu dan ajarin untuk bisa banding, dikerjakan sama- sama sehingga selanjutnya sudah bisa mengerjakan sendiri. Ketika teman konsultan mendapatkan klien PMA tetapi brevetnya masih B bisa dikerjakan sama- sama dengan yang punya Brevet C. Sebaliknya yang brevet C ketika menerima klien OP bisa diarahkan ke teman yang brevet A.
Ketika saya mendapat klien untuk due diligent saya mengajak kerjasama lawyer, notaris, akuntan, konsultan HRD maupun ahli IT begitu juga sabaliknya saya sering digandeng mereka untuk bekerja bersama- sama.

Untuk yang baru menjalani profesi konsultan pajak anda harus menjadi seperti slogan coca-cola dimana saja kapan saja selalu ada, artinya harus memperluas network sebanyak-banyaknya yang itu menjadi sarana untuk mendapatkan klien.

Ibaratnya ada pameran mobil mewahpun anda harus datang dengan sok kenal sok dekat(SKSD) berkenalan, siapa tau ketemu bos besar sedang lihat model mobil mewah terbaru, sebenarnya juga sedang memerlukan konsultan pajak karena kebetulan menerima SP2DK yang harus segera ditanggapi suratnya.

 

en_US