Perang Tarif Trump Guncang Pasar Kripto

IKPI, Jakarta: Pasar kripto kembali bergejolak. Dalam 24 jam terakhir, harga berbagai aset digital anjlok setelah kebijakan perang tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali memicu ketegangan dagang dengan China.

Berdasarkan data CoinMarketCap, Kamis (23/10/2025) pukul 06.10 WIB, kapitalisasi pasar kripto global turun 2,4% menjadi US$ 3,6 triliun dalam sehari. Kripto dengan kapitalisasi terbesar, Bitcoin (BTC), tertekan 1,55% ke posisi US$ 107.350 per koin, atau sekitar Rp 1,78 miliar (kurs Rp 16.603). Padahal, harga tertinggi Bitcoin sepanjang masa (all time high/ATH) sempat menyentuh US$ 126.223 pada 7 Oktober 2025.

Aset kripto lain juga tak luput dari tekanan. Ethereum (ETH) merosot 3,55% ke US$ 3.762, Binance Coin (BNB) melemah 0,46% menjadi US$ 1.061, Solana (SOL) anjlok 5,19% ke US$ 178, Dogecoin (DOGE) turun 4,25% ke US$ 0,18, dan XRP terkoreksi 4,21% menjadi US$ 2,33.

Menurut laporan CoinTelegraph, harga Bitcoin sebenarnya sempat mencoba pulih setelah koreksi tajam pekan lalu. Namun, ketegangan dagang AS–China yang kembali meningkat dan kebijakan tarif baru dari Presiden Trump menahan laju pemulihan pasar kripto.

Secara teknikal, harga Bitcoin kini berupaya mencari titik keseimbangan di kisaran US$ 107 ribu–108 ribu. Area US$ 106.300–104 ribu menjadi zona rawan likuidasi posisi long, sedangkan posisi short bisa tertutup paksa bila harga menembus US$ 115 ribu.

Meski sentimen global memburuk, beberapa indikator menunjukkan investor masih optimistis. Data Coinbase Premium Index dan spot cumulative volume delta (CVD) mencatat tren inflow positif sejak awal Oktober, menandakan akumulasi BTC oleh investor ritel dan institusional di AS terus berlangsung. Sebaliknya, trader di Binance Futures justru melakukan aksi jual agresif, memperbesar tekanan di pasar berjangka.

Kepala Investasi Lekker Capital, Quinn Thompson, menilai likuidasi besar-besaran pada 10 Oktober lalu justru membuka ruang bagi peluang baru.

“Likuidasi tersebut menghapus lebih banyak posisi leverage dibanding periode Januari–April 2025. Situasi ini mirip dengan masa sebelum kemenangan Trump pada 2024,” ujarnya.

Sementara itu, analis dari Tom Capital mengingatkan pelaku pasar agar tetap fokus pada pergerakan harga menjelang pekan depan yang diperkirakan membawa sejumlah katalis penting bagi arah kripto global.

Dengan ketegangan geopolitik yang belum reda dan kebijakan ekonomi AS yang semakin agresif, pasar kripto tampaknya harus bersiap menghadapi volatilitas tinggi dalam waktu dekat. (bl)

Peneliti UGM Sebut Defisit APBN 2025 Tergolong Sehat, Fiskal Masih Terkendali

IKPI, Jakarta: Peneliti kebijakan fiskal Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM), Rijadh Djatu Winardi, menilai defisit fiskal dalam APBN 2025 yang mencapai Rp371,5 triliun atau 1,56 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) masih tergolong sehat dan terkendali.

Menurutnya, posisi tersebut menunjukkan fundamental fiskal Indonesia masih kuat, karena keseimbangan primer tetap positif dan rasio utang terhadap PDB terjaga di kisaran 39–40 persen, jauh di bawah ambang batas 60 persen yang ditetapkan Undang-Undang Keuangan Negara.

“Ruang kebijakan fiskal kita masih cukup luas. Defisit ini aman dan menunjukkan kinerja fiskal yang solid di tengah ketidakpastian ekonomi global,” ujar Rijadh di Yogyakarta, Rabu (22/10/2025).

Ia menilai tekanan terhadap APBN tahun ini lebih bersifat siklikal akibat penurunan harga komoditas ekspor utama seperti batubara dan kelapa sawit, yang berdampak pada penerimaan pajak dan PNBP. Namun, sektor manufaktur dan jasa masih menjadi penopang penting daya tahan fiskal nasional.

Meski demikian, Rijadh mengingatkan bahwa struktur fiskal Indonesia masih rapuh karena rasio pajak (tax ratio) hanya sekitar 10 persen terhadap PDB, jauh tertinggal dibanding rata-rata negara peers di kisaran 20 persen.

“Basis penerimaan fiskal kita terlalu sempit, sehingga setiap kali harga komoditas turun, APBN langsung tertekan,” ujarnya menegaskan.

Dari sisi belanja negara, ia menyoroti lambatnya realisasi anggaran yang berpotensi mengganggu fungsi stabilisasi fiskal. Hingga kuartal III-2025, realisasi belanja baru 62,8 persen, bahkan sejumlah kementerian/lembaga besar masih di bawah 50 persen, seperti Badan Gizi Nasional (16,9 persen), Kementerian PUPR (48,2 persen), dan Kementerian Pertanian (32,8 persen).

“Kinerja belanja yang lambat membuat stimulus fiskal tidak optimal. Ini bukan sekadar masalah teknis, tapi persoalan struktural dalam perencanaan dan eksekusi anggaran,” ungkapnya.

Dengan waktu kurang dari tiga bulan sebelum tahun anggaran berakhir, pemerintah masih harus merealisasikan sekitar Rp527 triliun belanja. Karena itu, Rijadh menegaskan perlunya percepatan serapan anggaran untuk menjaga peran fiskal sebagai penopang pertumbuhan ekonomi.

“Fokusnya bukan menghabiskan anggaran, tapi memastikan setiap rupiah memberi efek pengganda (multiplier effect) yang nyata bagi ekonomi,” tuturnya.

Ia menambahkan, kebijakan fiskal di sisa 2025 perlu diarahkan untuk menjaga momentum pertumbuhan tanpa mengorbankan keberlanjutan fiskal jangka panjang. (bl)

DJP Terapkan Strategi “Micro Management” untuk Kejar Setoran Pajak Akhir Tahun

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mulai menempuh strategi baru guna mengantisipasi potensi shortfall atau kekurangan penerimaan pajak pada akhir tahun ini. Langkah tersebut dilakukan dengan pendekatan micro management yang menitikberatkan pada pengawasan ketat terhadap wajib pajak berkontribusi besar.

Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, mengatakan pihaknya kini mengubah strategi pengawasan dan penagihan dengan pemantauan lebih rinci di seluruh kantor wilayah. DJP menyiapkan daftar wajib pajak potensial yang memiliki kontribusi besar terhadap penerimaan, dan setiap pergerakan mereka akan dipantau secara langsung.

“Upayanya kita sudah mulai micro management untuk collection. Jadi kita pantau betul semua wajib pajak, kita list dari semua kanwil, potensi yang paling besar siapa, kemudian kira-kira kepatuhannya seperti apa,” ujar Bimo di Kantor Kemenko Perekonomian, Rabu (22/10/2025).

Bimo menegaskan, fokus utama DJP saat ini adalah menutup compliance gap atau kesenjangan kepatuhan pajak, terutama di kelompok wajib pajak besar. Dengan pendekatan yang lebih tajam dan berbasis data, ia berharap penerimaan negara bisa tetap optimal meski tekanan ekonomi belum sepenuhnya mereda.

“Gap kepatuannya kita endorse untuk bisa jadi optimum,” tambahnya.

Dalam beberapa bulan terakhir, kinerja penerimaan pajak nasional memang menunjukkan tren melambat. Kondisi ini mendorong DJP memperkuat strategi pengawasan berbasis data dan memastikan setiap potensi penerimaan dapat digali secara maksimal menjelang akhir tahun anggaran.

Langkah micro management ini disebut menjadi strategi kunci DJP untuk menjaga stabilitas fiskal dan memastikan target penerimaan 2025 tetap berada dalam jalur yang aman. (alf)

E-Commerce Belum Siap, idEA Minta Waktu 8 Bulan Sebelum Pungutan Pajak Jalan

IKPI, Jakarta: Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) menilai industri marketplace belum sepenuhnya siap menjalankan kewajiban sebagai pemungut pajak. Ketua Umum idEA Hilmi Adrianto memperkirakan, platform e-commerce membutuhkan waktu sekitar delapan bulan sejak September 2025 untuk menyiapkan sistem yang mampu menjalankan tugas tersebut secara efektif.

Hilmi menyambut baik keputusan pemerintah menunda penerapan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 tentang pemungutan PPh Pasal 22 atas transaksi e-commerce. Menurutnya, langkah ini realistis dan memberi ruang bagi industri digital untuk beradaptasi tanpa mengganggu momentum pertumbuhan ekonomi digital nasional.

“PMK ini bukan menambah beban baru bagi wajib pajak, tetapi mengalihkan tanggung jawab pemungutan pajak kepada platform. Marketplace harus memverifikasi omzet penjual, mengelola data perpajakan, dan memastikan pelaporan berjalan lancar. Ini bukan hal sederhana,” ujar Hilmi, Rabu (22/10/2025).

Hilmi menjelaskan, hasil kajian bersama idEA dan para pelaku industri menunjukkan bahwa masa transisi minimal delapan bulan sangat diperlukan agar implementasi PMK berjalan efektif. Persiapan mencakup penyesuaian sistem internal, integrasi data dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), serta penguatan edukasi bagi penjual. Ia menekankan pentingnya koordinasi erat antara pemerintah, DJP, dan platform marketplace agar mekanisme pemungutan pajak tidak menimbulkan kebingungan, terutama bagi pelaku UMKM digital.

“Adaptasi terhadap sistem administrasi pajak digital masih menjadi tantangan bagi pelaku usaha kecil. Sosialisasi yang menyeluruh sangat penting agar proses pungutan tidak menjadi beban tambahan bagi penjual kecil,” ujarnya.

Meski mendukung penguatan kepatuhan pajak, idEA mengingatkan potensi distorsi pasar jika kebijakan diterapkan tanpa kesiapan memadai. Pelaku kecil bisa terbebani secara administrasi maupun arus kas, yang pada akhirnya mendorong mereka berpindah ke kanal non-formal seperti media sosial untuk menghindari pungutan tambahan. Selain itu, sebagian penjual mungkin akan meneruskan beban pajak kepada konsumen tergantung strategi bisnis masing-masing, yang bisa berdampak pada daya saing dan harga produk.

Hilmi menegaskan, idEA mendukung sepenuhnya komitmen pemerintah memperkuat kepatuhan pajak di sektor digital. Namun, kebijakan tersebut perlu dijalankan dengan pendekatan adil, proporsional, dan berorientasi pada pertumbuhan agar tidak menekan daya saing industri e-commerce Indonesia di kawasan ASEAN.

“Pemerintah dan industri perlu bersama-sama membangun ekosistem pajak yang sehat dan inklusif di mana pelaku usaha tetap patuh pajak tetapi juga memiliki ruang untuk tumbuh,” pungkasnya. (alf)

Kabar Gembira! Industri Film Nasional Bakal Dapat Insentif Pajak Baru

IKPI, Jakarta: Pemerintah tengah menyiapkan angin segar bagi dunia perfilman Tanah Air. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memastikan sedang merancang skema insentif pajak baru khusus untuk industri film nasional.

Kebijakan ini menjadi langkah strategis untuk mendorong pertumbuhan sektor kreatif dan menciptakan persaingan yang lebih adil antara film lokal dan film impor.

Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto mengatakan, wacana pemberian insentif tersebut muncul setelah DJP menerima aspirasi dari berbagai asosiasi film di Indonesia.

“Permintaannya (dari pelaku industri), kita akan membuat skema insentif yang affordable untuk mengembangkan industri film dalam negeri. Termasuk juga untuk menyetarakan level playing field antara industri film nasional dan film impor,” ujar Bimo usai pertemuan di Kantor Kemenko Perekonomian, Rabu (22/10/2025).

Menurut Bimo, pelaku industri menilai masih ada beberapa kebijakan perpajakan yang perlu diperbaiki agar iklim usaha semakin kondusif.

“Selama ini mungkin dirasa ada beberapa hal yang harus di-improve,” ungkapnya.

Meski belum merinci bentuk insentif yang akan diberikan, Bimo menegaskan arah kebijakan DJP jelas: mengurangi beban pajak bagi pelaku film nasional agar industri ini bisa tumbuh lebih kuat di pasar domestik.

“Saya belum bisa bicara detail, tapi arahnya agar beban pajak bagi industri dalam negeri tidak terlalu memberatkan,” tegasnya.

Langkah DJP ini disambut positif oleh pelaku sektor kreatif. Mereka menilai, dukungan fiskal seperti ini sangat penting di tengah ketatnya persaingan pasar dan naiknya biaya produksi film lokal.

Jika terealisasi, insentif pajak ini diharapkan menjadi babak baru bagi kebangkitan industri film Indonesia bukan hanya memperkuat eksistensi di dalam negeri, tetapi juga membuka peluang lebih luas untuk menembus pasar global. (alf)

Kanwil DJP Sumut II Imbau Wajib Pajak Segera Siapkan Diri Hadapi Pelaporan SPT di Era Coretax

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Sumatera Utara II mengimbau wajib pajak untuk segera mempersiapkan diri menghadapi pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan melalui Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Coretax DJP) yang akan mulai diterapkan pada awal 2026.

Imbauan tersebut disampaikan Penyuluh Kanwil DJP Sumut II, Jendri Saragih, dalam Podcast Pajak 030 (PP030) Seri 2 bertajuk “Lapor SPT Lewat Coretax? Yuk Siapkan Hal Berikut!” yang disiarkan melalui kanal YouTube Kanwil DJP Sumatera Utara II.

Jendri menjelaskan bahwa Coretax DJP merupakan sistem baru yang akan menggantikan DJP Online, dengan konsep pelayanan pajak yang lebih terintegrasi, efisien, dan user-friendly. Sistem ini akan memudahkan wajib pajak dalam mengisi dan melaporkan SPT secara digital.

“Coretax dirancang untuk memberikan pengalaman perpajakan yang lebih mudah dan efisien. Namun agar prosesnya berjalan lancar, kami mengajak seluruh wajib pajak untuk segera validasi NIK-NPWP, melakukan aktivasi akun dan pembuatan passphrase, serta menyiapkan dokumen pelaporan sejak dini,” ujar Jendri.

Ia juga menekankan bahwa sinkronisasi data kependudukan dengan sistem perpajakan akan menjadi fitur penting dalam Coretax. Dengan demikian, sebagian data wajib pajak akan terisi otomatis, tetapi tetap perlu diverifikasi agar sesuai dengan dokumen yang dimiliki.

Melalui edukasi publik seperti podcast tersebut, Kanwil DJP Sumut II berharap wajib pajak semakin memahami proses transisi menuju sistem Coretax DJP dan dapat melaksanakan pelaporan pajak secara lebih tertib dan lancar di tahun 2026. (alf)

DJP Papabrama Perkuat Sinergi dengan Kejati Papua untuk Tegakkan Keadilan Fiskal

(Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Upaya menegakkan keadilan fiskal di Tanah Papua terus digencarkan. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Papua, Papua Barat, dan Maluku (Kanwil DJP Papabrama) melakukan audiensi dengan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua di Jayapura guna memperkuat kolaborasi dalam penegakan hukum dan peningkatan kepatuhan pajak.

Kepala Kanwil DJP Papabrama, Dudi Edendi Karnawidjaya, menegaskan bahwa kerja sama lintas lembaga ini menjadi langkah strategis untuk memastikan sistem perpajakan berjalan adil dan berintegritas.

“Sinergi dengan Kejaksaan merupakan bagian penting dalam menjaga keadilan fiskal dan memastikan kepatuhan perpajakan berjalan dengan baik,” ujarnya dikutip dari Antara, Kamis (23/10/2025).

Dudi menjelaskan, penguatan koordinasi antara DJP dan Kejati akan difokuskan pada tiga aspek utama: preventif, represif, dan edukatif. Melalui pendekatan ini, DJP berharap pelanggaran pajak dapat ditekan sejak dini, penegakan hukum berjalan tegas, dan kesadaran masyarakat terhadap kewajiban pajak semakin meningkat.

Sementara itu, Kepala Kejaksaan Tinggi Papua, Hendrizal Husin, menyambut positif langkah yang diambil DJP. Ia menilai sinergi tersebut tidak hanya penting untuk menegakkan hukum, tetapi juga untuk menjaga kepercayaan publik terhadap sistem perpajakan.

“Kami siap mendukung pelaksanaan tugas perpajakan sesuai koridor hukum dan prinsip keadilan,” tegas Hendrizal.

Melalui audiensi ini, kedua lembaga sepakat untuk memperkuat pertukaran data, meningkatkan koordinasi penegakan hukum, serta mengintensifkan edukasi perpajakan kepada masyarakat.

Langkah ini menandai komitmen nyata DJP Papabrama dan Kejati Papua dalam menciptakan tata kelola perpajakan yang transparan, berkeadilan, dan berdaya guna bagi pembangunan daerah. (alf)

DJP Tegaskan Stop Akal-akalan Pecah Usaha Demi Nikmati Pajak 0,5%

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengeluarkan peringatan tegas kepada pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) agar tidak melakukan praktik “pecah usaha” hanya demi terus menikmati insentif pajak penghasilan (PPh) final sebesar 0,5 persen.

Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menegaskan, kebijakan insentif pajak ini ditujukan untuk membantu pelaku usaha kecil yang sedang tumbuh, bukan untuk dimanfaatkan secara tidak jujur oleh usaha besar yang seharusnya sudah beralih ke skema perpajakan umum.

“Pedagang kecil kan kita kasih insentif terus. Jadi kalau memang sudah naik kelas, ya enggak seharusnya kemudian memecah usahanya untuk mendapatkan insentif yang setengah persen,” tegas Bimo di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (22/10/2025).

Ia menjelaskan, tujuan utama dari insentif PPh final 0,5 persen adalah memberikan ruang bagi UMKM untuk berkembang tanpa terbebani pajak besar di tahap awal. Namun, bila omzet usaha sudah melampaui batas tertentu, maka pelaku usaha wajib masuk ke skema perpajakan umum sebagaimana diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Bimo menegaskan, praktik pemecahan bisnis justru akan merusak semangat kebijakan ini. “Kita ingin bantu yang benar-benar butuh, bukan yang mencari celah,” ujarnya.

Insentif pajak 0,5 persen ini diberikan kepada pelaku UMKM dengan omzet tahunan mulai dari Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar. Sedangkan bagi usaha dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun, pemerintah bahkan membebaskan Pajak Penghasilan (PPh) sama sekali. Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018, yang telah diperbarui melalui PP Nomor 55 Tahun 2022.

Apabila omzet pelaku usaha sudah melewati batas Rp4,8 miliar, maka mereka tidak lagi berhak atas fasilitas ini. “Kalau sudah di atas itu, kita bantu juga untuk bisa pembukuan dan perpajakan sesuai ketentuan umum,” kata Bimo.

Dalam kesempatan yang sama, Bimo juga membawa kabar baik bagi pelaku UMKM. Pemerintah telah memutuskan untuk memperpanjang masa berlaku insentif PPh final 0,5 persen hingga tahun 2029. Langkah ini diambil untuk memberikan kepastian dan stabilitas usaha di tengah tantangan ekonomi global.

Perpanjangan tersebut akan diatur melalui revisi PP Nomor 55 Tahun 2022 yang saat ini sedang difinalisasi. “Ini bentuk keberpihakan pemerintah pada pelaku UMKM agar bisa tumbuh berkelanjutan, bukan sekadar bertahan,” ujar Bimo.

DJP berharap pelaku UMKM dapat memanfaatkan fasilitas pajak ini dengan jujur dan bertanggung jawab. “Insentif ini adalah bentuk kepercayaan. Jangan rusak dengan cara-cara yang tidak fair,” tutup Bimo. (alf)

IKPI Surabaya Perkuat Diplomasi Profesi Pajak Lewat Forum Internasional di Seoul

IKPI, Seoul: Langkah strategis kembali ditunjukkan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Surabaya. Tak sekadar berkiprah di dalam negeri, IKPI Surabaya kini turut ambil bagian dalam memperkuat diplomasi profesi konsultan pajak Indonesia di kancah global lewat partisipasi aktif dalam Seminar Internasional KACTAE–ITCA yang digelar di Korea University, Seoul, Korea Selatan 16 Oktober 2025.

Kegiatan ini merupakan hasil kolaborasi antara IKPI, KACTAE (Korean Association of Certified Tax Accountants Examination), dan ITCA (International Tax Consultants Association). Kehadiran delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld beserta jajaran pengurus pusat IKPI menjadi bukti keseriusan organisasi dalam memperluas jejaring profesional dan memperkuat posisi konsultan pajak Indonesia di dunia internasional.

Mengusung tema “Profesionalisme Konsultan Pajak dan Regulasi Perpajakan di Era Global”, seminar ini membedah isu-isu terkini seperti tax transparency, digital taxation, hingga pajak warisan (inheritance tax). Perdebatan seputar pajak warisan bahkan menjadi sorotan menarik lantaran adanya perbedaan tajam antara sistem Korea Selatan dan Indonesia.

Di Korea, pajak warisan dipatok dengan tarif tinggi untuk menjaga pemerataan kekayaan. Sedangkan di Indonesia, warisan masih tergolong non-objek pajak. Perbedaan tersebut memicu pertukaran pandangan hangat soal filosofi keadilan dan arah kebijakan fiskal masing-masing negara.

Perwakilan IKPI Surabaya tampil aktif dalam sesi tanya jawab, mengemukakan perspektif mengenai karakter wajib pajak di Indonesia serta tantangan penerapan kebijakan fiskal yang berkeadilan di tengah disrupsi ekonomi global.

Ketua IKPI Surabaya Enggan Nursanti menilai forum ini sebagai momentum penting untuk membuka cakrawala baru bagi konsultan pajak Indonesia.

“Forum seperti ini sangat berharga karena membuka ruang bagi pertukaran gagasan dan pemahaman lintas sistem hukum dan ekonomi. Kita bisa belajar banyak, termasuk dari pengalaman Korea Selatan dalam penerapan pajak warisan,” ujarnya.

Selain seminar, delegasi IKPI juga menggelar pertemuan dengan KACPTA (Korean Association of Certified Public Tax Accountants) membahas urgensi pembentukan Undang-Undang Konsultan Pajak (UU KP) di Indonesia. Diskusi ini menegaskan pentingnya dasar hukum yang kuat agar profesi konsultan pajak Indonesia sejajar dengan standar internasional.

Partisipasi IKPI Surabaya di forum ini menjadi bukti nyata kontribusi cabang terhadap misi besar organisasi memperluas jaringan global, meningkatkan kompetensi anggota, dan mengangkat citra profesi konsultan pajak Indonesia di tingkat dunia.

Dengan semangat kolaborasi dan visi global, IKPI Surabaya menegaskan komitmennya untuk terus melangkah menghadirkan konsultan pajak Indonesia yang berintegritas, berwawasan luas, dan siap bersaing di ranah internasional. (bl)

Ketua IKPI Jaktim: Konsultan Pajak Wajib Proaktif Hadapi SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

IKPI, Jakarta Timur: Ketua Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Jakarta Timur (Jaktim), Agus Windu Atmojo, menegaskan pentingnya konsultan pajak untuk bertransformasi menjadi mitra strategis yang tangguh dalam menghadapi tantangan pemeriksaan pajak dan SP2DK (Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan). Menurutnya, di era digital saat ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) semakin gesit memanfaatkan teknologi, analisis data, dan sistem kepatuhan yang canggih.

“Tax audit dan SP2DK bukan lagi sekadar kemungkinan, tapi keniscayaan yang harus diantisipasi secara aktif dan profesional. Pertanyaannya, apakah klien kita sudah siap? Dan yang tak kalah penting, apakah kita sebagai konsultan juga sudah diperlengkapi dengan senjata ilmu perpajakan terkini untuk membimbing mereka?” ujar Windu dalam Seminar Pajak IKPI Jakarta Timur bertema “Managing Tax Risk and Tax Diagnostic Review in Respect to Tax Audit and SP2DK Process” di Hotel 101 Urban Rawamangun, Rabu (22/10/2025).

(Foto: DOK. IKPI Cabang Jakarta Timur)

Windu menekankan, dinamika perpajakan Indonesia menuntut konsultan pajak untuk tidak hanya memahami regulasi, tetapi juga mampu mengidentifikasi risiko dan menyiapkan strategi mitigasi yang tepat. Karena itu, kata dia, update dan upgrade pengetahuan bukanlah pilihan, melainkan keharusan.

“Komitmen kita sebagai anggota IKPI adalah memberikan layanan yang akurat, berintegritas, dan relevan dengan perkembangan zaman. Seminar ini bukan sekadar memberi tahu, tapi mempersenjatai para konsultan agar siap menghadapi risiko pajak secara proaktif, bukan reaktif,” tegasnya.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Jakarta Timur)

Windu menjelaskan bahwa seminar ini dirancang untuk membekali peserta dengan tiga fokus utama:

1. Tax Diagnostic Review yang Komprehensif – Mempelajari cara mendeteksi titik rawan (red flag) dalam transaksi dan pelaporan sebelum menarik perhatian otoritas pajak.

2. Strategi Managing Tax Risk yang Terukur – Membangun kerangka manajemen risiko pajak yang terintegrasi dan defensif.

3. Kesiapan Menghadapi Tax Audit dan SP2DK – Menyusun balasan yang argumentatif, berdasar, dan efektif, sekaligus memahami hak serta kewajiban wajib pajak.

Diungkapkannya, 120 anggota IKPI Cabang Jakarta Timur hadir dalam seminar tersebut. Ia menyebut, keikutsertaan para anggota menunjukkan komitmen nyata untuk menjaga kompetensi dan reputasi profesi.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Jakarta Timur)

“Gelar konsultan pajak yang kita sandang adalah bukti kompetensi. Tapi yang bertahan bukan yang paling kuat, melainkan yang paling mampu beradaptasi dan terus memperbarui ilmu,” kata Windu.

Menurutnya, seminar ini juga menjadi ajang refleksi bagi anggota IKPI untuk menilai sejauh mana praktik yang dijalankan masih relevan di tengah tren pengawasan DJP yang semakin berbasis data. Dengan pembekalan yang tepat, konsultan pajak diharapkan mampu menjadi garda terdepan dalam memastikan kepatuhan klien sekaligus menjaga integritas profesi di mata publik. (bl)

en_US