Serapan Rendah, Rp3,5 Triliun Dikembalikan: Menkeu Fokus Maksimalkan Penerimaan Pajak

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memaparkan perkembangan terbaru APBN hingga akhir Oktober 2025 setelah mengikuti rapat Asset and Liability Committee (ALCo) pada Jumat (14/11/2025). Ia menegaskan bahwa defisit APBN hingga akhir tahun dipastikan tetap aman di bawah 3% terhadap PDB, sejalan dengan koridor kebijakan fiskal yang ditetapkan pemerintah. “Semua sudah kita hitung. Defisit yang paling penting tetap di bawah 3% dan terjaga dengan baik,” ujarnya.

Meski demikian, Purbaya mengakui penerimaan negara, khususnya dari sektor perpajakan, masih menghadapi tekanan. Sejumlah wajib pajak, termasuk para pengusaha, belum menunaikan kewajibannya tepat waktu sehingga fiskus harus mengirimkan surat imbauan hingga melakukan kunjungan langsung. “Ada pengusaha yang belum bayar pajak. Kami kirim surat kepada mereka supaya bayar tepat waktu. Jadi segala effort diarahkan untuk yang belum bayar,” tegasnya.

Tekanan penerimaan tercermin dari rasio pajak yang kembali melemah. Hingga kuartal III/2025, tax ratio turun ke 8,58% terhadap PDB, level terendah dalam empat tahun terakhir. Padahal, pada periode yang sama di 2024 rasio pajak masih berada di 9,48%, sementara pada 2023 di angka 10,15%.

Di tengah usaha mengejar penerimaan, Kementerian Keuangan justru menerima pengembalian anggaran dari sejumlah kementerian/lembaga karena tidak mampu membelanjakannya sesuai target. Total dana yang dikembalikan mencapai Rp3,5 triliun. Purbaya tidak merinci instansi mana saja yang mengembalikan anggaran, namun sebelumnya ia sudah memberi sinyal akan melakukan penyisiran dan realokasi terhadap K/L dengan serapan rendah, terutama yang mengelola pagu besar.

Pada laporan APBN KiTa sebelumnya, beberapa K/L memiliki serapan di bawah 50%, antara lain Badan Gizi Nasional (16,9%), Kementerian PUPR (48,2%), dan Kementerian Pertanian (32,8%). BGN bahkan telah mengembalikan tambahan anggaran sekitar Rp70 triliun untuk program Makan Bergizi Gratis yang tidak dapat direalisasikan.

Dengan tantangan di sisi penerimaan dan belanja yang berjalan lambat, pemerintah kini fokus pada upaya maksimalisasi pajak sekaligus penguatan kualitas belanja. Purbaya memastikan bahwa seluruh langkah diarahkan untuk menjaga APBN tetap sehat menjelang penutupan tahun anggaran 2025. (alf)

Kemenkeu–BI Perkuat Sinergi Kebijakan Fiskal dan Moneter

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia kembali menegaskan komitmen kuat untuk menjaga kekompakan kebijakan fiskal dan moneter di tengah ketidakpastian perekonomian global. Penguatan kolaborasi itu ditandai dengan penandatanganan Berita Acara Kesepahaman oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan, Astera Primanto Bhakti, dan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Destry Damayanti, dalam Forum Harmonisasi (Forhar) 2025 di Jakarta, Jumat (14/11/2025). Penandatanganan tersebut sekaligus menjadi momentum pembaruan Nota Kesepahaman (NK) dan sejumlah Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara kedua institusi.

Dalam sambutannya, Astera menyampaikan bahwa meskipun perekonomian global terguncang oleh fragmentasi geopolitik, volatilitas harga komoditas, dan pengetatan moneter di berbagai wilayah, Indonesia tetap menunjukkan ketahanan yang solid.

“Capaian ini tidak lepas dari pondasi kebijakan yang kuat dan sinergi yang erat antara kebijakan fiskal dan moneter,” tegasnya.

Astera menuturkan bahwa Kemenkeu berkomitmen menjaga kesehatan APBN agar tetap menjadi instrumen fiskal yang fleksibel dan responsif. Peran APBN sangat penting untuk melindungi daya beli masyarakat, memperkuat sektor riil, serta mendorong investasi demi mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Kolaborasi Kemenkeu dan BI disebut telah melampaui koordinasi tingkat makro. Kerja sama kini merambah tingkat operasional, mencakup pengelolaan arus modal, stabilisasi pasar keuangan, penerbitan uang, hingga pengembangan sistem pembayaran melalui digitalisasi transaksi pemerintah.

Forum Harmonisasi (Forhar) 2025 juga menjadi arena pembahasan komprehensif antara 28 direktorat Kemenkeu dan 23 satuan kerja BI terhadap 16 isu strategis. Isu yang dibahas meliputi penguatan bauran kebijakan fiskal–moneter, integrasi dan optimalisasi data, hingga program pemberdayaan UMKM dan perlindungan konsumen.

“Melalui Forum Harmonisasi ini kami berharap dapat menindaklanjuti isu-isu strategis secara terarah dan sesuai target penyelesaian,” ujar Astera.

Dengan berakhirnya masa berlaku NK dan beberapa PKS pada 2025, pembaruan payung hukum dinilai mendesak. Di lingkungan Direktorat Jenderal Perbendaharaan, dua PKS operasional dipastikan diperbarui, yakni terkait penyediaan valuta asing untuk transaksi pemerintah dalam mata uang eksotis dan mekanisme Host to Host layanan kebanksentralan.

Menutup keynote speech, Astera menyampaikan apresiasi kepada seluruh pihak yang telah berperan aktif dan bekerja profesional dalam memperkuat sinergi kedua institusi. Ia berharap Forhar 2025 dapat memperdalam harmonisasi kebijakan fiskal–moneter dan memperkuat koordinasi lintas sektor, terutama dalam optimalisasi data dan inovasi layanan kebanksentralan. (alf)

Pendapatan Jabar Ditargetkan Rp28,78 T, Basis Pajak Diperluas

IKPI, Jakarta: Pemerintah Provinsi Jawa Barat menyiapkan langkah agresif untuk memperluas basis pendapatan daerah pada APBD Tahun Anggaran 2026. Target pendapatan dipatok sebesar Rp28,78 triliun, sebagaimana disampaikan Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat Herman Suryatman dalam rapat paripurna DPRD Jabar, Jumat (14/11/2025).

Rapat paripurna tersebut merupakan lanjutan dari penyampaian pandangan umum fraksi-fraksi DPRD Jabar pada 13 November 2025. Ketua DPRD Jabar Buky Wibawa Karya Guna menegaskan pembahasan intensif akan dilanjutkan oleh Badan Anggaran pada 18–20 November. Jika sesuai jadwal, penetapan Ranperda APBD 2026 akan dilakukan pada 20 November 2025.

Menjawab pandangan fraksi mengenai struktur pendapatan, Herman menegaskan bahwa Jawa Barat tidak bisa lagi bertumpu pada Pajak Kendaraan Bermotor (PKB). Pemprov harus membuka ceruk penerimaan baru agar kemandirian fiskal meningkat signifikan.

Sejumlah strategi intensifikasi pendapatan disiapkan, di antaranya:

• Mendorong perusahaan industri membeli BBM dari wajib pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (BBNKB) yang terdaftar di Jabar.

• Mempercepat regulasi perhitungan nilai perolehan air dari Kementerian PUPR.

• Memperkuat pendataan subjek dan objek pajak alat berat melalui kerja sama lintas dinas.

• Memajukan regulasi kerja sama pemanfaatan aset serta meningkatkan performa BUMD agar dapat menyumbang lebih tinggi ke kas daerah.

“Semua langkah ini diarahkan untuk memperluas basis pendapatan sehingga ketergantungan pada PKB bisa dikurangi,” kata Herman.

Poe Ibu Disorot, Transparansi Diperkuat

Selain pendapatan, pembahasan juga menyinggung pengelolaan Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu (Poe Ibu) program gotong royong untuk memperkuat akses masyarakat terhadap pendidikan dan kesehatan.

Herman memastikan tata kelola Poe Ibu dijalankan secara transparan dan akuntabel, mulai dari pengumpulan, pengelolaan, penyaluran hingga pencatatan dan pelaporan dana. “Prinsipnya, semua mekanisme dibuat terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan,” ujarnya.

Dengan agenda pembahasan yang semakin padat, seluruh mata kini tertuju pada Badan Anggaran yang akan merumuskan finalisasi Ranperda APBD 2026. Pemprov Jabar optimistis, perluasan basis pajak dan penguatan kinerja BUMD dapat menjadi kunci mencapai target pendapatan Rp28,78 triliun tahun depan. (alf)

Empat Negara Latin Ini Bebas Tarif Ekspor Pangan ke AS! 

IKPI, Jakarta: Amerika Serikat (AS) resmi membuka keran impor pangan dari empat negara Amerika Latin seperti, Argentina, Ekuador, Guatemala, dan El Salvador setelah mencapai kesepakatan dagang baru yang disebut akan langsung menekan harga bahan pokok di Negeri Paman Sam.

Kebijakan ini membuat komoditas utama seperti kopi, pisang, dan berbagai bahan makanan lain dari keempat negara tersebut dibebaskan dari tarif masuk, sehingga produk mereka tidak lagi terkena tarif resiprokal era Presiden Donald Trump.

Seorang pejabat senior pemerintahan Trump mengatakan langkah ini merupakan bagian dari strategi besar untuk meredam biaya hidup yang melejit akibat kebijakan tarif sebelumnya.

“Perjanjian ini diharapkan dapat membantu menurunkan harga kopi, pisang, dan bahan makanan lainnya,” ujarnya, Jumat (14/11/2025).

Kesepakatan Dikebut Rampung dalam Dua Pekan

Washington menargetkan kerangka kerja utama antarnegara tersebut dituntaskan dalam dua minggu ke depan. Tidak tertutup kemungkinan kesepakatan tambahan bakal diumumkan sebelum akhir tahun.

Meski memberi pembebasan tarif untuk sejumlah komoditas pangan, AS tetap mempertahankan tarif 10% bagi sebagian besar barang dari El Salvador, Guatemala, dan Argentina, serta tarif 15% untuk produk dari Ekuador yang tidak masuk dalam daftar fasilitas.

Pemerintah dari keempat negara mitra pun langsung merespons positif kesepakatan tersebut, menganggapnya sebagai pintu baru bagi perluasan ekspor pangan mereka ke salah satu pasar terbesar dunia.

Sebelumnya, Menteri Keuangan AS Scott Bessent mengungkapkan bahwa pemerintahan Trump akan mengumumkan perjanjian “substansial” dalam beberapa hari mendatang yang diklaim mampu menurunkan harga kopi, pisang, dan buah-buahan tropis lainnya.

Washington juga tengah mempertimbangkan pengecualian tarif lebih luas untuk produk seperti daging sapi dan jeruk, termasuk dari negara-negara yang belum mencapai kesepakatan final.

Di luar Amerika Latin, pembicaraan dagang dengan Swiss dan Taiwan dilaporkan berjalan positif. AS juga terus menjalin negosiasi dengan sejumlah negara Amerika Tengah dan Selatan untuk menuntaskan lebih banyak kesepakatan sebelum akhir 2025.

“Dengan semua kesepakatan ini, kami mempertahankan tarif, memberikan keringanan untuk produk tertentu, dan sekaligus membuka pasar luar negeri dengan cara yang belum pernah dilakukan sebelumnya,” kata pejabat tersebut. (alf)

BKPM Ungkap Potensi Pajak Rp1.300 Triliun ‘Dilepas’ untuk Investasi

IKPI, Jakarta: Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Todotua Pasaribu, mengungkapkan bahwa negara berpotensi tidak menerima pajak hingga Rp1.300 triliun pada 2025 akibat pemberian berbagai fasilitas fiskal kepada pelaku usaha. Angka tersebut merupakan akumulasi insentif yang dikonsolidasikan hingga kuartal III tahun ini.

“Seharusnya negara bisa menerima pajak itu, tetapi karena kita berikan fasilitas, penerimaannya tertunda. Sampai Q3 tahun 2025, jumlah fasilitas yang diberikan sudah kurang lebih Rp1.300 triliun,” ujar Todotua dalam Forum Investasi Nasional 2025 secara daring, Jumat (14/11/2025).

Ia menjelaskan, nominal tersebut bukanlah kerugian negara, melainkan bagian dari strategi pemerintah untuk menjaga daya saing investasi. Presiden Prabowo Subianto, kata Todotua, menugaskan Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM untuk memberikan kemudahan perizinan dan berbagai insentif, termasuk tax holiday, tax allowance, pembebasan bea masuk serta pajak impor, hingga tax deduction.

“Kementerian kami memang bertugas memberikan insentif agar investasi memiliki daya saing. Potensi pajak yang bisa diterima negara, kita tangguhkan demi mendorong investasi,” tuturnya.

Menurut Todotua, meski negara melepaskan potensi pajak dalam jumlah besar, dampak jangka panjangnya diyakini jauh lebih menguntungkan. Investasi yang masuk akan memperluas kesempatan kerja, memperkuat kapasitas industri, dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam negeri.

“Potensi pajak itu tidak hilang, tapi dialihkan menjadi manfaat ekonomi yang langsung dirasakan dunia usaha,” tegasnya.

Todotua juga menyinggung kinerja investasi yang terus menunjukkan tren positif. Pada 2024, target investasi yang dipatok Rp1.650 triliun berhasil dilampaui dengan realisasi Rp1.700 triliun. Sementara itu pada 2025, dari target Rp1.905 triliun, hingga kuartal III realisasinya telah mencapai Rp1.434 triliun atau 75 persen dari target.

“Melalui pemantauan dasbor OSS, pergerakan investasi terlihat sangat positif. Kami yakin target tahun ini akan tercapai,” pungkasnya. (alf)

MK Kembali Tolak Gugatan Pajak Pesangon dan Pensiun, Permohonan Dinilai Masih Kabur

IKPI, Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menolak gugatan uji materiil terkait pengenaan pajak atas pesangon dan uang pensiun. Putusan Nomor 186/PUU-XXIII/2025 yang dibacakan pada Kamis (13/11/2025) menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima karena dianggap tidak jelas atau obscuur libel.

Gugatan tersebut diajukan oleh 12 pekerja dari berbagai bank swasta, termasuk seorang ketua umum serikat karyawan. Mereka sebelumnya mendaftarkan permohonan pada 10 Oktober 2025 dengan argumentasi bahwa pajak pesangon dan pensiun melanggar hak konstitusional pekerja. Beberapa pemohon yang tercatat antara lain Jamson Frans Gultom, Agus Suwargi, Budiman Setyo Wibowo, Wahyuni Indrjanti, Jamil Sobir, Lyan Widiya, Muhammad Anwar, Cahya Kurniawan, dan Aldha Reza Rizkiansyah.

Ketua MK Suhartoyo menjelaskan bahwa permohonan tidak dapat diproses lebih lanjut karena mengandung kekeliruan dalam perumusan. Mahkamah menemukan bahwa pemohon menyebut adanya frasa “tunjangan dan uang pensiun” pada Pasal 4 ayat (1) huruf a UU PPh, padahal frasa tersebut tidak pernah ada. UU hanya memuat kata “tunjangan” dan frasa “uang pensiun” secara terpisah, sehingga dasar keberatan pemohon dinilai tidak akurat.

Selain itu, MK menilai para pemohon tidak disiplin dalam menyusun permohonan. Bagian petitum berisi alasan-alasan yang seharusnya ditempatkan pada posita, sehingga membuat permohonan menjadi tidak runtut. Lebih jauh lagi, para pemohon meminta Pasal 17 UU PPh dinyatakan konstitusional bersyarat, tetapi dalam alasan permohonannya mereka justru menyebut pasal tersebut bertentangan secara keseluruhan—sebuah inkonsistensi yang kembali memperkuat alasan ditolaknya permohonan.

“Karena permohonan Pemohon tidak jelas atau kabur atau obscuur, maka Mahkamah tidak mempertimbangkan kedudukan hukum dan pokok permohonan para Pemohon lebih lanjut,” ujar Suhartoyo dalam sidang pengucapan putusan.

Dalam permohonannya, para pekerja perbankan tersebut menilai pesangon, pensiun, Jaminan Hari Tua (JHT), dan Tabungan Hari Tua (THT) bukanlah tambahan kemampuan ekonomis, tetapi hak normatif pekerja yang bersifat sosial dan kompensatif setelah puluhan tahun mengabdi. Mereka menganggap pengenaan pajak atas dana pascakerja tersebut bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 mengenai penghidupan yang layak.

Karena itu, para pemohon meminta MK mengecualikan pesangon dan dana pensiun dari objek pajak serta menafsirkan Pasal 17 UU PPh hanya konstitusional bersyarat apabila tidak mengenakan pajak atas dana pascakerja.

Namun permohonan tersebut kandas sebelum masuk tahap pemeriksaan materiil. MK menegaskan bahwa cacat formil dalam permohonan membuatnya tidak dapat diterima.

Putusan ini menambah daftar penolakan terhadap gugatan serupa. Sebelumnya, pada 30 Oktober 2025, MK juga menolak permohonan terkait pajak pesangon dalam perkara Nomor 170/PUU-XXIII/2025 yang diajukan oleh dua karyawan swasta, Rosul Siregar dan Maksum Harahap. (alf)

Purbaya Optimis, Targetkan Rp20 Triliun dari Pengemplang Pajak Masuk Kas Negara Tahun Ini

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan komitmen pemerintah menagih pajak yang selama ini dikemplang para wajib pajak (WP). Dari total tunggakan yang mencapai Rp60 triliun dan melibatkan sekitar 200 WP, pemerintah menargetkan Rp20 triliun bisa masuk ke kas negara sebelum akhir 2025.

Purbaya tidak menutupi bahwa target tersebut ambisius, namun ia memastikan negara tidak akan memberi ruang bagi para penunggak pajak untuk menghindar.

“Kemungkinan besar tertagih. Mereka jangan main-main sama kita,” tegasnya kepada wartawan di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat (14/11/2025).

Hingga pertengahan November, baru Rp8 triliun yang berhasil ditarik oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Menurut Purbaya, lambatnya realisasi disebabkan oleh pola pembayaran mencicil yang diajukan banyak WP serta proses penagihan intensif yang masih berjalan.

“Itu kan nggak bisa langsung. Ada yang dicicil, ada juga yang masih kita kejar. Makanya baru terkoleksi Rp8 triliun,” ungkapnya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto merinci berbagai tantangan yang dihadapi aparat pajak dalam mengejar tunggakan. Dari ratusan WP penunggak, setidaknya 91 WP meminta skema pembayaran angsuran, yang otomatis memperlambat pemasukan negara.

Tidak hanya itu, 27 WP dinyatakan pailit, membuat proses penagihan harus mengikuti tata cara hukum kepailitan. Sementara 5 WP lain mengaku kesulitan keuangan, sehingga DJP harus melakukan pemeriksaan mendalam untuk memastikan kemampuan bayar mereka.

Upaya penegakan hukum tetap jalan. DJP telah melakukan berbagai langkah agresif mulai dari aset raising terhadap 5 WP, pencegahan beneficial owner pada 29 WP, hingga proses penyanderaan terhadap 1 WP yang dinilai tidak kooperatif. Selain itu, 59 WP lainnya masih berada dalam proses tindak lanjut penagihan.

Bimo memastikan aparat pajak tidak hanya berharap pada pembayaran sukarela, melainkan juga memobilisasi seluruh instrumen penagihan agar dana publik yang hilang dapat kembali ke kas negara.

Dengan waktu yang semakin sempit, target Rp20 triliun memang terlihat berat. Namun Purbaya menegaskan bahwa upaya penagihan tidak akan kendor. Negara, katanya, tidak boleh kalah dari para pengemplang pajak. (alf)

Purbaya Sidak Bea Cukai Tanjung Perak, Kaget Barang Impor Rp50 Juta Dilaporkan Hanya Rp100 Ribu

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean Tanjung Perak, Rabu (13/11/2025). Dalam kunjungan tersebut, Purbaya menyoroti langsung proses pemeriksaan sejumlah barang impor yang terpantau janggal.

Salah satu temuan yang membuatnya heran adalah barang elektronik berteknologi tinggi yang dilaporkan hanya seharga US$7 atau sekitar Rp117 ribu, padahal harga pasarnya bisa mencapai puluhan juta rupiah.

“Harganya Rp100 ribu, gila murah banget. Ini di pasar bisa Rp50 jutaan, berarti mereka ambil untung gede, ya,” ujar Purbaya dengan nada heran, seperti terekam dalam video yang diunggah di akun TikTok resminya, @purbayayudhis.

Melihat kejanggalan itu, Purbaya langsung memerintahkan Balai Laboratorium Bea dan Cukai (KBLBC) Kelas II Surabaya untuk melakukan pengecekan ulang terhadap dokumen dan fisik barang. Ia menilai, fasilitas laboratorium Bea Cukai di Surabaya sudah cukup memadai, namun tetap siap memberikan tambahan dukungan jika dibutuhkan.

“Saya bilang ke teman-teman lab, kalau kurang peralatan, kasih tahu. Nanti kita lengkapi. Saya juga lihat container scanner, baru dua minggu sudah banyak dipasang,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Purbaya menegaskan komitmennya untuk memperkuat pengawasan berbasis teknologi di lingkungan Bea dan Cukai. Ia ingin agar seluruh proses pemeriksaan dapat dipantau langsung dari pusat oleh Kementerian Keuangan.

“Semua harus berbasis IT. Saya mau nanti sistemnya bisa ditarik ke Jakarta, sehingga orang pusat bisa melihat langsung apa yang terjadi di lapangan,” tegasnya.

Langkah tegas ini disebut sebagai bagian dari upaya pembersihan praktik undervaluation—atau pelaporan nilai barang impor di bawah harga sebenarnya—yang kerap merugikan negara dari sisi penerimaan pajak dan bea masuk.

Purbaya memastikan, sidak seperti ini akan terus dilakukan secara acak di berbagai pelabuhan utama untuk memastikan integritas petugas dan akurasi data impor tetap terjaga. (alf)

UNUSA Resmikan Tax Center Bersama DJP Jatim I, Siap Jadi Pusat Literasi Pajak dan Akuntansi Global

IKPI, Jakarta: Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (UNUSA) resmi memiliki tax center baru yang diresmikan bersama Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur (Kanwil DJP Jatim) I. Peresmian yang berlangsung di Auditorium Kampus B UNUSA itu disatukan dengan gelaran seminar internasional The 2nd Accounting Department International Activity (ADIA) bertema “Tax Literacy and Global Accounting”.

Kepala Kanwil DJP Jatim I Samingun menegaskan, pendirian tax center UNUSA menjadi wujud nyata pelaksanaan Tridarma Perguruan Tinggi di bidang perpajakan. Ia berharap, keberadaan pusat edukasi ini mampu memperluas wawasan masyarakat tentang pajak dan menumbuhkan kesadaran sukarela dalam melaksanakan kewajiban perpajakan.

“Tax center UNUSA kami harapkan menjadi sarana yang memperkuat kemitraan antara Direktorat Jenderal Pajak dan perguruan tinggi, serta memperluas jangkauan edukasi perpajakan di kalangan mahasiswa dan masyarakat,” ujar Samingun, Rabu (12/11/2025).

Ia menambahkan, Kanwil DJP Jatim I dan UNUSA sejatinya telah lama menjalin kerja sama di bidang edukasi perpajakan. Kini, dengan berdirinya tax center, kolaborasi tersebut memiliki wadah permanen untuk melaksanakan berbagai kegiatan seperti sosialisasi, konsultasi, pelatihan, hingga penelitian bersama. Tujuannya: membangun literasi pajak yang adaptif terhadap perkembangan teknologi digital.

Sementara itu, Wakil Rektor II UNUSA Mohamad Yusak Anshori menilai kehadiran tax center bukan sekadar tempat belajar pajak, melainkan ruang kolaborasi antara akademisi dan praktisi untuk mengembangkan kompetensi serta riset di bidang akuntansi dan perpajakan.

“Akuntansi dan perpajakan memiliki hubungan yang sangat erat dalam tata kelola keuangan yang transparan. Melalui tax center, UNUSA ingin mencetak akuntan dan profesional muda yang tidak hanya pandai menghitung, tetapi juga kritis, inovatif, dan berdampak bagi masyarakat,” ujar Yusak.

Ia menegaskan, akuntansi bukan hanya kegiatan mencatat angka, tetapi juga bahasa pengambilan keputusan yang mampu mendorong inovasi dan kesadaran pajak. “Dengan adanya tax center, kami siap menjadi mitra strategis DJP dalam meningkatkan literasi dan kepatuhan pajak di kalangan akademisi,” tambahnya.

Penyuluh Pajak Ahli Madya Kanwil DJP Jatim I Ifatir Badra turut menyoroti pentingnya kerja sama ini. Menurutnya, perguruan tinggi memiliki peran vital dalam membangun budaya sadar pajak sejak dini di kalangan generasi muda.

“Pajak bukan sekadar kewajiban, tetapi bentuk kontribusi nyata terhadap kemandirian bangsa. Kolaborasi seperti ini akan memperluas pemahaman masyarakat terhadap sistem perpajakan yang berkeadilan,” jelas Ifatir.

Setelah prosesi peresmian, kegiatan dilanjutkan dengan seminar internasional ADIA yang menghadirkan narasumber dari dalam dan luar negeri. Seminar tersebut membekali mahasiswa dengan literasi pajak dan praktik akuntansi modern, sekaligus membuka wawasan global tentang riset, inovasi teknologi, dan peluang karier internasional di bidang keuangan. (alf)

Ribuan Pegawai DJP Serentak Lakukan Stress Test Coretax Nasional

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tengah melakukan langkah besar dalam memastikan kesiapan sistem Coretax sebagai tulang punggung baru administrasi perpajakan nasional. Sepanjang Oktober hingga November 2025, ribuan pegawai DJP di seluruh Indonesia serentak melakukan stress test Coretax nasional, sebagai bagian dari persiapan pelaporan SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) tahun pajak 2025 yang akan berlangsung pada awal 2026.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) DJP, Rosmauli, menjelaskan bahwa stress test dilakukan untuk menguji stabilitas, kapasitas, dan keandalan sistem Coretax di bawah beban kerja tinggi, sembari melatih pegawai agar siap memberikan pelayanan terbaik kepada Wajib Pajak.

“Dapat kami sampaikan bahwa stress test telah dilakukan dan akan dilakukan lagi secara serentak di seluruh Indonesia. Kegiatan saat ini merupakan bagian dari pelatihan internal untuk memperkuat pemahaman pegawai terhadap sistem Coretax, sekaligus persiapan pelaporan SPT Tahunan tahun pajak 2025 yang akan dilakukan di Coretax,” ujar Rosmauli seperti dikutip dari Pajak.com, Kamis (13/11/2025).

Rosmauli menegaskan, pelatihan ini tidak sekadar uji coba teknis, tetapi juga simulasi menyeluruh proses pelaporan SPT Tahunan agar seluruh pegawai memahami alur kerja dan fitur dalam Coretax. Dengan demikian, ketika sistem diterapkan secara nasional pada Januari 2026, pelayanan kepada Wajib Pajak dapat berjalan lancar dan bebas gangguan.

“Dengan begitu, saat diterapkan kepada Wajib Pajak mulai Januari 2026 nanti, layanan pelaporan SPT dapat berjalan sukses dan lancar,” ujarnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menyampaikan bahwa Coretax saat ini sedang dalam tahap akhir pengujian dan penyempurnaan. Ia menegaskan, sistem baru ini tidak hanya menggantikan Sistem Informasi DJP (SIDJP), tetapi juga menjadi fondasi utama transformasi digital perpajakan nasional.

“Perbaikan Coretax yang sedang diakselerasi bersama Pak Menteri [Keuangan] Purbaya adalah untuk memperkuat security system. Namun untuk sistem inti, pemerintah belum bisa mengintervensi langsung karena masih dalam masa garansi dari service provider. Target serah terima penuh kami tetapkan pada 15 Desember 2025,” ungkap Bimo di sela Forum Konsultasi Publik dan Peluncuran Piagam Wajib Pajak (Taxpayers Charters) di Kantor Wilayah DJP Jakarta Barat, (16/10/2025).

Sebelum serah terima dilakukan, DJP juga menggelar audit sistem informasi dan evaluasi deliverables kontrak bersama penyedia layanan. Sekitar 20 ribu pegawai DJP ambil bagian dalam stress test nasional ini untuk mengukur kapasitas dan kesiapan sistem sebelum diluncurkan resmi.

“Setelah semuanya clear and clean, tanggal 15 Desember 2025 kami targetkan sistem diserahterimakan sepenuhnya dan siap digunakan,” pungkas Bimo. (alf)

en_US