Buruh Dukung Reformasi Pajak, Prabowo Janji Percepat Agenda Strategis

IKPI, Jakarta: Dukungan kuat datang dari kalangan serikat pekerja terhadap agenda pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, termasuk percepatan reformasi pajak yang dinilai krusial bagi keadilan sosial dan keberlanjutan pembangunan. Hal ini mengemuka dalam pertemuan silaturahmi antara Presiden Prabowo dan perwakilan buruh di Istana Negara, Jakarta, Senin (1/9/2025).

Dalam forum yang berlangsung hingga malam hari itu, isu pajak menjadi salah satu sorotan utama selain pembahasan RUU Ketenagakerjaan dan RUU Perampasan Aset. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea menegaskan, gerakan buruh siap mendukung penuh langkah Presiden, termasuk dalam memastikan reformasi pajak berpihak pada rakyat kecil.

“Gerakan Buruh Indonesia mendukung penuh Presiden Prabowo Subianto. Kami berdiri di samping Presiden, bukan di belakang. Dukungan ini juga termasuk komitmen agar reformasi pajak benar-benar memberi manfaat bagi pekerja, rakyat kecil, dan perekonomian nasional,” ujar Andi Gani.

Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menekankan, perombakan sistem perpajakan harus diarahkan untuk memperkuat perlindungan sosial serta mengurangi beban buruh dan masyarakat berpenghasilan rendah. Menurutnya, keadilan pajak akan menjadi fondasi penting dalam mewujudkan kesejahteraan.

“Reformasi pajak tidak boleh hanya fokus pada peningkatan penerimaan negara, tetapi juga bagaimana beban itu dibagi secara adil. Buruh berharap kebijakan pajak mampu melindungi kelompok bawah sekaligus mendorong perekonomian tumbuh sehat,” jelas Iqbal.

Menanggapi aspirasi tersebut, Presiden Prabowo menegaskan komitmennya untuk mempercepat agenda reformasi pajak. Ia menyampaikan bahwa langkah ini akan diintegrasikan dengan strategi pembangunan inklusif dan penguatan ruang demokrasi. “Prinsipnya, ruang demokrasi tetap terjaga, dan reformasi pajak segera dibahas bersama parlemen untuk memberi manfaat seluas-luasnya bagi rakyat,” kata Prabowo.

Pertemuan yang dihadiri berbagai elemen buruh itu berlangsung dalam suasana cair dan penuh optimisme. Dengan dukungan serikat pekerja, pemerintah diharapkan dapat mempercepat pembahasan reformasi pajak sekaligus memastikan kebijakan tersebut benar-benar pro rakyat. (alf)

 

Pakar Desak Prabowo Segera Lakukan Reformasi Fiskal, Pajak Kekayaan Jadi Sorotan

IKPI. Jakarta: Gelombang aksi demonstrasi di sejumlah daerah belakangan ini dinilai sebagai sinyal kuat bahwa pemerintah perlu segera mengambil langkah konkret. Sejumlah pakar ekonomi dan kebijakan publik pun mendorong Presiden Prabowo Subianto melakukan reformasi fiskal sebagai prioritas utama.

Manajer Riset dan Pengetahuan The Prakarsa, Roby Rushandie, menekankan pentingnya penerapan pajak kekayaan bagi kelompok super kaya sebagai bentuk redistribusi.

“Reformasi yang paling mendesak adalah segera melakukan reformasi fiskal. Presiden Prabowo perlu menerapkan pajak kekayaan pada kelompok super kaya untuk menjalankan fungsi redistribusi,” ujar Roby dalam diskusi publik yang digelar secara daring, Senin (1/9/2025).

Roby juga mengingatkan agar pemerintah daerah menunda kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), serta menghentikan subsidi PPh Pasal 21 untuk pejabat negara maupun anggota DPR. Ia menilai anggaran negara sebaiknya dialihkan untuk memperkuat program jaminan sosial, seperti bantuan sosial tunai bagi warga miskin dan perluasan perlindungan BPJS Ketenagakerjaan bagi pekerja informal.

Senada, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Esther Sri Astuti, mengusulkan moratorium kebijakan yang menambah beban pajak masyarakat, termasuk PPN dan PBB.

“Yang kaya harus membayar pajak lebih besar agar subsidi silang berjalan. Dengan begitu fasilitas publik bagi kelompok tidak mampu bisa ditingkatkan,” ujarnya.

Esther juga mengkritisi pemotongan transfer ke daerah yang dianggap memicu lonjakan pajak. Menurutnya, realokasi anggaran nonproduktif seperti belanja pejabat, DPR, hingga militer lebih baik dialihkan untuk penciptaan lapangan kerja, pendidikan, kesehatan, serta riset.

Sementara itu, Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal, menilai strategi belanja pemerintah harus direvisi agar lebih tepat sasaran. Ia menyoroti pemborosan anggaran, termasuk pembentukan lembaga baru dan fasilitas berlebih untuk pejabat publik.

“Fokus belanja negara seharusnya diarahkan pada penciptaan lapangan kerja dan memperkuat sektor padat karya yang tengah tertekan, bukan pada pos belanja yang sifatnya seremonial dan tidak produktif,” tegas Faisal.

Faisal juga mengingatkan agar pemerintah tidak sekadar mengandalkan bansos, tetapi mampu menyentuh akar persoalan kemiskinan. Selain itu, ia menyoroti potensi tekanan eksternal akibat kebijakan tarif resiprokal dari Amerika Serikat (AS) yang bisa berdampak pada perekonomian nasional.

Dorongan berbagai pihak tersebut memperlihatkan urgensi bagi pemerintahan Presiden Prabowo untuk mengambil langkah fiskal yang lebih progresif. Tujuannya bukan hanya menjaga stabilitas ekonomi, tetapi juga meredam ketidakpuasan sosial yang belakangan semakin menguat. (alf)

 

Afrika Selatan Desak Uni Eropa Beri Keringanan Pajak Karbon Seperti AS

IKPI, Jakarta: Afrika Selatan resmi mengajukan permohonan kepada Uni Eropa (UE) pada Rabu (27/8/2025) untuk meninjau ulang rencana penerapan pajak tambahan terhadap impor barang berintensitas karbon tinggi. Melalui surat resmi yang dikirimkan Departemen Perdagangan, Industri, dan Kompetisi, pemerintah Afrika Selatan meminta perlakuan khusus yang setara dengan fleksibilitas yang dijanjikan Uni Eropa kepada Amerika Serikat (AS).

Dalam surat tersebut, Afrika Selatan menyoroti mekanisme penyesuaian pajak karbon atau Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) yang diterapkan Uni Eropa. Menurut pemerintah setempat, kebijakan ini berpotensi menghambat upaya negara berkembang dalam menurunkan emisi sekaligus mendekarbonisasi ekonominya.

“CBAM berpotensi membatasi kemampuan Afrika Selatan dan negara berkembang lainnya untuk berkontribusi pada pengurangan emisi,” demikian isi surat yang dikutip dari Bloomberg, Senin (1/9/2025).

Afrika Selatan menegaskan, jika Uni Eropa dapat memberikan opsi lebih fleksibel bagi usaha kecil dan menengah di AS, maka negara berkembang juga sepatutnya mendapatkan keringanan serupa.

Permintaan ini tidak lepas dari pernyataan bersama yang diterbitkan pekan lalu oleh Uni Eropa dan AS. Dalam dokumen bertajuk Framework of Reciprocal, Fair, and Balanced Trade Agreement, kedua pihak sepakat untuk meninjau ulang sejumlah kebijakan keberlanjutan yang selama ini dikeluhkan AS, termasuk CBAM.

Kesepakatan itu menyebutkan Uni Eropa akan mencari jalan agar penerapan pajak karbon lebih fleksibel, misalnya dengan memangkas beban administrasi dan memperhatikan kondisi usaha kecil menengah. Inilah yang kemudian dijadikan dasar oleh Afrika Selatan untuk menuntut perlakuan serupa.

CBAM dikhawatirkan akan menekan daya saing produk ekspor Afrika Selatan, khususnya di sektor baja, aluminium, semen, pupuk, hidrogen, dan listrik—industri yang sebagian besar masih bergantung pada energi berbasis batubara.

Data terbaru menunjukkan, sekitar 2,13% dari total ekspor Afrika Selatan ke Uni Eropa berpotensi terdampak CBAM. Jika kebijakan ini diberlakukan penuh, risiko penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) Afrika Selatan diperkirakan bisa mencapai 0,62%.

Karena itu, pemerintah Afrika Selatan mendorong agar Uni Eropa mempertimbangkan kebijakan karbon domestik yang telah diterapkan secara nasional sebelum mengenakan tarif tambahan pada ekspor mereka. (alf)

 

Pemprov DKI Tawarkan Diskon Pajak Hotel dan Restoran, Begini Mekanismenya!

IKPI, Jakarta: Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta resmi menggulirkan insentif pajak daerah untuk sektor perhotelan serta makanan dan minuman. Melalui Keputusan Gubernur Nomor 722 Tahun 2025, para pelaku usaha kini berkesempatan menikmati keringanan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) hingga 50%. Kebijakan ini berlaku mulai 25 Agustus 2025 sampai 31 Januari 2026.

Langkah tersebut diambil untuk menjaga roda perekonomian Ibu Kota tetap berputar, sekaligus membantu daya tahan bisnis di tengah tantangan ekonomi global. Sektor hotel dan restoran dipilih karena kontribusinya yang signifikan terhadap pendapatan daerah sekaligus penyerapan tenaga kerja.

Rincian Insentif Pajak

Jasa perhotelan: potongan pajak sebesar 50% untuk masa pajak Agustus–September 2025, lalu berlanjut 20% pada Oktober–Desember 2025.

Makanan/minuman: pengurangan pajak sebesar 20% yang berlaku sejak Agustus hingga Desember 2025.

Dengan skema ini, Pemprov berharap pelaku usaha memiliki ruang lebih untuk bertahan dan tumbuh, tanpa mengurangi kontribusi sektor tersebut terhadap pendapatan daerah.

Cara Memanfaatkan Insentif

Wajib Pajak tidak perlu mengajukan permohonan khusus. Cukup mengunggah Surat Pernyataan Kesediaan untuk melaporkan data transaksi usaha secara elektronik melalui sistem Electronic Transaction Perporation Agent (E-TRAPT) di situs pajakonline.jakarta.go.id. Surat ini harus ditandatangani oleh direksi perusahaan yang berwenang.

Bagi pemilik lebih dari satu objek pajak, hanya perlu membuat satu surat pernyataan dengan melampirkan daftar seluruh objek usahanya. Untuk mempermudah, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta juga menyiapkan panduan lengkap melalui video tutorial di situs resmi maupun akun YouTube resminya.

Pemprov DKI menegaskan bahwa insentif ini diberikan secara otomatis dan transparan. Tujuannya tidak hanya meringankan beban pelaku usaha, tetapi juga memastikan ekosistem bisnis perhotelan dan restoran tetap kondusif, stabil, dan berdaya saing.

Dengan adanya kebijakan ini, pemerintah daerah mengajak seluruh pengusaha hotel dan restoran agar memanfaatkan fasilitas pajak tersebut seoptimal mungkin. Diharapkan, langkah ini akan menciptakan iklim usaha yang sehat, menjaga stabilitas ekonomi Jakarta, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. (alf)

 

 

 

 

 

KPP di Jakarta Tetap Buka Normal Meski Ada Imbauan WFH dari Pemprov

IKPI, Jakarta: Di tengah imbauan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta agar perusahaan mengaktifkan skema work from home (WFH) akibat aksi demonstrasi, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memastikan pelayanan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tetap berjalan normal.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) DJP, Rosmauli, menegaskan seluruh KPP di wilayah Jakarta tetap melayani Wajib Pajak pada Senin, 1 September 2025, mulai pukul 08.00 hingga 16.00 WIB.

“Pelayanan di kantor pajak berjalan normal hari ini. Namun, DJP menyiapkan mekanisme fleksibel agar layanan bisa terus diakses sesuai kondisi lapangan. Kami berkomitmen memberikan layanan perpajakan yang efisien, aman, dan nyaman,” ujar Rosmauli.

Selain layanan tatap muka di KPP, Wajib Pajak juga bisa memanfaatkan berbagai kanal digital maupun layanan jarak jauh. Misalnya melalui Kring Pajak 1500200 yang beroperasi pukul 08.00–16.00 WIB. Di luar jam tersebut, sistem interactive voice response akan mengambil alih dengan layanan informasi dasar, seperti kurs pajak, data Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), hingga status Surat Pemberitahuan (SPT).

Layanan lain yang dapat diakses melalui Kring Pajak mencakup perubahan data Wajib Pajak, pengaktifan kembali NPWP non-efektif, pemadanan data mandiri, pemberitahuan norma perhitungan penghasilan neto, serta panduan penggunaan aplikasi elektronik DJP seperti e-Filing, e-Billing, hingga e-Faktur.

Secara simultan, Wajib Pajak juga bisa bertanya melalui kanal resmi DJP, mulai dari fitur Tanya Fiska Fisko di laman www.pajak.go.id, akun X @kring_pajak, hingga e-mail informasi@pajak.go.id.

Sementara itu, imbauan WFH Pemprov Jakarta tercantum dalam Surat Edaran Nomor E-0014/Se/2025. Edaran tersebut meminta perusahaan yang berlokasi di sekitar titik demonstrasi menerapkan WFH.

Untuk sektor yang wajib beroperasi penuh, seperti layanan masyarakat 24 jam, aturan WFH dapat dikombinasikan dengan sistem work from office (WFO).

Perusahaan juga diminta melaporkan penerapan kebijakan tersebut kepada Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi Provinsi Jakarta melalui tautan resmi yang telah disediakan.

Dengan demikian, meski ibu kota diramaikan demonstrasi, Wajib Pajak tetap bisa mengakses layanan perpajakan tanpa hambatan, baik secara langsung maupun melalui berbagai saluran daring. (alf)

 

Pajak Tinggi vs Pajak Rendah, Negara Mana yang Paling Sejahtera?

IKPI, Jakarta: Isu pajak selalu menjadi perbincangan hangat di banyak negara, termasuk Indonesia. Perdebatan biasanya berputar pada besaran tarif yang dianggap membebani masyarakat. Namun, pengalaman internasional menunjukkan, kesejahteraan warga ternyata tidak semata ditentukan oleh tinggi rendahnya tarif pajak, melainkan bagaimana dana publik itu digunakan.

Finlandia, Denmark, dan Jepang misalnya, mematok pajak penghasilan di atas 50 persen. Meski begitu, warganya menikmati layanan publik kelas dunia. Finlandia menyediakan pendidikan gratis dari sekolah dasar hingga universitas, sementara Denmark dikenal dengan jaminan sosial bagi pengangguran. Jepang pun mampu menjaga kualitas hidup di tengah tantangan populasi lansia melalui sistem kesehatan nasional dan pensiun publik.

Berbeda dengan Belanda dan Swiss yang tarif pajaknya sedikit lebih rendah masing-masing sekitar 49,5 persen dan 40 persen namun hasilnya tetap serupa: masyarakat memperoleh akses kesehatan, pendidikan, serta transportasi umum yang modern dan efisien. Bahkan Belanda diakui UNICEF sebagai salah satu negara dengan anak-anak paling bahagia di dunia.

Menariknya, Singapura membuktikan bahwa pajak relatif rendah, sekitar 21 persen, juga bisa menopang kesejahteraan. Kuncinya terletak pada investasi berkelanjutan di pendidikan, pelatihan tenaga kerja, dan digitalisasi layanan publik. Negara kota ini bahkan menjadi salah satu pusat perdagangan paling maju di Asia.

Model berbeda terlihat di Uni Emirat Arab. Tanpa pajak penghasilan sama sekali, negara ini mampu membiayai layanan publik melalui pendapatan minyak dan gas. Subsidi listrik, air, dan perumahan membuat warganya tetap nyaman meski tidak menyetor pajak dari gaji.

Perbandingan ini memberi pelajaran penting bagi Indonesia. Tarif pajak yang tinggi atau rendah bukanlah penentu utama kesejahteraan. Transparansi, akuntabilitas, dan keberpihakan dalam pengelolaan dana publiklah yang menentukan apakah masyarakat merasa terbebani atau justru terlindungi. (alf/berbagai sumber)

 

 

Manfaatkan Segera! Pemutihan Pajak Kendaraan di Jabar Berakhir 30 September 2025

IKPI, Jakarta: Waktu hampir habis bagi masyarakat Jawa Barat yang ingin menikmati program pemutihan pajak kendaraan bermotor. Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jabar menegaskan, fasilitas keringanan tersebut hanya berlaku sampai akhir September 2025.

Melalui program ini, pemilik kendaraan cukup membayar pajak tahun berjalan tanpa harus menanggung denda maupun beban tunggakan lama. Bahkan, masyarakat juga bisa memperoleh pembebasan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) II.

Kepala Bapenda Jabar, Asep Supriatna, mengingatkan masyarakat agar tidak menunda pembayaran hingga detik terakhir. “Biasanya antrean membludak menjelang penutupan. Lebih baik segera diselesaikan sekarang, apalagi layanan Samsat juga tetap buka di akhir pekan,” jelasnya.

Program pemutihan ini awalnya digelar mulai 20 Maret 2025 hingga 6 Juni 2025, namun diperpanjang oleh Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi lantaran minat masyarakat cukup tinggi. Dedi menegaskan, setelah masa relaksasi berakhir, tidak ada toleransi lagi bagi wajib pajak yang masih membandel.

“Semua keringanan sudah diberikan. Jika sampai batas akhir belum juga bayar, kendaraan tidak akan diperbolehkan beroperasi di jalan raya,” tegasnya.

Bapenda bersama Jasa Raharja dan Polda Jabar akan melakukan evaluasi setelah program selesai. Fokusnya, merumuskan strategi baru agar kepatuhan pajak kendaraan terus meningkat, baik melalui edukasi maupun langkah penegakan aturan yang lebih tegas. (alf)

 

Ini Tarif PPh Transaksi Emas Bullion Sesuai PMK 51/2025 dan Cara Penghitungannya!

IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 51 Tahun 2025 menetapkan ketentuan baru mengenai pajak penghasilan (PPh) atas transaksi emas bullion. Aturan yang berlaku sejak 1 Agustus 2025 ini menetapkan bahwa tarif PPh Pasal 22 dikenakan sebesar 0,25% dari nilai jual emas.

Pemungutan PPh 22 ini berlaku pada transaksi yang dilakukan oleh:

• Lembaga Jasa Keuangan (LJK) bullion saat membeli emas batangan, kecuali jika nilai transaksinya tidak lebih dari Rp10 juta.

• Pedagang perhiasan atau pabrikan emas batangan yang menjual ke pihak selain konsumen akhir, wajib pajak dengan PPh final, atau wajib pajak yang memiliki surat keterangan bebas (SKB) PPh Pasal 22.

Pemerintah menegaskan bahwa konsumen akhir tidak dipungut PPh Pasal 22 atas pembelian emas. Namun, pembelian emas perhiasan oleh konsumen tetap dikenakan PPN 1,65% dari harga jual sesuai ketentuan di PMK 52/2025.

Melalui kebijakan ini, pemerintah berharap regulasi pajak emas menjadi lebih sederhana, adil, dan transparan, sekaligus memperkuat penerimaan negara dari sektor perdagangan emas.

Cara Hitung Pajak Emas

Pemerintah juga memberikan contoh perhitungan agar lebih mudah dipahami.

• Emas batangan (pabrikan): jika sebuah perusahaan menjual emas senilai Rp180 juta, maka PPh 22 sebesar 0,25% atau Rp450 ribu wajib dipungut dan disetorkan ke negara.

• Emas perhiasan (pedagang): penjualan ke konsumen senilai Rp75 juta akan dikenakan PPN 1,65%, sehingga total pembayaran menjadi Rp76,237 juta. (alf)

 

Misbakhun Dorong PPN 10% untuk Jaga Daya Beli Rakyat

IKPI, Jakarta: Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, mengusulkan agar tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) diturunkan dari 11% menjadi 10%. Menurutnya, kebijakan fiskal tersebut akan menjadi langkah nyata pemerintah dalam meringankan beban masyarakat, khususnya kelompok berpenghasilan rendah.

“Presiden Prabowo Subianto ingin wong cilik podho gemuyu, rakyat kecil bisa tersenyum. Semangat itu sederhana tetapi sarat makna. Maka harus ada kebijakan yang betul-betul terasa bagi masyarakat,” kata Misbakhun saat berbincang di sebuah kedai kopi kawasan Senayan, Minggu (31/8/2025).

Politisi Golkar yang juga Ketua Umum DEPINAS SOKSI itu menegaskan, konsumsi masyarakat harus tetap terjaga agar daya beli tidak melemah. Karena itu, DPR siap mendorong berbagai kebijakan fiskal yang bisa mempertahankan kekuatan belanja rakyat.

Tidak hanya soal tarif umum PPN, Misbakhun bahkan menyarankan agar beberapa produk turunan pertanian yang kini terkena pajak diberikan tarif lebih rendah, yakni 8%. Menurutnya, hal itu akan mendukung hilirisasi dan industrialisasi sektor pertanian yang tengah digencarkan pemerintah.

“Kalau produk turunan pertanian diberikan tarif lebih rendah, dampaknya akan positif bagi hilirisasi. Memang penerimaan negara bisa tertekan, tapi manfaat jangka panjang bagi sektor riil jauh lebih besar,” ujarnya.

Meski begitu, Misbakhun menilai penurunan PPN dari 11% ke 10% tidak akan menggerus penerimaan secara drastis. Ia yakin, berkurangnya tarif dapat tertutup oleh peningkatan volume transaksi ekonomi.

“Dengan tarif PPN yang lebih rendah, konsumsi masyarakat akan terdorong. Permintaan barang meningkat, dan sektor riil pun akan lebih produktif,” tutupnya. (alf)

 

Afrika Selatan Bidik Orang Kaya dan Influencer untuk Perluas Basis Pajak

IKPI, Jakarta: Afrika Selatan (Afsel) tengah menyiapkan strategi baru dalam memperkuat pendapatan negara melalui sektor perpajakan. Badan Pendapatan Afrika Selatan (South African Revenue Service/SARS) mengumumkan rencana memperluas cakupan pajak bagi individu superkaya sekaligus membidik kalangan influencer yang selama ini dinilai belum maksimal dalam kontribusi pajaknya.

Pajak Kekayaan untuk Individu Tajir

SARS mengungkap tengah memantau warga dengan aset minimal 75 juta rand atau sekitar Rp69,4 miliar. Kelompok ini akan masuk dalam kategori High Wealth Individual (HWI), yang nantinya dikenakan skema pajak khusus.

Langkah ini sejalan dengan upaya Menteri Keuangan Afsel, Enoch Godongwana, yang hingga tiga kali merevisi anggaran negara tahun ini. Ia bahkan menanggalkan wacana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPn) setelah menuai penolakan luas.

Menurut laporan New World Wealth, Afsel masih menjadi rumah bagi lebih dari 37.400 individu dengan kekayaan di atas 1 juta dolar AS (Rp16,3 miliar). Sementara, Knight Frank mencatat setidaknya ada 5.000 orang dengan kekayaan lebih dari 10 juta dolar AS (Rp163 miliar).

Influencer Masuk Radar Pajak

Tak hanya menyasar orang superkaya, otoritas pajak Afsel juga menyoroti kalangan influencer yang mendapatkan penghasilan dari media sosial.

“Influencer memperoleh pendapatan dari konten dan jumlah pengikut, sehingga pada dasarnya mereka adalah pelaku usaha digital yang wajib bayar pajak,” ujar Mohau Lebese, Manager Accountant on Point, dikutip dari Business Tech.

Ia menekankan pentingnya edukasi pajak bagi influencer, sebab mayoritas dari mereka belum memahami kewajiban perpajakan dengan baik.

Meski terus berupaya meningkatkan penerimaan, Afsel menghadapi dilema lain: eksodus orang kaya. Laporan Africa Wealth Report 2025 menyebutkan, dalam 10 tahun terakhir ribuan jutawan meninggalkan negara itu. Populasi orang kaya diperkirakan anjlok hingga 65 persen dalam dekade mendatang.

Meski begitu, Afsel masih menempati posisi puncak di benua Afrika dengan 41.100 jutawan, 112 centi-millionaire (memiliki aset lebih dari 100 juta dolar AS), dan 8 miliarder.

Fenomena hengkangnya orang kaya diyakini akibat keresahan terhadap kondisi politik, tingginya angka kriminalitas, lemahnya layanan pendidikan dan kesehatan, serta instabilitas ekonomi.

Dengan kondisi demikian, ekspansi pajak bagi individu kaya raya dan influencer menjadi salah satu opsi realistis bagi pemerintah Afsel untuk menjaga penerimaan negara. Namun, kebijakan ini juga berisiko menambah arus keluar kalangan tajir bila tidak diimbangi perbaikan iklim investasi dan keamanan domestik. (alf)

 

 

en_US