IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Papua, Papua Barat, dan Maluku (Kanwil DJP Papabrama) mencatat realisasi penerimaan pajak di Papua sepanjang Januari 2025 mencapai Rp485,59 miliar. Namun, angka ini mengalami kontraksi sebesar 41,27% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Kanwil DJP Papabrama, Theresia Naniek Widyaningsih, Jumat (28/2/2025), mengatakan bahwa penurunan penerimaan pajak ini terjadi di tengah masa transisi sistem perpajakan. Meski demikian, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menunjukkan tren yang stabil di tengah perubahan sistem tersebut.
“Setoran Pajak Penghasilan (PPh) mengalami kontraksi signifikan sebesar 71,17% secara tahunan (year-on-year/yoy), yang disebabkan oleh implementasi Coretax. Sistem ini mengakibatkan pemusatan setoran Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) cabang ke pusat, terutama dari sektor pertambangan,” ujar Theresia.
Sebaliknya, PPN mencatat pertumbuhan positif sebesar 18,67% (yoy), yang didorong oleh peningkatan belanja pemerintah untuk barang dan jasa. Kontribusi terbesar terhadap penerimaan pajak berasal dari PPN dengan porsi 65,99%, sementara PPh menyumbang 32,49%.
Lebih lanjut, Theresia menjelaskan bahwa PPh Pasal 21 mengalami kontraksi akibat pemusatan setoran NPWP cabang ke pusat, terutama dari sektor pertambangan di wilayah Papua Tengah. Sementara itu, PPN dalam negeri tumbuh positif berkat peningkatan belanja pemerintah untuk barang dan jasa.
Selain itu, PPh Final juga mengalami kontraksi karena implementasi Coretax dan kebijakan pemusatan setoran NPWP cabang ke pusat. Meski terjadi penurunan dalam penerimaan pajak dari PPh, tren positif pada PPN memberikan optimisme dalam pencapaian target penerimaan pajak ke depan.
Pemerintah terus berupaya melakukan penyesuaian sistem perpajakan untuk meningkatkan efisiensi dan optimalisasi penerimaan pajak, seiring dengan perubahan kebijakan yang sedang berlangsung di berbagai sektor. (alf)
IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memastikan bahwa batas pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan 2024 untuk wajib pajak orang pribadi tetap pada 31 Maret 2025. Hal ini berlaku meskipun tanggal tersebut bertepatan dengan libur Lebaran Hari Raya Idul Fitri.
Kepala Subdirektorat Pelayanan Perpajakan DJP, Tirta, menegaskan bahwa batas akhir penyampaian SPT Tahunan telah diatur dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Sesuai regulasi tersebut, wajib pajak orang pribadi harus menyampaikan SPT Tahunan paling lambat tiga bulan setelah tahun pajak berakhir, yakni 31 Maret 2025. Sementara itu, batas pelaporan SPT Tahunan untuk wajib pajak badan adalah 30 April 2025, atau empat bulan setelah tahun pajak berakhir.
“Sesuai dengan ketentuan yang ada, batas akhir pelaporan SPT Tahunan ini sudah pasti. Meskipun pada hari H bertepatan dengan hari libur nasional atau cuti bersama, batas akhir pelaporan tidak berubah,” kata Tirta dikutip dari Podcast Cermati, Kamis (27/2/2025).
Menjelang batas akhir penyampaian SPT Tahunan 2024 untuk wajib pajak orang pribadi, terdapat dua hari besar keagamaan, yakni Hari Raya Nyepi pada 28 Maret 2025 dan Idul Fitri pada 31 Maret 2025. Akibatnya, kantor pelayanan pajak akan tutup dari 28 Februari hingga 7 Maret 2025 seiring dengan cuti bersama dan hari libur nasional.
Meskipun demikian, DJP mengimbau wajib pajak untuk tetap menyampaikan SPT Tahunan tepat waktu, terutama melalui layanan online yang tersedia. Tirta mengingatkan bahwa pengalaman tahun-tahun sebelumnya menunjukkan lonjakan akses ke DJP Online menjelang tenggat waktu. Oleh karena itu, wajib pajak disarankan untuk melapor lebih awal guna menghindari potensi gangguan sistem.
“Tentu akan lebih baik dan lebih nyaman kalau pelaporannya tidak menunggu batas akhir pelaporan,” ujar Tirta.
Sebagai informasi, untuk pelaporan SPT Tahunan tahun pajak 2024 yang dilakukan pada 2025, sistem Coretax belum diterapkan. Pelaporan masih menggunakan cara lama melalui DJP Online dengan e-filing atau e-form.
DJP juga mengingatkan bahwa wajib pajak yang tidak atau terlambat melaporkan SPT Tahunan akan dikenakan sanksi administrasi sesuai Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang KUP. Dalam Pasal 7 disebutkan bahwa sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 100 ribu bagi wajib pajak orang pribadi dan Rp 1 juta bagi wajib pajak badan.
Dengan adanya kepastian batas waktu ini, DJP berharap masyarakat dapat lebih disiplin dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya demi mendukung pembangunan nasional. (alf)
IKPI, Jakarta: Direktur Jenderal Pajak (DJP) Suryo Utomo, baru saja menerbitkan keputusan penghapusan sanksi administratif terkait keterlambatan pembayaran, penyetoran pajak, dan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) sebagai dampak dari implementasi sistem Coretax DJP. Keputusan ini tercantum dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 67/PJ/2025, yang ditetapkan pada 27 Februari 2025.
Suryo Utomo menjelaskan bahwa penghapusan sanksi administratif ini dilakukan dengan cara tidak menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP). Jika STP telah terbit sebelum keputusan ini berlaku, maka akan dilakukan penghapusan sanksi administratif secara otomatis (ex officio).
“Dengan diterbitkannya keputusan ini, wajib pajak akan mendapatkan penghapusan sanksi administratif atas keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak, serta pelaporan atau penyampaian SPT,” ujar Suryo Utomo dalam keterangan tertulis yang disampaikan oleh Ditjen Pajak (KT-10/2025) pada Jumat (28/2/2025).
Ketentuan Penghapusan Sanksi Administratif
Beberapa ketentuan penting terkait penghapusan sanksi administratif yang tercantum dalam Keputusan Dirjen Pajak antara lain:
Pajak Penghasilan (PPh)
PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 25, dan PPh Pasal 26 yang terutang untuk Masa Pajak Januari 2025 dan dibayar setelah tanggal jatuh tempo hingga 28 Februari 2025.
PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang disetor setelah jatuh tempo hingga 31 Januari 2025 (Masa Pajak Desember 2024) dan 28 Februari 2025 (Masa Pajak Februari 2025).
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
PPN dan PPnBM untuk Masa Pajak Januari 2025 yang disetor setelah jatuh tempo hingga 10 Maret 2025.
Bea Meterai
Bea Meterai yang dipungut Pemungut Bea Meterai untuk Masa Pajak Desember 2024 yang disetor setelah jatuh tempo hingga 31 Januari 2025, dan Masa Pajak Januari 2025 hingga 28 Februari 2025.
Pelaporan SPT yang Dikenakan Penghapusan Sanksi
Penghapusan sanksi administratif juga berlaku bagi pelaporan SPT, di antaranya untuk:
PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 serta Unifikasi
SPT Masa untuk Masa Pajak Januari 2025 yang disampaikan setelah jatuh tempo hingga 28 Februari 2025, Masa Pajak Februari 2025 hingga 31 Maret 2025, dan Masa Pajak Maret 2025 hingga 30 April 2025.
PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
SPT yang disampaikan untuk Masa Pajak Desember 2024 hingga 31 Januari 2025, Masa Pajak Januari 2025 hingga 28 Februari 2025, dan seterusnya.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
SPT Masa PPN untuk Masa Pajak Januari 2025 yang disampaikan setelah jatuh tempo hingga 10 Maret 2025, Masa Pajak Februari 2025 hingga 10 April 2025, dan Masa Pajak Maret 2025 hingga 10 Mei 2025.
Bea Meterai
SPT Masa Bea Meterai untuk Masa Pajak Desember 2024 hingga 31 Januari 2025, dan seterusnya hingga 30 April 2025.
Keputusan ini bertujuan untuk memberi kelonggaran bagi wajib pajak yang terpengaruh oleh implementasi sistem Coretax yang mulai berlaku pada awal tahun 2025. Suryo Utomo berharap langkah ini dapat mengurangi beban administratif dan memberikan kesempatan bagi wajib pajak untuk menyelesaikan kewajiban perpajakan mereka tanpa dikenakan sanksi administratif.
Dengan penghapusan sanksi ini, diharapkan proses transisi menuju penerapan Coretax dapat berlangsung lebih lancar dan lebih banyak wajib pajak yang mematuhi kewajiban perpajakannya tepat waktu. (alf)
IKPI, Jakarta: Penerimaan perpajakan Indonesia mengalami penurunan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2024, rasio penerimaan pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia hanya mencapai 10,07%. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan tax ratio tahun 2023 yang tercatat sebesar 10,31% PDB.
Secara historis, rasio perpajakan Indonesia pernah mencapai 20% PDB pada dekade 1980-an. Namun, sejak saat itu, terjadi tren penurunan yang berlanjut hingga sekarang. Penurunan tersebut menggambarkan adanya penurunan kapasitas fiskal Indonesia, yang semakin terbatas dalam mendukung pembangunan dan berbagai program ekonomi.
Dalam dokumen Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 yang dirilis pada Jumat (28/2/2025), dinyatakan bahwa kondisi ini mencerminkan terbatasnya ruang fiskal Indonesia dalam menghadapi berbagai tantangan, khususnya dalam upaya keluar dari jebakan pendapatan menengah (middle income trap) dan menuju status negara maju.
“Ruang fiskal Indonesia saat ini relatif terbatas di tengah upaya Indonesia untuk keluar dari middle income trap dan menjadi negara maju. Hal tersebut tercermin dari indikator penerimaan perpajakan Indonesia yang terus menurun secara historis,” tulis dokumen tersebut.
Dibandingkan dengan negara-negara lain, rasio perpajakan Indonesia tergolong rendah. Pada 2023, Indonesia hanya mencapai rasio penerimaan perpajakan sebesar 10,3 persen PDB, jauh tertinggal dari negara-negara maju seperti Inggris (27,3%), dan bahkan negara-negara berkembang seperti Meksiko (14,3%), Brasil (14,2%), dan Kanada (14,0%). Di kawasan ASEAN, Indonesia juga tertinggal jauh, bahkan dibandingkan dengan negara seperti Kamboja, Vietnam, Filipina, Thailand, Singapura, Laos, Malaysia, dan Timor Leste.
Beberapa studi menunjukkan bahwa peningkatan pendapatan negara melalui kebijakan fiskal yang lebih kuat menjadi salah satu syarat utama untuk keluar dari middle income trap. Sebagai contoh, Korea Selatan berhasil melompat ke kategori negara maju pada 1995 dengan rasio penerimaan negara sebesar 17,6% PDB. Chile juga berhasil mencapai status negara maju setelah rasio penerimaan negara mereka mencapai 20,6% PDB pada 2013.
Sementara itu, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam hal pendanaan pembangunan. Berdasarkan RPJMN 2025-2029, kebutuhan investasi untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,7-6,0% per tahun diperkirakan mencapai Rp35.212,4 triliun hingga Rp35.455,6 triliun. Namun, pemerintah hanya mampu menyumbang 8,4-10,1% dari total investasi yang dibutuhkan. Sebagian besar diharapkan berasal dari masyarakat dan sektor swasta, serta badan usaha milik negara (BUMN) yang berkontribusi 8,5-8,8%.
Selain itu, defisit anggaran negara yang tercatat selama periode 2020-2024 mencapai Rp3.192 triliun, atau sekitar Rp638 triliun per tahun, semakin mempersempit ruang fiskal Indonesia. Dengan tax ratio yang terus menurun, tantangan pendanaan pembangunan semakin membesar.
“Tantangan tersebut juga tampak pada kondisi defisit yang mencapai Rp3.192 triliun selama periode tahun 2020-2024,” ujar dokumen tersebut.
Secara keseluruhan, kondisi fiskal Indonesia menghadapi berbagai tantangan besar yang memerlukan reformasi perpajakan dan peningkatan kapasitas fiskal agar dapat mendukung upaya Indonesia untuk tumbuh menjadi negara maju. (alf)
IKPI, Batam: Ketua Pengurus Daerah IKPI Kepri, Ing Ing Cindy Eva, menegaskan bahwa kepengurusan baru IKPI di Kepulauan Riau (Kepri) akan berfokus pada penguatan edukasi pajak dan perluasan keanggotaan. Saat ini, di Kepri baru terdapat dua cabang IKPI, yakni di Batam dan Bintan.
Namun, ia juga membuka peluang bagi daerah lain untuk membentuk cabang baru jika telah memenuhi jumlah konsultan yang cukup. Saat ini, sekitar 180 konsultan pajak di Kepri tergabung dalam IKPI.
“Mungkin ada yang tergabung di asosiasi lain. Kami selalu membuka pintu bagi konsultan yang ingin bergabung, tentunya harus memiliki izin resmi sebelum masuk ke IKPI,” kata Ing Ing Cindy Eva, Minggu (23/2/2025).
Sekadar informasi, IKPI resmi melantik pengurus baru untuk daerah Kepri, mencakup cabang Batam dan Bintan, untuk periode 2024-2029. Acara pelantikan berlangsung di Ballroom Harris Hotel Batam pada Jumat (21/2/2025) dan dipimpin langsung oleh Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld.
(Foto: DOK. IKPI Pengda Kepri)
Dalam sambutannya, Vaudy mengungkapkan bahwa pelantikan ini merupakan bagian dari agenda besar IKPI di seluruh Indonesia. “Ini pelantikan ke-11 IKPI. Kami melantik 11 pengurus cabang di berbagai daerah, dan masih ada dua daerah lagi yang akan segera menyusul,” ujarnya.
Dikatakan Vaudy, IKPI saat ini memiliki hampir 7.100 anggota dari total sekitar 7.500 konsultan pajak di Indonesia, yang berarti sekitar 89 persen konsultan pajak tanah air berada di bawah naungan IKPI. Lebih dari sekadar organisasi profesi, IKPI juga berperan sebagai mitra strategis Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam meningkatkan kesadaran pajak di masyarakat.
Ke depan, IKPI Kepri akan memperkuat bidang edukasi pajak dengan memberdayakan tax centre di universitas-universitas di Batam. Saat ini, tax centre telah terbentuk di Universitas Internasional Batam (UIB), Politeknik Batam, dan Universitas Batam (Uniba).
(Foto: DOK. IKPI Pengda Kepri)
Sementara itu, Ketua IKPI Batam, Bunandi, menyatakan bahwa pihaknya akan meningkatan edukasi perpajakan kepada wajib pajak, baik itu perseorangan maupun Badan. Implementasinya bisa melalui pembentukan Tax Center dengan Kerjasama bersama DJP dalam hal ini diwakili oleh Kanwil Kepri dan KPP yang mengontrol Tax Center tersebut dengan seluruh Universitas yang ada di Kota Batam.
Menurutnya, dengan adanya Tax Center tersebut maka wajib pajak akan lebih mudah untuk memperoleh informasi tentang perpajakan dan dapat dikembangkan oleh mahasiswa yang turut mengabdi dalam proses pembelajaran maupun pengajaran oleh para dosen di Universitas tersebut. Tentu kami sebagai Konsultan pajak akan turut membina dan memberikan kontribusi dalam Tax Center tersebut.
Kedua, IKPI Batam akan membentuk tim untuk mengembangkan dan memberikan Kursus-Kursus baik kepada mahasiswa maupun masyarakat umum yang ingin belajar keahlian perpajakan melaui Kursus Brevet Pajak.
Dengan adanya Tax Center dan Kursus Brevet Pajak tersebut kami yakin generasi yang mempelajari Ilmu Perpajakan dan pembayar pajak akan meningkat. Kesadaran untuk membayar pajak perlu dibina sejak dini, dan tentu kita juga harus menjelaskan kepada Generasi kita tentang manfaat pajak bagi nusa dan bangsa. “Pajak Kuat Negara Maju”
IKPI Cabang Batam lanjut Bunandi, juga akan melakukan kolaborasi dengan Asosiasi Pengusaha yang ada dibatam untuk turut bekerja sama dengan mengadakan seminar perpajakan, membahas masalah masalah yang dihadapi oleh para pengusaha di lapangan, membentuk timm FGD untuk membahas isu isu dan peraturan perpajakan terkini.
“Bahkan kami juga terlibat sebagai Pengurus di Asosiasi-Asosiasi tersebut, seperti Kadin dan Apindo,” ujarnya.
Menurutnya, IKPI Batam akan selalu aktif untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat. “Ini kami akan membentuk team dengan melibatkan semua anggota untuk turut berpartisipasi, baik berupa bakti sosial ataupun memberikan pengetahuan perpajakan secara gratis kepada asosiasi sosial atau yayasan sosial yang ada di Batam,” katanya.
Sementara itu, Ketua IKPI Cabang Bintan, Ernie, menyatakan komitmennya untuk memperkuat peran konsultan pajak di daerah tersebut. Pihaknya akan bekerja sama dengan berbagai pihak guna meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pajak bagi pembangunan.
“Tentu kami akan memperkuat kerja sama sebagaimana yang telah diarahkan oleh ketua umum,” katanya.
Dengan kepengurusan baru, IKPI se-Kepri berkomitmen untuk terus berkembang dan memperluas jangkauan, sehingga semakin banyak konsultan pajak di daerah yang dapat berkontribusi bagi kemajuan sektor perpajakan Indonesia. (bl)
IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kantor Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengimbau wajib pajak (WP) untuk segera melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi sebelum batas waktu yang ditetapkan, yaitu 31 Maret 2025. Imbauan ini disampaikan oleh Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP DIY, Ramos Irawadi, pada Rabu (26/2/2025) di Kantor DJP DIY, Sleman.
“Pelaporan SPT Tahunan, khususnya untuk PPh orang pribadi, sangat penting dilakukan lebih awal untuk menghindari kesulitan menjelang tenggat waktu,” ujar Ramos. Dia menambahkan bahwa jika pelaporan dilakukan mendekati batas waktu, wajib pajak berisiko menghadapi masalah seperti jaringan yang padat atau gangguan pada sistem pelaporan.
Hingga 26 Februari 2025, DJP DIY mencatat adanya peningkatan signifikan dalam kepatuhan wajib pajak di wilayah tersebut. Sebanyak 115.763 SPT Tahunan telah dilaporkan, terdiri dari SPT untuk orang pribadi dan badan. Angka ini menunjukkan kenaikan 10,85 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yang tercatat sebanyak 104.435 SPT.
“Peningkatan ini menunjukkan kesadaran masyarakat yang semakin baik dalam melaporkan pajaknya,” tambah Ramos.
Seiring dengan upaya peningkatan pelayanan, DJP DIY juga mengandalkan layanan e-Filing yang semakin memudahkan wajib pajak dalam melaporkan SPT Tahunan secara daring. Fasilitas ini dapat diakses melalui laman resmi **djponline.pajak.go.id**, yang memungkinkan pelaporan dilakukan kapan saja dan di mana saja tanpa harus datang langsung ke kantor pajak.
“Karena dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja, maka lapor lebih awal lebih nyaman,” ujar Ramos menekankan kenyamanan pelaporan melalui sistem daring.
DJP DIY berharap, dengan semakin mudahnya proses pelaporan menggunakan e-Filing, semakin banyak wajib pajak yang akan memanfaatkan fasilitas ini dan menghindari tumpukan pelaporan di akhir periode. Hal ini diharapkan dapat memperlancar proses administrasi pajak di wilayah DIY menjelang akhir Maret 2025.
Wajib pajak diimbau untuk segera memanfaatkan waktu yang ada dan tidak menunda pelaporan, guna memastikan kelancaran proses dan menghindari potensi masalah teknis menjelang tenggat waktu pelaporan. (alf)
IKPI, Serang: Tax Center Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) sukses menggelar Seminar Pajak dan Coaching Clinic Coretax, sebuah acara yang bertujuan untuk meningkatkan literasi perpajakan di kalangan civitas akademika. Kegiatan ini menjadi bagian dari upaya Untirta dalam membekali mahasiswa dan akademisi dengan pengetahuan yang relevan mengenai sistem perpajakan, terutama di era digital. Acara ini secara resmi dibuka Wakil Rektor II Untirta, Prof. Asep Ridwan, Kamis (27/2/2025).
Dalam sambutannya, Prof. Asep menekankan pentingnya pemahaman tentang perpajakan, terutama bagi kalangan akademisi dan mahasiswa. “Perpajakan adalah salah satu aspek yang sangat penting dalam kehidupan ekonomi, terutama di era digital ini. Pemahaman yang baik tentang sistem perpajakan akan memberi dampak positif, baik bagi akademisi maupun masyarakat pada umumnya,” ujarnya.
Hadir pula dalam acara ini Wakil Dekan Bidang Akademik FEB, Wakil Dekan Bidang Keuangan FEB, serta panitia dan tim Tax Center Untirta. Sebagai tuan rumah, mereka menyambut baik kolaborasi yang terjalin antara Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Banten dalam menyelenggarakan kegiatan ini.
Wakil Dekan 1 FEB, Tri Lestari, Ph.D., menjelaskan bahwa acara seperti ini diadakan secara rutin untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai sistem perpajakan yang terus berkembang. “Seminar dan coaching clinic ini merupakan langkah positif dalam mendukung pengelolaan pajak yang lebih efisien di lingkungan akademik. Kolaborasi yang terjalin dengan DJP Banten diharapkan semakin memperkuat sistem perpajakan di Untirta,” ujar Tri.
Dalam kesempatan yang sama, Penyuluh Pajak DJP Banten, Dedi Kusnadi, M.Si., menyampaikan materi terkait sistem Coretax, sebuah inovasi penting dalam digitalisasi perpajakan di Indonesia. Menurut Dedi Kusnadi, penggunaan Coretax mampu meningkatkan akurasi, transparansi, serta efisiensi dalam pelaporan pajak. “Coretax adalah solusi digital yang dirancang untuk mempermudah wajib pajak dalam mengelola kewajiban perpajakan mereka. Dengan sistem ini, proses administrasi menjadi lebih cepat, transparan, dan akurat,” katanya.
Kegiatan ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi mahasiswa dan akademisi Untirta dalam memahami dan memanfaatkan teknologi perpajakan yang semakin berkembang, serta mempersiapkan mereka untuk menghadapi tantangan perpajakan di era digital yang semakin kompleks.(alf)
IKPI, Jakarta: Pemerintah China melaporkan pemangkasan pajak, pengurangan biaya, dan pengembalian pajak yang dirancang untuk mendukung sektor inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) serta industri manufaktur pada tahun 2024. Kebijakan ini terbukti memberikan manfaat signifikan bagi entitas pasar milik swasta dan merangsang sektor swasta di negara tersebut seperti dikutip dari Antara, menurut data resmi yang dirilis pada Rabu (26/2/2025).
Total pemangkasan pajak dan pengurangan biaya yang diberlakukan oleh pemerintah China sepanjang tahun lalu mencapai sekitar 2,63 triliun yuan (sekitar 366,54 miliar dolar AS), seperti yang diinformasikan oleh Administrasi Perpajakan Negara China. Dalam jumlah tersebut, pembayar pajak dari sektor swasta, termasuk perusahaan swasta dan bisnis perorangan, menerima lebih dari 60 persen dari total nilai tersebut, yakni sekitar 1,59 triliun yuan.
Kebijakan-kebijakan pendukung ini dinilai berhasil menyuntikkan stimulus yang kuat bagi sektor swasta di China. Seiring dengan itu, data menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan pendapatan penjualan di sektor swasta melebihi rata-rata nasional sebesar 0,5 poin persentase pada 2024.
Sektor swasta, khususnya yang terlibat dalam industri manufaktur teknologi tinggi dan ekonomi digital, mencatatkan hasil yang positif. Pendapatan penjualan di kedua industri ini meningkat masing-masing sebesar 13 persen dan 4,7 persen secara tahunan (year on year/yoy).
Langkah-langkah ini menegaskan komitmen China untuk mendorong inovasi dan memperkuat daya saing sektor swasta, sambil mempercepat transformasi ekonomi menuju ekonomi digital dan berbasis teknologi tinggi.(alf)
IKPI, Jakarta Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Jakarta Pusat menggelar acara NGOTAK (Ngobrol Tentang Pajak) di The Royal Springs Hills Residence, Kamis (27/2/2025). Acara yang membahas Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 136 Tahun 2024 tentang Pengenaan Pajak Minimum Global ini, menghadirkan narasumber dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Subagio Effendi.
Ketua IKPI Cabang Jakarta Pusat Suryani, menyampaikan bahwa acara NGOTAK yang dihadiri oleh puluhan pengurus dan anggota kali ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman anggota IKPI mengenai kebijakan perpajakan terbaru, khususnya terkait penerapan Pajak Minimum Global (Global Minimum Tax/GMT).
(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)
“Global Minimum Tax diterapkan dengan tarif efektif sebesar 15% bagi perusahaan multinasional yang memiliki pendapatan konsolidasi global di atas 750 juta EURO. Jika suatu negara mengenakan tarif pajak efektif di bawah 15%, maka negara asal perusahaan dapat mengenakan pajak tambahan untuk mencapai tarif minimum tersebut. Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan PMK 136 Tahun 2024 untuk menyesuaikan kebijakan pajak di Indonesia dengan prinsip global ‘If you don’t tax, then I will tax’,” kata Suryani mengutip pernyataan Subagio Effendi di acara tersebut.
(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)
Menurut Suryani, dalam paparannya, Subagio menjelaskan bahwa penentuan global income sebesar 750 juta EURO dihitung minimal dua kali dalam lima tahun ke belakang dari tahun 2024 sebagai tested year. Aturan ini mulai berlaku untuk tahun pajak 2025.
Adapun dalam perhitungan Effective Tax Rate (ETR) dalam GMT sesuai Pilar 2 OECD, digunakan rumus sebagai berikut:
(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)
ETR = (Covered Taxes / GloBE Income) x 100%
Dimana:
• Covered Taxes mencakup pajak yang masuk dalam cakupan GMT, seperti pajak penghasilan badan, withholding tax, dan pajak minimum tambahan.
• GloBE Income adalah laba bersih setelah disesuaikan berdasarkan standar GMT.
Jika ETR suatu yurisdiksi kurang dari 15%, maka negara asal perusahaan dapat mengenakan pajak tambahan (top-up tax) untuk mencapai tarif minimum tersebut.
Selain bertujuan meningkatkan pemahaman mengenai kebijakan pajak terkini, Suryani menambahkan bahwa acara NGOTAK akan diadakan setiap bulan sekali untuk mempererat ikatan antar anggota IKPI Cabang Jakarta Pusat.
“Acara ini tidak hanya menjadi ajang diskusi dan berbagi ilmu mengenai pajak, tetapi juga untuk mempererat hubungan antar anggota IKPI, sehingga semakin solid dalam menjalankan profesi sebagai konsultan pajak,” kata Suryani.
(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)
Dengan adanya kegiatan NGOTAK, diharapkan para anggota IKPI khususnya cabang Jakarta Pusat, dapat terus mengikuti perkembangan regulasi perpajakan baik di tingkat nasional maupun global demi meningkatkan kualitas pelayanan kepada klien dan masyarakat luas. (bl)
IKPI. Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melaporkan bahwa jumlah wajib pajak yang telah melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak 2024 mencapai 5,54 juta. Data ini tercatat hingga 26 Februari 2025 pukul 00.02 WIB.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti, Kementerian Keuangan, mengungkapkan bahwa jumlah pelaporan SPT Tahunan 2024 untuk wajib pajak orang pribadi, yang memiliki batas waktu pelaporan hingga akhir Maret 2025, telah mencapai 5,37 juta orang. Sementara itu, untuk wajib pajak badan yang memiliki tenggat waktu hingga April 2025, jumlah pelapor mencapai 167 ribu.
“Dari angka tersebut, sebanyak 5,42 juta SPT disampaikan secara elektronik, sedangkan 125 ribu SPT masih disampaikan secara manual,” ungkap Dwi, Kamis (27/2/2025).
Pelaporan SPT Masih Menggunakan DJP Online
DJP memastikan bahwa pengisian SPT Pajak Penghasilan (PPh) tahun 2024 yang disampaikan pada awal 2025 masih akan menggunakan sistem DJP Online. Wajib pajak dapat mengakses layanan ini melalui situs resmi DJP di https://djponline.pajak.go.id/. Terdapat dua fitur yang dapat digunakan, yaitu e-Form dan e-Filing.
Khusus untuk pelaporan melalui e-Filing, wajib pajak dapat mengisi dan mengirimkan SPT tahunan dengan lebih mudah dan efisien. Wajib pajak orang pribadi berstatus pegawai perlu memilih formulir yang sesuai dengan penghasilannya dalam setahun.
• Formulir 1770 diperuntukkan bagi wajib pajak dengan penghasilan di bawah Rp 60 juta per tahun.
• Formulir 1770 S digunakan bagi wajib pajak dengan penghasilan di atas Rp 60 juta per tahun.
Panduan Pengisian SPT Tahunan Online
Bagi wajib pajak yang ingin mengisi SPT Tahunan secara online, berikut langkah-langkah yang harus dilakukan:
• Masuk ke laman resmi DJP Online di www.pajak.go.id melalui handphone atau laptop.
• Login dengan memasukkan NIK/NPWP, password, serta kode keamanan.
• Setelah masuk, klik menu “Lapor”, pilih “e-Filing”, lalu pilih “Buat SPT”.
• Pilih formulir SPT yang sesuai dengan penghasilan tahunan (1770 atau 1770 S).
• Isi formulir sesuai dengan tahun pajak dan status SPT, lalu lanjutkan ke langkah berikutnya.
• Masukkan data yang diminta dalam 18 tahap, termasuk penghasilan final, harta yang dimiliki hingga akhir tahun, dan daftar utang.
• Jika tidak ada utang pajak dan lainnya, status SPT akan muncul sebagai nihil, kurang bayar, atau lebih bayar.
• Jika telah selesai, klik “Setuju”, lalu kode verifikasi akan dikirimkan ke email atau nomor telepon terdaftar.
• Masukkan kode verifikasi dan klik “Kirim SPT”.
• Wajib pajak akan mendapatkan tanda terima elektronik SPT Tahunan yang dikirimkan ke email.
Dengan sistem ini, DJP berharap semakin banyak wajib pajak yang dapat melaporkan SPT Tahunan secara tepat waktu dan tanpa hambatan. Batas waktu pelaporan SPT orang pribadi hingga 31 Maret 2025 dan untuk wajib pajak badan hingga 30 April 2025. (alf)