Kenaikan PBB-P2  250% di Kabupaten Pati Picu Gelombang Protes

IKPI, Jakarta: Kebijakan Bupati Pati, Sudewo, untuk menaikkan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250% pada 2025 memicu gelombang protes warga dan ramai diperbincangkan di media sosial. Di tengah sorotan tajam, sebuah video pernyataannya yang menantang demonstran viral di TikTok dan Twitter, menambah panas reaksi publik.

Penyesuaian tarif PBB-P2 tersebut diumumkan seusai rapat intensifikasi bersama para camat dan anggota Paguyuban Solidaritas Kepala Desa dan Perangkat Desa Kabupaten Pati (Pasopati) di Kantor Bupati. Pemerintah Kabupaten Pati mengklaim kebijakan ini dilakukan demi mengejar ketertinggalan penerimaan pajak daerah yang dinilai stagnan selama lebih dari satu dekade.

“PBB sudah 14 tahun tidak pernah disesuaikan. Kalau dibandingkan dengan Jepara, Kudus, dan Rembang, kita tertinggal jauh,” ujar Bupati Sudewo, dikutip dari laman Humas Pati, Selasa (5/8/2025).

Ia menyebut, penerimaan PBB-P2 di Pati hanya mencapai Rp29 miliar, jauh lebih kecil dibandingkan Jepara yang meraup Rp75 miliar dan Kudus serta Rembang masing-masing Rp50 miliar, padahal secara luas wilayah dan potensi ekonomi, Pati dinilai lebih besar.

Sudewo menegaskan, dana tambahan dari PBB ini diperlukan untuk membiayai proyek strategis seperti perbaikan jalan, revitalisasi RSUD RAA Soewondo, dan pengembangan sektor pertanian serta perikanan. “Kami butuh anggaran besar untuk pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik,” imbuhnya.

Namun, reaksi masyarakat tak sejalan dengan keyakinan Pemkab. Kenaikan yang drastis membuat banyak warga kaget dan keberatan, apalagi sosialisasi dianggap minim.

Menanggapi keresahan tersebut, Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKA PMII) Pati membuka posko aduan online guna menampung keluhan warga. Ketua IKA PMII Pati, Ahmad Jukari, menilai masyarakat tidak diberi ruang partisipatif dalam proses pengambilan kebijakan.

“Kami membuka kanal pengaduan di https://bit.ly/PoskoAduanPBBP2PATI untuk menginventarisasi aspirasi dan menyusun strategi advokasi,” kata Jukari seperti dikutip dari Antaranews, Selasa (5/8/2025). Ia juga menyebut banyak warga sudah menerima tagihan PBB dengan nominal melonjak drastis tanpa penjelasan memadai.

Di tengah polemik ini, publik dibuat makin heboh oleh beredarnya video pernyataan Sudewo dalam sebuah forum, yang menyiratkan tantangan terhadap pihak-pihak yang menolak kebijakan ini. “Kalau mau menolak, jangan cuma 5.000 orang. Suruh saja 50 ribu orang turun. Saya tidak akan mundur atau membatalkan keputusan ini,” ucap Sudewo dalam video yang kini viral di berbagai platform. (alf)

 

 

 

 

KPP Madya Pekanbaru Bahas Ketentuan Baru Faktur Pajak

IKPI, Jakarta: Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Pekanbaru menyelenggarakan episode terbaru Podcast RUJAK (Rumpi Pajak KPP Madya Pekanbaru) dengan topik pembahasan mengenai faktur pajak. Tayangan ini dipandu oleh Febby Adika Lubis dan menghadirkan Azwar Hidayat, Penyuluh Pajak KPP Madya Pekanbaru, sebagai narasumber.

Pembahasan dalam podcast ini menyoroti ketentuan baru mengenai faktur pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2025.

Azwar menjelaskan bahwa faktur pajak merupakan bukti pungutan yang wajib dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) saat terjadi penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP), atau pada saat penerimaan pembayaran, tergantung mana yang terjadi lebih dahulu.

Menurutnya, banyak pertanyaan yang masuk ke Helpdesk KPP Madya Pekanbaru terkait pelaksanaan kewajiban ini. Podcast tersebut membahas hal-hal teknis seperti kelengkapan data faktur, pembatalan faktur, pengecualian bagi pedagang eceran, serta sanksi administratif apabila PKP tidak membuat atau tidak melaporkan faktur pajak tepat waktu.

“Faktur pajak wajib diunggah paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya dan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN paling lambat akhir bulan berikutnya,” kata Azwar, dikutip, Selasa (5/8/2025).

Ia menambahkan, keterlambatan atau kelalaian dalam melaporkan dapat dikenai sanksi sesuai ketentuan perpajakan.

Febby menegaskan bahwa faktur pajak harus memenuhi syarat formal dan material untuk menghindari konsekuensi perpajakan bagi penjual maupun pembeli. (bl)

 

 

Pemprov DKI Jakarta Mulai Kenakan Pajak Alat Berat, Sasar Kemandirian Pendanaan Daerah

IKPI, Jakarta: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta resmi memperkenalkan skema pajak baru yang menyasar kepemilikan alat berat di ibu kota. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024, sebagai pelaksanaan dari amanat Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD).

Langkah ini diambil sebagai bagian dari strategi memperluas basis penerimaan daerah dan memperkuat pembiayaan pembangunan tanpa terlalu bergantung pada transfer dari pemerintah pusat.

“Jenis pajak ini berdiri sendiri, tidak lagi disatukan dengan Pajak Kendaraan Bermotor seperti sebelumnya. Kini, alat berat memiliki klasifikasi tersendiri,” kata Morris Danny, Kepala Pusat Data dan Informasi Pendapatan Bapenda DKI Jakarta, dalam pernyataan resminya, Senin (8/4/2025).

Siapa yang Kena Pajak?

Menurut aturan tersebut, siapa pun yang memiliki atau mengendalikan alat berat di wilayah DKI Jakarta, baik individu maupun badan usaha, wajib membayar pajak. Jenis alat berat yang dimaksud mencakup mesin-mesin seperti ekskavator, crane, bulldozer, dan sejenisnya, yang umumnya digunakan dalam proyek konstruksi, pertambangan, perkebunan, atau kehutanan.

Namun tidak semua instansi terkena kewajiban ini. Pemerintah pusat, pemerintah daerah lain, militer, kepolisian, serta lembaga internasional tertentu dikecualikan, sebagaimana telah diatur dalam pasal pengecualian.

Pajak dikenakan berdasarkan nilai jual alat berat (NJAB) dengan tarif tetap sebesar 0,2% per tahun. Pembayaran dilakukan di awal tahun, dan besarnya disesuaikan dengan nilai alat berat yang bersangkutan.

“Jika alat berat ditaksir senilai Rp100 juta, maka pemilik wajib membayar Rp200 ribu per tahun. Ini berlaku selama alat tersebut masih dikuasai,” ujar Morris.

Untuk mempermudah proses, Pemprov DKI telah menyediakan sistem pelaporan daring melalui portal Pajak Online Jakarta. Dengan demikian, wajib pajak dapat melakukan pendaftaran maupun pembayaran tanpa harus datang ke kantor pelayanan.

Manfaat Langsung bagi Warga Jakarta

Dana yang dihimpun dari Pajak Alat Berat akan dialokasikan untuk mendukung pembangunan fisik dan sosial di wilayah DKI Jakarta. Mulai dari peningkatan jalan, pengadaan fasilitas umum, hingga penguatan layanan dasar seperti kesehatan dan pendidikan.

“Penerapan pajak ini adalah salah satu upaya agar Jakarta bisa lebih mandiri secara fiskal. Ini bukan semata-mata tentang pungutan, tapi soal tanggung jawab bersama untuk memajukan kota ini,” tutup Morris.

Pemerintah daerah berharap kalangan pelaku usaha terutama sektor konstruksi dan industri ekstraktif dapat menyesuaikan diri dengan regulasi baru ini dan menjalankan kewajiban pajaknya tepat waktu. (alf)

 

 

 

PMK Baru: Impor Emas Batangan Kini Kena PPh 22, Tarif Turun Jadi 0,25%

IKPI, Jakarta: Pemerintah resmi mengubah ketentuan perpajakan atas impor emas batangan melalui terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 51 Tahun 2025. Aturan ini menetapkan bahwa emas batangan kini dikenai Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 dengan tarif tunggal sebesar 0,25% dari nilai impor, berlaku baik untuk importir dengan maupun tanpa Angka Pengenal Impor (API).

Ketentuan tersebut tercantum dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a angka 1 PMK 51/2025, dan pungutannya dilakukan langsung oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Hestu Yoga Saksama, menilai ketentuan baru ini sebagai bentuk pelonggaran atau relaksasi dari kebijakan sebelumnya.

“Sebelum PMK ini, tarif PPh 22 impor emas batangan mencapai 2,5% bagi pemilik API, dan 7,5% untuk yang tidak punya API. Bahkan untuk jenis minted bar, tarifnya bisa menyentuh 10%. Sekarang semua diseragamkan menjadi 0,25%,” jelas Hestu, baru-baru ini.

Namun demikian, relaksasi tarif ini juga diikuti dengan pencabutan fasilitas pengecualian PPh 22 atas impor emas batangan yang digunakan untuk produksi perhiasan berorientasi ekspor. Fasilitas ini sebelumnya diatur dalam Pasal 219 ayat (1) PMK Nomor 81 Tahun 2024, yang memungkinkan pengecualian jika wajib pajak mengantongi Surat Keterangan Bebas (SKB) dari DJP.

Menurut Hestu, fasilitas SKB tetap dapat digunakan, namun hanya dalam konteks penghasilan yang diperkirakan menurun dan berpotensi menimbulkan kelebihan bayar pajak.

Kebijakan ini menjadi bagian dari upaya pemerintah untuk menyederhanakan dan menyeimbangkan iklim fiskal, sekaligus memperkuat kontrol atas aktivitas impor logam mulia yang memiliki nilai strategis dan potensi besar dalam penerimaan pajak. (alf)

 

 

 

Potensi Filantropi Tembus Rp666 Triliun, Insentif Pajak Dinilai Kunci Pengungkit

IKPI, Jakarta: Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas memperkirakan potensi dana filantropi nasional dapat mencapai Rp649,5 triliun hingga Rp665,5 triliun per tahun. Namun, untuk mengoptimalkan potensi tersebut, para pelaku filantropi menilai perlunya dukungan nyata dari pemerintah, terutama dalam bentuk insentif perpajakan.

Ketua Badan Pengurus Filantropi Indonesia, Rizal Algamar, menyebut Indonesia memiliki kekuatan sosial yang besar dalam budaya memberi. Namun potensi itu belum tergarap maksimal karena insentif fiskal yang ada dinilai belum cukup menarik.

“Kalau kegiatan filantropi seperti donasi, zakat, atau wakaf didukung oleh skema insentif pajak yang jelas dan progresif, saya yakin potensi yang sekarang diperkirakan Rp600 triliun lebih bisa jauh meningkat,” kata Rizal usai membuka Filantropi Festival 2025, Senin (4/8/2025).

Ia menambahkan, insentif pajak dapat mendorong lebih banyak entitas baik individu maupun korporasi terlibat aktif dalam kegiatan sosial. “Dengan adanya stimulus fiskal, bukan hanya skala donasi yang bertambah, tapi juga akuntabilitas dan transparansinya meningkat,” ujarnya.

Zakat sebagai Pengurang Pajak, Bukan Penerimaan Negara

Berdasarkan data Bappenas, potensi terbesar dana filantropi nasional berasal dari:

• Zakat, infaq, dan sedekah: Rp327 triliun

• Wakaf: Rp180 triliun

• Filantropi Kristen/Katolik: Rp61 triliun

• Filantropi agama lainnya: Rp1,5 triliun

• CSR korporasi: Rp80–96 triliun

Namun, sebagian besar sumber dana tersebut terutama zakat dan wakaf tidak masuk dalam kategori penerimaan negara.

Mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, zakat tidak dikenakan pajak, tetapi hanya diperhitungkan sebagai pengurang penghasilan kena pajak, bukan sebagai kredit pajak atau pengurang langsung kewajiban pajak.

Hal ini berarti para wajib pajak tetap membayar pajak, meski telah menunaikan zakat, yang secara teknis hanya meringankan beban pajak secara parsial. Ketentuan ini dinilai belum cukup memberikan dorongan kuat bagi tumbuhnya kegiatan filantropis dalam skala besar.

Sertifikasi Filantropi sebagai Indikator Pajak ESG

Sebagai respons, pemerintah melalui Bappenas tengah merancang sistem sertifikasi filantropi, terutama yang berkaitan dengan pencapaian Sustainable Development Goals (SDG).

Deputi Bidang Pangan, SDA, dan Lingkungan Hidup Bappenas, Leonardo Teguh, menjelaskan bahwa sertifikasi ini bisa menjadi dasar pengakuan formal atas kontribusi sosial, sekaligus alat bantu dalam penghitungan indikator pajak keberlanjutan seperti Environmental, Social, and Governance (ESG).

“Nantinya, sertifikasi ini bisa diintegrasikan ke dalam laporan ESG perusahaan, yang bisa menjadi bahan pertimbangan fiskal, termasuk pengurangan pajak atau insentif lainnya,” ujar Leonardo.

Meski belum diatur dalam regulasi pajak saat ini, usulan untuk menjadikan kontribusi filantropi sebagai dasar pemberian insentif fiskal dinilai sejalan dengan arah reformasi pajak berkeadilan dan pembangunan yang inklusif.

Dorongan Regulasi Pajak yang Ramah Filantropi

Para pemangku kepentingan berharap pemerintah dapat meninjau kembali kebijakan pajak terhadap kegiatan sosial. Bentuk insentif bisa berupa pengurang pajak yang lebih besar, pembebasan pajak atas donasi tertentu, atau bahkan pengkreditan langsung terhadap kewajiban pajak, terutama untuk entitas yang sudah tersertifikasi kontribusinya terhadap SDG.

Jika regulasi mendukung, Indonesia bukan hanya akan menjadi negara paling dermawan di dunia secara kultural, tetapi juga menjadi model perpajakan yang mendorong kesejahteraan sosial secara sistematis dan terukur.(alf)

 

Pegadaian Tegaskan Beli Emas Batangan Aman dari Pajak, Masyarakat Tak Perlu Cemas

IKPI, Jakarta: PT Pegadaian menegaskan bahwa masyarakat tidak perlu khawatir terkait pengenaan pajak dalam pembelian emas batangan, menyusul diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 51 Tahun 2025 tentang pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 sebesar 0,25 persen.

Kepala Divisi Bisnis Bullion PT Pegadaian, Kadek Eva Suputra, menjelaskan bahwa kebijakan baru tersebut justru memberi keringanan signifikan dibandingkan aturan sebelumnya.

“PMK 51 sebenarnya menurunkan tarif Wajib Pungut (WAPU) dari 1,5% menjadi hanya 0,25%. Dan penting untuk digarisbawahi, PPh ini tidak dikenakan kepada masyarakat sebagai konsumen akhir,” ujar Kadek dalam keterangan tertulis, Senin (4/8/2025).

Kadek juga menambahkan bahwa pembelian emas batangan dengan kadar 99,99 persen standar yang digunakan dalam layanan Bullion Bank Pegadaian kini dibebaskan sepenuhnya dari pungutan pajak. Ketentuan ini mengacu pada PMK 48 Tahun 2023 yang lebih dulu berlaku.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pun mempertegas hal tersebut dalam penjelasan resminya. Menurut DJP, pembelian emas batangan oleh masyarakat selaku konsumen akhir tidak dikenakan pemungutan PPh Pasal 22. Selain itu, wajib pajak yang menggunakan skema PPh final untuk UMKM, serta yang memiliki Surat Keterangan Bebas (SKB) juga dikecualikan dari pungutan ini.

“Dengan adanya kepastian ini, transaksi pembelian emas batangan, baik secara tunai maupun cicilan melalui Pegadaian, tetap aman, nyaman, dan menguntungkan bagi masyarakat,” tegas Kadek.

Pegadaian berkomitmen untuk terus menjadi mitra terpercaya dalam layanan keuangan dan investasi berbasis emas. Lewat semangat mengEMASkan Indonesia, Pegadaian mendorong masyarakat untuk berinvestasi emas secara mudah dan transparan, tanpa rasa waswas terhadap beban pajak yang tidak relevan.

Tak hanya fokus pada bisnis, Pegadaian juga dikenal sebagai lembaga keuangan sosial yang aktif dalam pemberdayaan masyarakat melalui layanan inklusif dan program sosial yang berdampak luas.

Sejak Desember 2024, Pegadaian resmi mendapat izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menyelenggarakan usaha Bullion. Melalui layanan Bank Emas, Pegadaian kini menyediakan produk seperti Deposito Emas, Pinjaman Modal Kerja berbasis Emas, penitipan emas korporasi, hingga perdagangan emas secara profesional. (alf)

 

 

Penerimaan Pajak Kripto Tembus Rp600 Miliar per Tahun

IKPI, Jakarta: Pemerintah terus memetik hasil dari regulasi perpajakan atas transaksi aset kripto. Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Bimo Wijayanto, mengungkapkan bahwa sejak pengenaan pajak atas kripto dimulai, penerimaan negara dari sektor ini stabil di kisaran Rp500 miliar hingga Rp600 miliar per tahun.

“Sepanjang dua sampai tiga tahun sejak diperkenalkan, tren penerimaan dari pajak kripto terus mengalami peningkatan. Tahun lalu saja, kita berhasil mengumpulkan sekitar Rp500–600 miliar,” ujar Bimo dalam Media Briefing di Kantor DJP, baru-baru ini.

Direktur Peraturan Perpajakan I DJP, Hestu Yoga Saksama, merinci pada tahun berjalan 2025, hingga akhir Juli, total penerimaan pajak dari transaksi kripto tercatat baru mencapai Rp115 miliar. Kendati masih relatif kecil, potensi pertumbuhan sektor ini dinilai sangat tinggi meskipun tetap sarat risiko karena volatilitas harga kripto yang tinggi.

“Penerimaan dari kripto itu sifatnya fluktuatif, sangat tergantung pada harga pasar. Kalau sedang hype atau tren naik, otomatis penerimaannya juga meningkat. Tapi bisa juga turun drastis kalau pasar lesu,” kata Yoga.

Kripto Kini Diakui sebagai Aset Keuangan

Dengan perkembangan ekosistem kripto yang makin kompleks, pemerintah tidak lagi memandang kripto sebatas sebagai komoditas, tetapi juga sebagai aset keuangan. Ini sejalan dengan kebijakan global dan kebutuhan pengawasan yang lebih cermat terhadap lalu lintas transaksi digital.

Dalam rangka memperkuat landasan hukum dan mekanisme pemajakan, pemerintah telah menerbitkan sejumlah aturan baru, antara lain:

• PMK Nomor 50 Tahun 2025 tentang PPN dan PPh atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto;

• PMK Nomor 53 Tahun 2025 yang mengubah ketentuan nilai lain sebagai dasar pengenaan PPN;

• PMK Nomor 54 Tahun 2025 yang memperbarui ketentuan perpajakan dalam pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (SIAP).

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Yon Arsal, menekankan pentingnya sinergi lintas lembaga dalam pengawasan sektor kripto.

“Tidak cukup hanya dengan regulasi, tapi kita juga perlu meningkatkan koordinasi dengan para pemangku kepentingan, termasuk OJK yang kini juga ikut mengawasi pergerakan kripto sebagai bagian dari sektor keuangan,” ujarnya. (alf)

 

Cuma sampai September! DKI Kasih Diskon PBB-P2 untuk Warga Taat Pajak

IKPI, Jakarta: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kembali memberi kabar baik bagi warga yang taat pajak. Mulai 1 Agustus hingga 30 September 2025, Wajib Pajak (WP) yang membayar Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) lebih awal akan otomatis mendapatkan potongan sebesar 5% dari nilai pokok pajak.

Langkah ini merupakan bagian dari strategi Pemprov DKI untuk mendorong kepatuhan pajak sekaligus mempercepat penerimaan daerah. Adapun jatuh tempo pembayaran PBB-P2 untuk Tahun Pajak 2025 tetap pada 30 September 2025.

Insentif ini diberikan secara otomatis saat pembayaran dilakukan dalam periode promosi, tanpa perlu proses pengajuan tambahan. Selain potongan pajak, kemudahan akses pembayaran juga menjadi prioritas Pemprov.

Kini, WP bisa membayar PBB-P2 dengan cepat melalui berbagai kanal — dari teller bank, ATM, PPOB & EDC, hingga platform digital seperti e-banking, m-banking, dan marketplace populer seperti Shopee, Tokopedia, Traveloka, Blibli, OVO, Bukalapak, LinkAja, Dana, Gotagihan, dan Sepulsa.

Cukup masukkan Nomor Objek Pajak (NOP), dan tagihan akan langsung muncul. Proses pembayaran bisa dilakukan kapan saja tanpa perlu mengantre di kantor layanan pajak.

Pemprov juga mengingatkan bahwa keterlambatan membayar akan dikenakan denda 1% per bulan, yang bisa bertambah hingga maksimal 24%. Artinya, menunda pembayaran bisa jauh lebih mahal dibanding manfaat membayar lebih awal.

Tak hanya untuk tahun berjalan, insentif juga diberikan bagi pelunasan tunggakan tahun-tahun sebelumnya:

• Tahun Pajak 2020–2024: Potongan 5% jika dibayar antara 8 April–31 Desember 2025.

• Tahun Pajak 2013–2019: Diskon besar 50% untuk pembayaran dalam periode yang sama.

• Tahun Pajak 2010–2012: Potongan tambahan 25% di atas keringanan yang sudah diatur dalam Pergub No. 124 Tahun 2017.

Bagi WP yang belum menerima Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), kini bisa memanfaatkan layanan e-SPPT secara daring melalui situs pajakonline.jakarta.go.id. Cukup pastikan NOP dan alamat terisi dengan benar, dan dokumen digital akan segera tersedia.

Melalui kebijakan ini, Pemprov DKI berharap peningkatan kepatuhan pajak dapat berjalan seiring dengan kemudahan dan insentif nyata bagi warga. Membayar PBB-P2 kini bukan sekadar kewajiban, tapi juga peluang untuk berkontribusi dan berhemat. (alf)

 

India Tak Gentar Ancaman Trump, Tetap Impor Minyak Rusia di Tengah Tekanan Tarif AS

IKPI, Jakarta: Ketegangan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan India kembali memanas. Kali ini, Presiden AS Donald Trump melontarkan ancaman tarif dan sanksi terhadap India atas keputusannya tetap mengimpor minyak dari Rusia. Namun, pemerintah India bersikukuh untuk tidak mengubah kebijakan energinya, meski dibayangi tekanan ekonomi dari Washington.

Dalam unggahan terbaru di platform Truth Social, Trump mengkritik keras negara-negara yang masih membeli minyak dari Rusia, termasuk India. Ia mengancam akan mengenakan tarif hingga 100% terhadap negara-negara tersebut jika Moskow tidak segera menghentikan invasinya ke Ukraina. Meski begitu, tak lama setelahnya Trump kembali melunak dengan menyatakan bahwa dirinya tidak peduli atas apa yang dilakukan India.

“India akan menghadapi konsekuensi tambahan atas pembelian minyak dan senjata dari Rusia,” ujar Trump dalam unggahan tersebut, yang dikutip oleh New York Times dan disiarkan kembali oleh Reuters pada Sabtu (2/8/2025).

India diketahui menjadi salah satu pembeli terbesar minyak Rusia, dengan kontribusi Rusia mencapai sekitar 35% dari total pasokan minyak mentah Negeri Anak Benua itu. Namun, hingga kini, belum ada sinyal dari New Delhi untuk mengurangi ketergantungan tersebut.

“Pemerintah tidak mengeluarkan arahan apa pun kepada perusahaan minyak untuk mengurangi impor dari Rusia,” kata seorang pejabat senior India, menegaskan bahwa keputusan komersial tetap diserahkan kepada pelaku usaha.

Sementara itu, Trump juga mulai mengimplementasikan kebijakan dagang yang lebih keras terhadap India. Per 1 Agustus 2025, AS resmi memberlakukan tarif impor sebesar 25% terhadap seluruh produk India yang masuk ke pasar Amerika. Ini menjadi bagian dari langkah strategis Trump yang menilai bahwa India telah menjalankan praktik dagang yang tidak adil terhadap AS.

“India telah lama menerapkan kebijakan perdagangan yang merugikan kita, dan sekarang mereka juga menjadi konsumen utama energi dan peralatan militer Rusia, bersanding dengan Tiongkok,” tegas Trump saat berbicara kepada wartawan pada Jumat (1/8/2025).

Ancaman penalti tambahan pun dilontarkan, meski belum dijelaskan secara rinci bentuk hukumannya. Sejauh ini, Gedung Putih, Kementerian Luar Negeri India, dan Kementerian Perminyakan serta Gas Alam India belum memberikan komentar resmi terkait isu ini.

Ketegangan ini menjadi sinyal pergeseran dinamika geopolitik dan ekonomi global, di mana kebijakan pajak dan perdagangan menjadi alat negosiasi diplomatik yang semakin intens, khususnya terkait konflik Ukraina dan kepentingan energi internasional. (alf)

 

 

 

 

Sri Mulyani Tegaskan Komitmen Alokasikan Anggaran Kesehatan di Atas 5%

IKPI, Jakarta: Pemerintah kembali menegaskan komitmennya terhadap pembangunan sektor kesehatan nasional. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan bahwa alokasi anggaran kesehatan akan tetap dipertahankan di atas 5% dari total belanja negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

 

“Sejak 2016, #UangKita konsisten mengalokasikan anggaran lebih dari 5%, agar masyarakat bisa mendapatkan layanan dan akses kesehatan berkualitas,” tulis Sri Mulyani dalam unggahan di akun Instagram resminya, Sabtu (2/8/2025).

Untuk tahun anggaran 2025, pemerintah telah menyiapkan dana sebesar Rp218,5 triliun khusus untuk sektor kesehatan. Anggaran ini akan menggerakkan berbagai program strategis yang menyentuh langsung kebutuhan masyarakat, mulai dari layanan dasar hingga penguatan infrastruktur kesehatan.

Salah satu program andalan yang didanai adalah Posyandu Integrasi Layanan Primer (ILP), yang dirancang untuk menjangkau layanan kesehatan ke pelosok negeri. Program ini menjadi ujung tombak pemerataan akses terhadap imunisasi, pemeriksaan rutin, hingga edukasi gizi—terutama bagi kelompok rentan seperti balita, remaja, ibu usia subur, dan lansia.

“Program baik ini akan terus dilanjutkan dan ditingkatkan pada tahun 2026 karena fasilitas layanan kesehatan adalah hak bagi setiap warga negara,” ujar Sri Mulyani.

Laporan Kementerian Keuangan menunjukkan, hingga semester I 2025, realisasi anggaran kesehatan telah mencapai Rp78,6 triliun atau sekitar 36% dari total alokasi tahun ini. Dari jumlah tersebut, Rp52,1 triliun disalurkan melalui belanja pemerintah pusat, dan Rp26,5 triliun melalui transfer ke daerah.

Beberapa alokasi penting di antaranya:

• Rp1,9 triliun untuk revitalisasi rumah sakit tipe D dan D Pratama menjadi RS Kelas C, khususnya yang melayani jantung, stroke, dan urologi.

• Rp23,2 triliun untuk bantuan iuran peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

• Rp1,1 triliun untuk pengadaan vaksin dan pelaksanaan imunisasi.

• Rp140,1 miliar untuk program Pemeriksaan Kesehatan Gratis (PKG). (alf)

 

en_US