Insentif Pajak Opsen Kerek 2,2% Penjualan Kendaraan di Februari 2025 

IKPI, Jakarta: Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), Kukuh Kumara, menyatakan bahwa peningkatan penjualan kendaraan pada Februari 2025 tidak lepas dari adanya insentif pajak Opsen yang diberikan oleh beberapa daerah.

“Adanya insentif atau stimulus Pajak Opsen ini sangat berpengaruh (untuk penjualan),” ujar Kukuh Kumara, Selasa (11/3/2025).

Data menunjukkan bahwa penjualan wholesales pada Februari 2025 meningkat sebesar 2,2% atau mencapai 72.295 unit dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu yang hanya mencatatkan 70.722 unit.

Sementara itu, penjualan ritel mengalami penurunan tipis sebesar 0,8% dengan total penjualan 69.872 unit pada Februari 2025, dibandingkan 70.420 unit pada periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan ini dikaitkan dengan kekhawatiran calon pembeli terkait potensi kenaikan pajak Opsen di beberapa daerah, sehingga banyak yang memilih menunda pembelian kendaraan.

“Ini cukup menarik kalau diamati, tapi terlalu dini kalau kita mengatakan ada peningkatan. Pada waktu Januari itu kan ada gonjang-ganjing mengenai pajak Opsen. Begitu ada ketidakpastian mengenai Opsen, mereka menunda (pembelian),” jelas Kukuh.

Kukuh berharap tren penjualan yang cukup positif di Februari dapat berlanjut hingga akhir tahun 2025. Ia mengimbau pemerintah daerah agar mempertimbangkan dengan matang sebelum meningkatkan pajak Opsen pada kendaraan baru.

Menurutnya, jika pemda menahan kenaikan pajak Opsen, penjualan kendaraan yang terus meningkat akan turut berdampak positif pada pendapatan pajak daerah tersebut.

“Dengan makin banyak mobil yang dijual, maka pemda dapat pendapatan pajak yang setimpal. Tapi kalau penjualannya menurun, pendapatan pemda juga akan menurun,” kata Kukuh.

GAIKINDO menargetkan penjualan kendaraan pada tahun ini mencapai 950 ribu unit. Namun, Kukuh menegaskan bahwa target tersebut masih dapat berubah tergantung kondisi perekonomian dan kebijakan yang berlaku di Indonesia.

Pada tahun 2024, GAIKINDO mencatat penjualan kendaraan roda empat yang mengalami penurunan signifikan. Total penjualan wholesales hanya mencapai 865.723 unit atau turun 13,9% dibandingkan tahun 2023. Sementara pada penjualan ritel, angka tersebut hanya mencapai 889.680 unit, turun 10,9% dari tahun 2023 yang mencatatkan 998.059 unit. (bl)

 

Mahkamah Konstitusi Gelar Sidang Pengujian UU HPP, Kenaikkan PPN jadi Sorotan

IKPI, Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan terkait pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) pada Senin (10/3/2025) di Ruang Sidang MK. Sidang ini memeriksa perkara yang terdaftar dengan nomor 11/PUU-XXIII/2025.

Dikutip dari website resmi MK, para pemohon dalam perkara ini berasal dari berbagai latar belakang, termasuk ibu rumah tangga, mahasiswa, pekerja swasta, pelaku usaha mikro, pengemudi ojek daring, dan organisasi yang bergerak di bidang kesehatan mental.

Mereka menguji konstitusionalitas sejumlah ketentuan dalam UU HPP, yakni Pasal 4A ayat (2) huruf b dan ayat (3) huruf a, g, j, serta Pasal 7 ayat (1), (3), dan (4). Pasal-pasal tersebut mengatur penghapusan barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, pendidikan, serta angkutan umum dari daftar barang dan jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

UU HPP juga menetapkan ketentuan baru mengenai tarif PPN dan mekanisme perubahannya. Kuasa hukum para Pemohon, Novia Sari, menyampaikan bahwa Pasal 4A ayat (2) UU HPP bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2), Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 28H ayat (2) UUD 1945. “Kenaikan PPN menjadi 12% terhadap barang pokok yang dibutuhkan masyarakat telah menimbulkan lonjakan harga di tengah kondisi penghasilan yang stagnan, menurun, atau bahkan tidak ada sama sekali.

Akibatnya, para Pemohon terpaksa menurunkan kualitas barang kebutuhan pokok yang mereka konsumsi atau bahkan tidak dapat membeli barang dengan kualitas yang sama,” ujar Novia dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat.

Novia juga menyoroti dampak kenaikan harga pada berbagai kebutuhan lain akibat penerapan PPN 12%, termasuk bahan bakar minyak (BBM), paket data internet, dan biaya listrik yang turut membebani masyarakat.

“Para Pemohon juga menghadapi kesulitan dalam mengakses lingkungan tempat tinggal yang bersih dan sehat karena meningkatnya biaya sewa,” tambah Novia.

Dalam petitumnya, para Pemohon meminta MK menyatakan bahwa ketentuan-ketentuan tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Khusus untuk Pasal 7 ayat (3) UU HPP, para Pemohon berharap MK menyatakan ketentuan tersebut konstitusional bersyarat, sepanjang tarif PPN ditetapkan berdasarkan indikator ekonomi, sosial, atau lingkungan yang jelas.

Selain itu, Pasal 7 ayat (4) UU HPP dimohonkan agar dinyatakan konstitusional bersyarat, dengan ketentuan bahwa perubahan tarif PPN hanya boleh dilakukan melalui undang-undang, bukan peraturan pemerintah.

Menanggapi permohonan tersebut, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyoroti penyusunan legal standing para Pemohon. “Di bagian posita, kok Anda uraikan lagi legal standing-nya,” kata Enny dalam sidang.

Majelis Hakim memberikan waktu 14 hari bagi para Pemohon untuk memperbaiki permohonannya. Perbaikan tersebut harus disampaikan ke MK paling lambat Senin, 24 Maret 2025. (alf)

 

Kemenkeu akan Rilis Laporan APBN KiTa Diakhir Pekan Ini

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengumumkan bahwa laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Kinerja dan Fakta (APBN KiTa) akan dirilis pada akhir pekan ini. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, Deni Surjantoro, Senin (10/3/2025).

“Rencana minggu ini, untuk harinya masih menyesuaikan, tunggu saja ya,” ujar Deni.

Sebelumnya, Kemenkeu terakhir kali merilis laporan realisasi APBN pada awal Januari 2025 yang mencakup data untuk tahun anggaran 2024.

Biasanya, laporan APBN KiTa diterbitkan pada pekan ketiga atau keempat setiap bulan. Namun, hingga Maret 2025, laporan APBN KiTa untuk periode Januari 2025 belum juga dipublikasikan.

Deni menjelaskan bahwa keterlambatan ini terjadi karena jadwal rilis yang masih dalam proses penyesuaian. Masyarakat diharapkan bersabar menunggu laporan tersebut yang dijanjikan akan dirilis dalam waktu dekat.

Laporan APBN KiTa menjadi acuan penting bagi publik dan pelaku ekonomi dalam memahami kondisi keuangan negara serta arah kebijakan fiskal yang diambil pemerintah. (alf)

 

Wajib Pajak Harus Lapor SPT Tahunan Meski Pajak Sudah Dipotong Perusahaan, Ini Alasannya!

IKPI, Jakarta: Setiap pekerja di Indonesia wajib melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) yang telah disetorkan kepada negara, meskipun perusahaan sudah melakukan pemotongan pajak dari penghasilan bulanan. Hal ini merupakan kewajiban yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

SPT Tahunan adalah surat yang digunakan untuk melaporkan penghitungan atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, serta harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Pelaporan ini wajib dilakukan setiap tahun untuk melaporkan pajak tahun sebelumnya.

Batas waktu pelaporan SPT Tahunan bagi wajib pajak pribadi atau pekerja adalah maksimal tiga bulan setelah tahun pajak berakhir, yaitu pada akhir Maret. Sementara itu, bagi wajib pajak badan, batas waktu pelaporan adalah empat bulan setelah tahun pajak berakhir, yakni pada akhir April.

Mengapa Wajib Pajak Harus Lapor SPT?

Meskipun perusahaan telah memotong pajak dari penghasilan pekerja, pelaporan SPT Tahunan tetap wajib dilakukan karena beberapa alasan berikut:

• Amanat Peraturan Perundang-undangan

• Kewajiban ini diatur dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang mewajibkan setiap wajib pajak mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas serta menyampaikan ke kantor DJP.

• Sistem Self Assessment

• Indonesia menganut sistem perpajakan ‘self assessment’, yang memberikan kepercayaan penuh kepada wajib pajak untuk mendaftar, menghitung, menyetor, dan melapor pajak secara mandiri. SPT berfungsi sebagai sarana untuk mempertanggungjawabkan perhitungan dan penyetoran pajak yang telah dilakukan selama satu tahun pajak.

• Kemungkinan Perbedaan Perhitungan PPh

• Menurut Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak, Nufransa Wirasakti, pelaporan SPT diperlukan karena ada kemungkinan pekerja memiliki lebih dari satu sumber pendapatan, seperti usaha, investasi, atau penghasilan lainnya. Selain itu, pekerja yang pindah tempat kerja dalam satu tahun pajak berisiko mengalami perbedaan perhitungan PPh karena perusahaan baru mungkin tidak mengetahui penghasilan pekerja dari perusahaan sebelumnya.

• Penambahan Harta

• Pelaporan SPT juga penting untuk mencatat penambahan harta, seperti pembelian tanah, rumah, atau apartemen baru dalam kurun waktu satu tahun, yang belum dimasukkan dalam perhitungan pajak sebelumnya.

Pelaporan SPT Tahunan juga berfungsi sebagai sarana untuk memeriksa ulang atau cross check antara harta yang terdaftar dengan harta yang sebenarnya dimiliki oleh wajib pajak.

Untuk memudahkan proses pelaporan, wajib pajak kini dapat melaporkan SPT secara daring melalui layanan electronic filing atau e-filing. Dengan demikian, pelaporan pajak menjadi lebih mudah tanpa harus datang langsung ke kantor pajak.

Pastikan Anda melaporkan SPT Tahunan dengan benar dan tepat waktu untuk memenuhi kewajiban sebagai warga negara yang taat pajak serta turut berkontribusi dalam pembangunan negara. (alf)

 

Ontario Terapkan Biaya Tambahan pada Ekspor Listrik ke AS

IKPI, Jakarta: Pemerintah Ontario, Kanada, secara resmi telah menetapkan biaya tambahan sebesar 25 persen pada semua ekspor listrik ke tiga negara bagian Amerika Serikat (AS). Kebijakan ini diumumkan menyusul ketegangan perdagangan yang memanas akibat tarif yang diberlakukan Presiden AS Donald Trump.

Perdana Menteri Ontario Doug Ford menegaskan bahwa pihaknya tidak akan ragu untuk menaikkan biaya lebih lanjut atau bahkan menghentikan ekspor energi sepenuhnya jika perang dagang terus berlanjut. Kebijakan pajak tambahan ini akan berdampak pada sekitar 1,5 juta rumah tangga dan bisnis di negara bagian Michigan, Minnesota, dan New York.

Menurut laporan media lokal, langkah ini berpotensi menghasilkan pendapatan hingga 400 ribu dolar Kanada (sekitar USD277.238) setiap hari bagi Ontario. Selain itu, kebijakan ini dapat meningkatkan sekitar 100 dolar Kanada (sekitar USD69) pada tagihan utilitas bulanan yang dibayarkan warga AS di wilayah tersebut.

“Tarif yang ditetapkan Presiden Trump merupakan bencana bagi ekonomi AS. Tarif tersebut membuat hidup lebih mahal bagi keluarga dan bisnis Amerika,” kata Ford dalam sebuah pernyataan yang dikutip dari Xinhua pada Selasa, 11 Maret 2025. Ford menegaskan bahwa Ontario tidak akan mundur hingga ancaman tarif tersebut benar-benar dicabut.

Ancam Setop Pasokan Listrik dan Nikel

Selain kebijakan biaya tambahan, Ford sebelumnya mengancam akan memutus pasokan listrik dan nikel ke AS sebagai bentuk tanggapan terhadap tarif yang diberlakukan Trump. Ford menegaskan bahwa Ontario merupakan eksportir utama listrik ke tiga negara bagian tersebut.

“Jika mereka ingin mencoba memusnahkan Ontario, saya akan melakukan apa saja, termasuk memutus energi mereka, dengan senyuman di wajah saya,” ujar Ford.

Lebih lanjut, Ford mengancam akan menghentikan ekspor nikel ke AS. “Untuk mineral penting, saya akan menghentikan pengiriman nikel ke AS. Saya akan menghentikan produksi karena 50 persen nikel yang Anda gunakan berasal dari Ontario,” tegasnya.

Langkah tegas Ontario ini menjadi respons serius terhadap kebijakan perdagangan yang dinilai merugikan provinsi tersebut. Kebijakan ini berpotensi memperburuk hubungan dagang antara kedua negara jika tidak segera menemukan solusi diplomatik. (alf)

 

Pemerintah Ubah Tarif Bea Masuk Barang Kiriman melalui PMK 4/2025, Ini Rinciannya! 

IKPI, Jakarta: Pemerintah resmi mengubah tarif bea masuk atas impor barang kiriman untuk beberapa jenis komoditas tertentu melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 4 Tahun 2025. Kebijakan ini menyederhanakan tarif bea masuk yang sebelumnya menggunakan tarif most favored nation (MFN), sebagaimana diatur dalam PMK Nomor 96 Tahun 2023.

Sebelumnya, terdapat delapan jenis komoditas yang dikenakan tarif MFN, yaitu tas, buku, produk tekstil, sepatu, kosmetik, besi baja, sepeda, dan jam tangan. Dengan adanya PMK 4/2025, tarif bea masuk untuk komoditas tersebut kini terbagi dalam tiga kelompok, yakni 0%, 15%, dan 25%.

Rincian Tarif Bea Masuk Berdasarkan PMK 4/2025

• Tarif 0%

• Buku (tidak berubah dari sebelumnya).

• Tarif 15%

• Kosmetik (sebelumnya 10–15%).

• Besi baja (sebelumnya 0–20%).

• Jam tangan (sebelumnya 10%).

• Tarif 25%

• Tas (sebelumnya 15–20%).

• Produk tekstil (sebelumnya 5–25%).

• Alas kaki (sebelumnya 5–30%).

• Sepeda (sebelumnya 25–40%).

Detail Tarif Per Komoditas

• Buku (HS Code: 4901 s.d. 4904) – Tarif PMK 96/2023: 0% – Tarif PMK 4/2025: 0%

• Jam Tangan (HS Code: 9101 dan 9102) – Tarif PMK 96/2023: 10% – Tarif PMK 4/2025: 15%

• Kosmetik (HS Code: 3303 s.d. 3307) – Tarif PMK 96/2023: 10–15% – Tarif PMK 4/2025: 15%

• Besi Baja (HS Code: 73) – Tarif PMK 96/2023: 0–20% – Tarif PMK 4/2025: 15%

• Produk Tekstil (HS Code: 61, 62, 63) – Tarif PMK 96/2023: 15–25% – Tarif PMK 4/2025: 25%

• Sepatu (HS Code: 64) – Tarif PMK 96/2023: 25–30% – Tarif PMK 4/2025: 25%

• Tas (HS Code: 4202) – Tarif PMK 96/2023: 15–20% – Tarif PMK 4/2025: 25%

• Sepeda (HS Code: 8711.60.92 s.d. 8711.60.95, 8711.60.99, dan 8712) – Tarif PMK 96/2023: 25–40% – Tarif PMK 4/2025: 25%

Ketentuan Bea Masuk Barang Kiriman

• Impor barang kiriman dengan nilai pabean melebihi FOB USD 3 hingga FOB USD 1500 dikenakan single tariff sebesar 7,5%.

• Barang kiriman dengan FOB kurang dari USD 3 dibebaskan dari bea masuk.

Untuk barang kiriman di luar komoditas yang telah disebutkan, tarif bea masuk tetap mengacu pada tarif MFN yang diatur berdasarkan Harmonized System Code (HS Code) dalam Buku Tarif Kepabeanan Indonesia 2022. (alf)

Bea Cukai Dukung Dunia Usaha Melalui Asistensi Sertifikasi AEO

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC/Bea Cukai) terus menunjukkan komitmennya dalam mendukung dunia usaha dengan memberikan asistensi kepada perusahaan yang ingin memperoleh atau mempertahankan sertifikasi Authorized Economic Operator (AEO). Sertifikasi ini memberikan berbagai kemudahan kepabeanan yang berdampak positif bagi kelancaran perdagangan internasional.

Sebagai langkah konkret, Bea Cukai di Semarang dan Probolinggo melakukan peninjauan lapangan serta pelatihan kepabeanan. Di Semarang, Kantor Wilayah (Kanwil) Bea Cukai Tanjung Emas bekerja sama dengan Direktorat Teknis Kepabeanan dan Bea Cukai Semarang melakukan peninjauan lapangan ke PT GS Battery pada 26 Februari 2025. Kunjungan ini bertujuan untuk menilai kesiapan perusahaan dalam memenuhi standar AEO, yang mencakup kepatuhan kepabeanan, keamanan rantai pasok, serta efisiensi prosedur perdagangan internasional.

PT GS Battery, yang bergerak di industri baterai, memiliki peran strategis dalam rantai pasok global. Dengan memperoleh sertifikasi AEO, perusahaan ini berpotensi menikmati kemudahan dalam proses kepabeanan, yang dapat meningkatkan daya saingnya di pasar internasional.

Sementara itu, di Probolinggo, asistensi Bea Cukai dilakukan melalui pelatihan kepabeanan yang diselenggarakan oleh PT Paiton Energy di PJB Academy pada 19-20 Februari 2025. Pelatihan ini dihadiri oleh Kanwil Bea Cukai Tanjung Perak dan mencakup materi penting terkait kepabeanan, seperti monitoring, audit internal, serta ketentuan kepabeanan yang relevan dengan operasional perusahaan.

Sebagai perusahaan yang telah bersertifikat AEO, PT Paiton Energy terus mendapatkan pendampingan dari Bea Cukai untuk memastikan kepatuhannya terhadap regulasi yang berlaku. Langkah ini diharapkan dapat semakin meningkatkan efisiensi operasional perusahaan, terutama dalam pengelolaan barang impor dan ekspor.

AEO Dorong Daya Saing Perusahaan

Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai, Budi Prasetiyo, menegaskan bahwa status AEO berperan penting dalam meningkatkan daya saing perusahaan di pasar global.

“Kami pun berkomitmen untuk terus memberikan asistensi agar perusahaan dapat memenuhi standar yang ditetapkan,” ujar Budi dalam keterangan resminya, Sabtu (8/3/2025).

Program AEO merupakan bagian dari strategi pemerintah dalam memperlancar perdagangan internasional serta meningkatkan daya saing industri nasional. Dengan semakin banyaknya perusahaan yang memperoleh sertifikasi AEO, diharapkan proses impor dan ekspor menjadi lebih efisien, sehingga mendukung kelancaran produksi serta pertumbuhan ekonomi Indonesia secara berkelanjutan.

Upaya Bea Cukai dalam memberikan asistensi kepada perusahaan penerima fasilitas AEO menunjukkan komitmen nyata dalam menciptakan ekosistem bisnis yang lebih kompetitif. Langkah ini tidak hanya mempercepat arus perdagangan tetapi juga menarik lebih banyak investasi, yang pada akhirnya berdampak positif bagi perekonomian nasional. (alf)

 

Tak Semua Konsumsi Listrik Kena Pajak, Ini Kategori yang Dikecualikan!

IKPI, Jakarta: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mulai menerapkan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) pada tenaga listrik sebagai bagian dari kebijakan perpajakan daerah. Penerapan pajak ini diatur dalam Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Kepala Pusat Data dan Informasi Pendapatan Bapenda Jakarta, Morris Danny, menjelaskan bahwa PBJT Tenaga Listrik dikenakan pada konsumsi listrik oleh pengguna akhir. Pajak ini mencakup penjualan, penyerahan, dan pemanfaatan tenaga listrik yang disediakan oleh penyedia listrik maupun yang dihasilkan sendiri.

“PBJT Tenaga Listrik merupakan pajak yang dikenakan pada konsumsi listrik oleh pengguna akhir,” ujar Morris dalam keterangan tertulis pada Senin, (10/3/ 2025).

Namun, tidak semua konsumsi listrik dikenakan PBJT. Beberapa kategori yang dikecualikan dari pajak ini meliputi:

• Listrik yang digunakan oleh instansi pemerintah dan penyelenggara negara lainnya.

• Listrik yang digunakan oleh kedutaan dan konsulat asing.

• Konsumsi listrik di rumah ibadah, panti sosial, panti asuhan, dan panti jompo.

• Listrik yang dihasilkan sendiri dengan kapasitas di bawah 200 kVA yang tidak memerlukan izin.

Morris menjelaskan bahwa subjek pajak PBJT ini adalah konsumen akhir yang menggunakan tenaga listrik. Sedangkan wajib pajak adalah badan atau individu yang menjual, menyerahkan, atau menyediakan tenaga listrik bagi konsumen.

Adapun pengenaan PBJT Tenaga Listrik dihitung berdasarkan nilai jual tenaga listrik. Perhitungan tersebut dibedakan menjadi:

• Listrik yang diperoleh dari penyedia listrik dihitung berdasarkan total tagihan listrik, baik untuk sistem pascabayar maupun prabayar.

• Listrik yang dihasilkan sendiri dihitung berdasarkan kapasitas pembangkit, tingkat penggunaan, durasi pemakaian, serta tarif listrik yang berlaku di Jakarta.

Tarif PBJT Tenaga Listrik yang berlaku adalah:

• 3% untuk listrik dari penyedia lain yang digunakan dalam sektor industri, pertambangan minyak, dan gas alam.

• 2,4% untuk listrik dari penyedia lain yang digunakan di luar sektor tersebut.

• 1,5% untuk listrik yang dihasilkan sendiri.

PBJT Tenaga Listrik terutang pada saat pembayaran tagihan listrik atau ketika konsumsi listrik terjadi. Pajak ini hanya berlaku di wilayah DKI Jakarta.

“Penerapan PBJT Tenaga Listrik bertujuan untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil dan transparan. Selain itu, kebijakan ini juga diharapkan dapat mendorong efisiensi penggunaan energi serta mendukung pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik di Jakarta,” ujar Morris. (alf)

 

PMK 15/2025 Pangkas Batas Waktu Tanggapan SPHP hingga Beri Kepastian Hukum Pemeriksaan Pajak

IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2025 menetapkan bahwa batas waktu pemberian tanggapan tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) kini dipersingkat menjadi lima hari kerja. Sebelumnya, batas waktu tersebut adalah tujuh hari kerja. Keputusan ini memicu kekhawatiran yang menilai waktu tersebut terlalu singkat.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Dwi Astuti, Senin (10/3/2025) mengatakan

bahwa perubahan jangka waktu pemberian tanggapan tertulis atas SPHP bagi Wajib Pajak menjadi lima hari kerja sehubungan dengan adanya proses Pembahasan Temuan Sementara (PTS) dalam PMK Nomor 15 Tahun 2025 tentang Pemeriksaan Pajak yang sebelumnya belum diatur.

Menurut Dwi, perubahan ini bertujuan untuk mempercepat respons Wajib Pajak setelah SPHP disampaikan. Pasal 17 PMK Nomor 15 Tahun 2025 menjelaskan bahwa pemeriksa akan melakukan PTS jika pemeriksaan pajak dilakukan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan. PTS ini mencakup penyampaian panggilan kepada Wajib Pajak yang disertai daftar temuan sementara.

PMK tersebut juga menjelaskan bahwa PTS bertujuan memastikan temuan pemeriksaan didasarkan pada bukti yang kuat, relevan, dan sesuai peraturan perpajakan yang berlaku.

Dalam proses PTS, Wajib Pajak diberikan kesempatan untuk menyerahkan buku, catatan, informasi, keterangan lain, atau dokumen elektronik yang sebelumnya belum diminta oleh pemeriksa pajak. Selain itu, Wajib Pajak diperbolehkan menghadirkan saksi, ahli, atau pihak ketiga dalam proses ini.

PTS harus dilakukan paling lambat satu bulan sebelum masa pemeriksaan berakhir. Dengan demikian, proses ini akan berlangsung sebelum pembahasan akhir atau penerbitan SPHP.

Dwi menambahkan bahwa PMK Nomor 15 Tahun 2025 bertujuan memberikan kepastian hukum dalam pemeriksaan pajak, termasuk untuk jenis Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang sebelumnya diatur dalam berbagai peraturan perpajakan.

“Regulasi ini juga mendorong pemeriksaan yang adil dan transparan, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak,” kata Dwi. (alf)

 

Warisan Bukan Objek Pajak, Namun Harus Dilaporkan dalam SPT

IKPI, Jakarta: Pertanyaan mengenai kewajiban pelaporan pajak atas harta warisan kerap muncul di tengah masyarakat. Salah satu yang sering dipertanyakan adalah apakah harta yang diterima dari warisan orang tua dikenakan pajak dan harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.

Mengutip keterangan dari laman resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) di pajak.go.id, dijelaskan bahwa harta warisan bukan merupakan objek pajak. Hal ini telah diatur dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.

Dalam Pasal 4 ayat 3 undang-undang tersebut, dijelaskan bahwa terdapat beberapa hal yang dikecualikan dari objek pajak, salah satunya adalah harta warisan yang tercantum pada butir b.

Menurut keterangan DJP, harta warisan yang dimaksud mencakup semua jenis harta, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, termasuk tanah dan bangunan. Dengan demikian, harta yang diterima oleh ahli waris tidak dikenakan pajak penghasilan (PPh) sebagaimana halnya penghasilan pada umumnya.

Namun, agar harta tersebut benar-benar tidak dikenakan pajak, ahli waris perlu menyerahkan surat kematian dari pewaris kepada pihak perbankan atau lembaga keuangan tempat harta tersebut disimpan. Langkah ini penting untuk memastikan bahwa harta tersebut diperlakukan sebagai warisan dan bukan sebagai bentuk penghasilan lainnya.

Walaupun harta warisan tidak dianggap sebagai objek pajak, penerima warisan tetap memiliki kewajiban untuk melaporkan harta tersebut dalam SPT Tahunan. Pelaporan ini dilakukan bukan untuk pembayaran pajak, melainkan untuk mencatat bahwa harta tersebut sah diperoleh melalui warisan.

“Kalau warisan belum dibagi dan nilainya di atas Rp 1 miliar, maka harus dilaporkan, bukan disetorkan. Kalau warisan sudah dibagi, maka tidak dianggap sebagai objek pajak penghasilan,” ujar keterangan DJP.

Dengan demikian, masyarakat yang menerima warisan diharapkan dapat memahami ketentuan ini agar tidak terjadi kesalahan dalam pelaporan pajak yang berujung pada sanksi administratif. Keterbukaan dan kepatuhan dalam melaporkan harta warisan akan membantu memastikan bahwa hak dan kewajiban perpajakan dapat terpenuhi secara tepat. (alf)

 

 

en_US