Lelang Aset Sitaan, Kanwil DJP Jakbar Raih Rp840 Juta

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Barat (Kanwil DJP Jakbar) sukses meraup Rp840 juta dari hasil lelang 12 aset sitaan penunggak pajak dalam gelaran Lelang Bersama Barang Sitaan Pajak Kanwil DJP se-Jakarta Raya yang berlangsung di Aula Chakti Buddhi Bhakti, Kantor Pusat DJP Jakarta, pada Selasa (25/6/2025).

Barang-barang yang dilelang meliputi mobil, alat berat, sepeda motor, dan peralatan elektronik, yang sebelumnya disita oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di lingkungan Kanwil DJP Jakbar. Aset tersebut merupakan bagian dari 19 barang sitaan yang dilelang secara serentak oleh seluruh Kanwil DJP se-Jakarta Raya dengan total nilai mencapai Rp2,9 miliar.

Kepala Kanwil DJP Jakbar, Farid Bachtiar, menegaskan bahwa lelang ini merupakan bagian dari strategi Pengawasan Kepatuhan Material (PKM) penagihan untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor perpajakan. “Hingga Mei 2025, capaian realisasi PKM masih di angka 31,7 persen. Oleh karena itu, perlu langkah penagihan yang lebih terukur, masif, dan berdampak nyata terhadap kepatuhan,” ujar Farid dalam keterangan resminya, Kamis (26/6/2025).

Farid mengungkapkan, Kanwil DJP se-Jakarta Raya mengemban target penerimaan dari kegiatan lelang senilai Rp11 triliun atau 52 persen dari total target nasional sebesar Rp20 triliun. Untuk mengejar target tersebut, kegiatan lelang bersama akan digelar dua kali setahun, dengan pelaksanaan berikutnya direncanakan pada November 2025.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, turut mengapresiasi inisiatif ini. Ia menyebut, penyelenggaraan lelang bersama seperti ini membuat proses lebih fokus dan efisien dalam penggunaan sumber daya. “Inisiatif ini luar biasa. Selain efektif dalam menekan tax gap, lelang bersama juga memperkuat sinergi antarunit DJP,” katanya.

Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Jakarta, Dodok Dwi Handoko, menambahkan bahwa pelaksanaan lelang kini makin modern dan terbuka berkat sistem digital yang terus diperbarui. Ia menjelaskan, proses lelang dilakukan sepenuhnya secara daring melalui situs lelang.go.id dengan mekanisme open bidding yang transparan dan efisien.

“Versi terbaru Portal Lelang Indonesia kami hadirkan dengan fitur yang lebih ramah pengguna dan responsif. Ini memudahkan masyarakat dan pelaku usaha untuk mengikuti proses lelang dari mana saja,” jelas Dodok.

Untuk bisa ikut serta, calon peserta harus memiliki akun yang sudah terverifikasi dan menyetorkan uang jaminan paling lambat sehari sebelum lelang. Pemenang ditentukan secara otomatis oleh sistem berdasarkan penawaran tertinggi, dan diwajibkan melunasi seluruh kewajiban maksimal lima hari kerja setelah pengumuman. (alf)

 

Mendag Budi: Tarif Trump Belum Pasti, Indonesia Masih Negosiasi

IKPI, Jakarta: Menteri Perdagangan Budi Santoso memastikan bahwa hingga kini belum tercapai kesepakatan final antara Indonesia dan Amerika Serikat terkait kebijakan tarif impor yang dirancang oleh Presiden AS Donald Trump.

“Belum ada kesepakatan soal tarif Trump,” ujar Budi usai menandatangani Perjanjian Kerja Sama dengan Global Australia Halal Certification di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Kamis (26/6/2025).

Menurut Budi, proses negosiasi antara kedua negara masih berlangsung intens. “Sampai sekarang prosesnya masih berjalan. Belum ada bentuk finalnya seperti apa,” tegasnya.

Trump sebelumnya mengumumkan kebijakan tarif resiprokal terhadap sejumlah negara, termasuk Indonesia, pada 2 April 2025. Produk-produk ekspor asal Indonesia dikenai tarif tambahan sebesar 32 persen. Meski begitu, Trump memberikan jeda waktu 90 hari untuk membuka ruang dialog dan mencegah perang dagang terbuka. Masa penundaan itu akan berakhir pada 8 Juli mendatang.

Budi tak memungkiri bahwa tenggat waktu tersebut semakin dekat. Namun, ia tetap optimistis akan tercapai titik temu sebelum batas waktu habis. “Ya, pasti ada kesepakatan. Mudah-mudahan bisa segera rampung karena memang belum ada keputusan resmi dari Presiden Trump,” jelasnya.

Negosiasi yang mewakili Indonesia dipimpin langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Sejak 17 April, tim Indonesia sudah melakukan rangkaian pertemuan dengan pejabat tinggi AS, termasuk Menteri Perdagangan Howard Lutnick, Menteri Keuangan Scott Bessent, hingga pejabat USTR, Duta Besar Jamieson Greer.

Bahkan Airlangga sempat menyatakan bahwa kesepakatan bisa tercapai dalam waktu 60 hari. Dengan perhitungan itu, seharusnya kejelasan mengenai nasib tarif sudah terlihat sejak pertengahan Juni. Sayangnya, hingga akhir Juni belum ada kepastian dari pihak AS.

Ketidakpastian ini membuat para pelaku usaha di dalam negeri waswas. Jika tarif benar-benar diberlakukan mulai 8 Juli, maka beban ekspor Indonesia ke pasar Amerika akan meningkat drastis, menurunkan daya saing produk dalam negeri.

Pemerintah Indonesia masih menunggu sinyal positif dari Washington, sembari terus mendorong penyelesaian yang adil dan menguntungkan kedua belah pihak.(alf)

 

Pedagang di E-Commerce akan Dipungut Pajak, DJP Siapkan Aturannya

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan akhirnya angkat bicara soal rencana pungutan pajak terhadap penjual atau merchant yang berjualan melalui platform e-commerce seperti Shopee, Tokopedia, dan TikTok Shop.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, mengonfirmasi bahwa skema penunjukan platform e-commerce sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) tengah difinalisasi.

“Saat ini, ketentuan mengenai penunjukan platform e-commerce sebagai pihak pemungut Pajak Penghasilan (PPh) memang sedang dalam pembahasan kami bersama Kemenkeu,” ujarnya seperti dikutip, Kamis (26/6/2025).

Menurut Rosmauli, kebijakan ini bukanlah pajak baru, melainkan bagian dari upaya pemerintah untuk menyederhanakan administrasi perpajakan serta menciptakan level playing field antara pelaku usaha daring dan luring.

“Prinsipnya, ini hanya penyederhanaan mekanisme pembayaran pajak saja, bukan jenis pajak tambahan,” tegasnya.

Rencana ini mencuat setelah laporan Reuters mengungkap bahwa Indonesia berencana mewajibkan platform e-commerce untuk memungut dan menyetorkan pajak atas pendapatan pelapak sebesar 0,5%. Ketentuan ini akan berlaku untuk pedagang dengan omzet tahunan antara Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar segmen yang selama ini masuk kategori UMKM.

Angka 0,5% tersebut merujuk pada tarif PPh Final yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018. Artinya, para pelapak online yang sebelumnya membayar pajak secara mandiri akan dikenakan pemotongan langsung oleh platform tempat mereka berjualan.

Wacana ini memunculkan pro dan kontra. Di satu sisi, pemerintah ingin meningkatkan kepatuhan pajak dan efisiensi administrasi. Di sisi lain, para pelaku usaha online khawatir akan dampak langsung terhadap margin usaha mereka.

Meski demikian, pemerintah menegaskan bahwa kebijakan ini dirancang agar lebih memudahkan pelaku usaha dan bukan untuk membebani. Dengan platform sebagai pemungut, UMKM tidak lagi perlu melaporkan dan menyetor pajak secara terpisah.

DJP bersama Kementerian Keuangan saat ini terus melakukan harmonisasi regulasi dan koordinasi teknis dengan para pelaku industri digital. Jika disepakati, aturan ini akan menjadi langkah signifikan dalam transformasi sistem perpajakan di era ekonomi digital. (alf)

 

Wamenkeu Beberkan Strategi Tutup Tax Gap Rp1.300 Triliun, Coretax dan Royalti Jadi Andalan

IKPI, Jakarta: Pemerintah terus mencari terobosan untuk menutup jurang penerimaan pajak atau tax gap yang kini diperkirakan mencapai Rp1.300 triliun. Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono mengungkapkan bahwa nilai tax gap itu membengkak akibat banyaknya sektor yang dibebaskan dari kewajiban pajak, seperti pendidikan dan makanan.

“Kalau berdasarkan perhitungan awal, sebetulnya tax gap hanya sekitar Rp800 triliun. Tapi karena banyak sektor yang tidak dikenakan pajak, nilainya membesar hingga Rp1.300 triliun,” ujar Thomas dalam Energy Transition Summit Asia di Jakarta, Rabu (25/6/2025).

Thomas menambahkan, pembatalan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen juga berdampak signifikan terhadap potensi penerimaan negara. Menurutnya, keputusan itu membuat negara kehilangan potensi pendapatan sekitar Rp71 triliun.

Meski demikian, pemerintah tidak tinggal diam. Salah satu langkah strategis yang diandalkan adalah implementasi sistem administrasi perpajakan terbaru, Coretax.

“Memang kami dengar dari pelaku usaha bahwa Coretax masih belum optimal. Tapi ini sistem baru dan kami proyeksikan dapat meningkatkan rasio penerimaan pajak sekitar 2 persen,” jelasnya.

Tak hanya mengandalkan digitalisasi perpajakan, pemerintah juga mendorong peningkatan penerimaan negara dari sektor sumber daya alam. Kementerian Keuangan menggandeng Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk mengoptimalkan royalti dari berbagai komoditas.

“Tahun ini, target kami Rp100 triliun dulu. Kami percaya ini bisa dicapai. Kami terus bekerja keras menggali potensi yang bisa mempersempit tax gap,” ujar Thomas.

Dalam APBN 2025, target penerimaan perpajakan dipatok sebesar Rp2.183,9 triliun. Hingga akhir Mei, realisasi penerimaan pajak bruto telah mencapai Rp895,77 triliun, sedangkan pajak neto tercatat Rp683,26 triliun atau 31,2 persen dari target tahunan.

Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu menyebut bahwa kinerja penerimaan pajak tetap menunjukkan tren positif meski terjadi perlambatan usai puncak pembayaran pada Maret–April.

“Secara siklus, Mei memang cenderung menurun dibanding bulan sebelumnya. Namun secara tahunan, bruto masih tumbuh 5,2 persen,” kata Anggito dalam paparan APBN KiTA, Selasa (17/6/2025). (alf)

 

DJP Blokir Serentak 3.443 Rekening Penunggak Pajak di Jawa Timur

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melakukan aksi serentak penegakan hukum di bidang penagihan pajak melalui pemblokiran rekening Wajib Pajak pada 24–26 Juni 2025. Langkah ini dilakukan secara menyeluruh oleh seluruh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di bawah naungan Kanwil DJP Jawa Timur I, II, dan III.

Diketahui, total terdapat 3.443 berkas penunggak pajak yang menjadi sasaran dalam operasi ini. Pemblokiran dilakukan terhadap rekening di 11 bank besar yang berkantor pusat di Jakarta dan Tangerang, sebagai tindak lanjut terhadap Wajib Pajak yang telah menerima surat teguran dan surat paksa, namun belum juga menyelesaikan kewajiban perpajakannya.

“Pemblokiran rekening ini merupakan bagian dari pelaksanaan kewenangan penagihan aktif yang telah didahului pendekatan persuasif. Ini adalah upaya terakhir setelah berbagai tahapan imbauan tidak diindahkan,” kata Kepala Kanwil DJP Jawa Timur II, mewakili seluruh Kanwil DJP di Jawa Timur, Agustin Vita Avantin, melalui keterangan tertulisnya, Kamis (26/6/2025).

Ia menegaskan bahwa langkah pemblokiran telah sesuai dasar hukum, yakni Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 jo. UU Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61 Tahun 2023 mengenai tata cara pelaksanaan penagihan pajak.

Tak hanya rekening bank, DJP juga menyasar aset keuangan lainnya milik penunggak pajak, seperti subrekening efek, polis asuransi, serta instrumen keuangan yang tersimpan di berbagai lembaga keuangan.

Agustin mengimbau, untuk Wajib Pajak yang akunnya diblokir segera menghubungi KPP tempat terdaftar untuk klarifikasi dan penyelesaian utang. Fasilitas permohonan angsuran maupun penghapusan sanksi tetap tersedia sesuai ketentuan yang berlaku.

Melalui tindakan ini, DJP berharap bisa mendorong peningkatan kepatuhan sukarela, menjaga momentum penerimaan negara, serta memberikan kepastian hukum dengan tetap mengedepankan asas keadilan, kemanusiaan, dan efisiensi dalam pelaksanaan hukum perpajakan. (bl)

 

 

DJP Tegaskan Larangan Gratifikasi: Parsel hingga Hadiah Bukan Bentuk Terima Kasih yang Dibenarkan

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengingatkan seluruh wajib pajak agar tidak memberikan hadiah dalam bentuk apa pun kepada pegawai pajak, termasuk parsel, uang, atau bingkisan lainnya. Imbauan tegas tersebut disampaikan melalui Pengumuman Nomor PENG-2/PJ/2025 tentang Imbauan Antigratifikasi di Lingkungan DJP Tahun 2025.

Dirjen Pajak Bimo Wijayanto menekankan bahwa tindakan memberi atau menerima gratifikasi bisa masuk kategori tindak pidana suap apabila tidak dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Penerimaan gratifikasi oleh pegawai negeri apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajibannya merupakan tindak pidana jika tidak dilaporkan ke KPK,” tegas DJP dalam dokumen resmi tersebut.

Selain larangan gratifikasi, DJP juga menegaskan bahwa semua layanan administrasi perpajakan diberikan secara gratis, dan merupakan hak wajib pajak. Karena itu, tidak ada kewajiban ataupun keharusan memberikan imbalan kepada pegawai pajak dalam bentuk apa pun, meski dengan maksud ‘tanda terima kasih’.

DJP mengajak masyarakat dan wajib pajak untuk aktif menjaga integritas institusi. Bila menemukan pelanggaran etika atau gratifikasi oleh pegawai DJP, masyarakat dapat segera melaporkannya melalui beberapa saluran:

  • Kring Pajak 1500200
  • Email ke: kode.etik@pajak.go.id
  • Laman resmi: wise.kemenkeu.go.id

DJP juga mengimbau para pegawai agar menolak dan melaporkan segala bentuk pemberian yang dikategorikan sebagai gratifikasi. Laporan dapat disampaikan melalui dua saluran:

1. Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) masing-masing unit kerja, maksimal 10 hari kerja sejak penerimaan atau penolakan.

2. Sarana pelaporan daring Gratifikasi Online (GOL KPK) di laman gol.kpk.go.id atau melalui aplikasi mobile GOL KPK, paling lambat 30 hari kerja.

“Kami berterima kasih kepada seluruh pegawai dan wajib pajak yang tetap menjaga integritas dan menjunjung nilai-nilai Kementerian Keuangan, dengan tidak memberi, tidak menerima, dan aktif melaporkan gratifikasi,” tutup DJP. (alf)

 

 

 

 

 

 

Kemenkeu Fokus Jaga Fiskal dan Daya Beli, Siapkan Strategi APBN Redam Dampak Perang Iran-Israel

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengencangkan strategi fiskal sebagai respons terhadap meningkatnya ketegangan geopolitik antara Iran dan Israel. Pemerintah menyadari potensi dampak konflik ini terhadap stabilitas ekonomi domestik, terutama melalui lonjakan harga minyak dunia dan volatilitas pasar keuangan global.

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, Deni Surjantoro, menjelaskan bahwa APBN 2025 disiapkan untuk menjadi peredam (shock absorber) dari gejolak global. Pemerintah telah memperkuat koordinasi dengan Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta berbagai kementerian dan lembaga untuk mengantisipasi risiko yang mungkin timbul.

“Pemerintah terus mewaspadai perkembangan global dan transmisi risikonya ke dalam negeri, terutama terhadap inflasi, nilai tukar, dan daya beli masyarakat. APBN menjadi instrumen utama untuk menjaga stabilitas tersebut,” ujar Deni, Senin (23/6/2025).

Menurut Deni, kondisi pasar dalam negeri hingga saat ini masih cukup stabil. Tekanan harga minyak global belum melebihi batas asumsi makro dalam APBN 2025, yang dipatok pada level US$ 82 per barel. Ia mencatat bahwa harga minyak Brent akhir pekan lalu berada di kisaran US$ 77,27, dan rata-rata harga minyak mentah Indonesia (ICP) year to date masih di bawah US$ 73 per barel.

Hal ini memberikan ruang fiskal bagi pemerintah untuk menjaga harga energi melalui skema subsidi dan kompensasi, guna mencegah inflasi yang bisa membebani masyarakat.

“Kebijakan subsidi masih menjadi bantalan penting untuk mengendalikan gejolak harga. Pemerintah juga siap mengoptimalkan belanja sosial dan perlindungan masyarakat berpendapatan rendah jika tekanan meningkat,” jelasnya.

Sinergi antara kebijakan fiskal, moneter, dan sektor keuangan terus diperkuat untuk memastikan sistem ekonomi tetap resilien. Selain itu, Deni menegaskan bahwa strategi penguatan sektor strategis nasional terus digencarkan, mulai dari pangan, energi, hingga industri padat karya.

“Kami berkomitmen menjaga keberlanjutan pertumbuhan ekonomi serta daya beli masyarakat. Langkah ini penting agar pemulihan tetap berada di jalur yang inklusif dan berkelanjutan,” pungkasnya.

Dengan ketidakpastian global yang belum mereda, pemerintah berharap bauran kebijakan yang adaptif dan responsif mampu menjadi penopang utama dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional di tengah ancaman konflik internasional yang meluas. (alf)

 

 

 

Defisit APBN 2025 Diperkirakan Naik, AMRO Soroti Efek Batalnya Kenaikan PPN

IKPI, Jakarta: Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia tahun 2025 diperkirakan melebar dari target semula. Dalam laporan terbarunya, ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO) menyebut proyeksi defisit fiskal Indonesia akan mencapai 2,7% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), naik dari target resmi pemerintah sebesar 2,53%.

Peningkatan ini, menurut AMRO dalam Annual Consultation Report: Indonesia-2025, tak lepas dari tekanan di dua sisi: pelemahan penerimaan negara dan membengkaknya belanja pemerintah.

Pajak Tak Sesuai Harapan

Salah satu pemicu utama pelemahan penerimaan adalah batalnya implementasi tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% secara menyeluruh. Pemerintah hanya memberlakukan tarif baru ini untuk barang dan jasa mewah sejak 1 Januari 2025, sementara sebagian besar transaksi lainnya tetap dikenai tarif 11%. Kebijakan ini diambil seiring dengan penerapan skema Dasar Pengenaan Pajak (DPP) 11/12, namun dampaknya langsung terasa.

Dalam dua bulan pertama 2025, APBN telah mencatat defisit sebesar Rp31 triliun atau sekitar 0,1% dari PDB. Ini merupakan defisit bulanan pertama sejak 2021. “Kontraksi signifikan dalam penerimaan fiskal menjadi penyebab utama,” tulis tim ekonom AMRO dalam laporan tersebut dikutip Rabu (25/6/2025).

Belanja Negara Meningkat

Di sisi lain, pengeluaran negara kian besar, terutama untuk mendanai program-program prioritas pemerintah. Salah satu yang paling menyita anggaran adalah program makan bergizi gratis (MBG) bagi anak-anak, ibu hamil, dan menyusui, serta perluasan subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

AMRO memperkirakan lonjakan belanja ini tidak akan tertutupi oleh kenaikan pendapatan dari PPN barang mewah. Meski demikian, mereka menilai kondisi fiskal Indonesia masih dalam batas aman.

Masih Dalam Kendali

Meski defisit diperkirakan naik, nilainya masih jauh di bawah ambang batas 3% yang ditetapkan dalam Undang-Undang Keuangan Negara. AMRO juga menilai pemerintah memiliki ruang fiskal untuk merespons tekanan ekonomi maupun memberikan insentif tambahan bagi sektor-sektor strategis seperti UMKM atau bantuan sosial tambahan jika dibutuhkan.

Kementerian Keuangan juga menegaskan komitmen untuk menjaga kesehatan fiskal. Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam pertemuan dengan First Deputy Managing Director IMF Gita Gopinath menegaskan, “APBN terus dikelola secara hati-hati dan bijaksana. Pemerintah berkomitmen menjaga defisit tetap sesuai batas yang ditentukan dalam UU.”

Pemerintah optimistis bahwa kombinasi antara pengelolaan anggaran yang hati-hati dan program perlindungan sosial yang tepat sasaran akan membantu menjaga stabilitas fiskal di tengah ketidakpastian ekonomi global. (alf)

 

 

Potensi Ekonomi Digital Capai US$146 Miliar, DJP Siapkan Aturan Baru 

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan terus memperkuat strategi pemajakan sektor digital seiring melonjaknya nilai ekonomi digital Indonesia yang diperkirakan mencapai US$ 146 miliar pada tahun 2025. Salah satu langkah konkret yang tengah digodok adalah penyusunan regulasi baru untuk memperjelas ketentuan perpajakan atas transaksi digital.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, mengatakan regulasi tersebut akan menjadi fondasi hukum yang kuat untuk memastikan kepatuhan pajak pelaku usaha digital, baik dalam maupun luar negeri.

“Regulasi ini akan mengatur jenis layanan digital yang dikenai pajak, mekanisme pemungutannya, serta dokumen yang perlu disiapkan pelaku usaha terkait kewajiban pajak digital,” ungkap Rosmauli, baru-baru ini.

Hingga 31 Maret 2025, penerimaan pajak dari ekonomi digital, termasuk pemungutan PPN Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), telah menyentuh angka Rp 34,91 triliun. Pemerintah sendiri telah menunjuk sejumlah pelaku usaha PMSE luar negeri sebagai pemungut PPN atas produk dan layanan digital yang dijual ke Indonesia.

Namun, sejumlah kalangan menilai masih banyak potensi penerimaan pajak yang belum tergarap maksimal. Direktur Eksekutif Indonesia Economic Fiscal (IEF) Research Institute, Ariawan Rahmat, mendukung langkah DJP dan menekankan pentingnya evaluasi ambang batas penunjukan pemungut PPN PMSE.

“Ambang Rp 600 juta per tahun bisa jadi terlalu tinggi. Penurunan batas ini akan membuka ruang untuk menjaring lebih banyak pelaku digital skala kecil dan menengah yang selama ini luput dari radar pajak,” kata Ariawan.

Ia juga menyoroti empat sektor digital dengan potensi pajak besar namun masih belum digarap optimal:

  1. Aset Kripto: Meski sudah dikenai PPN dan PPh, kepatuhan pelaku pasar dinilai masih rendah.
  2. Peer-to-Peer (P2P) Lending: Kontributor pajak signifikan dengan penerimaan Rp 3,28 triliun per Maret 2025, dan bisa menjadi contoh bagi subsektor fintech lain seperti insurtech, regtech, hingga wealthtech.
  3. Ekonomi Gig: Dari pekerja lepas hingga layanan ride-hailing, sektor ini diperkirakan mampu menyumbang Rp 28–75 triliun per tahun jika dikenakan PPh 5–10%. Namun, pengawasan masih menjadi tantangan besar.
  4. Kecerdasan Buatan (AI): Ariawan menilai AI adalah frontier baru yang perlu cepat dipetakan oleh otoritas pajak untuk memastikan tidak ada potensi penerimaan yang terlewat.

Dengan lonjakan nilai transaksi digital dan kompleksitas jenis usaha yang terus berkembang, Ariawan mengingatkan bahwa pemerintah harus adaptif dan progresif.

“Kita tidak bisa lagi menunggu. Pajak digital adalah keniscayaan, bukan opsi,” tegasnya. (alf)

 

Oman Berlakukan Pajak Penghasilan Pribadi Mulai 2028, Pertama di Kawasan Teluk

IKPI, Jakarta: Pemerintah Oman resmi mengumumkan rencana pemberlakuan pajak penghasilan pribadi mulai tahun 2028. Kebijakan ini tercantum dalam dekrit kerajaan yang disampaikan pada Minggu (23/6/2025) dan dilaporkan oleh Kantor Berita Resmi Oman.

Pajak ini akan dikenakan sebesar 5 persen dan hanya berlaku bagi individu dengan penghasilan tahunan di atas USD 109.000 atau sekitar Rp1,76 miliar. Jumlah tersebut mewakili sekitar 1 persen populasi dengan penghasilan tertinggi di negara tersebut.

Langkah ini menjadikan Oman sebagai negara pertama di antara enam anggota Dewan Kerja Sama Teluk (Gulf Cooperation Council/GCC) yang akan memungut pajak penghasilan pribadi. Negara-negara kaya minyak ini selama ini dikenal karena tidak mengenakan pajak penghasilan, sehingga menjadi magnet bagi para ekspatriat dan pekerja asing.

“Pengenaan pajak ini akan memperkuat stabilitas fiskal dan mengurangi ketergantungan terhadap pasar energi global yang fluktuatif,” kata Menteri Ekonomi Oman Said bin Mohammed Al-Saqri, seperti dikutip dari Associated Press (AP), Rabu (25/6/2025).

Al-Saqri mengungkapkan bahwa pendapatan negara dari minyak dan gas saat ini bisa mencapai hingga 85 persen dari total penerimaan publik, tergantung harga pasar. Maka dari itu, pajak penghasilan pribadi dinilai sebagai salah satu strategi diversifikasi sumber pemasukan negara.

Rencana ini merupakan bagian dari transformasi ekonomi jangka panjang Oman yang terangkum dalam Visi 2040. Sejak 2020, negara tersebut telah meluncurkan program reformasi fiskal guna menekan utang publik dan mendorong pembangunan sektor non-migas.

Meski belum jelas apakah negara GCC lainnya seperti Arab Saudi, UEA, atau Qatar akan mengikuti langkah Oman, Dana Moneter Internasional (IMF) telah menyatakan bahwa negara-negara di kawasan ini perlu mulai mengevaluasi skema pendapatan mereka, termasuk potensi pemungutan pajak baru.

Kebijakan pajak ini, menurut AP, sekaligus menjadi penanda pergeseran besar dalam kebijakan fiskal kawasan yang selama ini mengandalkan daya tarik bebas pajak sebagai strategi pertumbuhan ekonomi. (alf)

 

en_US