Penolakan PPN 12% Menggema, Sudah 171 Ribu Tanda Tangan Dibubuhkan

IKPI, Jakarta: Penolakan terhadap rencana pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% per 1 Januari 2025 terus mendapatkan dukungan luas. Tak hanya dari masyarakat umum yang tergabung dalam petisi daring, tetapi juga dari sejumlah tokoh politik dan partai yang mengkritik kebijakan tersebut sebagai langkah yang tidak tepat di tengah melemahnya daya beli rakyat.

Hingga pagi ini, petisi berjudul “Pemerintah, Segera Batalkan Kenaikan PPN!” telah mengumpulkan lebih dari 171 ribu tanda tangan di situs Change.org. Inisiator petisi, Bareng Warga, menargetkan 200 ribu tanda tangan sebelum kebijakan resmi diterapkan.

“Rakyat sedang dalam kondisi sulit. Pengangguran masih tinggi, daya beli lemah, dan sebagian besar pekerja masih berada di sektor informal. Kenaikan PPN ini jelas akan memperburuk situasi,” ujar Risyad Azhary, perwakilan inisiator petisi, usai menyerahkan dokumen ke Sekretariat Negara RI, Kamis (19/12/2024).

Gelombang penolakan juga datang dari beberapa partai politik dan tokoh masyarakat. Mereka menilai kenaikan PPN akan memicu lonjakan harga kebutuhan pokok, yang pada akhirnya membebani rakyat kecil. Salah satu tokoh yang menyuarakan penolakan menyebutkan bahwa langkah ini berpotensi memperbesar kesenjangan sosial.

Pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan bahwa kebijakan ini dirancang secara selektif dan hanya akan menyasar barang dan jasa kategori mewah. Namun, hal ini tidak cukup menenangkan masyarakat yang khawatir akan dampaknya pada harga kebutuhan dasar.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat pengangguran terbuka di Indonesia mencapai 4,91 juta orang pada Agustus 2024, sementara mayoritas pekerja (57,94%) berada di sektor informal.

Selain itu, Upah Minimum Provinsi (UMP) di berbagai daerah, termasuk Jakarta, dinilai tidak memadai.

“Standar hidup layak di Jakarta butuh Rp14 juta per bulan, tapi UMP hanya Rp5,06 juta. Bagaimana rakyat bisa bertahan jika kebijakan ini dipaksakan?” kata penulis petisi.

Aksi Lanjutan

Bareng Warga dan kelompok masyarakat lainnya berjanji akan terus memantau perkembangan kebijakan ini. Mereka juga membuka peluang untuk melakukan aksi massa jika pemerintah tetap melanjutkan rencana tersebut.

“Dampaknya akan nyata. Kalau ini diterapkan, kita tahu siapa yang tidak berpihak kepada rakyat,” ujar Risyad.

Penolakan yang terus meluas ini menjadi ujian besar bagi pemerintah menjelang penerapan kebijakan PPN 12%. (alf)

IKPI-KPP Pratama Yogyakarta Kolaborasi Perkuat Sinergitas

IKPI, Jakarta: Ketua Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Yogyakarta, Matheas Prihargo Wahyandono, menyampaikan kesiapan IKPI untuk berkolaborasi lebih erat dengan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama 524 Yogyakarta. Hal itu disampaikannya, usai memenuhi undangan pertemuan KPP dengan IKPI di Ruang Wirobrajan, baru-baru ini.

Dikatakan Wahyandono, pada acara pertemuan yang mengusung tema “Bekerja sama Gapai Prestasi Tahun 2024”, yang diakhiri dengan sesi diskusi bertajuk Impresi.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Yogyakarta)

“Dalam acara ini, ada juga sosialisasi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 79 Tahun 2024, diskusi mengenai perkembangan perpajakan terkini, serta penguatan sinergi antara KPP dan IKPI dalam mendukung keberhasilan penerimaan negara,” kata Wahyandono, Senin (23/12/2024).

“Kami siap membuka tangan lebar-lebar untuk mendukung KPP dalam menyosialisasikan peraturan perpajakan dan memastikan penerimaan negara berjalan secara adil sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujarnya.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Yogyakarta)

Kegiatan ini diharapkan dapat menjadi awal yang baik dalam menyongsong target penerimaan negara di tahun 2024, dengan sinergi kuat antara KPP Pratama 524 Yogyakarta dan IKPI Cabang Yogyakarta.

Sementara itu, Kepala KPP Pratama 524 Yogyakarta, Andi Setiawan, menyampaikan harapannya agar IKPI semakin mempererat sinergi dalam melakukan sosialisasi peraturan perpajakan kepada Wajib Pajak.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Yogyakarta)

“Jumlah Wajib Pajak terdaftar di KPP Yogyakarta mencapai 175.000. Sinergi yang baik dengan IKPI sangat dibutuhkan untuk meningkatkan pemahaman dan kepatuhan, yang pada akhirnya memperkuat penerimaan negara,” ujar Andi.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Yogyakarta)

Hadir dari IKPI dalam acara tersebut:

1. Matheas Prihargo Wahyandono – Ketua IKPI Cabang Yogyakarta

2. Lukas Mulyono – Wakil Ketua IKPI Cabang Yogyakarta

3. Maryanto – Ketua IKPI Cabang Bantul

4. Hersona Bangun – Ketua IKPI Cabang Sleman

5. Albertus M. Santosa – Ketua Pengurus Daerah DIY

6. Nurcholis – Anggota IKPI Sleman

7. Anggota IKPI Yogyakarta lainnya

Dari KPP:

1. Andi Setiawan – Kepala KPP Pratama 524 Yogyakarta

2. Jajaran pejabat dan staf KPP Pratama 524 Yogyakarta
(bl)

Pengurus IKPI Jakarta Selatan dan KPP Mampang Prapatan Sepakati Kolaborasi Pajak

IKPI, Jakarta: Pengurus Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Jakarta Selatan melakukan kunjungan kerja ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Mampang Prapatan pada Kamis (12/12/2024). Pertemuan ini bertujuan untuk mempererat kerja sama dalam meningkatkan kepatuhan pajak melalui edukasi dan sosialisasi kepada Wajib Pajak (WP).

Ketua IKPI Jakarta Selatan, Sahata Eddy Situmorang, dalam kunjungannya menyatakan komitmennya untuk terus berkontribusi dalam kegiatan edukasi pajak, termasuk penyelenggaraan sosialisasi bersama KPP.

“Kami siap mendukung KPP, baik melalui penyediaan narasumber maupun kolaborasi dalam edukasi perpajakan yang menyasar berbagai segmen Wajib Pajak,” kata Sahata, Senin (23/12/2024).

Diungkapkannya, dalam diskusi yang berlangsung, kedua pihak juga membahas sejumlah kasus pajak, seperti permasalahan terkait pinjaman afiliasi dan hubungan pemegang saham. Diskusi ini diharapkan dapat menghasilkan solusi yang edukatif dan praktis.

Lebih lanjut Sahata mengungkapkan, pertemuan ini mencerminkan komitmen kuat antara IKPI Jakarta Selatan dan KPP Mampang Prapatan untuk mendukung program-program perpajakan nasional.

“Kerja sama ini menjadi wujud nyata sinergi antara konsultan pajak dan otoritas pajak untuk mendorong kepatuhan dan kesadaran pajak,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Seksi Pengawasan (Waskon) KPP Mampang Prapatan, Suwandi Situmorang, menyambut baik kedatangan pengurus IKPI. Ia menekankan peran strategis konsultan pajak sebagai mitra Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam memberikan edukasi kepada WP.

“Sinergi ini penting untuk memastikan Wajib Pajak memahami dan memenuhi kewajibannya secara tepat,” ujarnya.

KPP Mampang Prapatan juga memaparkan program-program rutin mereka, seperti sosialisasi regulasi terbaru, layanan booth pengisian SPT Tahunan, hingga dukungan khusus untuk UMKM dalam pelaporan pajak.

Sekadar informasi, hadir dari IKPI Jakarta Selatan dalam kunjungan tersebut:

1.Sahata Eddy Situmorang,

2.Faryanti Tjandra,

3.Anthony Pasaribu,

4.Tonizar Lumbanbatu,

5.Putu Bagus Adiwibawa,

6.Maulana Ibrahim,

7.Debi Citra Dewi,

8.Sonny Soebagyo.

Dari KPP Mampang Prapatan, dihadiri oleh

Ketua Seksi Pengawasan (Waskon) :

1.Suwandi Situmorang, 2.Cahyo,

3.Nisa,

4.Slamet.

5.Elsa,

(bl)

Pengusaha Properti Sambut Baik Perpanjang Insentif PPN DTP hingga Akhir 2025

IKPI, Jakarta: Pemerintah resmi memperpanjang pemberlakuan insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) bagi sektor properti hingga akhir tahun 2025. Insentif ini akan diberikan dengan skema diskon PPN 100% untuk periode Januari hingga Juni 2025, dan diskon 50% untuk periode Juli hingga Desember 2025.

Managing Director Ciputra Group, Budiarsa Sastrawinata, menyambut baik kebijakan tersebut. “Kami sangat menyambut baik perpanjangan PPN DTP karena ini akan berdampak positif bagi industri properti, termasuk berbagai sektor terkait dan penyerapan tenaga kerja yang besar,” ujarnya.

Direktur PT Metropolitan Land Tbk (MTLA), Olivia Surodjo, juga mengapresiasi langkah pemerintah ini. Menurutnya, insentif ini mampu memberikan dorongan signifikan terhadap bisnis properti, yang secara langsung juga berdampak positif pada berbagai industri turunan.

Sejak pertama kali diterapkan pada 2021 di tengah pandemi Covid-19, insentif PPN DTP terbukti menjadi salah satu instrumen penting untuk mendukung daya beli masyarakat dan meningkatkan animo pembelian rumah. Dengan plafon harga jual hingga Rp5 miliar dan dasar pengenaan pajak hingga Rp2 miliar, insentif ini diharapkan mampu menjaga kestabilan pasar properti sekaligus membantu kelompok menengah untuk memiliki hunian.

Berdasarkan data hingga Triwulan III-2024, sektor konsumsi rumah tangga mencatat kontribusi signifikan terhadap ekonomi nasional, dengan pangsa sebesar 53,08% dari total PDB. Sektor ini tumbuh sebesar 4,91% (yoy), turut mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai 5,03% (ctc). Optimisme konsumen juga meningkat, terlihat dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang mencapai 125,9 pada November 2024, naik dari 121,1 di bulan sebelumnya.

Diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan pentingnya menjaga momentum positif ini. “Pemerintah telah menyiapkan 15 paket insentif kebijakan untuk diberlakukan mulai Januari 2025, termasuk insentif PPN DTP Properti untuk pembelian rumah. Ini merupakan langkah strategis untuk mendukung kesejahteraan masyarakat dan menjaga daya beli,” ujarnya dalam konferensi pers pada Senin (15/12/2024).

Dengan kondisi global yang masih penuh ketidakpastian, kebijakan ini diharapkan mampu menjadi stimulus penting bagi pertumbuhan ekonomi di tahun 2025 dan seterusnya. (alf)

Kenaikan PPN 12%, Kemenpar Dorong Industri Pariwisata Diversifikasi Produk

IKPI, Jakarta: Kementerian Pariwisata (Kemenpar) mengimbau pelaku industri pariwisata untuk melakukan diversifikasi produk sebagai langkah antisipasi menghadapi dampak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% yang akan berlaku mulai 2025.

“Kami mengimbau industri pariwisata untuk menyediakan diversifikasi produk guna mengantisipasi pergeseran permintaan wisatawan,” ujar Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggaraan Kegiatan (Event) Kemenpar, Vinsensius Jemadu, dalam Jumpa Pers Akhir Tahun (JPAT) 2024 di Jakarta, baru-baru ini.

Dampak Kenaikan PPN Terhadap Wisatawan

Vinsensius menilai kenaikan PPN ini berpotensi mengubah pola konsumsi wisatawan. Wisatawan yang sebelumnya memilih produk premium mungkin akan beralih ke produk dengan harga lebih terjangkau. Untuk itu, diversifikasi produk diharapkan dapat menjaga daya saing pelaku usaha dan tetap memberikan berbagai pilihan kepada wisatawan.

“Kami tekankan, meski melakukan diversifikasi, kualitas produk wisata tidak boleh menurun,” tambahnya.

Menteri Pariwisata, Widiyanti Putri Wardhana, menyatakan dukungan penuh terhadap langkah diversifikasi tersebut. Ia menambahkan bahwa pemerintah akan berupaya menawarkan solusi untuk meringankan dampak kebijakan baru ini bagi wisatawan, seperti penyediaan paket wisata murah.

“Kami akan merancang paket wisata murah untuk memastikan pengalaman wisatawan tetap menarik meskipun ada kenaikan PPN,” ujar Widiyanti.

Industri Pariwisata Diminta Lebih Inovatif

Deputi Bidang Pemasaran Kemenpar, Ni Made Ayu Marthini, mengingatkan bahwa pariwisata adalah sektor yang selalu berkembang, bahkan dalam situasi sulit. Made menekankan pentingnya inovasi dan kolaborasi antara pelaku industri dan asosiasi untuk menciptakan produk wisata yang menarik dan berkualitas.

“Kami menggalakkan kampanye seperti ‘Di Indonesia Aja’ dan ‘Cinta Indonesia’ untuk mempromosikan pariwisata domestik. Selain itu, kami juga mengembangkan strategi berdasarkan tren wisatawan, seperti wisata kuliner dan olahraga,” kata Made. (alf)

Pemerintah Dapat Usulkan Penurunan Tarif PPN, Begini Penjelasannya dari Wakil Ketua Komisi XI DPR

IKPI, Jakarta: Wakil Ketua Komisi XI DPR dari Fraksi PDIP, Dolfie Othniel Frederic Palit, mengungkapkan bahwa pemerintahan Prabowo Subianto sebetulnya memiliki ruang untuk mengusulkan penurunan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Menurut Dolfie, Pasal 7 Ayat (3) dalam UU HPP memberikan rentang tarif PPN yang dapat diubah antara 5 hingga 15%. Berdasarkan ketentuan tersebut, tarif PPN yang berlaku mulai 2025 dipastikan sebesar 12%, namun pemerintah masih memiliki kebijakan untuk mengubah tarif tersebut dengan persetujuan DPR.

 

“Sebagaimana amanat UU HPP, bahwa tarif PPN mulai 2025 adalah 12%. Pemerintah dapat mengusulkan perubahan tarif tersebut dalam rentang 5% sampai dengan 15%, baik untuk menurunkan maupun menaikkan tarif PPN, dengan persetujuan DPR,” ujar Dolfie dalam keterangan tertulisnya, Minggu (22/12/2024).

Pada pasal lain, Pasal 7 Ayat (1) dalam UU tersebut menyebutkan bahwa PPN 11% berlaku mulai 1 April 2022, dan PPN 12% mulai berlaku paling lambat 1 Januari 2025. Namun, Pasal 7 Ayat (3) memberikan fleksibilitas bagi pemerintah untuk menyesuaikan tarif PPN berdasarkan kondisi ekonomi nasional.

Dolfie juga menambahkan bahwa jika pemerintahan Prabowo memutuskan untuk menaikkan PPN menjadi 12%, kebijakan tersebut harus dibarengi dengan penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat yang signifikan. Ia menegaskan bahwa hal-hal yang perlu diperhatikan adalah kinerja ekonomi yang membaik, pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, serta pelayanan publik yang semakin baik.

Selain itu, Dolfie mengingatkan bahwa UU HPP merupakan inisiatif dari pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang telah disampaikan ke DPR pada 5 Mei 2021. UU ini disetujui oleh delapan fraksi partai di DPR, dengan hanya PKS yang menolaknya. UU HPP sendiri disahkan pada 7 Oktober 2021 dan mencakup perubahan beberapa ketentuan dalam UU KUP, UU PPh, UU PPN, serta UU Cukai. Salah satu poin penting dari UU HPP adalah Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak dan Pajak Karbon. (alf)

Biaya Langganan Netflix hingga Pulsa Kena Imbas Kenaikkan PPN 12%

IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengumumkan penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% mulai 1 Januari 2025. Kebijakan ini akan berdampak pada sejumlah layanan digital, seperti Netflix, Spotify, dan YouTube Premium, serta produk seperti pulsa, token listrik, dan kartu perdana.

DJP menegaskan bahwa pengenaan PPN ini bukanlah objek pajak baru. Hal tersebut mengacu pada aturan yang sudah ada, yaitu PMK 60/PMK.03/2022 tentang Pajak PMSE (Perdagangan Melalui Sistem Elektronik) dan PMK 71/PMK.03/2022 yang mengatur PPN atas penyerahan jasa kena pajak tertentu.

“Platform digital tersebut telah ditunjuk sebagai pemungut PPN PMSE. Artinya, atas biaya berlangganan platform digital bukan merupakan objek pajak baru,” DJP dalam keterangan tertulis yang diterima, Minggu (22/12/2024).

Meski demikian, kebijakan ini menuai pertanyaan dari masyarakat karena layanan seperti langganan Netflix atau Spotify dianggap bukan barang mewah. Namun, DJP menjelaskan bahwa pengenaan pajak dilakukan berdasarkan pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud atau jasa kena pajak di dalam negeri, sesuai mekanisme PPN yang berlaku secara umum.

Kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen merupakan bagian dari implementasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Kebijakan ini bertujuan untuk memperluas basis penerimaan negara di tengah meningkatnya konsumsi digital di Indonesia.

Adapun untuk pulsa, token listrik, dan kartu perdana, DJP menegaskan bahwa produk ini sudah lama masuk dalam objek pajak. Pengenaan PPN dilakukan berdasarkan nilai tambah dari setiap transaksi, yang juga diatur dalam regulasi terkait.

Meski tarif pajak meningkat, pemerintah berkomitmen untuk tetap memberikan pengawasan yang ketat dan transparansi dalam pemungutan pajak. Langkah ini diharapkan mampu mendukung optimalisasi penerimaan negara guna mendorong pembangunan nasional.

Imbas Pada Konsumen

Dengan kenaikan PPN ini, konsumen diperkirakan akan merasakan kenaikan harga pada layanan digital dan kebutuhan lainnya. Misalnya, biaya langganan Netflix yang sebelumnya dikenakan PPN 11 persen akan otomatis naik menjadi 12 persen pada awal 2025.

Pemerintah berharap masyarakat dapat memahami bahwa kebijakan ini merupakan bagian dari upaya penyesuaian pajak yang lebih adil di era digitalisasi. (alf)

DJP Sebut PPN 12% Berimbas Pada Kenaikkan Harga Barang 0,9%

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menegaskan bahwa kenaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% tidak akan memberikan dampak signifikan terhadap harga barang dan inflasi. Berdasarkan perhitungan DJP, kenaikkan ini hanya akan menambah harga barang sebesar 0,9% bagi konsumen.

Dalam keterangan tertulis yang diterima Minggu (22/12/2024), DJP menjelaskan bahwa formula perhitungan selisih harga akibat kenaikan PPN menggunakan rumus:

(Harga Baru – Harga Lama) ÷ Harga Lama × 100%.

Sebagai contoh, harga sekaleng soda yang saat ini Rp 7.000 dikenakan PPN 11% (Rp 770), sehingga total harga menjadi Rp 7.770.

Dengan kenaikkan PPN menjadi 12%, tambahan pajak menjadi Rp 840, sehingga harga totalnya menjadi Rp 7.840. Berdasarkan formula, selisih kenaikkan harga adalah 0,9%.

DJP juga menyebutkan bahwa dampak kenaikan PPN terhadap inflasi sangat terbatas, hanya sekitar 0,2%. Inflasi saat ini tercatat rendah, yakni di angka 1,6%, dan Pemerintah berkomitmen menjaga inflasi pada kisaran target APBN 2025, yaitu 1,5%-3,5%.

“Kenaikkan PPN dari 11% menjadi 12% tidak akan menurunkan daya beli masyarakat secara signifikan,” tulis DJP.

Sebagai perbandingan, kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11% pada April 2022 juga tidak menyebabkan lonjakan harga barang/jasa. Inflasi tahun 2022 yang mencapai 5,51% lebih dipengaruhi oleh tekanan harga global, gangguan suplai pangan, dan kebijakan penyesuaian harga BBM.

Sepanjang 2023-2024, tingkat inflasi berhasil ditekan di kisaran 2,08%.

DJP optimistis bahwa kebijakan kenaikan PPN ini tidak hanya berdampak minimal pada harga barang dan inflasi, tetapi juga menjadi langkah strategis untuk mendukung penerimaan negara tanpa mengurangi daya beli masyarakat.

Hal ini sejalan dengan upaya Pemerintah menjaga stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. (alf)

IKPI bersama Kanwil DJP Sulawesi Utara, Tengah, Gorontalo, dan Maluku Utara Perkuat Sinergi Optimalisasi Penerimaan Pajak

IKPI, Jakarta: Dalam rangka memperkuat sinergi antara Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Pengurus Pusat IKPI bersama Pengurus IKPI Cabang Manado melakukan kunjungan ke Kantor Wilayah (Kanwil) DJP Sulawesi Utara, Tengah, Gorontalo, dan Maluku Utara. Delegasi IKPI Pusat yang dipimpin oleh Ketua Departemen Pengembangan Organisasi, Nuryadin Rahman, didampingi oleh Ketua Departemen Sistem Pengembangan Bisnis Anggota, Donny Rindorindo, serta Ketua Departemen Keanggotaan dan Etika, Robert Hutapea, disambut langsung oleh Kepala Kanwil DJP, Eureka Putra, di kantor DJP Manado.

Diceritakan Nuryadin, dalam pertemuan tersebut, Eureka Putra menyampaikan rasa gembiranya atas kunjungan rombongan IKPI. Ia menekankan pentingnya kolaborasi antara DJP dan IKPI dalam mendukung optimalisasi penerimaan pajak negara. “Target pendapatan pajak di wilayah kami hampir mencapai 100 persen. Namun, untuk mencapai dan melampaui target tersebut, kami membutuhkan dukungan dan sinergi dari berbagai pihak, terutama IKPI sebagai mitra strategis DJP,” ujar Eureka.

Eureka menegaskan bahwa DJP tidak dapat bekerja sendirian dalam mengawal penerimaan negara. IKPI, sebagai organisasi yang beranggotakan para konsultan pajak profesional, memiliki peran penting dalam membantu DJP mengedukasi dan mendampingi wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

Dalam diskusi yang berlangsung hangat lanjut Nuryadin, Eureka juga membuka pintu lebar-lebar untuk kunjungan lanjutan dari Pengurus IKPI Cabang Manado dan menyampaikan harapannya agar silaturahmi ini dapat terus terjalin. “Kami sangat terbuka jika rekan-rekan IKPI Cabang Manado ingin berkunjung lagi. Kolaborasi yang erat antara DJP dan IKPI sangat diperlukan demi memperkuat ekosistem perpajakan di wilayah ini,” kata Nuryadin, seraya menyampaikan pesan Eureka.

Selain itu, Eureka juga berpesan agar IKPI turut serta mendukung sosialisasi Coretax, sebuah sistem perpajakan modern yang akan diterapkan pada awal Januari 2025. Sistem ini diharapkan dapat mempermudah administrasi perpajakan sekaligus meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Ia meminta agar para konsultan pajak yang tergabung dalam IKPI dapat membantu menyampaikan informasi terkait Coretax kepada klien mereka.

Selain itu, Nuryadin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Kepala Kanwil DJP Sulawesi Utara, Tengah, Gorontalo, dan Maluku Utara atas sambutan yang sangat hangat dalam kunjungan tersebut.

Menurutnya, pertemuan ini menjadi momen yang sangat penting untuk mempererat sinergi antara IKPI dan DJP, terutama dalam mendukung tercapainya target penerimaan pajak di wilayah ini.

“Kami mengapresiasi pencapaian hampir 100 persen dari target pendapatan pajak yang telah diraih di bawah kepemimpinan Bapak Eureka Putra. Hal ini menjadi bukti nyata kerja keras seluruh jajaran DJP di wilayah tersebut,” kata Nuryadin.

Ia memahami bahwa penerimaan negara merupakan tanggung jawab bersama. Sebagai mitra strategis DJP, IKPI berkomitmen untuk terus mendukung tugas-tugas DJP, termasuk dalam menyosialisasikan Coretax kepada wajib pajak yang merupakan klien dari anggota IKPI.

Menurut Nuryadin, Coretax merupakan inovasi yang sangat penting untuk meningkatkan pelayanan dan efisiensi sistem perpajakan, dan mereka siap membantu memastikan bahwa informasi ini sampai kepada para wajib pajak dengan baik.

“Kami juga menyambut baik silaturahmi dan komunikasi antara pengurus IKPI, khususnya Cabang Manado, dengan DJP. Kerja sama yang erat ini menjadi fondasi kuat untuk mendukung keberhasilan sistem perpajakan yang lebih baik di masa depan,” ujarnya.

Ia juga berharap hubungan yang sudah terjalin ini dapat semakin erat, dan kami siap menjadi mitra yang andal dalam mengawal penerimaan negara sekaligus memberikan pelayanan terbaik kepada wajib pajak. (bl)

DJP: Tiket Konser Bebas dari Dampak Kenaikan PPN, Tiket Pesawat Tetap Terutang Pajak

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) menegaskan bahwa tiket konser musik tidak akan terdampak oleh kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%. Hal ini dikarenakan transaksi penjualan tiket konser musik bukan termasuk dalam objek PPN.

Dalam keterangan resminya pada Sabtu (21/12/2024), DJP menjelaskan bahwa tiket konser termasuk dalam objek Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT), yang pengelolaannya berada di bawah kewenangan pemerintah kabupaten/kota sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD).

Sementara itu, tiket pesawat dalam negeri tetap dikenakan PPN. Hal ini merujuk pada Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 1994 yang merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983, sebagaimana telah diubah melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994.

DJP menegaskan bahwa transaksi penjualan tiket pesawat dalam negeri, yang bukan merupakan bagian dari tiket pesawat luar negeri, tetap menjadi objek PPN sesuai ketentuan yang berlaku.

Pernyataan ini memberikan kejelasan kepada masyarakat dan pelaku usaha terkait dampak kebijakan kenaikan PPN terhadap sektor hiburan dan transportasi. (alf)

en_US