OJK Tegaskan Saham Tak Masuk Kategori Objek Pajak

IKPI, Jakarta: Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Inarno Djajadi, menegaskan bahwa saham bukan merupakan objek pajak. Namun, anggota bursa atau sekuritas yang berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) wajib memungut jasa transaksi efek sebagai Jasa Kena Pajak (JKP).

“Dasar pengenaan PPN adalah fee atau komisi transaksi efek, yang merupakan salah satu komponen biaya atas penjualan efek,” ujar Inarno dalam konferensi pers virtual, Selasa (7/1/2025).

Ia menjelaskan, aturan teknis mengenai penghitungan PPN di sektor pasar modal telah diatur dalam Surat Edaran (SE) Bursa Efek Indonesia (BEI) Nomor S-0001/BEI.KEU/01-2025, yang berlaku sejak 1 Januari 2025.

Sementara itu, Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Irvan Susandy, menjelaskan bahwa pengenaan tarif PPN sebesar 12% dilakukan dengan mengalikan tarif tersebut dengan dasar pengenaan pajak berupa nilai lain. Nilai lain yang dimaksud adalah sebesar 11/12 dari nilai invoice.

“Dengan metode ini, meskipun tarif PPN tetap 12%, nilai objek pajak yang dikalikan 11/12 menghasilkan nilai akhir yang setara dengan PPN 11%,” kata Irvan.

Kebijakan PPN terbaru ini merupakan bagian dari penyesuaian yang dilakukan pemerintah untuk barang dan jasa mewah sejak awal 2025. Penyesuaian ini juga berdampak pada industri pasar modal, khususnya dalam penghitungan biaya transaksi efek.

OJK dan BEI berharap aturan ini dapat memberikan kejelasan bagi pelaku pasar modal, termasuk perusahaan sekuritas dan investor, dalam memahami komponen biaya transaksi yang baru.

Dengan diterapkannya kebijakan ini, sektor pasar modal diharapkan tetap dapat berkontribusi optimal dalam perekonomian nasional tanpa memberatkan pelaku industri. (alf)

Dorong Industri Kecil dan Menengah untuk Ekspor, Pemerintah Bebaskan Biaya PPN dan PPnBM Melalui Fasilitas KITE IKM

IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terus memberikan dukungan kepada pelaku usaha kecil dan menengah (IKM) dengan menyediakan fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor untuk Industri Kecil Menengah (KITE IKM). Fasilitas ini bertujuan untuk mendorong pertumbuhan sektor IKM sekaligus memperkuat daya saing ekspor nasional.

Dikutip dari Instagram Bea Cukai, Rabu (8/1/2025) hingga saat ini, sebanyak 126 IKM di seluruh Indonesia telah menerima pendampingan dan asistensi untuk mendapatkan fasilitas KITE IKM. Salah satu keuntungan utama yang diperoleh adalah pembebasan biaya masuk, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Direktur PT Global Kriya Nusantara Abdul Sobur, salah satu pelaku IKM yang merupakan produsen produk furnitur, kerajinan tangan dan dekorasi rumah, penerima fasilitas ini mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada pemerintah. “Kami sangat terbantu dengan adanya fasilitas ini. Pembebasan PPN dan PPnBM memberikan dukungan besar untuk meningkatkan kinerja ekspor nasional. Program ini menjadi salah satu langkah nyata dalam meringankan tugas eksportir,” ujar Abdul dalam Instagram tersebut.

Pemerintah mengajak lebih banyak pelaku IKM untuk memanfaatkan fasilitas ini. Dengan fasilitas KITE IKM, para pengusaha IKM diharapkan mampu berkembang dan bersaing di pasar global.

Untuk informasi lebih lanjut mengenai fasilitas KITE IKM, pengusaha dapat mengunjungi Klinik Ekspor di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai terdekat atau menghubungi layanan Bravo Bea Cukai di nomor 1500-225. (alf)

Presiden Prabowo Tegaskan Pentingnya Transformasi Digital untuk Tingkatkan Penerimaan Negara

IKPI, Jakarta: Presiden Prabowo Subianto menyoroti pentingnya reformasi sistem perpajakan dan transformasi digital untuk meningkatkan penerimaan negara. Hal itu dikatakan presiden saat bertemu anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN) dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Rini Widyantini di Istana Merdeka, baru-baru ini.

Pada kesempatan itu. DEN melalui anggota Mari Elka Pangestu, menekankan bahwa digitalisasi adalah kunci untuk memperbaiki administrasi perpajakan, mengurangi penghindaran pajak, dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

“Digitalisasi dapat memperbaiki administrasi pajak, dan dengan digital ID serta data exchange, kita dapat meningkatkan profiling wajib pajak untuk mendukung penerimaan negara,” ujar Mari Elka.

Sebagai langkah konkret, pemerintah telah memulai modernisasi melalui sistem administrasi coretax, yang memungkinkan wajib pajak mendaftar, melapor, dan membayar pajak secara elektronik. Sistem ini telah diterapkan pada pajak pertambahan nilai (PPN).

Presiden Prabowo juga menyetujui pembentukan Komite Percepatan Transformasi Digital untuk mengawasi implementasi tiga elemen penting digitalisasi: digital ID, digital payment, dan data exchange.

Menteri PANRB Rini Widyantini, menambahkan bahwa kesiapan infrastruktur publik digital (DPI) menjadi fondasi penting untuk mendukung transformasi digital. “Kami akan memastikan infrastruktur digital tersedia untuk mendukung kebijakan ekonomi yang diusulkan oleh Dewan Ekonomi Nasional,” ujar Rini.

Transformasi digital ini diharapkan dapat memperkuat fondasi ekonomi nasional, meningkatkan efisiensi, dan mengoptimalkan penerimaan negara untuk mendukung pembangunan jangka panjang. (alf)

Dirjen Pajak Pastikan Tak Ada Denda Akibat Permasalahan Coretax

IKPI, Jakarta: Direktur Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan Suryo Utomo, memastikan bahwa tidak akan ada denda atau sanksi yang dikenakan kepada wajib pajak terkait permasalahan yang muncul dalam penggunaan aplikasi Coretax. Hal ini disampaikan menyusul berbagai kendala yang masih ditemukan sejak sistem tersebut diluncurkan pada 1 Januari 2025.

Dalam konferensi pers APBN 2024 di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Senin (6/1/2025) Suryo menegaskan bahwa pengaplikasian Coretax masih dalam tahap transisi. Oleh karena itu, pemerintah memahami adanya kendala yang mungkin dihadapi oleh wajib pajak, seperti keterlambatan penerbitan faktur atau pelaporan pajak.

“Kami akan memastikan tidak ada beban tambahan kepada masyarakat pada waktu menggunakan sistem yang baru,” ujar Suryo.

Menurutnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus memantau dan memonitor perkembangan Coretax setiap hari. Jika ditemukan permasalahan, tim Ditjen Pajak akan segera mengambil langkah penyelesaian.

Ia mengungkapkan bahwa salah satu kendala utama adalah tingginya volume pengguna yang mengakses sistem secara bersamaan. Untuk itu, DJP melakukan berbagai langkah optimalisasi, termasuk peningkatan kapasitas sistem, pengelolaan beban akses, dan pelebaran bandwidth.

“Ini baru hari keenam pengaplikasian Coretax, jadi mohon maklum,” kata Suryo.

Sebelumnya, Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat, DJP Dwi Astuti, juga mengakui bahwa ada beberapa fitur dalam Coretax yang belum sepenuhnya bisa diakses di tahap awal peluncuran. Namun saat ini DJP masih melakukan validasi dan rekonsiliasi data dengan pihak-pihak terkait untuk memastikan kelancaran operasional sistem ke depannya.

Dengan pendekatan yang lebih fleksibel ini, DJP berharap dapat memberikan pengalaman yang lebih baik bagi para wajib pajak dalam menggunakan sistem baru, tanpa menambah beban administratif. (alf)

Defisit APBN 2024 Sebesar 2,29% dari PDB, Menkeu: Lebih Rendah dari Perkiraan

IKPI, Jakarta: Pemerintah berhasil menutup defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 sebesar 2,29% dari Produk Domestik Bruto (PDB), atau senilai Rp 507,8 triliun. Angka ini lebih rendah dari outlook sementara sebesar 2,70% dari PDB, namun tetap sesuai dengan target awal APBN 2024.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa defisit APBN sempat diperkirakan akan melewati target akibat beberapa faktor eksternal. Penerimaan negara mengalami kontraksi 6,2% secara tahunan (yoy) pada awal tahun, inflasi mencapai puncaknya pada Maret di level 3,1% yoy, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah hingga 7.063,6 pada Juni, dan yield Surat Berharga Negara (SBN) mencapai puncak tertinggi 7,2% pada April dan Juni.

Beberapa faktor eksternal seperti ketegangan geopolitik, fenomena El Nino, perlambatan ekonomi China, kenaikan harga minyak, dan penurunan harga batubara turut menjadi penyebab tekanan ekonomi.

Pemulihan di Semester II 2024

Namun, pada semester II 2024, situasi ekonomi global mulai menunjukkan perbaikan. Harga komoditas seperti batubara, nikel, dan minyak sawit mentah (CPO) perlahan pulih. Ekonomi China yang didukung oleh stimulus pemerintahnya juga memberikan angin segar. IHSG yang semula berada di angka 7.063,6 pada Juni naik menjadi 7.079,9 pada Desember. Yield SBN yang sempat menyentuh 7,2% turun menjadi 7,0% di akhir tahun.

Inflasi juga terkendali, menurun dari 3,1% yoy pada Maret menjadi 1,57% yoy pada Desember. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pun menunjukkan perbaikan, dari Rp 16.421 per dolar AS pada Juni menjadi Rp 16.162 per dolar AS di Desember.

“Penerimaan negara mulai membaik di semester II, dan meskipun ada tekanan global, APBN tetap bisa beroperasi optimal,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN 2024, Senin (6/1/2025).

Kinerja Penerimaan dan Belanja Negara

Penerimaan negara hingga akhir 2024 mencapai Rp 2.842,5 triliun, atau 101,4% dari target sebesar Rp 2.802,3 triliun. Angka ini tumbuh 2,1% yoy. Di sisi lain, realisasi belanja negara mencapai Rp 3.350,3 triliun atau 100,8% dari target sebesar Rp 3.325,1 triliun, dengan pertumbuhan 7,3% yoy. Kenaikan belanja terutama didorong oleh peningkatan belanja kementerian/lembaga yang mencapai 14,1% dari target.

Defisit keseimbangan primer tercatat sebesar Rp 19,4 triliun, lebih rendah dari target Rp 25,5 triliun. Selain itu, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) mencapai Rp 45,4 triliun, meningkat signifikan dibandingkan Rp 19,4 triliun pada 2023.

Sri Mulyani menegaskan bahwa capaian ini menunjukkan keberhasilan pengelolaan APBN di tengah tantangan global. “Defisit APBN tetap terkendali di level 2,29% dari PDB, sesuai dengan desain awal,” ujarnya. (alf)

Pemerintah Siapkan Prefunding Rp85,9 Triliun untuk Pembiayaan APBN 2025

IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah melakukan prefunding atau penerbitan surat utang sebelum tahun anggaran berjalan sebesar Rp85,9 triliun. Langkah ini dilakukan untuk mengantisipasi kebutuhan pembiayaan pada tahun 2025.

“Terkait dengan tantangan global yang masih besar, kami antisipasi dan memastikan pembiayaan utang dilakukan dengan biaya atau cost of fund yang wajar dan risiko yang terkelola dengan baik,” ujar Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu, Suminto, dalam konferensi pers APBN 2024 di Jakarta, Senin (6/1/2025).

Menurut Suminto, langkah prefunding ini akan mengurangi jumlah penerbitan surat utang pada tahun anggaran 2025. Selain itu, Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) telah sepakat untuk menukar utang atas Surat Berharga Negara (SBN) pembiayaan COVID-19 senilai Rp100 triliun yang jatuh tempo pada 2025, sehingga beban penerbitan di pasar perdana dapat ditekan.

Target APBN 2025

Pada APBN 2025, pemerintah menargetkan defisit anggaran sebesar Rp616,2 triliun atau 2,53% dari produk domestik bruto (PDB). Pembiayaan anggaran direncanakan mencapai Rp775,9 triliun, terdiri dari Rp642,5 triliun melalui penerbitan SBN dan Rp133,3 triliun dari pinjaman.

Namun, Suminto menjelaskan bahwa pemerintah memiliki fleksibilitas dalam penggunaan instrumen utang sesuai ketentuan Undang-Undang APBN. Artinya, proporsi antara penerbitan SBN dan pinjaman dapat disesuaikan.

Selain itu, pemerintah akan memanfaatkan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berkenaan (SILPA) dari APBN 2024 sebesar Rp45,4 triliun serta Saldo Anggaran Lebih (SAL) APBN 2024 sebagai bantalan tambahan pembiayaan pada tahun 2025.

Kinerja APBN 2024

APBN 2024 tercatat mengalami defisit sebesar Rp507,8 triliun atau 2,29% dari PDB, sesuai target yang ditetapkan. Pendapatan negara secara keseluruhan menunjukkan kinerja positif dengan realisasi sementara sebesar Rp2.842,5 triliun. Di sisi lain, belanja negara mencapai Rp3.350,3 triliun.

Keseimbangan primer terealisasi positif sebesar Rp19,4 triliun, sedangkan pembiayaan anggaran mencapai Rp553,2 triliun. SILPA APBN 2024 tercatat sebesar Rp45,4 triliun.

Dengan langkah-langkah strategis ini, Kemenkeu optimistis mampu menjaga stabilitas pembiayaan utang dan menghadapi tantangan global yang semakin dinamis pada tahun 2025. (alf)

Dirjen Pajak Sampaikan Cara Masyarakat Ajukan Pengembalian PPN 12% yang Terlanjur Dipungut

IKPI, Jakarta: Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Suryo Utomo, menyampaikan bahwa masyarakat yang terkena potongan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% dapat mengajukan pengembalian kelebihan pembayaran pajak tersebut. Pengembalian pajak dilakukan dengan membawa bukti pembayaran berupa struk transaksi ke tempat pembelian.

“Jadi mereka kembali dengan memberikan struk yang sudah dibawa selama ini,” ujar Suryo dalam konferensi pers APBN 2024 yang digelar di Jakarta, Senin (6/1/2024).

Suryo menjelaskan bahwa pengembalian ini berkaitan dengan pajak yang terlanjur dipungut akibat penerapan kebijakan baru terkait pajak yang diumumkan pada 31 Desember lalu. Beberapa pelaku usaha telah menerapkan kebijakan tersebut sejak 1 Januari sebelum adanya penyesuaian.

Untuk mengatasi persoalan ini kata Suryo, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah berdiskusi dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin). Dalam pertemuan itu, disepakati bahwa pemerintah memberikan waktu tiga bulan bagi pelaku usaha untuk menyesuaikan sistem administrasi guna mendukung implementasi kebijakan baru.

“Karena dengan penggunaan DPP dasar (pengenaan pajak) nilai lain, otomatis sistem administrasi para pelaku usaha juga mengalami perubahan. Selain itu, ada situasi di mana pajak sudah terlanjur dipungut,” ujarnya.

Selama masa penyesuaian tiga bulan tersebut, pemerintah memberikan kelonggaran berupa penghapusan sanksi apabila terjadi keterlambatan atau kesalahan dalam penerbitan faktur pajak.

Pengembalian pajak akan dilakukan melalui penjual karena pajak yang dipungut belum disetorkan ke pemerintah hingga akhir bulan berikutnya.

“Kemudian yang sudah terlanjur dipungut ya kita kembalikan. Saya sepakat dengan pelaku lewat si penjual. Karena pajaknya kan belum disetorkan kepada kami di pemerintah,” kata Suryo.

Dengan kebijakan ini, masyarakat diharapkan dapat segera memanfaatkan mekanisme pengembalian pajak untuk menghindari kerugian akibat kelebihan pembayaran PPN. (alf)

Dirjen Pajak Klaim PPN 12% Barang Mewah Tambah Pemasukan Negara hingga Rp 3,5 Triliun

IKPI, Jakarta: Kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% untuk barang mewah diklaim berhasil menambah pemasukan negara hingga Rp 3,5 triliun. Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan Suryo Utomo, dalam konferensi pers APBN 2024 di Kantor Kemenkeu, Senin (6/1/2025).

Suryo menyebutkan, penghitungan yang dilakukan bersama Badan Kebijakan Fiskal (BKF) menunjukkan bahwa kebijakan tersebut berpotensi menghasilkan tambahan pendapatan negara sebesar Rp 1,5 triliun hingga Rp 3,5 triliun.

“Kalau hitung-hitungan kami dengan Pak Febrio (Kepala BKF), range-nya Rp 1,5 triliun sampai Rp 3,5 triliun. Itu tambahan PPN dari barang mewah,” kata Suryo.

Ia menjelaskan bahwa upaya meningkatkan penerimaan negara ini adalah bagian dari strategi pemerintah untuk mencapai target penerimaan negara tahun 2025 sebesar Rp 2.189,3 triliun. Salah satu langkah yang dilakukan adalah memperluas basis perpajakan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi pajak.

“Kami bekerja sama dengan Pak Askolani (Dirjen Bea Cukai) dan Pak Isa (Dirjen Anggaran) untuk mencari sumber-sumber penerimaan baru yang belum tercakup sebelumnya,” ujar Suryo.

Tarif Hanya Berlaku untuk Barang Mewah

Suryo menegaskan bahwa tarif PPN 12% hanya diberlakukan untuk kategori barang mewah, sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto dalam konferensi pers pada 31 Desember 2024. Barang mewah tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2023, yang mencakup daftar barang yang dikenai pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) selain kendaraan bermotor.

“Barang dan jasa lain tidak mengalami kenaikan beban PPN. Barang dan jasa yang selama ini diberikan fasilitas pembebasan atau tarif 0% tetap mendapatkan perlakuan yang sama,” ujarnya.

Langkah ini diharapkan dapat memperkuat pendapatan negara tanpa memberikan dampak yang signifikan pada masyarakat umum, mengingat kenaikan tarif hanya berlaku untuk barang mewah tertentu. (alf)

Dirjen Pajak Akui Sistem Coretax Terkendala: Kami Terus Pantau dan Selesaikan Masalahnya

IKPI, Jakarta: Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo, mengakui bahwa implementasi sistem inti perpajakan (Coretax) yang resmi berjalan sejak 1 Januari 2025, masih menghadapi sejumlah kendala. Salah satu tantangan utama adalah kesulitan yang dihadapi wajib pajak (WP) dalam membuat faktur pajak.

“Kendala yang muncul saat Coretax diimplementasikan, ada satu kesulitan bagi WP buat faktur pajak,” ujar Suryo Utomo dalam konferensi pers APBN Kita 2024 di Jakarta, Senin (6/1/2024).

Meski demikian, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus merespons keluhan dari masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya. Suryo memastikan pihaknya melakukan pemantauan secara intensif dan berupaya menyelesaikan masalah yang muncul seiring interaksi pengguna dengan sistem baru tersebut.

“Kami terus monitor dan pantau, menyelesaikan masalah yang muncul saat interaksi para pelaku dengan sistem yang kami luncurkan 1 Januari kemarin,” ujarnya.

Suryo mengungkapkan bahwa tingginya aktivitas masyarakat dalam mengakses Coretax menjadi tantangan tersendiri. Saat peluncuran, banyak wajib pajak tidak hanya mencoba sistem, tetapi langsung melakukan transaksi nyata, sehingga memperbesar beban kerja sistem.

“Kami terus bekerja 24 jam, 7 hari, dengan tim di kantor pusat. Aksesnya tidak hanya untuk masyarakat, tetapi juga untuk mendukung tim kami, termasuk menangani kendala infrastruktur karena sistem ini tidak bisa berdiri sendiri,” katanya.

Ia juga menjelaskan bahwa pada tahap awal implementasi, sempat terjadi masalah teknis dengan vendor penyedia jaringan telekomunikasi. Salah satunya adalah kendala dalam pengiriman token yang tidak sampai ke tujuan.

“Waktu pertama implementasi, ada pihak vendor terkait token yang bisa dikirimkan tapi tidak sampai ke tujuan. Ini memerlukan troubleshooting dengan berbagai pihak untuk menyamakan frekuensi,” ungkapnya.

Sebagai informasi, sistem inti perpajakan atau Coretax resmi diluncurkan pada 31 Desember 2024 dan mulai digunakan secara operasional pada awal tahun ini. Sistem tersebut dirancang untuk memodernisasi layanan perpajakan di Indonesia, meningkatkan efisiensi, dan mendukung transformasi digital di bidang perpajakan.

Meski mengalami kendala di awal, DJP optimistis bahwa Coretax dapat berjalan lebih baik setelah melalui berbagai penyesuaian teknis. DJP juga mengimbau masyarakat untuk bersabar dan terus memberikan masukan agar implementasi sistem ini dapat memenuhi kebutuhan wajib pajak dengan optimal. (alf)

Ketua IKPI Pengda Sumbagteng Sebut Rakor IKPI 2025 Perkuat Sinergi Pengurus

IKPI, Jakarta: Ketua Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pengda Sumatera Bagian Tengah (Sumbagteng) Lilisen, memberikan tanggapannya terkait rencana pelaksanaan Rapat Koordinasi (Rakor) IKPI yang akan diselenggarakan pada 17 hingga 19 Januari 2025 di Bogor, Jawa Barat. Menurutnya, rapat koordinasi ini menjadi salah satu agenda penting dalam memperkuat sinergi antar pengurus IKPI di seluruh Indonesia, khususnya dalam menghadapi tantangan dan perkembangan terkini di dunia perpajakan.

Lilisen menyatakan, bahwa susunan acara Rakor kali ini menunjukkan adanya perubahan signifikan dibandingkan dengan rakor-rakor sebelumnya. Ia menuturkan, hal ini merupakan indikasi bahwa IKPI saat ini sedang mengalami transformasi menuju organisasi yang lebih baik dan lebih profesional.

“Melihat list susunan acara Rakor kali ini, saya melihat adanya perbedaan yang cukup jelas dibandingkan dengan rakor-rakor sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa IKPI sedang melakukan langkah-langkah strategis untuk bertransformasi menjadi organisasi yang lebih baik lagi, lebih terstruktur, dan lebih siap dalam menghadapi dinamika perpajakan yang terus berkembang,” ujar Lilisen, Senin (6/1/2025).

Lebih lanjut, Lilisen menyampaikan harapannya terkait pelaksanaan Rakor tersebut. Ia berharap bahwa kegiatan ini dapat mempererat hubungan pengurus IKPI dari tingkat pusat, daerah dan cabang di seluruh Indonesia, serta memberikan kontribusi positif dalam mewujudkan IKPI yang lebih kompak dan sukses di masa depan.

“Saya berharap, dengan diadakannya Rakor ini, semua pengurus IKPI semakin kompak dalam menjalankan berbagai program dan kegiatan yang telah direncanakan. Selain itu, semoga semua proses yang berjalan lancar dan memberikan dampak yang positif bagi kemajuan organisasi ini. Dengan kebersamaan dan semangat yang tinggi, saya yakin IKPI akan semakin berjaya dan mampu memberikan kontribusi besar bagi kemajuan dunia perpajakan di Indonesia,” kata Lilisen.

Ia menegaskan, kegiatan ini diperkirakan akan menjadi momentum penting dalam meningkatkan kualitas pelayanan konsultan pajak di Indonesia, serta memperkuat peran IKPI sebagai organisasi yang berkomitmen untuk meningkatkan profesionalisme dan kualitas sumber daya manusia di bidang perpajakan. Dengan semangat kebersamaan dan kolaborasi yang ditunjukkan oleh seluruh anggota IKPI, Lilisen optimis bahwa Rakor kali ini akan menjadi langkah penting menuju kemajuan dan kejayaan IKPI di masa depan.(bl)

en_US