Staf Ahli Menkeu Singgung Sulitnya Jadi Konsultan Pajak di Jepang, IKPI: Jangan Obral Sertifikat Kelulusan 

IKPI, Jakarta: Staf Ahli Bidang Pengawasan Pajak, Kementerian Keuangan Nufransa Wira Sakti menyinggung sulitnya menjadi konsultan pajak di Jepang. Dibutuhkan kompetensi yang cukup. Karena untuk bisa lulus, mereka harus berjuang keras untuk mengalahkan peserta ujian lainnya.

Dikatakan Nufransa, berdasarkan informasi yang didapatkan semasa dirinya berkuliah di Jepang, untuk dapat lulus ujian konsultan pajak seseorang bisa melakukannya hingga 2-3 kali ujian.

“Ujiannya pun hanya diselenggarakan sekali dalam setahun. Jadi memang profesi konsultan pajak di Negeri Sakura ini sangat terhormat, dan menjadi salah satu profesi tujuan mahasiswa setelah menyelesaikan kuliahnya,” kata Nufransa yang mewakili Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di acara puncak HUT IKPI ke-58 di Ritz Carlton-Pacific Place, Kamis (31/8/2023).

Menurutnya, ini menjadi tantangan untuk IKPI dalam menyosialisasikan profesi konsultan pajak kedepannya. Karena kalau kita lihat profesi ini memang tidak setenar akuntan, pengacara, dokter dan lainnya.

“Kompeten, profesional dan berintegritas bisa menjadi value utama dalam memperkenalkan profesi ini kepada masyarakat luas,” kata Nufransa yang mewakili Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di acara puncak HUT IKPI ke-58 di Ritz Carlton-Pacific Place, Kamis (31/8/2023).

Menanggapi pernyataan itu, Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Ruston Tambunan mengatakan bahwa untuk menjadi konsultan pajak bersertifikat di Indonesia tidaklah mudah.

Di Jepang memang sangat sulit mengikuti ujian sertifikasi menjadi konsultan pajak. “Dua bulan lalu kami undang asosiasi konsultan pajak Jepang dan mereka menginfokan kalau tingkat kelulusan ujian sertifikasi hanya 2 persen. Jadi dari 100 orang yang ikut ujian, yang lulus hanya 2,” kata Ruston kepada wartawan di acara Puncak HUT IKPI ke-58 di Ritz Carlton-Pacific Place, Jakarta, Kamis (31/8/2023).

Diungkapkannya, di Indonesia rata-rata angka kelulusan hampir mencapai 20 persen. Namun, mengingat angka wajib pajak di negara ini berbanding jauh dengan jumlah konsultan pajak, maka berbagai pemikiran dari berbagai kalangan-pun masuk meminta kelulusan konsultan pajak agar lebih banyak lagi.

“Nah ini yang saya maksud jangan di obral. Sebaiknya, kita mengutamakan kualitas dibandingkan kuantitas. Karena jika berkaca dari Jepang, angka kelulusan ujian konsultan pajak di Indonesia sudah jauh lebih besar,” ujarnya.

Ruston juga menyinggung bahwa di Jepang UU Konsultan Pajak sudah ada sejak 72 tahun lalu. “Kalau di Indonesia baru masuk rencana Prolegnas DPR beberapa tahun lalu. Tetapi kini RUU itu menghilang bagai ditelan bumi,” katanya.

Untuk itu lanjut Ruston, harus ada niat dari pemerintah dan DPR agar UU Konsultan Pajak ini bisa terealisasi.

“Karena, pembentukan UU itu atas inisiatif pemerintah, DPR, dan atau inisiatif dari keduanya,” kata Ruston lagi.

Dia berharap Kementerian Keuangan bisa ikut membantu menggolkan UU tersebut. Karena dalam UU itu berbagai unsur kepentingan masuk, baik pemerintah, konsultan pajak, maupun wajib pajak. (bl)

 

 

Di MoU PERTAPSI Ruston Tegaskan IKPI Komitmen Bantu Mahasiswa Siap Kerja

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia terus menunjukkan komitmennya terhadap dunia pendidikan, khususnya di bidang perpajakan dan kepabeanan. Bagaimana tidak, dihadapan para ketua umum asosiasi konsultan pajak yang hadir dalam acara memorandum of understanding (MoU) para asosiasi konsultan pajak dengan Perkumpulan Tax Center dan Akademisi Pajak Seluruh Indonesia (PERTAPSI) di Menara DDTC, Jakarta, Senin (31/7/2023), Ketua Umum IKPI menegaskan akan membantu mahasiswa untuk siap menghadapi dunia kerja.

“Dengan jumlah yang mencapai 6.300, IKPI siap menerima mahasiswa untuk magang di setiap kantor konsultan pajak milik anggota IKPI. Artinya, apa yang di MoU kan hari ini sebenarnya sudah dijalankan IKPI sejak beberapa tahun belakangan,” kata Ruston di acara tersebut.

(Foto: Dok. Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Diungkapkan Ruston, di perguruan tinggi pada jurusan apapun baik itu akuntansi, administrasi fiskal atau lainnya, tidak ada yang memberikan ilmu spesialis. Dengan demikian, sampai saat ini tidak ada kurikulum yang memang didesain khusus untuk akuntan publik atau konsultan pajak.

Oleh karena itu lanjut Ruston, sangat penting untuk melakukan kolaborasi antara perguruan tinggi dengan asosiasi/praktisi. Sehingga pengetahuan yang diperoleh dari perguruan tinggi, tentu akan ditingkatkan dan dilengkapi dengan kompetensi ketika mau memasuki dunia profesi/kerja.

“Jadi IKPI sangat menyambut baik adanya MoU dengan PERTAPSI ini. Selanjutnya, MoU ini tentu akan ditunjukan dalam bentuk kerja sama nyata dan IKPI siap untuk bekerja sama selanjutnya,” kata Ruston.

(Foto: Dok. Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Dalam sambutannya, Ruston juga menyebutkan bahwa IKPI dan PERTAPSI selalu “beririsan”. Artinya banyak juga di dalam PERTAPSI yang berprofesi sebagai akademisi yang menjadi konsultan pajak. Tetapi sebaliknya juga banyak konsultan pajak yang menjadi akademisi.

“Saya dan pak Darussalam (Ketum PERTAPSI) ini, dahulu sama-sama mengajar di Universitas Indonesia (UI) menjadi dosen perpajakan internasional. Kemudian, terus berkiprah di dunia perpajakan sebagai konsultan pajak,” ujar Ruston seraya mengenang kebersamaannya.

Diakhir sambutannya dia mengatakan, sebagai konsultan pajak tentu mereka sering mengucapkan kepatuhan sukarela terhadap wajib pajak. Oleh karena itu, Ruston mengajak seluruh asosiasi konsultan pajak untuk konsisten memberikan pemahaman kepada para wajib pajak.

(Foto: Dok. Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

“Memberikan pemahaman literasi perpajakan, merupakan tanggung jawab moral yang harus kita pikul bersama. Diharapkan, keberadaan kita sebagai konsultan pajak ikut membantu pemerintah dalam menyadarkan masyarakat tentang pentingnya membayar pajak bagi kehidupan berbangsa dan bernegara,” kata Ruston.

Pada kesempatan yang sama, Darussalam dalam sambutannya di hadapan para ketua umum asosiasi menyatakan bahwa dirinya menyambut baik adanya MoU tersebut. Diharapkan, hal ini bisa membawa kemajuan bagi sistem perpajakan di Indonesia.

“Dengan banyaknya dukungan organisasi profesi, mudah-mudahan hal ini bisa mewarnai sistem perpajakan di Indonesia ke arah positif,” ujarnya.

Sekadar informasi, hadir dalam kesempatan tersebut sejumlah Pengurus Pusat IKPI yakni, Sekretaris Umum IKPI Jetti, Wakil Sekretaris Umum IKPI Toto, Ketua Departemen Sosial dan Pengabdian Masyarakat IKPI Alwi A Tjandra, Ketua Departemen Pendidikan IKPILisa Purnamasari, Ketua Departemen Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) IKPI Vaudy Starworld, dan Ketua Bidang Komunikasi dan Hubungan dengan Lembaga/Instansi/Asosiasi, Departemen Humas IKPI Louis Jordan Panggabean. (bl)

 

Ketum IKPI: PKE Kemenkeu Jembatan Masyarakat Mengenal Profesi Keuangan

IKPI, Jakarta: Profesi Keuangan Expo (PKE) 2023, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), baru saja berakhir. Kegiatan yang dilakukan sejak 25-26 Juli ini menghadirkan banyak asosiasi yang berkecimpung di sektor keuangan, salah satunya adalah Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI).

Kegiatan yang dimotori Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (P2PK), Kemenkeu ini berjalan dengan sangat lancar. Terlihat ratusan masyarakat dari berbagai latar belakang hadir memadati ruang pameran di Gedung Dhanapala, Kemenkeu.

Mahasiswa dan dosen dari berbagai perguruan tinggi juga nampak hadir, dan antusias mengikuti kegiatan selama dua hari ini. Mereka, nampak mengunjungi booth pameran dan menggali informasi dari para penjaga booth yang memang diisi oleh anggota asosiasi itu sendiri.

Pada booth Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) yang berada persis dihadapan pintu masuk, nampak mahasiswa dari Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Ibnu Khaldun Bogor, berinteraksi dengan penjaga booth yakni Hijrah Hafiddudin, dan beberapa pengurus lainnya dari Departemen Humas PP-IKPI.

Ketertarikan para mahasiswa kepada IKPI, rupanya semakin jelas karena secara bergantian mereka terus mengunjungi booth tersebut.

Menanggapi hal ini, Ketua Umum IKPI Ruston Tambunan mengatakan kalau kegiatan Profesi Keuangan Expo ini merupakan acara yang sangat bagus dan edukatif. “Masyarakat dan mahasiswa bisa lebih mengenal seperti apa profesi keuangan, dan apa yang dilakukan mereka,” kata Ruston, Kamis (27/7/2023).

Bagi para mahasiswa lanjut Ruston, kegiatan ini merupakan kesempatan emas untuk mereka belajar dan menentukan pilihan profesi mana yang nanti mereka akan tekuni saat memasuki dunia pekerjaan. “Setelah itu, baru mereka lanjut memilih asosiasi mana yang mereka akan masuk untuk tempat berkumpul,” ujarnya.

Dia berpesan, kepada mahasiswa-mahasiswa yang menginginkan berprofesi di sektor keuangan, kegiatan ini sangat bagus untuk mereka kunjungi dan cari tahu sebanyak-banyaknya mengenai asosiasi dan bagaimana cara mereka bekerja. Karena lanjut Ruston, saat masa kuliahnya, tidak ada kegiatan-kegiatan seperti ini sehingga untuk menambah literasi harus dengan mencari-cari buku atau bertanya kepada senior yang sudah terjun di profesi tersebut.

“Saya dahulu masuk ke Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) tidak ada tujuan kedepan mau jadi apa. Yang saya tahu, STAN itu sekolah gratis ya saya berjuang untuk bisa masuk ke kampus itu,” kata Ruston.

Dengan demikian, untuk mahasiswa di zaman ini, mereka sangat beruntung karena sudah banyak kegiatan yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah maupun asosiasi yang memperkenalkan tentang profesi keuangan. Kegiatan itu, menjadikan mereka lebih banyak pilihan minat terhadap pekerjaan yang akan diambil nantinya.

Dikatakannya, jika para mahasiswa tertarik dengan konsultan pajak dan kedepan menginginkan untuk bergabung dengan asosiasi konsultan pajak, dia menyampaikan ada empat pilihan asosiasi yang bisa diambil salah satunya adalah IKPI. Di mana asosiasi ini merupakan asosiasi konsultan pajak yang memiliki lebih dari 6.000 anggota dan juga sebagai asosiasi konsultan pajak tertua di Indonesia.

Lebih lanjut Ruston juga mengungkapkan, IKPI berkomitmen untuk konsisten mendukung penyelenggaraan kegiatan tersebut.

Sekadar informasi, selain membuka booth pameran, IKPI juga ikut berpartisipasi pada setiap topik-topik diskusi perpajakan yang digelar di acara itu sejak 25-26 Juli 2023. Dalam dua kesempatan gelaran diskusi perpajakan itu, IKPI menurunkan narasumber yang sangat berkompeten yakni Ketua Umum IKPI Ruston Tambunan dan Ketua Departemen Hubungan Internasional, IKPI T Arsono.

Dalam gelaran diskusi itu, di hadapan ratusan peserta yang terdiri dari dosen, mahasiswa, pegawai pemerintah, swasta, dan anggota asosiasi, sebagai narasumber diskusi Ruston menjelaskan apa itu tugas dari konsultan pajak, dan bagaimana prospek dari pekerjaan itu, apakah bisa dijadikan sebagai pekerjaan yang menjanjikan?.

Pada kesempatan itu, Ruston-pun menyampaikan kalau profesi konsultan pajak adalah pekerjaan yang bisa menjanjikan masa depan yang cukup. Tetapi, lagi-lagi dia mengingatkan kalau integritas serta kepatuhan terhadap kode etik profesi dan peraturan perpajakan harus menjadi pegangan. “Kalau melenceng, bersiap menghadapi risiko hukum yang berlaku,” katanya. (bl)

Ketum IKPI Kembali Suarakan Pentingnya Keberadaan UU Konsultan Pajak

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Ruston Tambunan, kembali menyuarakan pentingnya keberadaan Undang-Undang (UU) Konsultan Pajak. Pasalnya UU tersebut bukan hanya untuk berbicara mengenai perlindungan profesi konsultan pajak, melainkan juga untuk memperjuangkan melindungi hak-hak wajib pajak untuk mendapat bantuan yang terkadang terabaikan.

Lebih lanjut Ruston mengungkapkan, agar kapasitas dan kedudukan konsultan pajak kuat secara hukum, khususnya terkait hak serta kewajibannya bisa dijamin, maka jawabannya harus ada UU Konsultan Pajak.

“Karena kalau Konsultan Pajak hanya berpegangan dengan Peraturan Menteri Keuangan, itu tidaklah kuat dan kapan saja peraturan itu bisa berubah sesuai dengan keinginan pemerintah,” kata Ruston di sela kegiatan Profesi Keuangan Expo 2023 di Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (26/7/2023).

Dengan demikian kata Ruston, jika payung hukumnya berupa UU, maka semua pihak terkait akan tunduk dan terikat, baik profesi, otoritas pajak, dan masyarakat Wajib Pajak.

“Dengan UU Konsultan Pajak, pastinya akan ada kepastian juga terhadap sanksi bagi para pelanggar. Kalau sekarang, sanksi profesi hanya berdasarkan kode etik profesi yang pastinya hal itu berbeda-beda di setiap asosiasi,” ujarnya.

Ruston mencontohkan, IKPI melarang keras seluruh anggotanya untuk mengiklankan kantor konsultan pajak yang mereka miliki mlewati batas yang diperkenankan berdasarkan Kode Etik, dan akan ada sanksi yang diberikan bagi anggota yang melanggar. Tetapi apa yang dilarang IKPI, belum tentu juga dilarang oleh tiga asosiasi sejenis lainnya. “Ini yang seharusnya segera ditertibkan oleh Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (P2PK),” katanya.

Ironisnya kata dia, sekarang banyak orang menjalankan sebagai Kuasa Wajib Pajak tetapi mereka tidak bernaung di asosiasi manapun. Mirisnya, orang model seperti ini tetap dianggap sah oleh pemerintah padahal kompetensinya masih dipertanyakan.

Seakan, mereka cukup mengandalkan sertifikat kursus brevet pajak terlepas dari siapa penyelenggara kursus dan bagaimana kurikulum atu modulnya dan berapa lama kursus dilaksanakan dan tidak perlu sertifikat kelulusan Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak, mereka sudah diterima menjadi Kuasa WP oleh kantor pajak.

Selain itu mereka tidak punya kewajiban atas satuan kredit Pengembangan Profesi Berkelanjutan (PPL) dan pastinya tidak pernah diwajibkan untuk membuat laporan tahun kepada pemerintah.

Lebih jauh Ruston mengatakan, kemarin Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan sambutan pada kegiatan profesi keuangan expo 2023 sangat bagus sekali. saya menilai apa yang disampaikannya itu bisa diistilahkan “daging semua”. Karena inti dari profesi adalah kompetensi dan integritas.

Jadi, sebenarnya dua syarat itu yang membuat profesi konsultan pajak itu bisa dipercaya oleh dua pihak yaitu wajib pajak dan otoritas pajak. Dengan demikian, sebagai intermediaries, konsultan pajak harus bisa dipercaya kedua belah pihak sebab jika sudah tidak dipercaya otomatis jasanya tidak akan ada yang akan menggunakan lagi.

“Itu merupakan bagian lain yang harus diperhatikan pemerintah terhadap profesi konsultan pajak. Jadi, pemerintah bukan hanya membina dan mengawasi tetapi juga harus diberikan jalan keluar bagaimana profesi konsultan pajak bisa benar-benar diperkuat dan dilindungi dengan UU, dan itu penting untuk diperhatikan,” katanya.

Diberitakan sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Pembukaan Profesi Keuangan Expo 2023 di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa (25/7/2023) mengingatkan agar profesi keuangan akuntan, aktuaria, konsultan pajak dan lain sebagai untuk menjalankan pekerjaannya dengan kompeten, terlebih lagi bagi mereka yang memiliki predikat profesional.

Artinya, ketika profesi keuangan tersebut tidak kompeten, maka dia akan menjadi sumber masalah bagi banyak pihak. Bahkan, bukan tidak mungkin bisa menimbulkan risiko sistemik.

“Begitu profesi keuangan itu sumber masalah, entah karena dia tidak kompeten, tidak kompeten tuh dalam bahasa pergaulan bego, atau lebih kasar lagi tolol, tapi memiliki predikat profesional, itu bahaya. Sama seperti kita punya bus atau pesawat, yang menyetir nggak bisa nyetir, kita semuanya ada dalam bahaya,” ujarnya.

“Orang pintar cobaannya beda dengan orang bego. Orang pintar itu melihat semua opportunity, di situ letak integritas menjadi ujian. Anda tergoda dan mengorbankan profesionalisme dan etika karena Anda melihat peluang,” katanya.

Oleh karena itu, Sri Mulyani berharap teman-teman profesi keuangan terus menanamkan prinsip ini dalam ikatan profesi maupun dalam diri individu masing-masing. Prinsip ini pun sangat dibutuhkan ketika menegakkan reformasi di sektor keuangan. (bl)

 

IKPI Mendorong Adanya Re-desain Peraturan Perpajakan

IKPI, Jakarta: Saat ini kita sering menjumpai pada sudut kantor-kator lembaga pemerintah, tulisan “ASEAN Matters: Epicentrum of Growth”. Bahwa tulisan tersebut merupakan cita-cita luhur bagi Indonesia dan masyarakat ASEAN untuk menjadikan wilayah ASEAN sebagai Epicentrum of Growth. Epicentrum of Growth dapat dimaknai sebagai pusat pertumbuhan ekonomi sehingga ke depannya agar ASEAN menjadi lebih adaptif, responsif, dan berdaya saing.

Cita-cita luhur tersebut, sudah sepantasnya mendapat dukungan dari seluruh kalangan tidak saja Pemerintah selaku pembuat kebijakan namun termasuk pula Konsultan Pajak. Demikian dikatakan Ketua Departemen Hubungan Internasional Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) T. Arsono dalam acara Profesi Keuangan Expo 2023 di Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan, Rabu (26/7/2023).

(Foto: Dok. Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Menurut Arsono, dari sisi kebijakan perpajakan, ada beberapa hal yang harus diperbaiki bila kita menginginkan bersama-sama mewujudkan cita-cita luhur sebagaimana arahan oleh Presiden Joko Widodo.

Salah satu kebijakan perpajakan yang harus diterapkan kata dia, adalah fundamental freedom (antara lain) freedom of movement of capital dan freedom of establishment. Orientasi perpajakan di Indonesia tidak seharusnya berfokus pada capaian target penerimaan saja, melainkan juga menciptakan lingkungan bisnis yang bersahabat dengan arus investasi baik investasi masuk (inbound) maupun investasi keluar (outbound).

Bahwa saat ini ketentuan perpajakan yang ideal masih perlu diupayakan sehingga perlakuan perpajakan lebih menggambarkan utilisasi palayanan public yang diberikan oleh Pemerintah. Pemilihan bentuk usaha seperti Cabang misalnya – masih diberikan perlakukan perpajakan yang kurang menguntungkan bila dibandingkan dengan pemilihan bentuk usaha anak perusahaan (subsidiary). Sehingga pembedaan perlakuan seperti ini mengurangi kebebasan bagi para pelaku usaha. Padahal pemilihan bentuk usaha anak perusahaan (subsidiary) belum tentu cocok bagi para pelaku usaha luar negeri yang ingin masuk ke Indonesia.

(Foto: Dok. Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Sesuai topik Epicentrum of Growth lanjut Arsono, tentu akan muncul pertanyaan apakah perlu untuk melakukan re-design ulang Undang-Undang Perpajakan yang berlaku ?. Mengingat masih ada beberapa peraturan yang belum ideal untuk diterapkan. Namun saya tidak ingin mengatakan bahwa peraturan perpajakan yang berlaku saat ini merupakan peraturan yang salah,” ujarnya.

Jika pemerintah menginginkan ASEAN sebagai wilayah yang punya daya saing tinggi, Arsono menuturkan ada dua fundamental freedom yang seharusnya diterapkan dalam kebijakan perpajakan Indonesia. “Bagi teman-teman yang belajar kebijakan Pajak Penghasilan (PPh) pasti telah mengetahuinya, yang dikenal dengan freedom of movement of capital dan freedom of establishment,” kata dia.

Apa yang dimaksud freedom of movement of capital? Arsono mencontohkan bahwa suatu investasi harus diberikan kebebasan apakah harus melakukan investasi ke dalam maupun keluar (inbound atau outbound). Demikian juga dengan freedom of establishment yang dapat dimaknai sebagai setiap pelaku bisnis harus diberikan kebebasan memilih bentuk usuha yang paling tepat untuk kepentingan bisnis mereka.

(Foto: Dok. Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

“Para pelaku usaha boleh masuk ke Indonesia melalui kantor cabang. Hal ini sebagaimana telah dilakukan berbagai perbankan internasional yang beroprasi di Indonesia melalui bentuk cabang atau mungkin bentuk yang lain seperti pendirian anak perusahaan di Indonesia, dan sebagainya,” kata Arsono.

Untuk itu, Arsono menegaskan bahwa tidak boleh ada perlakuan perpajakan yang berbeda. Meskipun secara legal bentuk usaha tersebut berbeda. Namun sekali lagi pajak akan mendasarkan pada substansi ekonomi-nya.

Inilah kata dia, beberapa persoalan yang harus ditinjau kembali sebagai langkah untuk mencapai ASEAN Matter: Epicentrum of Growth.

Lebih jauh dia mengungkapkan, jika melihat situasi di mana subjek pajak luar negeri memilih untuk melakukan bisnisnya melalui anak perusahaan, maka di sini bisa dilihat ada perbedaan perlakuan dengan mereka yang memilih masuk ke Indonesia melalui cabang, mengapa?

Kita dapat melihat pada Pasal 4 ayat 3 huruf f) Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, dikatakan di sana bahwa dividen yang dibagikan oleh subjek pajak dalam negeri kepada badan bukan merupakan obyek pajak. Dalam situasi ini pengenaan pajak berganda (economy double taxations) akibat penerapan classical system perpajakan dapat dihilangkan.

Namun kata Arsono, ketika dividen itu dibagikan kepada subyek pajak luar negeri, sebagaimana ketentuan sebagaimana Pasal 26 Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, dividen tersebut akan dikenakan pajak penghasilan sebesar 20%. Walaupun demikian besaran tarif pajak sebesar 20% tersebut dapat berkurang menjadi 5%, 10% atau 15% sesuai perjanjian penghindaran perpajakan antara Indonesia dengan mitra treatynya. Dan bisa pula menjadi bukan obyek pajak apabila deviden tersebut diinvestasikan kembali di Indonesia.

“Jadi situasinya sebenarnya sama, tetapi yang membedakan adalah satu sebagai Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN) dan Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN), namun dalam situasi yang pertama, economy double taxations dapat dihilangkan sedangkan dalam situasi kedua pengenaan pajak berganda (“economic double taxation”) tidak bisa dihindari” katanya.

Saya melihat dalam situasi ini, masih terdapat perbedaan perlakuan perpajakan antara situasi yang pure domestic dengan situasi lintas batas (“cross border”).

Hal kedua menurut Arsono berkaitan dengan kerugian, yang masih terdapat perbedaan perlakuan. Contohnya, dalam situasi pure domestic – kerugian cabang tentu langsung dapat dikonsolidasi dengan kentungan kantor pusat. Namun perlakuan yang berbeda, yakni dalam situasi lintas batas (“cross border”) atas kerugian tersebut tidak dapat dikonsolidasi. Pengaturan yang demikian masih merupakan pengaturan yang belum ideal. Tentu pilihan Undang-Undang Perpajakan yang demikian didasarkan pada pertimbanhgan dan alasan tertentu.

“Namun, jika kembali kepada cita-cita luhur yakni mewujudkan ASEAN sebagai Epicentrum of Growth, maka pembedaan perlakuan perpajakan yang seperti itu harus dipertimbangkan kembali ssehingga terdapat freedom of movement of capital dan freedom of establishment.

Kembali dicontohkan Arsono, jika dirinya memilih mendirikan cabang di Singapura (outbound) dibandingkan mendirikan cabang perusahaan di Medan (inbound) – siituasi ini akan mendapatkan perlakuan perpajakan yang berbeda.

“Karena kantor pusat perusahaan itu berada di Jakarta, maka jika terjadi kerugian pada cabang Medan mereka, kerugian tersebut akan dikonsilodasikan dengan kantor Pusat di Jakarta. Tetapi apabila kerugian itu terjadi di kantor cabang Singapura, maka kerugian tersebut tidak bisa dikonsolidasikan dengan kantor pusat Jakarta. Perbedaan perlakuan perpajakan seperti itu akan menjadi penghalang bagi para pelaku bisnis Indonesia untuk bergerak keluar (ekspansi),” ujarnya.

Padahal kata Arsono, bahwa perluasan usaha keluar (outbound) dengan pembukaan cabang di luar negeri sebagai langkah awal ekspansi demi kejayaan para pelaku usaha Indonesia ke luar negeru, tetapi mereka terbelenggu oleh kebijakan perpajakan yang tidak menguntungkan. “Jadi, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan kembali agar freedom of movement of capital dan freedom of servicemen bisa berjalan dengan baik, sehingga ASEAN sebagai epicentrum of growth itu bisa dicapai,” kata Arsono. (bl)

Puluhan Mahasiswa Hadiri Profesi Keuangan Expo 2023, IKPI: Kami Berharap Mereka Siap Hadapi Dunia Kerja

IKPI, Jakarta: Gelaran Profesi Keuangan Expo 2023 yang digagas Kementerian Keuangan (Kemenkeu), rupanya bukan hanya menarik bagi para asosiasi sektor tersebut untuk ikut ambil bagian. Tetapi, puluhan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di wilayah Jabodetabek juga ikut ambil bagian dalam kegiatan tahunan tersebut.

Dzira Mifta Priyandini, mahasiswi dari Universitas Ibnu Khaldun Bogor bersama dengan enam kawannya terlihat antusias mengikuti kegiatan ini. Meski hadir sebagai tamu undangan dari Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), mereka mengaku bahwa acara Profesi Keuangan Expo ini merupakan suatu kegiatan yang menarik untuk diikuti dan menambah ilmu pengetahuan mereka tentang profesi keuangan.

Sebagai mahasiswa yang menjadikan konsultan pajak sebagai cita-citanya, Dzira mengaku sangat tertarik mengetahui lebih jauh mengenai profesi ini. “Cita-cita ini yang membuat saya dan teman-teman sangat antusias mengikuti kegiatan ini,” katanya saat ditemui di Booth IKPI, di acara Profesi Keuangan Expo 2023, Selasa (25/7/2023).

(Foto: Dok Sekretariat PP IKPI)

Lebih lanjut dia mengungkapkan, menggali profesi konsultan pajak langsung pada ahlinya jauh lebih menantang dan menarik dibandingkan hanya mencerna teori. Dengan demikian, dia berharap kegiatan seperti ini rutin diselenggarakan dan mengundang perguruan tinggi.
“Jika pengalaman lapangan sudah kami dapatkan semasa masih di bangku kuliah, maka setelah lulus tentunya kami akan siap menghadapi dunia kerja karena ilmunya sudah didapatkan,” kata Dzira.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Departemen Humas IKPI Henri PD Silalahi mengatakan bahwa tujuan pihaknya melibatkan perguruan tinggi pada kegiatan ini memang bertujuan untuk memberikan pengenalan dan pengetahuan mengenai profesi keuangan khususnya Konsultan Pajak.

Dengan demikian kata Henri, diharapkan nantinya mereka akan mengetahui dan mengenal apa itu Konsultan Pajak, apa itu Ikatan Konsultan Pajak dan bagaimana perannya dalam ekosistem perpajakan Indonesia. “Ini sangat penting, jika nantinya mereka memilih profesi konsultan pajak sebagai pekerjaan atau profesinya, maka langkah mereka menjadi mantap dan mengetahui asosiasi mana yang akan mereka pilih sebagai wadah profesi untuk berkumpul, berdiskusi dengan rekan seprofesi,” kata Henri di lokasi acara.

Person in charge (PIC) Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Hijrah Hafiddudin (kiri) memberikan keterangan kepada mahasiswa/i Universitas Indonesia (UI) yang mengunjungi booth IKPI dalam acara Profesi Keuangan Expo 2023 di Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (25/7/2023). (Foto: Dok. Sekretariat PP IKPI/Bayu Legianto)

Lebih lanjut dia mengungkapkan, mengapa profesi konsultan pajak sangat penting? Tentu ini harus diketahui masyarakat khususnya para mahasiswa yang hadir dalam kegiatan ini.
Jika dikaitkan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kata Henri, dengan tingkat tax ratio 10-11% tahun 2022 terhadap PDB, kontribusi sektor perpajakan untuk penerimaan APBN lebih dari 70%. Saat ini jumlah Konsultan Pajak Terdaftar masih 6000an dengan demikian diperlukan pertumbuhan Konsultan Pajak yang cepat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sebagai mitra Wajib Pajak dalam menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya.

Oleh karena itu, masyarakat perlu diedukasi mengenai pajak serta manfaatnya, dan jangan lupa juga ada kontribusi konsultan pajak yang berperan di dalamnya.

“Melibatkan mahasiswa adalah upaya edukasi yang kita lakukan dan akan terus kita lanjutkan dalam rangka edukasi perpajakan serta bersamaan dengan itu juga menumbuhkan minat Mahasiswa terhadap sektor perpajakan khususnya profesi Konsultan Pajak,” ujarnya.

Menurut dia, semakin banyak masyarakat yang mengetahui profesi konsultan pajak dan perannya maka tentunya akan semakin banyak masyarakat yang tertarik dengan profesi Konsultan Pajak dan semakin banyak yang menggunakan jasa konsultan pajak, hal ini tentu akan semakin baik bagi masyarakat khususnya Wajib Pajak dan pada akhirnya akan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Artinya, ini juga bisa berdampak positif bagi penerimaan pajak kedepannya.

Yang tidak kalah pentingnya lanjut Henri, masyarakat tidak lagi memandang pajak adalah sesuatu yang negatif bagi mereka. Karena sesungguhnya, masyarakat bisa merasakan langsung manfaat dari pajak yang mereka bayarkan, seperti pembangunan infrastruktur, kesehatan, pendidikan, bantuan sosial dan berjalannya roda ekonomi serta pemerintahan secara stabil dan berkesinambungan. ujarnya. (bl)

Artificial Intelligence Bisa Gantikan Peran Konsultan Pajak? Ini Kata Ketum IKPI

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam sambutannya pada acara Profesi Keuangan Expo 2023 di Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (25/7/2023) berkomentar soal perkembangan teknologi digital yang belakangan memungkinkan produktivitas dan bisnis semakin meningkat, khususnya kecerdasan artifisial atau artificial intelligence (AI). Bukan tidak mungkin teknologi tersebut mendisrupsi suatu pekerjaan yang sebelumnya dijalankan manusia, termasuk konsultan pajak atau profesi di sektor keuangan lainnya.

Menanggapi pernyataan itu, Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Ruston Tambunan mengatakan bahwa pada dasarnya konsultan pajak harus memanfaatkan teknologi secara maksimum, termasuk artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan. Hal ini dikatakannya sangat memudahkan seseorang dalam melakukan pekerjaan.

“Kalau dalam praktiknya, jelas AI akan memudahkan kita sebagai konsultan pajak. Kita akan bisa mengolah data dalam jumlah besar, bekerja secara efisien, cepat dan akurat,” kata Ruston saat menjadi salah satu narasumber di Profesi Keuangan Expo 2023, Selasa (25/7/2023).

(Foto: Dok Sekretariat PP IKPI/Bayu Legianto)

Oleh karena itu kata dia, pekerjaan sebagai konsultan pajak lebih banyak kepada hal-hal yang kompleks. Artinya, konsultan pajak tidak lagi menangani pekerjaan-pekerjaan yang Kognitif, repetitif yang bisa dikerjakan oleh mesin.

“AI bisa bekerja lebih teliti dalam mengukur risiko perpajakan dari satu wajib pajak, misalnya perusahaan. Dengan melakukan analisis yang dimasukan dalam otak mesin, maka risiko-risiko perpajakan, seperti complience dari wajib pajak akan lebih bisa teridentifikasi. Nah, disinilah bagaimana manusia (konsultan pajak) bisa memanfaatkan AI sebagai suatu teknologi yang memudahkan pekerjaan mereka dan bukan menggantikannya,” kata Ruston.

Selain itu lanjut Ruston, bagi konsultan pajak dan wajib pajak AI juga membantu dalam menghadapi pemeriksaan pajak, atau melakukan analisis dalam kita menangani keberatan dan banding. “Nah yang paling mudah lagi yang bermanfaat sebenarnya adalah ChatGPT, dimana ini memudahkan kita menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sudah ada di dalam peraturan dengan cepat,” ujarnya.

Dengan demikian, sebagai konsultan pajak tidak perlu lagi susah-susah mencari jawaban secara manual karena sudah ada ChatGPT yang membantu memudahkan kerja mereka.

(Foto: Dok Sekretariat PP IKPI/Bayu Legianto)

Tetapi kata Ruston, dibalik kemudahan teknologi AI tentu ada hal yang mengancam bagi segelintir konsultan pajak yang tidak mau mengikuti kemajuan teknologi atau masih menggunakan cara konservatif. Kalau hanya pekerjaan-pekerjaan yang compliance atau biasa diistilahkan dengan bread and butter untuk konsultan pajak, itu bisa oleh AI.

Dengan teknologi AI, bisa saja profesi konsultan pajak akhirnya terdisrupsi jika tidak mau mengikuti perkembangan teknologi. Dengan demikian, literasi teknologi digital memang harus terus ditambah, karena tidak bisa dipungkiri kemajuan teknologi memaksa semua orang untuk ikut beradaptasi dan menggunakan jika tidak ingin tergerus dengan kebutuhan.

Ancaman lainnya lanjut dia, adalah berlomba-lomba untuk mengembangkan teknologi berbiaya besar. “Jadi, nanti akan ada persaingan orang yang bisa mengakses teknologi versus miskin teknologi karena masih bertahan dengan cara-cara konservatif. Hal ini bisa menimbulkan persaingan yang sangat-sangat kental di antara konsultan pajak,” ujarnya.

Oleh karena itu, Ruston mengimbau sebagai konsultan pajak AI harus dipandang sebagai teknologi yang bisa mempermudah proses pekerjaan tetapi tidak menggantikan manusia (konsultan pajak) dengan mesin.

“Karena konsultan pajak itu bekerja berdasarkan aturan, interpretasi, argumentasi, hingga pemberian izin praktik hanya bisa diberikan kepada manusia dan bukan mesin. Karena untuk mendapatkan itu, seseorang harus memiliki kompetensi yang standarnya sudah ditetapkan, jadi gak bisa sembarangan. Karena tidak mungkin kita meminta robot untuk mengikuti ujian sertifikasi konsultan pajak,” kata Ruston. (bl)

IKPI: Putusan MK Tentang Pengadilan Pajak Meletakkan Pondasi yang Tepat Kepada Pengadilan Pajak

IKPI, Jakarta: Beberapa waktu lalu Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan pengujian UU No.14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak melalui putusan MK bernomor 26/PUU-XXI/2023. Permohonan yang diajukan Nurhidayat dkk itu pada pokoknya meminta majelis Mahkamah Konstitusi untuk menguji konstitusionalitas Pasal 5 ayat (2) UU Pengadilan Pajak yang berbunyi “Pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan bagi Pengadilan Pajak dilakukan oleh Departemen Keuangan”.

Melihat hasil putusan MK tersebut, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) rupanya tertarik membahasnya lebih jauh. Karena, sebagai asosiasi konsultan pajak tertua dan terbesar dengan memiliki lebih dari 6.000 anggota hal itu sangat penting untuk dicermati dan digali lebih mendalam.

Anggota Departemen Litbang, IKPI Arifin Halim mengatakan putusan MK itu harus dilihat secara objektif. Karena, pasca putusan atas Pasal 5 ayat (2) UU Pengadilan Pajak, maka sejak 31 Desember 2026 nanti pembinaan atas Pengadilan Pajak menjadi satu atap oleh Mahkamah Agung.

Menurut Arifin, putusan itu sejalan dengan trias politica yang dianut Indonesia yaitu memisahkan kekuasaan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Dengan  Pengadilan Pajak sepenuhnya di bawah yudikatif/Mahkamah Agung, masyarakat Wajib Pajak termasuk dalam hal ini investor tentu melihatnya sebagai hal yang positif, karena eksekutif sudah tidak terlibat dalam Pengadilan Pajak. Pengadilan Pajak yang berada satu atap di bawah MA juga sejalan dengan Pasal 24 UUD NRI Tahun 1945.

“Hal ini akan memberikan keyakinan bagi para stake holders termasuk investor akan independensi hakim Pengadilan Pajak semakin meningkat dalam memutuskan perkara,” kata Arifin melalui pesan Whatsapp, Senin (10/7/2023).

Lebih lanjut Arifin mengungkapkan, investor saat akan memutuskan berinvestasi di suatu negara, sangat memperhatikan kepastian hukum di negara mana tujuan investasinya. Dengan demikian, apa yang menjadi keputusan MK adalah tepat.

Dicontohkannya, pasca perang dagang Amerika Serikat dengan China (tahun 2018-2019), 33 perusahaan melakukan opsi relokasi usaha keluar dari China dan saat itu Indonesia bukan negara tujuan investasi mereka. Kemudian Nissan Motor Co., Ltd di Jepang pada bulan Mei 2020 resmi mengumumkan penutupan pabrik mobilnya di Purwakarta, Indonesia dan selanjutnya berkonsentrasi di pabriknya yang ada di Thailand, kemudian di Thailand mereka merekrut karyawan baru sebanyak 2.000 orang. 

“Kita berharap di masa mendatang, Indonesia lebih menjadi negara tujuan investasi bagi investor. Untuk itu kepastian hukum yang berkeadilan sangat dibutuhkan, dan keputusan MK ini adalah salah satunya,” kata Arifin.

Selain itu kata dia, tersedianya kuasa hukum pada pengadilan pajak dalam jumlah yang cukup dan memiliki keahlian khusus sebagaimana yang dimiliki oleh konsultan pajak yang mampu menangani  sengketa pajak dengan profesional adalah bagian dari lahirnya kepastian hukum yang berkeadilan melalui Pengadilan Pajak.

Disinggung apakah putusan MK tersebut bisa menjadi ancaman bagi profesi konsultan pajak yang beracara di pengadilan, Arifin menjelaskan bahwa dirinya belum melihat ada ancaman kearah itu. 

Menurut dia, Pengadilan Pajak adalah Pengadilan Khusus sebagaimana diatur dalam Pasal 9A UU No.5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana  telah diubah beberapa kali terakhir dengan UU No. 51 Tahun 2009. Sengketa pajak yang masuk ke Pengadilan Pajak adalah sengketa yang sangat khusus dan membutuhkan keahlian khusus dalam menanganinya.

“Jadi, diperlukan  kuasa hukum pada pengadilan pajak  yang menguasai peraturan perpajakan dengan baik, ilmu akuntansi, ilmu ekonomi, dan proses bisnis, yang saat ini telah dimiliki oleh konsultan pajak,” ujarnya.

Dia juga mengungkapkan, pengadilan khusus yang mirip dengan Pengadilan Pajak juga dapat dilihat dalam Peradilan Hubungan Industrial yang merupakan pengadilan khusus dari lingkungan peradilan umum. Dalam Pasal 87 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial mengatur ”Serikat pekerja/serikat buruh dan organisasi pengusaha dapat bertindak sebagai kuasa hukum untuk beracara di Pengadilan Hubungan Industrial untuk mewakili anggotanya”.

“Kuasa hukum pada Pengadilan Pajak yang tidak menguasai keahlian khusus seperti yang telah dimiliki oleh Konsultan Pajak akan sangat merugikan wajib pajak yang mencari keadilan atas sengketa pajak yang dihadapinya. Bila hal ini terjadi, tentu  dapat menurunkan minat investor untuk berinvestasi di Indonesia,” katanya.

Kemajuan dunia internet menjadikan dunia menjadi tanpa batas, sehingga bila ada informasi yang tidak kondusif tentang iklim investasi, hal itu  akan sangat dengan mudah menyebar di seluruh dunia. Bila hal ini terjadi pada Indonesia, tentu menjadi kontraproduktif bagi promosi investasi Indonesia.

“Oleh karena itu, Mahkamah Agung perlu untuk mempertahankan hukum acara tentang persyaratan seorang kuasa hukum pada pengadilan pajak sebagaimana yang sudah berjalan selama ini,” ujarnya.

Saat ditanya apakah dengan adanya putusan ini konsultan pajak bisa tetap beracara di Pengadilan Pajak, Arifin menjelaskan bahwa hal itu masih diperbolehkan kecuali hukum acaranya tentang persyaratan seorang kuasa hukum pada Pengadilan Pajak diubah oleh Mahkamah Agung. 

Hal senada juga disampaikan Ketua Umum IKPI Ruston Tambunan bahwa siapa yang dapat mewakili seseorang di Pengadilan Pajak nanti setelah 31 Desember 2026, yaitu setelah organisasi, administrasi dan keuangan Pengadilan Pajak sepenuhnya dibawah Mahkamah Agung, hal itu tergantung dari Hukum Acara yang akan diterapkan oleh Mahkamah Agung sendiri nanti. 

Sepanjang Mahkamah Agung masih mengadopsi Hukum Acara Pengadilan Pajak yang masih berlaku saat ini mengingat kekhususan Pengadilan Pajak dimana yang menjadi syarat utama Kuasa Hukum adalah penguasaan/keahlian dalam bidang perpajakan, maka tentu tidak akan ada perubahan mendasar menegnai Kuasa Hukum, kata Ruston.  (bl)

 

Ketum IKPI: Jadikan 14 Juli Momentum Penguatan Reformasi Perpajakan

IKPI, Jakarta: Setiap 14 Juli 2023 Indonesia memperingati Hari Pajak Nasional. Pada hari bersejarah ini, banyak harapan positif yang digantungkan baik dari pemerintah maupun wajib pajak.

Beberapa harapan positif di Hari Pajak ini disampaikan oleh Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Ruston Tambunan.

Menurutnya, hari ini bisa dijadikan sebagai momentum penguatan reformasi perpajakan agar bisa menaikkan rasio pajak menjadi 15 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Bahkan, secara simultan saat ini reformasi perpajakan juga diharapkan mampu memberikan keadilan dan kepastian kepada wajib pajak.

Sekadar informasi, rasio pajak Indonesia saat ini masa bertengger di level 10,41 persen terhadap PDB atau paling rendah dibandingkan negara ASEAN dan G20. Di ASEAN, rasio pajak tertinggi dicapai Vietnam sebesar 22,7 persen terhadap PDB, lalu disusul Kamboja 20,2 persen terhadap PDB, Thailand 16,5 persen terhadap PDB, Singapura 12,8 persen terhadap PDB, Malaysia 11,4 persen terhadap PDB. Sementara di negara G20, seperti Amerika Serikat mencatatkan rasio pajak pada level 26,58 persen terhadap PDB; Denmark, Prancis, dan Finlandia mencapai di kisaran 40 persen hingga 47 persen terhadap PDB.

Lebih lanjut Ruston mengatakan, saat ini kebijakan yang dikeluarkan pemerintah semakin memberi keadilan dan kepastian bagi wajib pajak. 

Menurut Ruston, terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 66 tentang perlakuan Pajak Penghasilan atas imbalan dalam bentuk Natura/Kenikmatan merupakan contoh konkrit reformasi peraturan yang memberi kepastian dan keadilan. Selain itu kebijakan ini juga mencegah upaya penggerusan basis pemajakan bagi dengan memanfaatkan selisih tarif PPh Wajib Pajak orang Pribadi yang lebih tinggi  dengan tarif untuk PPh Badan.

Selain itu kata Ruston, implementasi  Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) atau core tax mulai  awal tahun 2024 diharapkan akan terlihat  hasilnya dalam bentuk peningkatan penerimaan negara kedepan.

Menurutnya, core tax merupakan salah satu implementasi dari Reformasi Perpajakan Jilid III yang akan mengintegrasikan seluruh proses Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Dengan begitu, core tax didambakan dapat mempermudah Wajib Pajak dalam menjalankan hak dan memenuhi kewajibanperpajakannya sesuai regulasi yang berlaku.

Harapan lain juga disampaikan Ruston. Dia menginginkan seluruh pihak, wajib pajak, konsultan pajak, maupun Direktorat Jenderal Pajak (DJP) semakin profesional dan berintegritas. 

Menurutnya IKPI dan DJP telah berkomitmen untuk meningkatkan profesionalisme dan integritas demi menjaga kepercayaan serta kepatuhan Wajib Pajak. Komitmen antara IKPI dan DJP ini dituangkan dalam penandatanganan perjanjian kerja sama (PKS), yang dilaksanakan di Jakarta, pada awal tahun 2023 lalu.

Hal yang tidak kalah penting, IKPI pun terus mendorong lahirnya Undang-Undang Konsultan Pajak. Ruston menegaskan, regulasi ini diperlukan, terutama untuk perlindungan Wajib Pajak pengguna jasa serta penguatan atas kedudukan profesi konsultan pajak, baik dari sisi hak dan kewajibannya. (bl)

Di Perayaan Waisak IKPI, Ruston Ajak Anggotanya Pegang Teguh Kode Etik Profesi

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Ruston Tambunan mengajak seluruh anggotanya untuk selalu mengedepankan profesionalisme, keahlian dan kompetensi yang tinggi dalam menjalankan profesinya sebagai konsultan pajak.

Hal itu dikatakan Ruston dalam sambutannya pada Perayaan Waisak Nasional IKPI tahun 2023 di Wisma Sangha Theravada Indonesia, Pondok Labu, Selasa (11/7/2023). 

Dalam sambutannya, Ruston juga menekankan pentingnya melaksanakan pekerjaan dengan sungguh-sungguh, penuh tanggung, ikhlas, serta memberikan pelayanan terbaik atas pekerjaan yang telah diberikan.

Foto: Humas IKPI/Bayu Legianto

Menurutnya, komitmen profesional merupakan persepsi yang intinya adalah loyalitas yang dituntun oleh sistem, nilai atau norma yang akan mengarahkan orang tersebut untuk bertindak sesuai dengan prosedur dan peraturan tertentu untuk menjalankan tugasnya dengan baik.

“Jika seorang konsultan pajak memiliki komitmen profesional di dalam dirinya, maka mereka ‘tidak akan bersedia  menerima ajakan kliennya’ untuk melakukan hal-hal yang  melanggar ketentuan perpajakan yang dapat merugikan penerimaan negara,” katanya.

Foto: Humas IKPI/Bayu Legianto

Diungkapkan Ruston, profesionalisme konsultan pajak dapat diukur dengan indikator yaitu.melaksanakan pekerjaan secara objektif dan sesuai dengan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, bekerja sesuai kode etik, dan tanggung jawab Atas kinerjanya sehingga memperoleh kepercayaan dari klien.

Dalam setiap kesempatan, Ruston juga tidak bosan-bosan mengingatkan kepada seluruh anggotanya agar memegang teguh kode etik IKPI dimana di dalamnya terdapat kaidah moral dan perilaku yang menjadi pedoman pedoman anggota dalam berpikir, bersikap, dan bertindak dalam menjalan profesi.

Menurutnya, menjunjung tinggi integritas, martabat dan kehormatan merupakan suatu hal yang penting diatur dalam kode etik IKPI. Karena, integritas mencakup nilai-nilai positif yang berkaitan dengan kedisiplinan dan senantiasa menjunjung tinggi komitmen dan konsistensi terhadap prinsip-prinsip kebenaran dan keadilan dengan bersikap jujur, dapat dipercaya serta tidak melakukan tindakan tercela sesuai etika dan moral.

Dalam momentum perayaan Waisak Nasional IKPI ini, Ruston juga mengingatkan sebagaimana perjalanan spiritual Sidharta Gautama yang mengajarkan nilai-nilai keteguhan, kedisiplinan, keikhlasan, serta semangat dan tekad yang kuat untuk menemukan kehidupan yang hakiki.

“Saya mengajak seluruh pengurus dan anggota IKPI di seluruh Indonesia untuk terus menjaga dan meningkatkan profesionalisme kita sebagai konsultan pajak,” ujarnya.

Diakhir sambutannya, Ruston juga mengucapkan terima kasih kepada Y.M. Dhammasubho, Mahathera dan para Bhante yang memberikan pelayanan dalam kegiatan tersebut. Terima kasih dan penghargaan juga diberikannya kepada seluruh panitia yang telah meluangkan waktunya di sela kesibukan untuk menyiapkan acara ini. (bl)

 

 

en_US