Kantor Pajak AS Umumkan Penyesuaian Pajak 2026

(Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Kantor Pajak Amerika Serikat (Internal Revenue Service/IRS) resmi mengumumkan penyesuaian inflasi tahunan untuk tahun pajak 2026. Lebih dari 60 ketentuan pajak federal mengalami pembaruan, mulai dari lapisan tarif Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi, potongan standar, hingga berbagai kredit pajak yang akan memengaruhi jutaan wajib pajak di Negeri Paman Sam.

Kebijakan ini tertuang dalam Revenue Procedure 2025-32 yang dirilis pekan ini. Dalam pernyataannya, Kantor Pajak AS menegaskan bahwa penyesuaian dilakukan untuk mencerminkan kenaikan biaya hidup dan menjaga keseimbangan beban pajak antar kelompok penghasilan.

“Kebijakan ini memastikan sistem pajak tetap adil dan responsif terhadap dinamika ekonomi yang memengaruhi wajib pajak dari berbagai lapisan pendapatan,” tulis Kantor Pajak AS, dikutip, Minggu (12/10/2025).

Potongan Standar Naik Signifikan

Salah satu perubahan paling menonjol adalah kenaikan standard deduction atau potongan standar.

• Untuk pasangan menikah yang mengajukan bersama, potongan naik menjadi 32.200 dolar AS (sekitar Rp533 juta) dari sebelumnya 31.500 dolar AS.

• Wajib pajak lajang dan individu menikah yang mengajukan terpisah mendapatkan potongan 16.100 dolar AS (sekitar Rp267 juta).

• Kepala keluarga dapat mengklaim 24.150 dolar AS (sekitar Rp400 juta).

Kenaikan ini diharapkan memberi ruang napas bagi keluarga menengah di tengah tekanan inflasi dan suku bunga tinggi yang masih menghantui ekonomi AS.

Kantor Pajak AS mempertahankan tarif tertinggi PPh orang pribadi di level 37 persen, namun menaikkan batas penghasilan pada setiap lapisan tarif.

Berikut lapisan tarif terbaru tahun pajak 2026:

• 37% untuk penghasilan di atas 640.600 dolar AS (atau 768.700 dolar AS bagi pasangan menikah bersama);

• 35% untuk penghasilan di atas 256.225 dolar AS (atau 512.450 dolar AS bagi pasangan menikah bersama);

• 32% untuk penghasilan di atas 201.775 dolar AS (atau 403.550 dolar AS bagi pasangan menikah bersama);

• 24% untuk penghasilan di atas 105.700 dolar AS (atau 211.400 dolar AS bagi pasangan menikah bersama);

• 22% untuk penghasilan di atas 50.400 dolar AS (atau 100.800 dolar AS bagi pasangan menikah bersama);

• 12% untuk penghasilan di atas 12.400 dolar AS (atau 24.800 dolar AS bagi pasangan menikah bersama);

• 10% untuk penghasilan hingga 12.400 dolar AS (atau 24.800 dolar AS bagi pasangan menikah bersama).

Dengan batas penghasilan yang lebih tinggi, jutaan wajib pajak berpotensi masuk ke lapisan tarif lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya.

Perubahan Penting Lainnya

Penyesuaian inflasi juga berdampak pada sejumlah kebijakan pajak penting:

• Alternative Minimum Tax (AMT): batas pembebasan naik menjadi 90.100 dolar AS untuk individu, dan 140.200 dolar AS untuk pasangan menikah yang mengajukan bersama.

• Kredit Pajak Warisan: ambang batas naik ke 15 juta dolar AS (sekitar Rp237 miliar) untuk harta peninggalan wajib pajak yang meninggal di 2026.

• Kredit Adopsi: meningkat menjadi 17.670 dolar AS (sekitar Rp279 juta), dengan hingga 5.120 dolar AS yang dapat dikembalikan (refundable).

• Kredit Penitipan Anak untuk Pemberi Kerja: melonjak signifikan dari 150.000 dolar AS menjadi 500.000 dolar AS, bahkan 600.000 dolar AS bagi usaha kecil yang memenuhi syarat, seiring penerapan penuh One, Big, Beautiful Bill (OBBB).

• Earned Income Tax Credit (EITC): naik menjadi 8.231 dolar AS (sekitar Rp130 juta) untuk wajib pajak dengan tiga anak atau lebih.

• Tunjangan transportasi karyawan: naik menjadi 340 dolar AS per bulan.

• Health Flexible Spending Account (FSA): batas kontribusi tahunan naik menjadi 3.400 dolar AS.

Sementara itu, beberapa ketentuan yang selama ini dibekukan tetap tidak disesuaikan, termasuk pengecualian pribadi yang tetap nol, serta penghapusan permanen pembatasan potongan rinci (itemized deductions).

Kantor Pajak AS menegaskan bahwa serangkaian perubahan ini merupakan bagian dari upaya menjaga stabilitas fiskal nasional sekaligus memberikan kepastian bagi masyarakat dalam menyusun rencana keuangan.

“Perubahan ini adalah bagian dari upaya berkelanjutan kami untuk menjaga stabilitas fiskal, sekaligus memberikan kepastian bagi pembayar pajak dalam perencanaan keuangan tahun mendatang,” tutup Kantor Pajak AS.

Langkah penyesuaian inflasi ini menegaskan komitmen pemerintah AS untuk menjaga daya beli warga sekaligus memastikan sistem pajak tetap relevan terhadap perubahan ekonomi yang dinamis. (alf)

Login e-Tax Court Kini Bisa Pakai NPWP 15 atau 16 Digit

(Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Kabar baik bagi para wajib pajak dan kuasa hukum yang kerap berurusan dengan sengketa perpajakan! Sekretariat Pengadilan Pajak resmi mengumumkan bahwa sistem e-Tax Court kini mendukung login menggunakan NPWP 15 digit maupun 16 digit.

Kebijakan baru ini memberikan keleluasaan bagi pengguna yang ingin mengajukan banding atau gugatan pajak secara elektronik tanpa perlu bingung menyesuaikan format Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) lama maupun baru.

“Login dengan NPWP 16 atau 15 digit bersifat fleksibel. Artinya, SobatPP bisa masuk menggunakan NPWP 16 digit meskipun saat registrasi akun e-Tax Court memakai NPWP 15 digit,” jelas Pengadilan Pajak melalui akun resmi Instagramnya, @setPP.kemenkeu, dikutip, Minggu (12/10/25).

Dukung Implementasi Coretax

Perubahan ini selaras dengan kebijakan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang telah menerapkan sistem administrasi perpajakan terintegrasi Coretax. Dalam sistem baru tersebut, terdapat tiga format identitas perpajakan, yakni:

1. Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai NPWP,

2. NPWP 16 digit, dan

3. Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha (NITKU).

Sementara itu, NPWP lama dengan format 15 digit masih tetap berlaku dalam masa transisi, hingga seluruh sistem administrasi terhubung penuh dengan Coretax.

Langkah Mudah Login e-Tax Court

Akses ke sistem e-Tax Court dilakukan melalui laman https://etaxcourt.kemenkeu.go.id.

Berikut panduan singkat login bagi pengguna:

Untuk NPWP 16 digit:

1. Buka laman e-Tax Court.

2. Masukkan NPWP 16 digit, kata sandi, dan pilih peran (Wajib Pajak atau Kuasa Hukum).

3. Centang Captcha “I’m not a Robot”.

4. Klik tombol “Login”.

Untuk NPWP 15 digit:

1. Buka laman e-Tax Court.

2. Masukkan NPWP 15 digit, kata sandi, dan pilih peran.

3. Centang Captcha “I’m not a Robot”.

4. Klik tombol “Login”.

Namun, Pengadilan Pajak menegaskan agar pengguna memastikan memilih halaman login sesuai format NPWP-nya.

“NPWP 16 digit di-input di halaman login NPWP 16 digit, dan NPWP 15 digit di-input di halaman login NPWP 15 digit,” tulis Pengadilan Pajak.

Transformasi Digital Sengketa Pajak

Melalui e-Tax Court, seluruh proses administrasi penyelesaian sengketa pajak kini dapat dilakukan secara elektronik — mulai dari pendaftaran perkara, pengajuan surat banding atau gugatan, pengunggahan data tambahan, hingga pemanggilan sidang.

Sistem ini menjadi bagian penting dari transformasi digital di lingkungan Kementerian Keuangan, yang bertujuan meningkatkan transparansi, efisiensi, dan kemudahan akses bagi seluruh pihak yang berperkara.

Untuk panduan lengkap dan peraturan terkait, wajib pajak dapat mengakses laman resmi Pengadilan Pajak di: https://setpp.kemenkeu.go.id/peraturan/Details/117. (alf)

Warga Jakarta Dapat Diskon dan Pembebasan Pajak Kendaraan Bermotor, Ini Empat Skema yang Bisa Dimanfaatkan!

(Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Kabar gembira bagi para pemilik kendaraan di Ibu Kota! Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta resmi memberlakukan kebijakan keringanan dan pembebasan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) melalui Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 841 Tahun 2025. Aturan ini menjadi angin segar bagi masyarakat Jakarta yang selama ini terbebani kewajiban pajak kendaraan, terutama di tengah tekanan ekonomi.

Melalui kebijakan baru ini, warga Jakarta kini bisa mengajukan pengurangan atau bahkan pembebasan pajak kendaraan, tergantung kondisi kendaraan yang dimiliki. Langkah ini bukan sekadar stimulus fiskal, tapi juga bentuk komitmen Pemprov DKI untuk memberikan kepastian hukum dan pelayanan yang lebih adil bagi seluruh wajib pajak.

Empat Fasilitas Pajak yang Bisa Dimanfaatkan Warga

Kepgub 841/2025 menetapkan empat skema utama yang bisa digunakan masyarakat, yakni:

1. Pengurangan Pokok PKB Secara Jabatan

Diberikan untuk kendaraan yang dimutasi keluar DKI Jakarta dan dimiliki kurang dari 12 bulan. Besarnya pengurangan dihitung secara proporsional berdasarkan sisa masa pajak yang belum berjalan.

2. Pengurangan Pokok PKB atas Permohonan Wajib Pajak

Pemilik kendaraan dapat mengajukan pengurangan jika kendaraan:

• Rusak berat dan tak bisa digunakan lebih dari enam bulan;

• Digunakan untuk kegiatan sosial atau keagamaan dan tidak bersifat komersial;

• Memiliki nilai pasar lebih rendah dari NJKB (Nilai Jual Kendaraan Bermotor).

Besaran pengurangan bisa mencapai 50 persen dari PKB terutang, atau sebesar selisih antara NJKB dan nilai pasar kendaraan.

3. Pembebasan Pokok PKB Secara Jabatan

Diberikan bagi kendaraan yang sudah dihapus dari registrasi dan identifikasi, asalkan masa pajak belum berakhir hingga tanggal penghapusan.

4. Pembebasan Pokok PKB atas Permohonan Wajib Pajak

Berlaku untuk kendaraan dengan fungsi dan status khusus, seperti:

• Kendaraan pengamanan Presiden dan Wakil Presiden;

• Kendaraan dinas pertahanan dan keamanan negara (Kemenhan, TNI, Polri, BIN, BNN, BNPT, dan instansi sejenis);

• Kendaraan hilang sampai ditemukan kembali;

• Kendaraan yang disita pemerintah hingga ada keputusan akhir (lelang, pengembalian, atau penetapan sebagai barang milik negara).

Semua permohonan harus dilengkapi dokumen pendukung, seperti fotokopi STNK, surat laporan kehilangan, atau surat penyitaan dari instansi terkait.

Pemprov DKI menegaskan, kebijakan ini hadir untuk menyeimbangkan hak dan kewajiban masyarakat. Wajib Pajak yang taat akan mendapatkan perlindungan hukum dan pelayanan yang lebih transparan.

Kebijakan ini juga diharapkan mampu memperkuat penerimaan daerah tanpa membebani masyarakat secara berlebihan. Dana dari sektor pajak akan digunakan untuk perbaikan infrastruktur, transportasi publik, dan peningkatan layanan masyarakat di seluruh wilayah DKI Jakarta.

Dengan adanya Kepgub Nomor 841 Tahun 2025 ini, Pemprov DKI Jakarta memberi pesan jelas: warga yang taat pajak akan selalu diberi kemudahan, keadilan, dan penghargaan. (alf)

Waketum IKPI Ajak Seluruh Cabang Gelar Fun Run Jelang Half Marathon HUT ke-61

(Foto: DOK. IKPI Cabang Jakarta Pusat)

IKPI, Jakarta: Wakil Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Nuryadin Rahman, mengajak seluruh cabang IKPI di Indonesia untuk menyelenggarakan kegiatan fun run sebagai bagian dari persiapan menuju IKPI Half Marathon yang akan digelar pada perayaan HUT ke-61 IKPI tahun depan.

Ajakan itu disampaikan Nuryadin saat menghadiri kegiatan GBK Sunday Run: Lari & Ngopi Bareng yang diinisiasi oleh IKPI Cabang Jakarta Pusat, di Plaza Tenggara Gelora Bung Karno (GBK), Minggu (12/10/2025).

(Foto: DOK. IKPI Cabang Jakarta Pusat)

“Kegiatan seperti ini luar biasa. Selain mempererat solidaritas antaranggota, juga menjadi langkah awal kita untuk menyiapkan diri menuju event besar Half Marathon HUT ke-61 IKPI. Saya mengajak seluruh pengurus cabang di Indonesia untuk menggelar kegiatan serupa agar semangat kebugaran dan kebersamaan IKPI terus menyebar,” ujar Nuryadin..

Menurutnya, olahraga lari mencerminkan nilai-nilai penting dalam profesi konsultan pajak, yakni ketekunan, konsistensi, dan daya tahan.

“Kalau kita bisa disiplin berlari, kita juga bisa lebih disiplin dalam bekerja dan melayani wajib pajak dengan integritas tinggi,” tambahnya.

Sementara itu, Ketua IKPI Cabang Jakarta Pusat, Suryani, menjelaskan bahwa GBK Sunday Run menjadi wadah yg baik dan bermakna bagi anggota IKPI untuk menjaga kebugaran sambil mempererat silaturahmi lintas cabang.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Jakarta Pusat)

“Kami ingin membangun budaya sehat dan bahagia di kalangan konsultan pajak. Setelah bekerja keras dengan angka dan regulasi, saatnya kita bergerak bersama di udara segar sambil menikmati secangkir kopi dan canda rekan sejawat,” ujarnya.

Ia juga menegaskan bahwa semangat sportivitas yang tumbuh dari kegiatan ini akan menjadi energi positif untuk menyambut HUT ke-61 IKPI.

“Jakarta Pusat siap menjadi contoh. Kami akan terus menggelar kegiatan positif seperti ini dan mendukung rencana besar IKPI Half Marathon tahun depan,” kata Suryani.

Acara GBK Sunday Run diikuti anggota IKPI Cabang Jakarta Pusat. Selain berlari santai, peserta juga mendapat 4 SKP PL NTS. (bl)

Purbaya Janjikan Bonus Besar untuk Pegawai Pajak Jika Tax Ratio Tembus 12 Persen

(Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan akan menyiapkan skema bonus besar bagi pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang berintegritas dan berprestasi, apabila rasio pajak (tax ratio) mampu menembus 12 persen dalam satu tahun ke depan.

Langkah ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk membangun sistem perpajakan yang bersih, adil, dan berorientasi pada kinerja nyata.

“Target saya ke depan enggak main-main. Harus ada fair treatment bagi pegawai pajak. Kalau bagus dikasih penghargaan dan enggak diganggu,” tegas Purbaya, Jumat (10/10/2025).

Ia menjelaskan, selama ini mekanisme penghargaan (reward system) di lingkungan pajak belum berjalan optimal. Karena itu, Kementerian Keuangan akan memperkuat sistem reward and punishment agar pegawai yang bekerja dengan baik memperoleh apresiasi yang sepadan, sementara pelanggar aturan dikenai sanksi tegas.

“Sekarang tax ratio sekitar 10 persen. Kalau bisa naik ke 12 persen dalam setahun, akan kita kasih insentif ke mereka. Supaya adil, ada hukuman tapi juga ada penghargaan kalau mereka bekerja dengan baik,” ungkapnya.

Selain mendorong peningkatan kinerja, Purbaya juga menegaskan komitmennya untuk membersihkan institusi pajak dan bea cukai dari praktik tidak etis. Ia menekankan, pembenahan akan difokuskan ke depan tanpa menutup mata terhadap pelanggaran baru.

“Ke depan kita akan bersihkan aparat pajak maupun bea cukai dari praktik yang mungkin kurang baik. Saya enggak akan lihat ke belakang, tapi kalau ke depan masih ada macam-macam lagi, saya akan perhatikan juga,” ujarnya.

Menurutnya, perubahan pola pembinaan dan penghargaan ini diharapkan dapat menumbuhkan semangat baru di kalangan pegawai pajak agar sejalan dengan arah kebijakan Kementerian Keuangan.

“Dengan semangat baru yang kita bangun, saya yakin mereka akan align dan menyesuaikan perilakunya dengan kebijakan kita yang lebih tegas dan transparan,” kata Purbaya.

Ia menegaskan, prinsip ketegasan dan keadilan akan dijalankan secara seimbang. Pegawai yang berprestasi akan diberi penghargaan, sementara yang melanggar disiplin akan ditindak tanpa kompromi.

“Kalau ada macam-macam ya enggak ada ampun. Tapi di saat yang sama, jangan ada penyimpangan dari pihak kita. Semua harus adil,” tutupnya. (alf)

Kemenkeu Pertimbangkan Ubah Skema TER, Dampak Lebih Bayar Jadi Sorotan

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal. (Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah membuka ruang untuk merevisi skema Tarif Efektif Rata-Rata (TER) yang digunakan dalam penghitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 karyawan. Setelah hampir dua tahun diterapkan, kebijakan ini dinilai perlu dikaji ulang lantaran menimbulkan efek domino terhadap penerimaan negara.

“Ini proses normal saja. Setelah jalan dua tahun tentu perlu dievaluasi. Apakah akan direvisi atau tidak nanti tergantung hasil evaluasi. Sekarang lagi dievaluasi,” ujar Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Yon Arsal, dikutip dari Pajak.com, Sabtu (11/10/2025).

Senada, Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto mengonfirmasi bahwa pihaknya tengah melakukan evaluasi terhadap Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168 Tahun 2023, yang menjadi dasar penerapan skema TER.

“Kita sedang evaluasi,” tegas Bimo saat ditemui di Kantor Pusat DJP usai penandatanganan kerja sama antara DJP, BPKP, dan PPATK, Rabu (9/10/2025).

Skema TER mulai berlaku pada 1 Januari 2024, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023 dan PMK 168/2023. Tujuannya sederhana: menyederhanakan proses pemotongan PPh Pasal 21 oleh pemberi kerja, dengan menggunakan tarif efektif rata-rata berdasarkan kelompok penghasilan.

Melalui sistem ini, masa Januari hingga November menggunakan tarif TER, sementara bulan Desember kembali memakai tarif progresif Pasal 17 Undang-Undang PPh. Tarif tersebut dibedakan berdasarkan status PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) dan tanggungan wajib pajak.

Namun, implementasi di lapangan menunjukkan hasil tak seindah harapan. Bagi karyawan dengan penghasilan tidak tetap, sistem ini justru menimbulkan ketidaksesuaian antara pajak yang dipotong dengan pajak yang seharusnya terutang. Akibatnya, muncul banyak kasus lebih bayar (overpayment).

Kemenkeu mencatat, penerapan TER sejak awal 2024 telah mengakibatkan lebih bayar PPh Pasal 21 sebesar Rp16,5 triliun hingga akhir 2024. Jumlah itu menjadi salah satu faktor yang menekan realisasi penerimaan pajak pada kuartal I 2025.

Kondisi tersebut membuat DJP kebanjiran permohonan restitusi dari karyawan, sementara sisi fiskal pemerintah ikut tertekan karena kelebihan potongan pajak harus dikembalikan.

“TER memang dimaksudkan untuk menyederhanakan administrasi, tapi kita juga harus pastikan tidak menimbulkan distorsi pada penerimaan,” kata Yon Arsal.

Meski evaluasi tengah berjalan, pemerintah belum memutuskan apakah skema TER akan dihapus, disesuaikan tarifnya, atau hanya diperbaiki mekanismenya. Yon menegaskan, keputusan akhir akan mempertimbangkan masukan dari kalangan profesional, pemberi kerja, hingga asosiasi konsultan pajak.

“Yang pasti, kebijakan ini akan terus diarahkan agar adil bagi wajib pajak dan tidak mengganggu stabilitas penerimaan negara,” ujarnya.

Jika hasil evaluasi mengarah pada perubahan, tahun 2026 bisa menjadi momen lahirnya TER versi baru lebih sederhana di administrasi, namun lebih akurat dalam menakar pajak sesungguhnya. (alf)

DJP Kembali Ingatkan WP Segera Aktivasi Akun: Lapor SPT 2025 Wajib Pakai Coretax

(Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan kembali mengingatkan wajib pajak agar segera mengaktifkan akun Coretax, sistem administrasi perpajakan terbaru yang mulai wajib digunakan dalam pelaporan SPT Tahunan Tahun Pajak 2025.

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Yon Arsal, menegaskan bahwa pelaporan SPT tahun depan akan menjadi momen perdana bagi seluruh wajib pajak—baik individu maupun badan usaha—untuk beralih ke sistem digital terpadu tersebut.

“SPT tahun ini adalah yang pertama kali menggunakan Coretax. Kami di DJP akan berkolaborasi dengan seluruh KPP untuk melakukan sosialisasi yang efektif agar tidak terjadi kendala,” ujar Yon, Jumat (11/10/2025).

Yon menjelaskan, aktivasi akun Coretax sangat mudah, hanya membutuhkan beberapa langkah sederhana seperti mengganti password dan passphrase. Setelah aktif, wajib pajak dapat langsung mengakses seluruh layanan digital DJP, termasuk pelaporan SPT.

“Prosesnya cepat dan sederhana. Begitu akun aktif, wajib pajak sudah bisa mengisi dan menyampaikan SPT tahunan melalui Coretax,” jelasnya.

Hingga saat ini, sebagian pengguna Coretax masih berasal dari kalangan korporasi, khususnya perusahaan pemotong pajak dan penerbit faktur. Namun mulai Maret 2026, DJP menegaskan bahwa semua wajib pajak tanpa kecuali wajib menggunakan sistem baru ini.

“Selama ini baru sebagian perusahaan yang memakai Coretax. Tahun depan, waktunya seluruh masyarakat ikut beralih,” kata Yon.

Ia juga mengingatkan bahwa banyak wajib pajak baru sebatas memvalidasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) di sistem DJP tanpa melanjutkan ke aktivasi akun. Padahal, tahap ini menjadi syarat utama untuk bisa mengakses dan melaporkan SPT.

“Sekarang DJP mendorong masyarakat untuk lanjut aktivasi akun. Ini langkah awal agar SPT bisa disampaikan tanpa hambatan,” pungkasnya.

Penerapan penuh Coretax pada tahun depan diharapkan membuat sistem perpajakan nasional lebih modern, transparan, dan efisien, sekaligus memperkuat kepercayaan publik terhadap transformasi digital DJP. (alf)

Bukan Cuma 200 WP! Kemenkeu Beber Ribuan Penunggak Pajak, Nilainya Capai Puluhan Triliun

(Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan mengungkap fakta baru di balik kasus penunggakan pajak yang sedang disorot publik. Staf Ahli Menteri Keuangan bidang Kepatuhan Pajak, Yon Arsal, menegaskan bahwa jumlah penunggak pajak bukan hanya 200 wajib pajak (WP) seperti yang sebelumnya diungkap Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa.

“Yang menunggak pajak itu jumlahnya banyak, ribuan,” ujar Yon, Jumat (10/10/2025).

Yon menjelaskan bahwa Direktorat Jenderal Pajak (DJP) secara rutin melakukan penagihan piutang pajak. Namun, sejumlah kasus dengan nilai besar tergolong sulit diselesaikan karena kompleksitas proses hukum dan kondisi wajib pajak yang beragam.

“Kenapa kemudian sebagian ada yang lama? Ini bukan berarti dibiarkan, tapi ada proses. Mungkin wajib pajaknya sudah pailit, atau masih dalam tahapan hukum yang cukup panjang,” katanya.

Ia menjelaskan, berdasarkan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), piutang pajak baru tercatat resmi jika surat ketetapan pajak dari DJP disetujui oleh wajib pajak. Jika tidak, proses bisa berlanjut ke sengketa di pengadilan hingga tingkat Mahkamah Agung (MA).

“Kalau sudah inkrah, baru kita tagih. Penagihan dilakukan oleh masing-masing Kantor Pelayanan Pajak (KPP), tapi untuk kasus besar bisa langsung ditangani DJP pusat,” tegas Yon.

Ia menambahkan, pemerintah menargetkan penyelesaian penagihan piutang pajak hingga akhir tahun ini. “Kita selesaikan mana yang bisa cepat diselesaikan. Ada yang signifikan jumlahnya, ada juga yang kecil-kecil, tapi semuanya akan kita kejar,” ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan bahwa ada tunggakan pajak senilai Rp60 triliun dari sekitar 200 wajib pajak besar. Dari jumlah itu, pemerintah baru berhasil menagih sekitar Rp7 triliun.

“Mungkin baru masuk hampir Rp7 triliun, tapi pembayarannya ada yang bertahap. Saya akan terus monitor progresnya,” ujar Purbaya usai acara Prasasti Luncheon Talk di Hotel Shangri-La Jakarta, Rabu (8/10/2025).

Purbaya memastikan dirinya telah mengantongi daftar nama para pengemplang pajak tersebut dan berkomitmen mengejar seluruh tunggakan hingga masuk ke kas negara.

“Saya sudah minta Dirjen Pajak untuk percepat prosesnya. Harapan saya, sebagian besar bisa masuk sebelum akhir tahun ini,” tegasnya.

Dengan ribuan penunggak pajak dan nilai tunggakan yang menggunung, Kementerian Keuangan kini menghadapi tantangan besar untuk memastikan kepatuhan pajak benar-benar ditegakkan terutama di kalangan wajib pajak besar yang selama ini kerap luput dari sorotan publik. (alf)

Menkeu Purbaya ‘Warning’ Investor: Insentif Pajak Hanya untuk Pasar Modal yang Bersih dari Saham Gorengan!

(Foto: Istimewa)

IKPI Jakarta: Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa memberikan sinyal tegas kepada pelaku pasar modal yang tengah mengharapkan keringanan pajak atas transaksi saham. Menurutnya, insentif pajak tidak akan diberikan begitu saja tanpa adanya komitmen nyata untuk menjaga integritas dan transparansi di pasar modal.

Purbaya mengungkapkan, dirinya telah menerima sejumlah usulan dari investor saat menghadiri pertemuan di Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (9/10/2025). Salah satu yang paling banyak disuarakan adalah pengurangan pajak transaksi jual-beli saham.

“Jangan dua kali penarikan pajak. Sekali aja, misalnya saat transaksi jual. Tapi saya baru bisa dukung itu kalau mereka bekerja lebih keras menjaga integritas pasar modal,” tegas Menkeu dalam acara Media Gathering APBN 2026 di Bogor, Jumat (10/10/2025).

Namun di balik permintaan tersebut, Purbaya justru menyoroti masalah klasik yang masih membayangi pasar modal Indonesia praktik ‘goreng saham’ alias manipulasi harga saham.

Menurutnya, fenomena itu bukan barang baru. Ia bahkan menyinggung kasus besar seperti Asabri dan Jiwasraya yang terjerat permainan saham gorengan hingga berujung pidana.

“Saham gorengan itu sudah ada puluhan tahun. Asabri juga kena, Jiwasraya juga sebagian di sana. Itu praktik yang merusak kepercayaan investor,” ujarnya blak-blakan.

Istilah saham gorengan mengacu pada pergerakan harga saham yang melambung tinggi secara tidak wajar akibat manipulasi oleh pihak tertentu. Modus ini membuat investor kecil rentan menjadi korban karena terjebak dalam euforia harga yang tampak menggiurkan.

Karena itu, Purbaya menegaskan, pemberian insentif pajak baru akan dipertimbangkan jika pasar modal berhasil bersih dari praktik curang tersebut.

“Kami tidak sedang mendorong pasar modalnya, tapi mendorong ekonominya. Kalau ekonomi sehat, otomatis saham juga ikut naik,” ujarnya menambahkan.

Sebagai informasi, sesuai ketentuan yang berlaku, penjualan saham oleh individu atau badan dalam negeri dikenakan pajak penghasilan (PPh) final sebesar 0,1% dari nilai bruto transaksi.

Langkah Purbaya ini menjadi pesan kuat bagi investor dan otoritas pasar untuk memperkuat tata kelola dan transparansi, agar insentif pajak yang diidam-idamkan tidak justru menjadi celah baru bagi permainan harga saham yang merugikan banyak pihak. (alf)

Sinergi DJP-PPATK-BPKP Diklaim Bisa Hasilkan Rp 18,47 Triliun

(Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Kolaborasi erat antara Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terbukti bukan sekadar seremoni. Sepanjang 2020–2025, sinergi tiga lembaga strategis itu berhasil menambah penerimaan negara hingga Rp18,47 triliun.

Capaian tersebut disampaikan dalam acara penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara DJP, PPATK, dan BPKP di Aula Cakti Buddhi Bhakti, Gedung Mar’ie Muhammad, Jakarta, Kamis (9/10). Acara ini turut dihadiri langsung oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menegaskan pentingnya kolaborasi lintas lembaga untuk memperkuat tata kelola keuangan negara.

Penandatanganan kali ini mencakup dua perjanjian utama: antara DJP dan PPATK, serta DJP dengan BPKP. Kerja sama tersebut meliputi pembentukan satuan tugas (Satgas), pertukaran data strategis, hingga asistensi penanganan perkara penting di bidang penegakan hukum pajak dan keuangan negara.

Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menyebut langkah ini sebagai bagian dari komitmen pemerintah memperkuat integritas fiskal melalui pemanfaatan data hasil analisis keuangan dari PPATK dan hasil audit pengawasan dari BPKP.

“Dengan terjalinnya kerja sama ini, koordinasi antarinstansi diharapkan semakin solid. Tujuan akhirnya jelas: peningkatan penerimaan negara dan perlindungan sumber daya alam dapat dilakukan secara optimal serta berintegritas,” ujar Bimo, dikutip Jumat (10/10/2025).

Lebih dari sekadar menambah penerimaan pajak, pembentukan Satgas ini juga sejalan dengan strategi nasional dalam memperkuat pengawasan kawasan hutan dan menjaga kedaulatan sumber daya alam agar dikelola secara berkelanjutan.

Bimo memberikan apresiasi kepada seluruh tim dari DJP, PPATK, dan BPKP atas kontribusi nyata dalam mendukung transparansi dan akuntabilitas keuangan negara.

Ia menegaskan, kolaborasi ini bukan proyek jangka pendek, melainkan fondasi baru dalam membangun sistem keuangan negara yang tangguh, bersih, dan berpihak pada kepentingan publik.

“Sinergi ini bukan hanya tentang angka Rp18 triliun, tetapi tentang membangun kepercayaan dan memperkuat fondasi ekonomi Indonesia ke depan,” pungkasnya. (alf)

en_US