Ratusan Poster Tolak Kenaikan PPN 12% Hiasi Kawasan Taman Aspirasi

IKPI, Jakarta: Ratusan demonstran dari berbagai elemen masyarakat menggelar aksi protes menentang rencana pemerintah yang akan menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 1 Januari 2025. Aksi tersebut berlangsung di kawasan Taman Aspirasi, tepatnya di halaman Plaza Barat Laut Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Kamis petang.

Para demonstran yang berasal dari kelompok perempuan, mahasiswa, generasi muda (Gen-Z), hingga K-Popers tersebut membawa beragam poster dengan kritik keras terhadap kebijakan pemerintah. Salah satu poster menyoroti ketimpangan antara tingginya tarif pajak dengan rendahnya upah rata-rata pekerja di Indonesia. “Pajak tertinggi se-ASEAN, upah terendah No.5 di dunia. Dimana otaknya?” demikian bunyi salah satu poster yang dibawa demonstran.

Poster lainnya mengkritik kebijakan kenaikan PPN sebagai solusi untuk meningkatkan pendapatan negara. Demonstran menilai bahwa seharusnya pemerintah mencari sumber pendapatan alternatif, seperti melalui pengesahan RUU Perampasan Aset. “Negara butuh uang cepat? Perampasan aset solusinya! #TolakPPN12%,” tulis poster yang turut menampilkan gambar Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Ada juga poster yang menanggapi kebijakan tersebut dengan cara kreatif, mengadaptasi lirik lagu populer dari Nadin Amizah berjudul “Semua Aku Dirayakan,” yang disadur menjadi “Semua aku dipajakkan,” sebagai bentuk sindiran terhadap kebijakan pajak yang dinilai memberatkan masyarakat.

Pemerintah sebelumnya mengumumkan bahwa kenaikan PPN 12% akan berlaku mulai 1 Januari 2025, berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk mendongkrak pendapatan negara.

Namun, meskipun alasan kenaikan PPN telah dijelaskan, protes dari berbagai kelompok masyarakat tetap mencuat, menunjukkan ketidakpuasan atas kebijakan tersebut. Para demonstran berharap agar pemerintah mempertimbangkan kembali keputusan tersebut sebelum implementasi penuh pada tahun depan. (alf)

Muhammadiyah Minta Pemerintah Kaji Ulang Kenaikkan PPN 12%

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir, menyampaikan keprihatinannya terkait rencana pemerintah untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang akan diberlakukan pada 1 Januari 2025 mendatang. Haedar meminta agar pemerintah mengkaji ulang kebijakan tersebut dan menekankan pentingnya dasar keadilan sosial dalam setiap kebijakan yang diterapkan, terutama yang menyangkut pajak.

Hal ini diungkapkan Haedar saat ditemui oleh wartawan seusai acara Dies Natalis Universitas Gadjah Mada (UGM) di Grha Sabha Pramana, Sleman, pada Kamis (19/12/2024). Haedar menegaskan bahwa setiap kebijakan, termasuk yang berkaitan dengan pajak, seharusnya memperhatikan aspek keadilan sosial, agar tidak memberatkan masyarakat yang berada pada kelas menengah ke bawah.

“Perlu betul-betul dikaji ulang ya, sehingga kebijakan pajak itu juga ya memperhatikan aspek keadilan sosial,” ujar Haedar. Pernyataan tersebut mencerminkan keprihatinannya terhadap potensi dampak negatif dari kenaikan PPN yang dapat dirasakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, khususnya kalangan kelas menengah dan usaha kecil.

Haedar menyadari bahwa pajak selalu menjadi topik yang sensitif, terutama terkait dengan perusahaan berskala kecil dan masyarakat kelas menengah yang rentan terhadap perubahan kebijakan pajak. Oleh karena itu, ia berharap agar kebijakan soal pajak tidak hanya memikirkan sisi pendapatan negara semata, tetapi juga tidak menghambat semangat kemajuan masyarakat Indonesia yang lebih luas.

Rencana kenaikan PPN menjadi 12% ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara. Namun, pemerintah memastikan bahwa kenaikan ini tidak berlaku untuk seluruh barang dan jasa, melainkan hanya untuk barang dan jasa tertentu yang telah ditentukan. Meskipun demikian, kebijakan ini diperkirakan akan berdampak pada daya beli masyarakat dan biaya hidup, terutama bagi kalangan menengah ke bawah yang menjadi bagian terbesar dari konsumen.

Seiring dengan persiapan pemerintah untuk menerapkan kebijakan ini pada awal tahun depan, sejumlah kalangan, termasuk Haedar Nashir, berharap agar evaluasi lebih lanjut dilakukan untuk memastikan bahwa kebijakan ini tidak berdampak buruk terhadap kesejahteraan masyarakat luas. Pemerintah pun diharapkan dapat menyusun kebijakan pajak yang benar-benar adil dan merata, dengan mempertimbangkan berbagai lapisan masyarakat yang ada di Indonesia.

Dengan adanya pernyataan tersebut, Haedar mengingatkan pentingnya pemerintah untuk mendengarkan aspirasi masyarakat dan melakukan perhitungan matang sebelum kebijakan tersebut diberlakukan. Sebagai pemimpin organisasi besar seperti Muhammadiyah, Haedar selalu menekankan agar segala kebijakan yang diambil pemerintah harus berorientasi pada kesejahteraan sosial dan pemerataan ekonomi, sehingga tidak ada golongan masyarakat yang merasa dirugikan.

Menurutnya, kenaikan PPN ini merupakan salah satu kebijakan penting yang akan menjadi tantangan besar bagi pemerintah untuk memastikan keberlanjutan ekonomi negara tanpa menambah beban bagi rakyat kecil. (alf)

IKPI Pengda Sumbagteng Kunjungi KPP Pratama Bukittinggi: Optimalisasi Sinergi Edukasi WP

IKPI, Jakarta: Di tengah seminar dua hari yang digelar di Bukittinggi, Sumatera Barat, Pengurus Daerah Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Sumatera Bagian Tengah (Sumbagteng) melakukan kunjungan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bukittinggi pada Selasa, 17 Desember 2024. Kunjungan tersebut disambut hangat oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bukittinggi, Rahmad Siswoyo.

Acara ini dihadiri Ketua Pengda IKPI Sumbagteng Lilisen dan jajaran pengurus, Narpika Yendra (Sekretaris), Karyono (Bendahara), dan Anggota IKPI Cabang Padang Puspita Marchianggita. Dalam suasana yang santai namun penuh kehangatan, diskusi mengalir tentang berbagai permasalahan yang dihadapi oleh wajib pajak (WP) serta solusi yang bisa diambil untuk mengatasi kendala tersebut.

(Foto: DOK. IKPI Pengda Sumatera Bagian Tengah)

Lilisen berharap agar sinergi antara IKPI dan KPP Pratama Bukittinggi dapat terus terjalin dalam bentuk edukasi kepada WP. Melalui sosialisasi mengenai peraturan perpajakan, baik yang sudah berlaku maupun yang terbaru, diharapkan pemahaman wajib pajak terhadap hak dan kewajiban mereka semakin meningkat.

“Pemahaman yang lebih baik akan meningkatkan kesadaran WP untuk lebih taat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, yang pada akhirnya berdampak pada peningkatan penerimaan pajak negara,” ujar Lilisen, Kamis (19/12/2024).

Pada kesempatan itu, Rahmad Siswoyo juga menyampaikan apresiasinya terhadap kunjungan IKPI Pengda Sumbagteng. “Kami mengucapkan terima kasih kepada Ketua IKPI Sumbagteng, Ibu Lilisen, dan pengurus lainnya atas kunjungannya. IKPI adalah mitra strategis kami dalam mengedukasi dan mengasistensi wajib pajak agar lebih memahami hak dan kewajiban perpajakannya. Semoga sinergi ini dapat membantu meningkatkan kesadaran pajak yang pada akhirnya dapat mengoptimalkan penerimaan pajak untuk negara,” kata Rahmad.

Rahmad menambahkan, pihaknya sangat terbuka terhadap masukan atau kritik yang bersifat konstruktif demi penyempurnaan pelayanan KPP Pratama Bukittinggi. Diharapkan, melalui kolaborasi lebih lanjut antara KPP Pratama Bukittinggi dan IKPI Sumbagteng, semakin banyak WP yang memahami pentingnya pajak, serta dapat menjalankan kewajiban perpajakan mereka dengan baik.

“Pajak Kuat, APBN Sehat, Indonesia Sejahtera. Salam Satu Bahu,” kata Rahmad, seraya menegaskan Tagline Direktorat Jenderal Pajak (DJP). (bl)

Ekonom Sebut Tarif PPN 12% Dapat Berdampak pada Kenaikan Harga Barang Sehari-hari

IKPI, Jakarta: Penerapan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% yang mulai berlaku pada tahun 2025 menuai kekhawatiran dari berbagai kalangan. Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira. Ia mengungkapkan, kebijakan menaikkan PPN berpotensi memperburuk daya beli masyarakat, terutama barang-barang yang selama ini dianggap terjangkau.

Menurut Bhima, barang-barang seperti peralatan elektronik, suku cadang kendaraan bermotor, hingga produk-produk sehari-hari seperti deterjen dan sabun mandi kemungkinan akan terpengaruh oleh tarif PPN yang lebih tinggi.

“Dengan tarif PPN 12%, barang-barang yang semula terjangkau bagi masyarakat kini bisa jadi lebih mahal. Bahkan barang-barang pokok seperti deterjen dan sabun mandi bisa terkena dampak. Ini bertentangan dengan narasi bahwa pajak hanya dikenakan pada barang orang mampu,” kata Bhima dalam siaran pers yang diterima Kamis, (19/12/2024).

Meskipun demikian, pemerintah menjelaskan bahwa beberapa komoditas tertentu, seperti minyak goreng curah bermerek Minyakita, tepung terigu, dan gula industri, akan diberikan tarif PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 1%, yang memungkinkan harga barang-barang tersebut tetap dikenakan tarif PPN 11% sepanjang tahun 2025. Namun, kebijakan tarif PPN 12% akan tetap berlaku untuk barang dan jasa lainnya.

Diberitakan sebelumnya, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono, menegaskan bahwa kebijakan PPN berlaku secara umum untuk semua barang dan jasa yang menjadi objek pajak, kecuali yang telah dikecualikan secara eksplisit oleh pemerintah.

“Pengelompokan barang dan jasa yang terkena tarif PPN sudah jelas. Mana yang terkena PPN 1%, mana yang DTP, mana yang dibebaskan. Semua barang dan jasa lainnya akan dikenakan tarif PPN 12%, kecuali yang sudah disebutkan dalam regulasi,” kata Susiwijono.

Terkait dengan isu barang mewah, yang sebelumnya disinggung oleh Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, Susiwijono menegaskan bahwa tarif PPN 12% tetap akan berlaku untuk barang dan jasa secara umum, dengan pengecualian untuk barang dan jasa tertentu yang memenuhi kriteria mewah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2022.

Meskipun kebijakan PPN 12% diharapkan dapat memberikan tambahan pendapatan bagi negara, berbagai kalangan, terutama masyarakat berpendapatan menengah ke bawah, masih meragukan dampak sosial dan ekonominya. Banyak yang khawatir akan dampak kenaikan harga barang sehari-hari, yang dapat membebani daya beli masyarakat, terlebih bagi mereka yang sudah menghadapi kesulitan ekonomi.

Penerapan tarif PPN 12% ini juga menuai kritik dari sejumlah ekonom yang menilai kebijakan tersebut tidak konsisten dengan tujuan awal pemerintah yang semula ingin mengenakan PPN hanya pada barang mewah. Kini, rencana tersebut berubah menjadi kebijakan yang mencakup hampir semua barang dan jasa yang dikenakan pajak, dengan beberapa pengecualian.

Pemerintah telah menegaskan bahwa barang-barang tertentu seperti bahan pangan sembako, jasa pendidikan dan kesehatan, serta transportasi akan tetap dikecualikan dari tarif PPN 12%. Namun, pengecualian tersebut diperkirakan akan semakin terbatas, mengingat bahan pangan premium dan jasa pendidikan serta kesehatan mewah akan segera dikeluarkan dari daftar pengecualian tersebut. (alf)

IKPI Hargai Kebijakan PPN 12%: Dukungan Menuju Kemandirian Bangsa Melalui Pajak yang Berkeadilan

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) menyikapi rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun 2025. Kenaikan itu dinilai sebagai perubahan dan langkah penting dalam memperkuat sistem perpajakan Indonesia ke depan, untuk Menuju Kemandirian Bangsa Melalui Kebijakan Pajak yg berkeadilan.

Ketua Departemen Penelitian Dan Pengkajian Kebijakan Fiskal, IKPI, Pino Siddharta, dalam konferensi persnya di Hotel Aston Kartika, Grogol, Jakarta Barat, Kamis (19/12/2024) menyampaikan, kenaikan PPN ini adalah bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara, yang sangat penting untuk mendukung pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Sebagai asosiasi konsultan pajak terbesar dan tertua di Indonesia, IKPI menghargai keputusan kebijakan Pemerintah ini, dengan catatan bahwa pelaksanaannya harus memperhatikan keseimbangan antara kewajiban pajak dan kemudahan bagi wajib pajak, serta program penyanggah ekonomi berupa stimulus ekonomi/fiskal dijalankan dengan baik dan tepat.

Pino juga menggarisbawahi pentingnya transparansi dan komunikasi yang baik antara pemerintah dan pelaku usaha dalam menghadapi perubahan tersebut. Menurutnya, sosialisasi yang lebih intensif akan sangat membantu masyarakat dan dunia usaha dalam mempersiapkan diri menghadapi perubahan tarif PPN.

“Sebagai asosiasi yang memiliki peran strategis dalam pendampingan pajak, kami akan terus mendukung implementasi kebijakan ini dengan memberikan edukasi dan bimbingan kepada wajib pajak, agar mereka dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang ada,” kata Pino.

Ia juga menekankan bahwa kenaikan PPN ini diharapkan dapat mendorong perbaikan struktur perpajakan di Indonesia, menciptakan iklim usaha yang lebih adil, serta memberikan kesempatan untuk memajukan sistem pelayanan publik melalui pendapatan negara yang lebih optimal.

Dengan adanya peningkatan tarif PPN, IKPI berkomitmen untuk mendampingi pemerintah dalam proses transisi ini, serta terus berperan aktif dalam memastikan bahwa kebijakan perpajakan berjalan dengan lancar dan sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan transparansi.

Kenaikan PPN yang akan mulai berlaku pada 1 Januari 2025 ini diharapkan dapat menjadi tonggak baru dalam memperkuat fondasi ekonomi Indonesia, mengingat potensi peningkatan penerimaan negara yang lebih besar.

IKPI sebagai organisasi yang memiliki jaringan luas di kalangan konsultan pajak, akan tetap mendukung penuh implementasi kebijakan ini dengan memberikan konsultasi dan edukasi yang diperlukan kepada masyarakat dan dunia usaha. (bl)

 

 

 

 

 

 

 

 

Wimboh Santoso Soroti Pentingnya Peningkatan Jumlah Pekerja untuk Meningkatkan Rasio Pajak Indonesia

IKPI, Jakarta: Mantan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengingatkan bahwa ambisi Indonesia untuk meningkatkan rasio pajak (tax ratio) tidak akan tercapai tanpa adanya peningkatan jumlah pekerja di negara ini. Dalam acara Economic and Financial Report 2014-2024 yang digelar di Jakarta, Wimboh menekankan pentingnya peran pekerja dalam mendorong pendapatan negara melalui pajak.

Menurut Wimboh, pajak yang diterima negara sebagian besar berasal dari mereka yang bekerja. Semakin banyak pekerja, semakin tinggi pula kontribusi pajak yang dapat diperoleh negara. “Orang bekerja itu bayar pajak, demand menjadi tinggi,” ungkapnya.

Namun, Wimboh juga menegaskan bahwa rasio pajak yang lebih tinggi sulit tercapai jika angka pengangguran tetap stagnan atau bahkan meningkat. “Kalau kita mengatakan tax ratio, tax ratio, kalau penganggurannya stagnan atau naik, emang mungkin? Enggak mungkin,” tegasnya.

Pentingnya penciptaan lapangan kerja juga berkaitan erat dengan daya beli masyarakat. Menurutnya, tanpa peningkatan jumlah pekerja, daya beli akan tetap rendah, yang pada gilirannya mempengaruhi aktivitas ekonomi, termasuk penjualan barang dan jasa.

“Orang kalau enggak (bekerja), belanjanya enggak akan nambah. Orang jual barang-barang, enggak laku,” jelasnya.

Wimboh menambahkan bahwa pembangunan ekonomi harus memperhatikan dampak berganda atau multiplier effect, yang salah satunya adalah penciptaan lapangan kerja. “Apapun yang kita lakukan itu, multiplier, penciptaan tenaga kerja, ada enggak? Itu yang harus selalu dicek, apapun,” katanya.

Dengan demikian, bagi Indonesia untuk meningkatkan rasio pajak dan memperkuat daya beli masyarakat, penciptaan lapangan kerja yang signifikan menjadi kunci utama dalam upaya memperbaiki kondisi ekonomi negara. (alf)

Pemerintah Rencanakan Penurunan Ambang Batas UMKM untuk Perluas Basis Pajak

IKPI, Jakarta: Pemerintah menurunkan ambang batas (threshold) Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dari Rp 4,8 miliar menjadi Rp 3,6 miliar per tahun. Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak dan memperluas basis pajak yang lebih adil di tanah air.

Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, membenarkan rencana penurunan ambang batas tersebut. Menurutnya, kebijakan ini juga merupakan salah satu rekomendasi dari Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).
Susiwijono menjelaskan bahwa penurunan ambang batas bertujuan untuk menciptakan kesetaraan dalam sistem pajak, serta menyelaraskan praktik pajak Indonesia dengan negara-negara lain.

“Penurunan ini memang sudah disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menko Airlangga Hartarto dalam beberapa kesempatan. Rekomendasi dari OECD juga menjadi dasar pertimbangan pemerintah,” ujar Susiwijono di Jakarta, Selasa (17/12/2024).

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa kebijakan ini akan memperluas basis pajak secara lebih adil dan memastikan bahwa sistem pajak lebih inklusif. “Ini supaya threshold-nya disesuaikan dengan best practice di beberapa negara. Ini juga untuk masalah keadilan dan perluasan tax base-nya,” katanya.

Meski demikian, Susiwijono menekankan bahwa fokus utama pemerintah saat ini adalah menyiapkan kebijakan terkait perpanjangan skema PPh Final 0,5% yang berlaku hingga 2025. Setelah itu, pembahasan mengenai penurunan ambang batas UMKM akan dilanjutkan.

Jika disepakati, perubahan ambang batas UMKM ini akan dituangkan dalam regulasi baru yang akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP). “Pembahasan masih berlangsung, namun jika kebijakan ini disepakati, perubahan ambang batas akan dituangkan dalam regulasi yang perlu diubah,” katanya. (alf)

PT Indonesia Morowali Industrial Park Setor Pajak 1,16 Miliar Dolar AS di 2023, Investasi Tembus 34,3 Miliar Dolar AS

IKPI, Jakarta: PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), yang terletak di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, mencatatkan kontribusi signifikan terhadap negara dengan menyetorkan pajak dan royalti sebesar 1,16 miliar dolar AS atau setara dengan Rp18,68 triliun pada tahun 2023. Direktur Komunikasi PT IMIP, Emilia Bassar, mengungkapkan pencapaian ini dalam jumpa pers yang digelar di Jakarta pada Rabu, 18 Desember 2024.

Angka tersebut meskipun menurun dibandingkan dengan tahun 2022 yang tercatat sebesar 1,32 miliar dolar AS, namun tetap mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2021 yang hanya mencapai 655 juta dolar AS. “Kami terus berkomitmen untuk memberikan kontribusi yang besar kepada negara melalui pembayaran pajak,” ujar Emilia.

Lebih lanjut, Emilia juga mengungkapkan bahwa PT IMIP telah mencatatkan total investasi sebesar 34,3 miliar dolar AS selama periode 2015 hingga 2024. Nilai investasi ini setara dengan Rp552,23 triliun, berdasarkan kurs dolar AS sebesar Rp16.100. Investasi ini mencakup berbagai sektor, tidak hanya ekonomi, tetapi juga dalam aspek sosial dan lingkungan.

“Sejak 2013, kami terus meningkatkan nilai investasi, yang sebelumnya tercatat sebesar 29,6 miliar dolar AS pada periode 2015-2022 dan mencapai 30,14 miliar dolar AS pada tahun 2023,” jelas Emilia.

Selain itu, PT IMIP juga tercatat menyumbang devisa ekspor sebesar 14,45 miliar dolar AS atau setara dengan Rp232,65 triliun hingga November 2024. Meskipun angka ini turun dibandingkan dengan tahun 2023 yang mencapai 15,03 miliar dolar AS, kontribusi ekspor perusahaan terhadap perekonomian Indonesia tetap signifikan.

Dalam hal penyerapan tenaga kerja, PT IMIP terus memberikan dampak positif bagi perekonomian lokal dengan mempekerjakan 84.859 tenaga kerja hingga tahun 2024.

Dengan pencapaian ini, PT IMIP membuktikan komitmennya dalam mendukung perekonomian Indonesia melalui kontribusi pajak, investasi, devisa ekspor, serta penyerapan tenaga kerja yang signifikan. (alf)

Ekonom: Penerapan Tarif PPN 12% Harus Disertai Perbaikan Tata Kelola Pajak

IKPI, Jakarta: Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menilai bahwa penerapan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen yang akan berlaku pada 1 Januari 2025 perlu diimbangi dengan perbaikan tata kelola pemerintahan, khususnya di sektor perpajakan. Menurutnya, meskipun kenaikan tarif ini dapat dimengerti dalam konteks fiskal yang berat, langkah tersebut sebenarnya kurang ideal.

Ia menjelaskan bahwa rendahnya tax ratio Indonesia lebih disebabkan oleh sempitnya tax base, tingginya tingkat korupsi di sektor pajak, serta rendahnya tingkat kepatuhan membayar pajak. “Kenaikan tarif PPN ini saya lihat murni untuk mengamankan fiskal kita, terutama untuk menghadapi situasi yang sulit pada 2025 dan 2026,” ujarnya di Jakarta, Rabu (18/12/2024).

Di tengah langkah ini, Wijayanto mengingatkan pentingnya pemberian insentif untuk mencegah penurunan daya beli masyarakat. Namun, ia menegaskan bahwa implementasi insentif di lapangan harus dilakukan dengan hati-hati. Semakin kompleks insentif yang diberikan, semakin rumit pula penerapannya.

Selain itu, ia mengingatkan agar pemerintah lebih intens dalam mengkomunikasikan kebijakan insentif kepada pengusaha dan masyarakat. “Insentif tidak akan berjalan dengan baik jika penerima manfaat tidak memahami cara kerjanya,” jelasnya, seraya menambahkan bahwa komunikasi terkait kebijakan ini masih kurang optimal.

Mengenai perbandingan dengan situasi ekonomi pada 2022, Wijayanto menilai bahwa kondisi saat ini berbeda jauh. Pada 2022, Indonesia dan dunia baru pulih dari pandemi COVID-19, sehingga terjadi lonjakan belanja masyarakat. Namun, saat ini, ekonomi dunia sedang mengalami pelambatan, dan daya beli masyarakat Indonesia cenderung melemah.

“Insentif sangat diperlukan untuk menghadapi tantangan ini, terutama di tengah potensi dampak dari efek kemenangan Donald Trump dalam Pilpres AS yang akan datang,” katanya.

Ia juga mengingatkan prinsip keadilan dalam kebijakan pemerintah. Menurutnya, kebijakan terkait kenaikan PPN dan Upah Minimum Provinsi (UMP) mungkin menguntungkan pemerintah dan pekerja, tetapi memberatkan pengusaha. Berbagai stimulus yang baru diluncurkan juga belum memberikan manfaat langsung bagi sektor usaha.

Ia pun menyarankan agar pemerintah mengeluarkan kebijakan yang lebih pro-pengusaha, mengingat kondisi yang sulit saat ini. “Pengusaha sedang mengalami kesulitan, dan jangan sampai mereka kehilangan semangat untuk berinvestasi atau bahkan melakukan divestasi,” tegasnya.

Menurutnya, jika pengusaha dalam negeri enggan berinvestasi, hal ini akan sangat mempengaruhi iklim investasi di Indonesia, baik domestik maupun internasional.

“Jika pengusaha dalam negeri saja enggan berinvestasi, bagaimana kita bisa meyakinkan investor luar negeri untuk berinvestasi di Indonesia?,” ujarnya.

Dengan tantangan yang ada, pemerintah diharapkan dapat menciptakan kebijakan yang seimbang antara kepentingan fiskal negara dan keberlangsungan sektor usaha, demi menjaga stabilitas ekonomi Indonesia ke depan. (alf)

Indonesia Peringkat Dua Global dalam Transparansi Belanja Perpajakan

IKPI, Jakarta: Indonesia berhasil meraih peringkat kedua dunia dalam indeks transparansi belanja perpajakan, yang diumumkan dalam Global Tax Expenditures Transparency Index (GTETI) pada 3 Desember 2024. Peringkat ini melibatkan evaluasi terhadap 105 negara, dan menjadi bukti komitmen Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam meningkatkan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan insentif perpajakan.

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara dalam peluncuran Laporan Belanja Perpajakan 2023 di Jakarta pada Senin (16/12/2024) menyatakan bahwa laporan ini penting sebagai dasar komunikasi dengan publik dan dunia internasional. “Laporan belanja perpajakan ini menjadi penting karena pajak merupakan instrumen untuk kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.

Menurut Wamenkeu, pajak bekerja dalam dua cara penting bagi perekonomian negara, yaitu sebagai sumber penerimaan negara dan melalui berbagai insentif yang dapat membantu sektor-sektor tertentu dalam perekonomian. Kedua hal tersebut harus dicatat dengan cermat dalam laporan belanja perpajakan, termasuk berapa yang dikumpulkan dan berapa yang tidak terkumpul karena kebijakan insentif.

Laporan belanja perpajakan ini berfungsi sebagai dasar evaluasi efektivitas insentif perpajakan yang diberikan pemerintah. Selain itu, laporan tersebut juga membantu dalam merumuskan kebijakan perpajakan yang lebih tepat sasaran, guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Wamenkeu juga mengapresiasi perkembangan yang dilakukan oleh Badan Kebijakan Fiskal (BKF), unit yang menyusun laporan belanja perpajakan, yang kini dapat melakukan estimasi proyeksi untuk tahun depan. “Dengan proyeksi yang lebih baik, kita akan mampu menyusun kebijakan yang lebih efektif,” katanya.

Pencapaian Indonesia dalam indeks transparansi belanja perpajakan ini menegaskan pentingnya prinsip transparansi dalam pengelolaan anggaran negara, serta menjadi langkah maju dalam meningkatkan kualitas kebijakan fiskal yang lebih akuntabel. (alf)

en_US