Dirjen Pajak Tegaskan Fokus Benahi Coretax dan Integritas SDM

IKPI, Jakarta: Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto menegaskan arah kebijakan perpajakan ke depan akan berfokus pada penguatan integrasi data dan sistem, khususnya optimalisasi sistem Coretax.

Tak hanya itu, Bimo juga menempatkan integritas sumber daya manusia (SDM) dan kelembagaan sebagai pilar utama dalam reformasi perpajakan nasional.

“Fokus kita bukan hanya pada sistem, tapi juga pada manusianya dan integritas institusinya,” ujar Bimo usai rapat bersama Komisi XI DPR RI, Selasa (27/5/2025).

Bimo menyampaikan bahwa dirinya kini tengah melakukan pemetaan terhadap berbagai persoalan dan isu strategis yang dihadapi Ditjen Pajak. Proses ini direncanakan berlangsung selama sebulan sebagai bagian dari masa transisi awal pascapelantikannya, sejalan dengan arahan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

“Detention period sampai Desember ini akan kita manfaatkan untuk mempercepat perbaikan performa Coretax. Kita ingin akselerasi benar-benar terasa,” tegas Bimo.

Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa hasil dari proses pemetaan tersebut nantinya akan disampaikan kepada Menteri Keuangan dan Presiden Prabowo Subianto sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun arah kebijakan fiskal jangka menengah.

“Mudah-mudahan dalam waktu kurang dari sebulan sudah bisa saya update ke rekan-rekan,” tambahnya.(alf)

 

Pemerintah Pangkas PPN Tiket Pesawat 6% Mulai Juni 2025

IKPI, Jakarta: Pemerintah kembali menggulirkan stimulus untuk menggenjot konsumsi masyarakat jelang libur sekolah. Kali ini, insentif hadir dalam bentuk pemotongan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 6% untuk tiket pesawat, yang akan berlaku mulai 5 Juni hingga pertengahan Juli 2025.

Kebijakan ini diumumkan oleh Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, dalam keterangan resminya pada Selasa (27/5/2025). Ia menyebut, langkah ini merupakan bagian dari strategi mendorong pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal II agar tetap berada di kisaran 5 persen.

“Insentif ini dirancang untuk memanfaatkan momentum libur sekolah dengan mendorong mobilitas masyarakat, menjaga daya beli, dan meningkatkan konsumsi dalam negeri,” ujar Susiwijono.

Rencana pemberian insentif tersebut telah melalui pembahasan mendalam dalam Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) tingkat menteri pada Jumat (23/5/2025). Rapat dipimpin langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan dihadiri para menteri terkait serta pimpinan kementerian/lembaga. Seluruh program stimulus disepakati untuk mulai diterapkan pada 5 Juni 2025.

Tak hanya pembebasan PPN tiket pesawat, pemerintah juga menyiapkan sederet stimulus lain untuk mendorong sektor transportasi dan pariwisata. Diskon sebesar 30% akan diberikan untuk tiket kereta api dan 50% untuk angkutan laut selama dua bulan ke depan.

Sementara itu, tarif tol pun ikut dipangkas sebesar 20%, menyasar sekitar 110 juta pengendara. Skema diskon ini mengikuti pola yang sukses diterapkan pada masa mudik Natal-Tahun Baru (Nataru) dan Lebaran sebelumnya.

Dengan rangkaian insentif ini, pemerintah berharap lonjakan aktivitas ekonomi domestik dapat menjadi penopang utama dalam menjaga stabilitas pertumbuhan nasional di tengah dinamika global yang masih fluktuatif.(alf)

 

Kepada Lembaga Pemeringkat Internasional, Menkeu Tegaskan Komitmen Fiskal dan Optimisme Ekonomi Indonesia

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menerima kunjungan resmi dari lembaga pemeringkat internasional Standard & Poor’s (S\&P) di kantor pusat Kementerian Keuangan, dikutip, Selasa (27/5/2025). Pertemuan ini menjadi ajang penting bagi pemerintah Indonesia untuk menegaskan komitmennya terhadap kebijakan fiskal yang hati-hati, kredibel, dan bertanggung jawab di tengah dinamika ekonomi global yang menantang.

Dalam diskusi tersebut, Menkeu memaparkan kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang tetap kokoh meskipun dunia tengah menghadapi ketidakpastian. Ia menjelaskan berbagai kebijakan makroekonomi yang telah dan akan diambil pemerintah untuk menjaga stabilitas, meningkatkan daya saing, dan mempercepat pertumbuhan yang inklusif.

“Kami menunjukkan bahwa Indonesia tetap berada di jalur yang tepat, dengan strategi pengendalian inflasi, penguatan sektor fiskal, serta akselerasi reformasi struktural,” ujar Sri Mulyani.

Kepercayaan dari lembaga pemeringkat internasional seperti S\&P dinilai sangat penting untuk menjaga persepsi positif investor global terhadap Indonesia. Dalam pertemuan itu, Sri Mulyani menekankan bahwa stabilitas fiskal bukan hanya soal menjaga angka-angka, tetapi juga soal menciptakan ruang kebijakan yang adaptif dan berkelanjutan.

“Kepercayaan ini adalah modal besar bagi Indonesia. Ia memperkuat daya saing, menarik arus investasi, dan menciptakan iklim usaha yang sehat,” imbuhnya.

Kementerian Keuangan juga menyoroti transformasi digital perpajakan dan pengelolaan keuangan negara yang tengah dijalankan, sebagai bagian dari reformasi yang lebih luas. Langkah-langkah ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam membangun sistem fiskal yang modern dan akuntabel.(alf)

BPK Beri WTP untuk Laporan Keuangan Pemerintah: Ingatkan Ketidaksesuaian Data Pajak

IKPI, Jakarta: Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun Anggaran 2024 kembali meraih predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Meski menjadi bentuk apresiasi atas pengelolaan anggaran negara yang dinilai transparan, laporan tersebut juga memuat sejumlah temuan penting yang harus segera ditindaklanjuti pemerintah.

Ketua BPK Isma Yatun menyebut, salah satu perhatian utama adalah adanya ketidaksesuaian data antara setoran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) yang disampaikan oleh wajib pajak maupun pihak pemungut, dibandingkan dengan catatan yang tercatat dalam sistem administrasi perpajakan pemerintah.

“Temuan kami menunjukkan bahwa perbedaan data penyetoran PPN dan PPh tidak dapat langsung terdeteksi oleh sistem perpajakan yang ada saat ini,” ujar Isma dalam Sidang Paripurna DPR, Selasa (27/5/2025).

Masalah ini menunjukkan perlunya penguatan sistem informasi perpajakan, khususnya dalam aspek konsolidasi dan validasi data secara otomatis untuk meningkatkan akurasi dan keandalan pelaporan pajak.

Tak hanya itu, BPK juga mencatat bahwa pengendalian terhadap belanja pegawai dan pengelolaan dana transfer ke daerah yang telah ditentukan penggunaannya masih belum sepenuhnya memadai. Selain itu, penyajian belanja dibayar di muka dinilai belum tersusun dengan optimal dan penyelesaiannya masih cenderung memakan waktu lama.

“Temuan-temuan ini perlu segera ditindaklanjuti. Efektivitas dan efisiensi pengelolaan APBN adalah fondasi penting dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” tegas Isma.

Isma juga menyoroti perlunya peningkatan dalam penyusunan Catatan atas Laporan Keuangan Pemerintah (CAL LKPP), terutama terkait pelaporan kinerja. Menurutnya, masih terdapat ruang perbaikan dalam aspek sumber daya manusia, metodologi, hingga pedoman penyusunan laporan agar dapat memberikan gambaran menyeluruh terhadap capaian dan dampak penggunaan anggaran negara.

“Informasi yang lebih komprehensif dari laporan kinerja ini akan menjadi dasar yang kuat dalam pengambilan kebijakan fiskal strategis ke depan,” tambahnya.

Dengan capaian WTP ini, pemerintah didorong untuk terus memperbaiki tata kelola, memperkuat integrasi sistem, dan memastikan setiap rupiah dari anggaran negara benar-benar memberi manfaat nyata bagi masyarakat.(alf)

 

DJP Atur 13 Layanan Pajak Baru lewat PER-8/PJ/2025

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) resmi menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Pajak Nomor PER-8/PJ/2025 yang secara khusus mengatur ketentuan baru dalam pemberian layanan administrasi perpajakan tertentu melalui sistem inti administrasi perpajakan atau coretax administration system. Regulasi ini ditetapkan pada 21 Mei 2025 dan mulai berlaku sejak tanggal tersebut.

Langkah ini diambil sebagai respons atas kebutuhan penyesuaian regulasi administratif yang belum sepenuhnya tercakup dalam ketentuan teknis sebelumnya. Beberapa perdirjen maupun keputusan dirjen yang lama dianggap sudah tidak sesuai dengan kebutuhan sistem coretax sehingga perlu diganti atau dicabut.

“Perlu menetapkan peraturan direktur jenderal pajak tentang ketentuan pemberian layanan administrasi perpajakan tertentu dalam rangka pelaksanaan sistem inti administrasi perpajakan,” demikian bunyi bagian pertimbangan PER-8/PJ/2025.

Regulasi ini mencakup 13 jenis layanan administrasi perpajakan, antara lain:

• Tata cara permohonan dan penerbitan Surat Keterangan Fiskal (SKF).

• Prosedur perubahan metode pembukuan atau tahun buku.

• Izin pembukuan menggunakan bahasa Inggris dan mata uang dolar AS.

• Pengajuan dan penerbitan keputusan penggunaan nilai buku atas pengalihan harta dalam penggabungan atau akuisisi usaha.

• Penilaian kembali aktiva tetap untuk keperluan perpajakan.

• Permohonan pembebasan dari pemotongan PPh oleh pihak ketiga.

• Penerbitan SKB PPh Pasal 22 atas impor emas batangan untuk ekspor perhiasan.

• SKB pemotongan PPh atas bunga deposito dan diskonto SBI bagi dana pensiun.

• Pengecualian PPh atas pengalihan tanah/bangunan serta pembebasan PPh untuk hunian mewah di KEK pariwisata.

• Pemeriksaan bukti setor PPh terkait pengalihan hak tanah/bangunan.

• Surat keterangan pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean atas impor barang.

• Pencabutan persetujuan pengenaan PPh hanya atas penghasilan dari Indonesia.

• Layanan pemenuhan syarat perpajakan bagi bakal calon kepala daerah.

DJP juga menegaskan bahwa seluruh produk layanan yang berkaitan dengan 13 layanan tersebut dan telah diterbitkan sejak 1 Januari 2025 tetap sah dan berlaku meskipun dikeluarkan sebelum PER-8/PJ/2025 ditetapkan. (alf)

 

Jual Saham di Indonesia, Investor Asing Wajib Bayar Pajak 5% dari Harga Jual

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan kembali mempertegas komitmennya dalam menciptakan rezim perpajakan yang adil dan setara bagi seluruh pelaku ekonomi, termasuk investor asing. Hal ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024, khususnya Pasal 238, yang mengatur pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) atas penghasilan dari penjualan saham oleh Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) selain Bentuk Usaha Tetap (BUT).

Dalam ketentuan tersebut, disebutkan bahwa atas penghasilan dari penjualan saham perusahaan di Indonesia yang diperoleh WPLN, dikenakan pemotongan PPh Pasal 26 sebesar 20% dari perkiraan penghasilan neto. Namun, yang menarik adalah cara penghitungan penghasilan neto tersebut.

Penghasilan neto diperkirakan sebesar 25% dari harga jual saham, sehingga tarif efektif yang dikenakan terhadap nilai transaksi penjualan saham menjadi 5% dari harga jual (20% x 25%). Skema ini memberikan kejelasan perhitungan pajak sekaligus penyederhanaan administrasi perpajakan atas transaksi yang bersifat lintas negara.

Ketentuan Final dan Tidak Dapat Dikreditkan

Penting untuk dicatat bahwa pemotongan PPh ini bersifat final. Artinya, pajak yang telah dibayarkan oleh investor asing atas penjualan saham tidak dapat dikreditkan kembali dalam perhitungan pajak lainnya.

Hal ini memberikan kepastian hukum sekaligus menyederhanakan kewajiban perpajakan bagi wajib pajak luar negeri, karena mereka tidak lagi harus melaporkan penghasilan tersebut dalam sistem pajak Indonesia secara lebih lanjut.

Perlakuan Khusus bagi Negara Mitra P3B

Meskipun ketentuan ini berlaku umum bagi seluruh WPLN, terdapat pengecualian yang diatur dalam ayat (2) Pasal 238. Bagi WPLN yang berasal dari negara yang telah memiliki Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan Indonesia, pemotongan pajak hanya dilakukan jika hak pemajakan atas penghasilan tersebut berada di tangan Indonesia, sesuai isi perjanjian bilateral tersebut.

Artinya, investor dari negara-negara mitra P3B bisa mendapatkan pengurangan tarif atau bahkan pembebasan pajak, bergantung pada ketentuan dalam perjanjian yang bersangkutan. Hal ini memberikan fleksibilitas sekaligus mematuhi prinsip-prinsip perpajakan internasional yang berlaku.

Mendorong Kepatuhan dan Transparansi di Pasar Modal

Penerapan ketentuan ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan pajak dari transaksi pasar modal, serta menutup celah penghindaran pajak yang selama ini mungkin dimanfaatkan melalui mekanisme offshore.

Selain itu, pengenaan tarif pajak yang final dan transparan ini juga diharapkan dapat memperkuat iklim investasi yang sehat dan adil, dengan mendorong investor asing untuk lebih memahami dan patuh terhadap ketentuan perpajakan domestik.

Dengan berlakunya PMK 81/2024, para pelaku pasar, konsultan pajak, dan investor asing diimbau untuk segera memahami dan menyesuaikan strategi transaksi saham mereka, khususnya dalam hal pelaporan dan penghitungan kewajiban pajak. Pengelola pasar modal dan kustodian juga perlu memastikan bahwa pemotongan PPh dilakukan sesuai ketentuan baru ini untuk menghindari potensi sanksi administrasi. (alf)

 

Pemerintah Luncurkan 6 Paket Stimulus Konsumsi Domestik

IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian resmi mengumumkan rencana peluncuran enam paket stimulus ekonomi berbasis konsumsi domestik yang dirancang untuk memperkuat daya beli masyarakat selama periode liburan sekolah Juni–Juli 2025. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyampaikan bahwa stimulus ini difokuskan pada sektor-sektor strategis seperti transportasi, energi, serta perlindungan sosial, dengan tujuan utama menjaga momentum pertumbuhan ekonomi nasional di tengah tantangan global.

“Paket stimulus ini sedang difinalisasi dan dijadwalkan akan diluncurkan pada tanggal 5 Juni 2025. Pemerintah melihat momentum libur sekolah sebagai peluang strategis untuk mendorong perputaran ekonomi dari bawah, melalui peningkatan konsumsi masyarakat,” ujar Airlangga dalam konferensi pers usai rapat koordinasi ekonomi nasional, Jumat (23/5/2025).

Stimulus pertama berupa diskon transportasi publik meliputi potongan harga tiket kereta api, pesawat, dan angkutan laut. Diskon ini akan diberlakukan selama periode libur sekolah, dan ditujukan untuk mendorong mobilitas masyarakat, pariwisata domestik, serta mempercepat pemulihan sektor transportasi yang masih terdampak pandemi dan tekanan ekonomi global.

Stimulus kedua berupa diskon tarif tol yang ditargetkan dapat dinikmati oleh sekitar 110 juta pengendara di seluruh Indonesia. Kebijakan ini diyakini akan mengurangi beban biaya perjalanan darat dan meningkatkan arus logistik serta wisata antardaerah.

Pada sektor energi, pemerintah juga menggelontorkan stimulus ketiga berupa diskon tarif listrik sebesar 50% untuk 79,3 juta rumah tangga dengan daya listrik hingga 1.300 VA, yang akan diberlakukan selama dua bulan penuh, yakni Juni dan Juli 2025. “Keringanan ini diharapkan langsung mengurangi beban pengeluaran rumah tangga kecil dan menengah,” tambah Airlangga.

Selanjutnya, stimulus keempat menyasar keluarga prasejahtera melalui peningkatan alokasi bantuan sosial, seperti kartu sembako dan bantuan pangan yang akan diberikan kepada 18,3 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Tambahan bantuan ini dimaksudkan agar masyarakat tetap memiliki akses terhadap kebutuhan pokok selama masa liburan.

Stimulus kelima adalah Bantuan Subsidi Upah (BSU) bagi pekerja dengan gaji di bawah Rp3,5 juta atau di bawah UMP, serta bagi guru honorer. Pemerintah menargetkan program ini dapat memperkuat daya beli kelompok pekerja berpendapatan rendah yang sangat terdampak oleh inflasi.

Terakhir, stimulus keenam berupa perpanjangan program diskon iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), khusus bagi sektor padat karya, untuk membantu dunia usaha tetap menjaga produktivitas tenaga kerja mereka.

Airlangga juga menyampaikan bahwa pelaksanaan stimulus ini memerlukan kerja sama erat antara pemerintah pusat dan daerah, khususnya dalam mendorong penciptaan kegiatan pariwisata dan hiburan lokal, agar terjadi pergerakan ekonomi yang merata di seluruh wilayah Indonesia.

“Pemerintah Daerah harus menjadi motor penggerak dalam mengisi liburan dengan event dan program lokal yang mampu menarik minat masyarakat. Dengan begitu, belanja domestik bisa meningkat dan pertumbuhan ekonomi tetap stabil,” ujarnya. (alf)

Coretax dan PMK 15/2025 Masih Jadi Topik Menarik, 106 Peserta Padati PPL IKPI Kota Malang

IKPI, Malang: Pelaksanaan Program Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) yang digelar oleh Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Kota Malang berjalan sukses dan lancar. Kegiatan yang berlangsung pada Sabtu (24/5/2025) di HARRIS Hotel and Conventions Malang ini diikuti oleh 106 peserta secara luring, termasuk 11 peserta dari kalangan perguruan tinggi dan sisanya dari anggota aktif IKPI, khususnya dari Cabang Kota Malang.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Kota Malang)

Ketua IKPI Cabang Kota Malang, Ahmad Dahlan, menyampaikan apresiasinya atas antusiasme peserta dalam mengikuti kegiatan ini. Ia menyebut, topik yang diangkat kali ini sangat relevan dan aktual, terutama bagi para konsultan pajak dan lembaga pendidikan yang kini menghadapi tantangan baru dalam pemenuhan kewajiban perpajakan.

“Pelaksanaan PPL kali ini sangat menggembirakan, antusiasme peserta tinggi, dan materi yang dibahas sangat aplikatif, terutama terkait aspek perpajakan dan implementasi Coretax,” ujar Ahmad Dahlan, Selasa (27/5/2025).

(Foto: DOK. IKPI Cabang Kota Malang)

Kegiatan ini menghadirkan narasumber ahli, Anwar Hidayat, yang memaparkan berbagai aspek penting dalam dunia perpajakan. Pokok bahasan yang diangkat antara lain proses pemeriksaan pajak berdasarkan PMK Nomor 15 Tahun 2025, strategi menghadapi pemeriksaan pajak, hingga rincian kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi oleh lembaga pendidikan.

Selain itu, peserta juga mendapatkan wawasan mendalam mengenai serba-serbi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 15/2025 dan implementasi sistem Coretax yang menjadi salah satu terobosan digital dalam sistem perpajakan nasional.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Kota Malang)

Dengan kegiatan ini, IKPI Cabang Kota Malang berharap para konsultan pajak dan pelaku lembaga pendidikan dapat lebih siap dan cermat dalam menghadapi pemeriksaan serta memenuhi kewajiban perpajakan sesuai regulasi terbaru. (bl)

PNBP April 2025 Turun Tajam, Kemenkeu Ungkap Perubahan Kebijakan Pelaporan

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan melaporkan realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) hingga akhir April 2025 mencapai Rp153,3 triliun. Meski sudah memenuhi 29,8 persen dari target APBN tahun ini, angka tersebut mengalami penurunan signifikan sebesar 24,59 persen dibanding periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp203,3 triliun.

Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu menjelaskan bahwa perbedaan tersebut salah satunya disebabkan oleh perubahan metode pelaporan. Mulai tahun ini, PNBP tidak lagi mencantumkan penerimaan dari kekayaan negara yang dipisahkan, termasuk dividen dari BUMN. Komponen tersebut kini dikelola oleh Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara, sehingga tidak tercermin dalam PNBP.

“PNBP dari kekayaan negara dipisahkan (KND) tidak lagi masuk dalam perhitungan penerimaan negara nonpajak,” ujar Anggito dalam konferensi pers, dikutip Senin (26/5/20225).

Meski secara tahunan mencatat kontraksi, beberapa komponen PNBP justru menunjukkan pemulihan bulanan. PNBP dari sektor sumber daya alam (SDA) migas, misalnya, tumbuh 23,4 persen menjadi Rp9,1 triliun dibandingkan Maret. Hal ini dipengaruhi oleh kenaikan volume lifting minyak dan fluktuasi nilai tukar rupiah.

PNBP dari SDA nonmigas juga membukukan kenaikan signifikan, naik 16,8 persen dari bulan sebelumnya, dengan nilai mencapai Rp11 triliun. Kinerja positif ini didorong oleh meningkatnya produksi dan harga batu bara, seiring dengan tren penguatan harga komoditas global.

Namun demikian, tidak semua pos PNBP mencatatkan kinerja baik. Kategori PNBP lainnya justru turun drastis sebesar 22,5 persen, dari Rp13,9 triliun pada Maret menjadi Rp10,8 triliun di April. Pelemahan ini disebabkan oleh berkurangnya pendapatan jasa bersifat musiman. Pendapatan dari Badan Layanan Umum (BLU) pun anjlok 25,3 persen menjadi Rp6,5 triliun, imbas dari penyesuaian setoran beberapa instansi BLU.

Rata-rata bulanan realisasi PNBP tahun ini pun mencerminkan tekanan tersebut. Hingga April 2025, rata-rata penerimaan bulanan tercatat Rp40,9 triliun—lebih rendah dari rata-rata April 2024 sebesar Rp44,4 triliun dan April 2023 sebesar Rp49,1 triliun.

Faktor eksternal seperti fluktuasi harga komoditas, dinamika pasar global, serta berkurangnya penerimaan nonrutin dari kementerian/lembaga disebut turut menekan kinerja PNBP tahun ini. (alf)

 

Industri Jalan Tol Terjepit Beban Pajak, BUJT Mengeluh Tak Dapat Insentif

IKPI, Jakarta: Industri jalan tol di Indonesia kembali menyuarakan keprihatinan atas berbagai kebijakan fiskal yang dinilai menyulitkan kelangsungan usaha Badan Usaha Jalan Tol (BUJT). Dalam rapat dengar pendapat di Komisi V DPR RI, Senin (26/5/2025), Sekretaris Asosiasi Jalan Tol Indonesia (ATI), Kris Ade Sudiyono, memaparkan sederet beban pajak yang dinilai tak proporsional.

Salah satu sorotan utama adalah pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 11 persen atas jasa konstruksi jalan tol. Ironisnya, pungutan tarif dari pengguna jalan tol tidak dikenakan PPN, sehingga BUJT tidak bisa mengkreditkan pajak masukannya. “Misalnya dari proyek senilai Rp 110 miliar, hanya Rp 100 miliar yang menjadi infrastruktur. Sisanya Rp 10 miliar, langsung menjadi beban pajak yang tak bisa dikompensasi,” ujar Kris.

Tak hanya itu, lonjakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) juga dinilai memberatkan. Menurutnya, terdapat kasus kenaikan PBB hingga 200–300 persen hanya dalam kurun dua tahun, tanpa dasar kenaikan nilai tanah yang sepadan. Kris mencontohkan proyek jalan tol Semarang-Demak yang juga berfungsi sebagai tanggul laut, namun tetap dibebankan PBB secara penuh.

“Padahal, fungsi tanggul laut itu bukan tujuan utama tol,” tambahnya.

Beban lain yang turut disoroti adalah keterbatasan dalam pengakuan kerugian usaha. Aturan fiskal saat ini hanya mengizinkan akumulasi kerugian selama lima tahun, sementara proyek jalan tol umumnya baru mencapai titik impas setelah 10 hingga 15 tahun. Akibatnya, BUJT tidak bisa menikmati manfaat loss carry forward secara optimal.

Kris juga menyesalkan absennya industri jalan tol dari daftar sektor penerima insentif fiskal seperti tax holiday atau tax allowance. “Padahal, tiap ruas jalan tol biasanya melibatkan investasi lebih dari Rp 5 triliun dan jelas berkontribusi pada pembangunan ekonomi dan infrastruktur daerah,” ujarnya.

Dengan berbagai tekanan fiskal tersebut, Kris menyimpulkan bahwa mayoritas BUJT saat ini masih mencatatkan kerugian. “Banyak yang masih berdarah-darah. Ini menjadi tantangan besar bagi keberlanjutan investasi jalan tol ke depan,” tutupnya. (alf)

 

en_US