Hakim MK Beri 14 Hari Waktu Perbaikan Kepada Pemohon Uji Materiil UU PPh dan PPN

IKPI, Jakarta: Permohonan uji materiil Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) dan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN) yang diajukan oleh PT Gemilang Prima Semesta dan CV Belilas Permai mendapat tanggapan dari Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam sidang yang berlangsung pada Selasa (4/3/2025), Hakim Konstitusi Arief Hidayat memberikan catatan agar pemohon menguraikan lebih jelas kerugian konstitusional yang dialami.

Arief menekankan bahwa permohonan harus menjelaskan dampak pasal yang diuji tidak hanya kepada pemohon, tetapi juga kepada badan hukum lain yang berpotensi mengalami kerugian serupa.

“Uraian dalam permohonan masih cenderung menitikberatkan pada kerugian ekonomi yang dialami dua perusahaan pemohon. Padahal, pengujian undang-undang berlaku untuk semua badan hukum karena bersifat universal. Jika permohonan ini dikabulkan, maka akan berdampak luas bagi banyak badan hukum lainnya,” jelas Arief dikutip dari website resmi MK.

Selain itu, Hakim Konstitusi Arsul Sani memberikan masukan terkait penyusunan permohonan. Ia menyarankan agar pemohon menyesuaikan struktur permohonan dengan memindahkan bagian kedudukan hukum ke dalam alasan permohonan. “Penyusunan permohonan perlu lebih sistematis. Kedudukan hukum cukup disinggung secara singkat, sementara uraian lebih lengkap sebaiknya ditempatkan di bagian alasan permohonan,” ujar Arsul.

Majelis Hakim Konstitusi memberikan waktu 14 hari kepada para pemohon untuk melakukan perbaikan terhadap permohonannya. Batas waktu pengajuan perbaikan tersebut adalah Senin, 17 Maret 2025. Dengan adanya perbaikan ini, diharapkan permohonan dapat lebih kuat dalam menjelaskan aspek hukum dan konstitusionalitas yang dipermasalahkan. (alf)

 

MK Uji Materiil UU PPh dan UU PPN, Kuasa Hukum Tegaskan Aturan Tersebut Beratkan Pengusaha Distribusi

IKPI, Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan terkait uji materiil Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN). Perkara dengan Nomor 188/PUU-XXII/2024 ini diajukan oleh PT Gemilang Prima Semesta dan CV Belilas Permai yang merasa dirugikan oleh ketentuan dalam kedua undang-undang tersebut.

Sidang ini berlangsung pada Selasa (4/3/2025) di Ruang Sidang Mahkamah Konstitusi dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arsul Sani.

Dikutip dari website resmi MK, kuasa hukum para pemohon, Cuaca, menyampaikan bahwa kliennya mengalami kerugian konstitusional akibat ketidakpastian hukum yang ditimbulkan oleh Pasal 4 ayat (1) UU PPh dan Pasal 4 ayat (1) UU PPN. Ia berpendapat bahwa ketentuan ini bertentangan dengan Pasal 23A UUD 1945, yang mengatur bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa harus didasarkan pada undang-undang.

Menurut Cuaca, ketidakjelasan aturan tersebut telah mengakibatkan pemungutan pajak yang tidak memiliki kepastian hukum, terutama terkait pajak yang dikenakan atas biaya transportasi. Pajak ini dinilai memberatkan wajib pajak yang bergerak di bidang distribusi, khususnya bagi mereka yang mengangkut gas LPG 3 kg dari agen ke pangkalan.

Oleh karena itu, para pemohon meminta Mahkamah Konstitusi untuk menyatakan bahwa frasa dalam Pasal 4 ayat (1) UU PPh dan Pasal 4 ayat (1) UU PPN bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat sepanjang tidak dimaknai sebagaimana yang mereka ajukan dalam permohonannya. (alf)

Kanwil DJP Jakarta Barat Hadirkan Pojok Pajak di Mal Central Park

IKPI, Jakarta: Menjelang batas waktu pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Tahun Pajak 2024, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jakarta Barat mengajak seluruh wajib pajak untuk memanfaatkan layanan Pojok Pajak yang dihadirkan di Mal Central Park Lantai 3. Layanan ini dibuka pada Senin, 3 Maret 2025, dan akan berlangsung selama tiga minggu penuh hingga 21 Maret 2025.

Dalam penyelenggaraannya, Kanwil DJP Jakarta Barat bekerja sama dengan seluruh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) se-Jakarta Barat untuk memberikan berbagai layanan perpajakan, di antaranya:

• Asistensi pelaporan SPT Tahunan,

• Konsultasi perpajakan,

• Layanan Coretax, dan

• Penerbitan EFIN.

Layanan ini tersedia setiap hari kerja pada pukul 11.00 WIB hingga 15.00 WIB guna memudahkan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya tepat waktu.

Dorongan untuk Melapor Lebih Awal

Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Kanwil DJP Jakarta Barat, Herry Setyawan, menegaskan pentingnya melaporkan SPT lebih awal untuk menghindari kendala teknis, seperti perlambatan sistem akibat lonjakan akses di akhir periode pelaporan.

“Keberadaan Pojok Pajak ini diharapkan dapat membantu wajib pajak dalam melaporkan SPT Tahunan dan memberikan konsultasi terkait implementasi Coretax,” ujar Herry.

Ia juga mengingatkan bahwa batas waktu pelaporan SPT Tahunan adalah 31 Maret 2025 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dan 30 April 2025 bagi Wajib Pajak Badan.

Selain menghindari kendala teknis, pelaporan SPT lebih awal juga berkontribusi pada kelancaran administrasi perpajakan serta pembangunan negara.

Layanan Pojok Pajak mendapatkan respons positif dari masyarakat. Immanuel, salah satu wajib pajak yang mengurus kode EFIN, mengungkapkan kepuasannya terhadap pelayanan yang diberikan.

“Prosesnya cepat, langsung diarahkan ke petugas, dan tidak sampai lima menit sudah selesai,” ujarnya.

Hal senada disampaikan oleh Fahri, wajib pajak lain yang juga memanfaatkan layanan ini. “Sangat baik, sangat cepat, sangat mudah juga prosesnya, kemudian dibantu dengan sangat baik oleh tim dari DJP,” katanya.

Untuk menghindari antrean panjang, Kanwil DJP Jakarta Barat mengimbau wajib pajak untuk segera melaporkan SPT-nya melalui djponline.pajak.go.id atau datang langsung ke Pojok Pajak yang telah disediakan. (alf)

 

DJP Kembali Ingatkan Wajib Pajak Lapor SPT Tepat Waktu, Begini Caranya

IKPI, Jakarta; Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kembali mengingatkan wajib pajak untuk segera melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak 2024 sebelum batas waktu yang ditentukan. Hingga 3 Maret 2025, DJP mencatat 6,03 juta wajib pajak telah melaporkan SPT, terdiri dari 5,85 juta wajib pajak orang pribadi dan 184 ribu wajib pajak badan.

Dwi Astuti, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu, menjelaskan bahwa sebagian besar pelaporan dilakukan secara elektronik melalui layanan DJP Online.

“Kami mengimbau wajib pajak untuk memanfaatkan layanan e-Filing yang lebih praktis dan efisien. Wajib pajak dapat mengisi dan mengirimkan SPT secara online tanpa perlu datang ke kantor pajak,” ujarnya.

Untuk wajib pajak orang pribadi yang berstatus pegawai, terdapat dua jenis formulir yang harus dipilih berdasarkan penghasilan tahunan, yakni:

• Formulir 1770 untuk penghasilan di bawah Rp 60 juta per tahun.

• Formulir 1770 S untuk penghasilan di atas Rp 60 juta per tahun.

Berikut langkah-langkah mengisi SPT Tahunan secara online:

• Akses laman resmi DJP Online di www.pajak.go.id melalui perangkat yang tersedia.

• Login dengan NIK/NPWP dan password, serta masukkan kode keamanan.

• Pilih menu Lapor, lalu klik e-Filing dan pilih Buat SPT.

• Pilih formulir yang sesuai dengan penghasilan tahunan.

• Isi formulir berdasarkan tahun pajak dan status SPT, lalu lanjutkan ke tahap berikutnya.

• Lengkapi 18 tahap pengisian, termasuk data penghasilan, harta, dan utang.

• Sistem akan menampilkan status SPT: nihil, kurang bayar, atau lebih bayar.

• Jika telah selesai, klik Setuju, lalu masukkan kode verifikasi yang dikirimkan melalui email atau SMS.

• Klik Kirim SPT, dan wajib pajak akan mendapatkan tanda terima elektronik melalui email.

DJP menegaskan bahwa pelaporan SPT tepat waktu dapat menghindarkan wajib pajak dari sanksi denda serta memperlancar administrasi perpajakan nasional. Oleh karena itu, DJP mengajak seluruh wajib pajak untuk segera melaporkan SPT sebelum tenggat waktu yang ditentukan.(alf)

 

Update 3 Maret! Pelaporan SPT Tahunan 2024 Capai 6,03 Juta Wajib Pajak

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melaporkan bahwa jumlah wajib pajak yang telah melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak 2024 mencapai 6,03 juta. Data ini dihimpun hingga 3 Maret 2025 dan mencerminkan partisipasi aktif masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakan.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kementerian Keuangan, Dwi Astuti menyatakan bahwa dari jumlah tersebut, sebanyak 5,85 juta pelaporan berasal dari wajib pajak orang pribadi yang memiliki tenggat waktu hingga akhir Maret 2025. Sementara itu, untuk wajib pajak badan yang memiliki tenggat waktu hingga April 2025, jumlah pelapor telah mencapai 184 ribu.

“Dari angka tersebut sebanyak 5,89 juta SPT disampaikan secara elektronik dan 141 ribu SPT disampaikan secara manual,” kata Dwi pada Kamis (27/2/2025).

DJP juga mengungkapkan bahwa pengisian SPT Pajak Penghasilan (PPh) untuk tahun 2024 yang disampaikan pada awal 2025 masih menggunakan sistem lama melalui DJP Online. Wajib pajak dapat mengakses layanan ini melalui laman https://djponline.pajak.go.id/. Tersedia fitur e-Form dan e-Filing yang memudahkan wajib pajak dalam mengisi dan mengirimkan SPT Tahunan secara efisien.

Ia mengimbau seluruh wajib pajak untuk segera melaporkan SPT Tahunan sebelum batas waktu yang telah ditentukan guna menghindari sanksi administratif. (alf)

DJP Lakukan Pembaruan Converter XML Versi 1.5 untuk Tingkatkan Akurasi Pelaporan Pajak

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan terus melakukan peningkatan terhadap sistem inti perpajakan atau coretax sejak diluncurkan pada 1 Januari 2025. Salah satu pembaruan terbaru yang dilakukan adalah peluncuran Converter format XML versi 1.5 yang menghadirkan berbagai peningkatan dan perbaikan guna memastikan keakuratan dan kompatibilitas data dalam pelaporan pajak.

Melansir unggahan akun X resmi @DitjenPajakRI, pembaruan ini bertujuan untuk meningkatkan performa dalam pelaporan pajak oleh wajib pajak yang menggunakan format XML. Beberapa peningkatan yang hadir dalam versi terbaru ini meliputi:

• Perbaikan Format Tanggal pada Retur Masukan

Pembaruan ini memastikan kompatibilitas dan akurasi data dengan format tanggal yang telah disempurnakan pada retur masukan.

• Penambahan Parameter Baru dalam Faktur Pajak Keluaran

Fitur ini menyediakan parameter tambahan guna mengakomodasi proses impor XML terhadap transaksi dengan kode 07 yang memiliki keterangan tambahan 02.

• Pembaruan Template Excel

Format template Excel pada Faktur Pajak Keluaran telah diperbarui agar lebih sesuai dengan kebutuhan impor XML, terutama untuk transaksi dengan kode 07 yang memiliki keterangan tambahan 02.

• Perbaikan CustomRefDoc

Penyempurnaan dalam pengisian kolom geser di bagian CustomRefDoc dilakukan untuk memastikan data dapat diinput dengan lebih akurat dan efisien.

Wajib pajak yang menggunakan sistem XML untuk pelaporan pajaknya disarankan segera mengunduh pembaruan Converter XML versi 1.5 guna mengoptimalkan proses pelaporan mereka.

Pembaruan ini dapat diakses melalui laman resmi DJP di pajak.go.id/id/reformdjp/coretax.

Dengan adanya pembaruan ini, DJP berharap sistem pelaporan pajak berbasis XML dapat semakin andal serta memberikan kemudahan dan efisiensi bagi wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. (alf)

 

DJP Sulselbartra Targetkan Penerimaan Pajak Rp18,9 Triliun pada 2025

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak Sulawesi Selatan, Barat, dan Tenggara (DJP Sulselbartra) menargetkan penerimaan pajak sebesar Rp18,9 triliun pada tahun 2025. Target ini sejalan dengan target penerimaan pajak nasional yang ditetapkan sebesar Rp2.189 triliun.

Kepala Kanwil DJP Sulselbartra Heri Kuswanto, menyampaikan bahwa terdapat tambahan target penerimaan dari kegiatan Joint Program Kementerian Keuangan sebesar Rp300 triliun. Sinergi antar unit Kementerian Keuangan dalam program ini diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dalam mencapai target penerimaan negara tahun ini.

“Target penerimaan pajak DJP Sulselbartra sebesar Rp18,9 triliun. Adapun target penerimaan pajak secara nasional tahun 2025 ditetapkan sebesar Rp2.189 triliun,” kata Heri Kuswanto dalam keteranganya, Senin (3/3/2025).

Selain menargetkan penerimaan pajak yang lebih tinggi, DJP Sulselbartra juga terus memperkuat kolaborasi dalam mendukung pencapaian penerimaan negara serta meningkatkan kesadaran wajib pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakan mereka.

“Dengan menjunjung tinggi integritas, setiap insan di Kementerian Keuangan terus berusaha memberikan pelayanan yang profesional,” ujarnya.

Dalam upaya meningkatkan kepatuhan pajak, Kemenkeu Satu Sulawesi Selatan mengajak seluruh masyarakat untuk mendukung gerakan integritas serta patuh dalam melaksanakan kewajiban perpajakan. Hal ini penting demi mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan.

Lebih lanjut, Heri Kuswanto mengungkapkan bahwa jumlah Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan yang telah diterima hingga 25 Februari 2025 mencapai 340.958, yang terdiri dari 333.568 SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi dan 7.390 SPT Tahunan Wajib Pajak Badan.

“Dibandingkan dengan tahun 2024, penerimaan SPT Tahunan per tanggal yang sama mencapai 302.846. Sehingga terdapat pertumbuhan SPT Tahunan sebesar 12,58 persen,” ujarnya.

DJP Sulselbartra optimistis dapat mencapai target penerimaan pajak tahun ini dengan strategi kolaboratif dan peningkatan kesadaran wajib pajak. Masyarakat diharapkan terus berperan aktif dalam memenuhi kewajiban perpajakan guna mendukung pembangunan nasional yang lebih baik. (alf)

 

Thailand Berlakukan Pajak Pariwisata 300 Baht untuk Turis Asing, Berlaku saat Musim Puncak

IKPI, Jakarta: Pemerintah Thailand berencana untuk memberlakukan pajak pariwisata sebesar 300 baht atau sekitar Rp144 ribu per turis saat musim puncak wisata (peak season) tahun ini. Menteri Pariwisata dan Olahraga Thailand, Sorawong Thienthong, mengungkapkan bahwa kebijakan ini diperkirakan mulai berlaku pada kuartal terakhir tahun 2024, sebagaimana dilaporkan oleh Bangkok Post.

Meskipun rincian skema pajak ini masih dalam tahap finalisasi, Sorawong menyatakan bahwa turis asing yang tiba melalui jalur udara akan dikenakan biaya sebesar 300 baht per perjalanan. Sementara itu, bagi wisatawan yang memasuki Thailand melalui jalur darat atau laut juga akan dikenakan tarif yang sama, tetapi mereka diperbolehkan masuk beberapa kali dalam rentang waktu 30 hingga 60 hari, menurut laporan VN Express.

Menanggapi kekhawatiran bahwa kebijakan pajak ini dapat mengurangi jumlah wisatawan yang datang ke Thailand, Sorawong menegaskan bahwa nominal pajak tersebut relatif kecil dan tidak akan berdampak signifikan terhadap arus kunjungan wisatawan asing. Bahkan, beberapa kedutaan besar negara lain disebut mendukung inisiatif ini, karena dinilai memberikan manfaat berupa akses asuransi perjalanan bagi wisatawan selama berada di Thailand.

Lebih lanjut, Sorawong juga menekankan bahwa penerapan pajak ini tidak hanya berfungsi sebagai sumber pendapatan tambahan bagi negara, tetapi juga sebagai bagian dari upaya meningkatkan kenyamanan dan pelayanan bagi wisatawan selama berlibur di Thailand.

Sepanjang tahun 2024, Thailand mencatat kedatangan 35,5 juta turis asing, menjadikannya salah satu destinasi wisata utama di Asia Tenggara. Pemerintah Thailand menargetkan peningkatan jumlah wisatawan asing hingga 40 juta orang pada tahun 2025, termasuk 9 juta wisatawan asal China. Dengan adanya kebijakan pajak pariwisata ini, pemerintah berharap dapat terus meningkatkan layanan wisata serta menjaga daya tarik Thailand sebagai destinasi wisata unggulan dunia. (alf)

 

Hong Kong Naikkan Pajak Keberangkatan Turis menjadi Rp 440.000 Mulai Oktober

IKPI, Jakarta: Hong Kong akan menaikkan pajak keberangkatan turis mulai Oktober mendatang. Nantinya, traveler yang berangkat dari Hong Kong akan dikenakan kenaikan Pajak Keberangkatan Penumpang Udara (APDT) sebesar 67%.

Dilansir dari Travel and Leisure Asia, pajak keberangkatan ini akan naik dari sebelumnya 120 dollar Hong Kong (Rp 264 ribu) menjadi 200 dollar Hong Kong (Rp 440 ribu). Kenaikan ini mencapai 80 dollar Hong Kong atau sekitar Rp 176 ribu.

Sekretaris Keuangan Hong Kong Paul Chan, mengumumkan kenaikan Pajak Keberangkatan Penumpang Udara selama presentasi anggaran 2025-2026 pada akhir Februari lalu. Ia menyatakan bahwa kenaikan pajak ini dimaksudkan untuk membantu mengatasi defisit keuangan dan diharapkan menghasilkan tambahan sebesar 1,6 miliar dollar Hong Kong dalam pendapatan pemerintah setiap tahunnya.

Pajak keberangkatan ini akan dibebankan kepada penumpang berusia 12 tahun ke atas yang berangkat dari Bandara Internasional Hong Kong. Biaya ini juga akan dimasukkan dalam harga tiket pesawat.

Namun, beberapa kategori traveler dapat memenuhi syarat untuk pengecualian pajak, seperti penumpang transit langsung dan penumpang singgah. Penumpang yang dikecualikan juga bisa mendapatkan pengembalian pajak keberangkatan yang telah dibayarkan melalui Departemen Penerbangan Sipil Hong Kong.

Selain itu, turis yang telah membeli tiket pesawat namun belum berangkat dari Hong Kong juga berhak atas pengembalian pajak bandara secara penuh.

Sementara itu, Hong Kong tengah berupaya memulihkan perekonomian dari dampak pandemi. Pemerintah juga sedang mengambil berbagai langkah di sektor pariwisata untuk mengatasi defisit anggaran yang mencapai 87,2 miliar dollar Hong Kong. (alf)

 

Pemerintah Tetapkan Tarif Bunga Sanksi Administratif Pajak untuk Maret 2025

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan secara resmi menetapkan tarif bunga sanksi administratif pajak untuk periode 1 Maret hingga 31 Maret 2025. Keputusan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No. 3/KM.10/2025 yang ditandatangani oleh Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Febrio Nathan Kacaribu.

Dalam keputusan tersebut, tarif bunga per bulan menjadi dasar penghitungan sanksi administratif berupa bunga serta pemberian imbalan bunga kepada Wajib Pajak. Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak serta menyesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Penurunan Tarif Bunga Sanksi Administratif Pajak

Tarif bunga sanksi administratif pajak pada Maret 2025 mengalami penurunan dibandingkan dengan Februari 2025. Tarif bunga sanksi administratif bulan Maret berkisar antara 0,57 persen hingga 2,24 persen per bulan, lebih rendah dibandingkan tarif Februari yang berada dalam rentang 0,59 persen hingga 2,26 persen per bulan.

Berikut rincian tarif bunga sanksi administratif yang berlaku untuk Maret 2025:

• Pasal 19 ayat (1) UU KUP: 0,57 persen per bulan untuk keterlambatan pembayaran pajak setelah diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau dokumen lain yang relevan.

• Pasal 19 ayat (2) dan (3) UU KUP: 0,57 persen per bulan untuk penundaan atau angsuran pembayaran pajak.

• Pasal 8 ayat (2) dan (2a) UU KUP: 0,99 persen per bulan untuk pembetulan SPT Tahunan atau SPT Masa yang menyebabkan utang pajak bertambah.

• Pasal 9 ayat (2a) dan (2b) UU KUP: 0,99 persen per bulan untuk keterlambatan penyetoran Pajak Penghasilan (PPh) Masa dan PPh Pasal 21 atau 29.

• Pasal 14 ayat (3) UU KUP: 0,99 persen per bulan untuk pajak yang kurang dibayar akibat salah tulis atau hitung.

• Pasal 8 ayat (5) UU KUP: 1,41 persen per bulan bagi Wajib Pajak yang mengungkapkan ketidakbenaran SPT setelah pemeriksaan.

• Pasal 13 ayat (2) dan (2a) UU KUP: 1,82 persen per bulan untuk SKPKB akibat kurang bayar pajak.

• Pasal 13 ayat (3B) UU KUP: 2,24 persen per bulan untuk SKPKB atas pelanggaran seperti tidak menyampaikan SPT dalam waktu yang ditentukan.

Tarif Imbalan Bunga Maret 2025

Selain sanksi administratif, Kementerian Keuangan juga menetapkan tarif bunga untuk pemberian imbalan kepada Wajib Pajak yang memenuhi syarat, sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (3), Pasal 17B ayat (3) dan (4), serta Pasal 27B ayat (4) UU KUP. Untuk Maret 2025, tarif imbalan bunga adalah 0,57 persen per bulan, lebih rendah dibandingkan Februari 2025 yang sebesar 0,59 persen per bulan.

Rincian pemberian imbalan bunga adalah sebagai berikut:

• Pasal 11 Ayat (3) UU KUP: 0,57 persen per bulan untuk keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.

• Pasal 17B Ayat (3) UU KUP: 0,57 persen per bulan jika terjadi keterlambatan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).

• Pasal 17B Ayat (4) UU KUP: 0,57 persen per bulan jika pemeriksaan bukti awal tidak berlanjut ke penyidikan atau penyidikan tidak dilanjutkan ke penuntutan.

• Pasal 27B Ayat (4) UU KUP: 0,57 persen per bulan untuk pengembalian kelebihan pembayaran pajak akibat pengabulan keberatan, banding, atau peninjauan kembali.

Penetapan tarif bunga ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum serta mendorong kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan mereka. (alf)

 

 

en_US