Pemerintah Perpanjang Insentif PPN DTP untuk Rumah dan Rusun

IKPI, Jakarta: Pemerintah resmi memperpanjang pemberian insentif fiskal berupa pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) untuk penyerahan rumah tapak dan satuan rumah susun (rusun). Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 13 Tahun 2025 (PMK-13/2025) yang mulai berlaku pada 4 Februari 2025.

Perpanjangan insentif ini merupakan kelanjutan dari kebijakan serupa yang telah diterapkan pada tahun 2023 dan 2024. Pemerintah berharap kebijakan ini dapat menjaga daya beli masyarakat serta mendorong pertumbuhan sektor properti dan industri terkait lainnya.

“Pemberian insentif PPN ini diharapkan dapat menjaga daya beli masyarakat dan mendorong pertumbuhan sektor ekonomi lainnya,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan melalui keterangan tertulisnya, diterima Sabtu (22/2/2025).

Rincian Insentif PPN DTP

• Periode 1 Januari – 30 Juni 2025

• Insentif PPN DTP sebesar 100% atas PPN terutang dari bagian harga jual hingga Rp2 miliar.

• Berlaku untuk rumah dengan harga jual maksimal Rp5 miliar.

• Periode 1 Juli – 31 Desember 2025

• Insentif PPN DTP sebesar 50% atas PPN terutang dari bagian harga jual hingga Rp2 miliar.

• Berlaku untuk rumah dengan harga jual maksimal Rp5 miliar.

Sebagai contoh, jika seseorang membeli rumah seharga Rp2 miliar pada 14 Februari 2025, seluruh PPN-nya akan ditanggung pemerintah. Namun, jika seseorang membeli rumah seharga Rp2,5 miliar pada 15 Februari 2025, maka PPN yang harus dibayar adalah 11% dari Rp500 juta atau sebesar Rp55 juta.

Dwi, perwakilan dari DJP, menegaskan bahwa kebijakan ini tidak berlaku bagi rumah atau rusun yang telah mendapatkan fasilitas pembebasan PPN.

“Pemerintah berharap masyarakat dapat memanfaatkan kesempatan ini untuk memiliki rumah sekaligus mendukung geliat ekonomi nasional di sektor properti dan sektor-sektor pendukungnya,” kata Dwi.

Dengan kebijakan ini, pemerintah berupaya memberikan stimulus bagi industri properti, mendorong investasi, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui kepemilikan hunian yang lebih terjangkau. (alf)

BKF dan IBFD Kolaborasi Bahas Implementasi Pajak Minimum Global di ASEAN

IKPI, Jakarta: Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan bekerja sama dengan International Bureau of Fiscal Documentation (IBFD) menggelar workshop pemerintahan yang membahas implementasi Pajak Minimum Global di kawasan ASEAN. Acara ini dihadiri oleh para pakar perpajakan internasional IBFD serta perwakilan pemangku kepentingan dari berbagai negara ASEAN yang bertanggung jawab atas kebijakan tersebut.

Bertempat di Gedung BKF Kementerian Keuangan, workshop ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan kapasitas negara-negara ASEAN dalam menerapkan Pajak Minimum Global. Selain itu, forum ini juga menjadi wadah untuk memperkuat kerja sama regional serta berbagi pengalaman antara Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam dalam mengelola kebijakan pajak ini. Dengan meningkatnya koordinasi antarnegara, diharapkan implementasi Pajak Minimum Global dapat berjalan dengan lebih efektif dan adil di seluruh kawasan.

Dikutip dari website resmi BKF (fiskal.kemenkeu.go.id), selama tiga hari pelaksanaan (17-19 Februari), workshop membahas berbagai agenda penting, termasuk implementasi Pajak Minimum Global di tingkat internasional, perkembangan terkini serta isu-isu yang muncul di berbagai negara, desain Pajak Top-Up Minimum Dalam Negeri yang memenuhi syarat, desain aturan inklusi perpajakan dan administrasi Pajak Minimum Global, serta strategi dalam mengelola sengketa dan kompetisi pasca penerapan Pajak Pilar Dua.

Para peserta juga mendapatkan wawasan mendalam mengenai tantangan yang mungkin dihadapi dalam penerapan kebijakan ini, termasuk harmonisasi regulasi antarnegara dan kesiapan infrastruktur pajak yang mendukung.

Selain sesi diskusi panel dengan para ahli, workshop ini juga menyajikan studi kasus dari beberapa negara yang telah lebih dahulu mengadopsi Pajak Minimum Global. Hal ini memberikan gambaran konkret mengenai implementasi kebijakan, kendala yang dihadapi, serta solusi yang diterapkan di negara-negara tersebut. Dengan adanya studi kasus ini, peserta workshop dapat mempelajari pengalaman nyata dan menyesuaikannya dengan kondisi fiskal di negara masing-masing.

Di samping itu, workshop juga menyoroti pentingnya digitalisasi dalam administrasi perpajakan, khususnya dalam rangka meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam pengumpulan pajak. Pemanfaatan teknologi dalam sistem perpajakan diharapkan mampu mendukung pelaksanaan Pajak Minimum Global secara optimal, sehingga negara-negara ASEAN dapat menghindari praktik penghindaran pajak yang merugikan perekonomian regional.

Dengan diselenggarakannya workshop ini, diharapkan negara-negara ASEAN dapat semakin siap dalam menghadapi tantangan dan peluang terkait implementasi Pajak Minimum Global, serta memperkuat koordinasi dalam merumuskan kebijakan fiskal yang efektif dan berkeadilan di kawasan. Ke depan, kolaborasi lintas negara ini diharapkan dapat menghasilkan kebijakan pajak yang lebih solid dan mampu menciptakan lingkungan usaha yang lebih stabil bagi investor serta memberikan manfaat ekonomi yang lebih luas bagi masyarakat. (alf)

 

CEO INDODAX Soroti Tantangan dalam Implementasi Pajak Kripto di Indonesia

IKPI, Jakarta: CEO INDODAX, Oscar Darmawan, menegaskan bahwa meskipun regulasi pajak kripto telah diberlakukan sejak 2022, masih terdapat tantangan signifikan dalam implementasinya. Ia menyebutkan bahwa sebagian besar biaya transaksi di INDODAX digunakan untuk membayar pajak.

“Sebagian besar biaya transaksi di INDODAX digunakan untuk membayar pajak,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (22/2/2025).

Penerapan pajak atas aset kripto di Indonesia bermula pada tahun 2017, ketika pemerintah mengakui kripto sebagai komoditas yang sah untuk diperdagangkan berdasarkan ketetapan Kementerian Perdagangan. Hingga tahun 2022, sistem perpajakan yang berlaku masih mengandalkan mekanisme self-reporting, di mana para investor melaporkan pendapatan dari kripto melalui Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) dan dikenai pajak penghasilan progresif.

Namun, sejak 2022, pemerintah Indonesia beralih ke sistem pajak final bagi transaksi aset kripto melalui platform exchange berizin. Dalam skema baru ini, transaksi kripto dikenakan pajak penghasilan final sebesar 0,1% serta Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 0,11%. Meski tarif ini relatif rendah dibandingkan negara lain, Oscar Darmawan menyoroti beberapa kendala yang masih dihadapi oleh para pelaku industri.

Salah satu tantangan utama adalah penerapan PPN yang dianggap kurang ideal, sebab tetap dikenakan meskipun trader mengalami kerugian. Hal ini berbeda dengan mekanisme capital gains tax yang umumnya hanya berlaku saat terjadi keuntungan.

Selain itu, masih terdapat kesulitan dalam pemungutan pajak bagi trader yang menggunakan platform exchange luar negeri. Hingga saat ini, belum ada mekanisme yang jelas terkait pemungutan pajak atas transaksi yang dilakukan melalui platform asing, sehingga para trader harus melaporkan kewajiban pajaknya secara mandiri.

Untuk mengatasi tantangan tersebut, Oscar Darmawan menyarankan agar para trader berkonsultasi dengan account representative (AR) di kantor pajak masing-masing guna memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku.

Lebih lanjut, ia berharap agar revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68 dapat mempertimbangkan penghapusan PPN pada transaksi kripto.

Menurutnya, dengan status kripto yang kini diklasifikasikan sebagai aset keuangan di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), seharusnya transaksi kripto tidak lagi dikenakan PPN, seperti halnya produk keuangan lainnya.

“Diharapkan ke depannya kripto sudah tidak lagi dikenakan PPN layaknya produk keuangan lainnya,” ujarnya. (alf)

Update: 4,4 Juta Wajib Pajak Telah Lapor SPT Tahunan, DJP Ingatkan Jangan Terlambat!

IKPI, Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat sebanyak 4,4 juta wajib pajak telah menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) per 19 Februari 2025. DJP mengimbau wajib pajak yang belum melapor untuk segera melakukan pelaporan agar lebih nyaman dan tenang.

“Hingga saat ini sudah 4,4 juta SPT Tahunan disampaikan. Terima kasih atas partisipasi #KawanPajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan!” tulis DJP dalam pengumuman resmi di akun Instagram @ditjenpajakri, Jumat (21/2/2025).

Dari total pelaporan yang masuk, sebanyak 4,27 juta merupakan wajib pajak orang pribadi, sedangkan 130,5 ribu berasal dari wajib pajak badan. Adapun mayoritas pelaporan dilakukan melalui saluran elektronik e-Filing di djponline.pajak.go.id dengan total 4,31 juta laporan, sementara 97,8 ribu lainnya dilakukan secara manual.

DJP menegaskan bahwa pelaporan SPT Tahunan merupakan bentuk kontribusi nyata wajib pajak dalam pembangunan negara. Oleh karena itu, masyarakat yang belum melapor diimbau segera menyampaikan SPT Tahunan melalui e-Filing agar proses lebih mudah dan nyaman.

Sebagai informasi, SPT Tahunan 2024 dapat mulai dilaporkan sejak 1 Januari 2025. Berdasarkan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), batas akhir penyampaian SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi adalah 31 Maret 2025, sedangkan untuk wajib pajak badan paling lambat 30 April 2025.

Bagi wajib pajak yang belum melapor, DJP mengingatkan agar segera melakukan pelaporan di https://djponline.pajak.go.id untuk menghindari kendala di akhir batas waktu pelaporan.(alf)

DI Seminar Nasional STIAMI Ketua IKPI Kota Bekasi Soroti Pentingnya Sistem Bupot Bulanan dengan TER

IKPI, Bekasi: Ketua Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Kota Bekasi, Iman Julianto, menyoroti pentingnya sistem Bukti Pemotongan Bulanan Pegawai Tetap dengan TER (Monthly Payment). Dalam pernyataannya pada Sabtu (22/2/2025), ia menegaskan bahwa bukti pemotongan ini telah berpindah ke menu ISSUED setelah mendapatkan Nomor Bukti Potong.

Iman juga menjelaskan bahwa bukti pemotongan yang telah diterbitkan masih bisa dibatalkan dengan mencentang bukti pemotongan berstatus ‘Normal/Pembetulan’ dan menekan tombol ‘Cancel’.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Bekasi)

Iman menegaskan, “Dengan adanya sistem ini, diharapkan perusahaan lebih tertib dalam pemotongan pajak karyawan dan pelaporan menjadi lebih transparan serta akurat.”

Pelaporan SPT PPh Pasal 21

Dalam konteks pelaporan SPT PPh Pasal 21, Iman menekankan bahwa jika status SPT Nihil, maka saat menekan tombol ‘Pay And Submit’, SPT akan terkirim otomatis. Sementara itu, jika status SPT Kurang Bayar, metode pelunasan dapat dilakukan dengan ‘Deposit Balance Transfer’ jika saldo mencukupi atau dengan ‘Create Billing Code’ jika tidak memiliki saldo deposit pajak.

Setelah SPT berhasil ditandatangani secara elektronik:

• Untuk status SPT Masa Nihil, SPT akan langsung terkirim.

• Untuk status SPT Masa Kurang Bayar, SPT baru terkirim setelah kode billing dilunasi, tanpa perlu memasukkan kode NTPN dalam draft SPT.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Bekasi)

Apabila kode billing kadaluarsa sebelum dilunasi, maka status SPT Masa yang sebelumnya berada di ‘Tax Return Waiting for Payment’ akan kembali menjadi draft dan bergeser ke ‘Tax Return Not Submitted’.

Akses ke Bukti Pemotongan TER

Untuk mengakses bukti pemotongan bulanan pegawai tetap dengan TER, wajib pajak dapat memilih menu e-Bupot, lalu memilih opsi terkait bukti pemotongan tersebut.

Menurut Iman, perubahan sistem perpajakan dengan Coretax berdampak signifikan pada implementasi PPh 21. Ia menjelaskan bahwa akun Coretax perusahaan hanyalah wadah bagi akun Coretax pribadi para pengurus yang ditunjuk oleh direktur sebagai PIC utama.

Iman menambahkan, “Sistem Coretax memberikan kendali yang lebih besar kepada perusahaan dalam pengelolaan perpajakan mereka, sekaligus memastikan bahwa semua pemrosesan dilakukan secara aman dan terstruktur.”

(Foto: DOK. IKPI Cabang Bekasi)

Perbedaan Coretax dan DJP Online

Dalam paparannya, Iman menekankan perbedaan mendasar antara Coretax dan DJP Online:

• Di DJP Online, sertifikat elektronik milik perusahaan dalam format .p12 harus dipasang di browser.

• Di Coretax, sertifikat elektronik bersifat personal dan berupa tanda tangan digital dengan passphrase.

Menurutnya, Alakun Coretax pribadi menjadi sangat penting karena akun perusahaan hanya berfungsi sebagai wadah, sehingga direktur perlu menetapkan peran akses kepada para pengurus yang ditunjuk.

Menurut Iman, penerapan Coretax memberikan beberapa manfaat, baik bagi pemberi penghasilan (perusahaan) maupun penerima penghasilan (karyawan dan freelancer):

• Data bukti potong otomatis terisi dalam SPT (prepopulated), mempermudah pengisian dan pelaporan.

• Memudahkan pembuatan bukti potong pegawai tetap (A1 dan A2) di akhir tahun.

• Transparansi pemotongan PPh karena bukti potong dapat langsung diterima melalui akun wajib pajak.

Pembuatan Bukti Potong PPh Pasal 21

Iman menjelaskan bahwa ada tiga skema pembuatan bukti potong PPh dalam Coretax DJP:

• Input manual di Coretax DJP.

• Unggahan massal file XML pada akun wajib pajak.

• Pembuatan massal melalui Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP).

Dalam sistem baru ini, pemotong wajib mengisi NPWP penerima sesuai dengan NIK yang terdaftar di Coretax DJP. Jika NIK belum terdaftar, sistem akan meminta konfirmasi penggunaan NPWP sementara (Temporary TIN).

Dengan implementasi sistem ini, Iman berharap proses perpajakan menjadi lebih transparan dan mempermudah wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban mereka. “Kami optimis bahwa dengan sistem yang lebih modern dan akurat ini, administrasi perpajakan akan semakin mudah dan efisien bagi semua pihak,” kata Iman.

Hadiri Undangan Seminar Nasional di Institut STIAMI

Sekadar informasi, kehadiran Iman sebagai narasumber utama pada seminar nasional ini diminta oleh Institut STIAMI. Acara ini merupakan kolaborasi antara dunia akademisi, usaha, dan industri, yang diselenggarakan oleh Institut STIAMI Kampus B Cikarang pada 13 Februari 2025.

Dalam seminar ini, Iman selaku Ketua IKPI Bekasi, serta perwakilan dari Kanwil DJP Jawa Barat II menjadi narasumber. Undangan juga ditujukan kepada Kepala Kanwil DJP Jawa Barat II R Dasto Ledyanto

Acara ini turut dihadiri oleh Rektor Institut STIAMI, Prof. Dr. Sylviana Murni, yang memberikan sambutan pembuka, serta Haryono Wibowo selaku dosen STIAMI.

Selain itu, seminar ini dihadiri oleh anggota APINDO DPK Kabupaten Bekasi, GNIK (Gerakan Nasional Indonesia Kompeten) Area Direktur Kabupaten Bekasi, serta para pelaku usaha.

Dalam sesi seminar, Iman menyampaikan materi terkait pemahaman Coretax dalam konteks PPh 21, sementara Benny, selaku penyuluh dari Kanwil DJP Jawa Barat II, membahas Coretax secara lebih luas.

Para peserta sangat antusias mengikuti pemaparan kami, sehingga tercipta diskusi yang interaktif. Sebagai Ketua IKPI Bekasi, ia merasa bangga dapat turut mengedukasi serta mensosialisasikan Coretax kepada masyarakat, berkolaborasi dengan DJP.

“Institut STIAMI juga sangat mengapresiasi kehadiran kami, dan acara juga dihadiri oleh para dosen dan dekan dari program baik Sarjana maupun Pascasarjana Institut STIAMI,” ujarnya. (bl)

Ragam Pilihan Registrasi Pada Coretax DJP Mudahkan Wajib Pajak

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyediakan berbagai pilihan menu registrasi dalam sistem Coretax DJP untuk mempermudah wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Dengan adanya sistem ini, wajib pajak dapat memilih menu registrasi sesuai dengan kebutuhan mereka.

Pilihan Menu Registrasi

Terdapat beberapa menu registrasi yang disesuaikan dengan kondisi wajib pajak, antara lain:

• Pendaftaran dengan Aktivasi NIK

• Ditujukan bagi wajib pajak yang ingin mendaftarkan NPWP baru.

• Status: Aktif

• Wajib lapor SPT: Ya

• NIK sebagai NPWP: Ya

• Pengecualian: Wanita kawin yang memilih bergabung dengan NPWP suami.

• Hanya Registrasi

• Ditujukan bagi wanita kawin yang memilih bergabung dengan NPWP suami.

• Status: Tidak Aktif

• Wajib lapor SPT: Tidak

• NIK sebagai NPWP: VA

• Lupa Kata Sandi

• Khusus bagi pengguna DJP Online yang mengalami kendala dalam mengakses akun mereka.

• Status: Aktif

• Wajib lapor SPT: Ya

• NIK sebagai NPWP: Ya

Pilihan Registrasi Lanjutan

Selain itu, terdapat beberapa opsi lain bagi wajib pajak yang sudah memiliki NPWP tetapi memerlukan aktivasi akun di Coretax DJP:

• Aktivasi Akun untuk Pemilik NPWP Aktif

• Ditujukan bagi pemilik NPWP aktif namun bukan pengguna DJP Online.

• Status: Aktif

• Wajib lapor SPT: Ya

• NIK sebagai NPWP: Ya

• Aktivasi Akun bagi Pengguna DJP Online yang Lupa Email atau Nomor Telepon

• Ditujukan bagi wajib pajak yang mengalami kendala akses karena lupa email atau nomor telepon seluler.

• Status: Aktif

• Wajib lapor SPT: Ya

• Aktivasi Akun untuk Wanita Kawin yang Gabung NPWP Suami tetapi Membutuhkan Akses Coretax DJP

• Ditujukan bagi wanita yang telah bergabung dengan NPWP suami namun memiliki peran sebagai wakil atau kuasa wajib pajak.

• Status: Aktif

• Wajib lapor SPT: Tidak

• NIK sebagai NPWP: Ya

• Perubahan Data Unit Keluarga Perpajakan (Tax Family Unit)

• Khusus bagi wanita menikah yang bergabung dengan NPWP suami atau anak yang belum memiliki e-KTP.

• Status: Tidak Aktif

• Wajib lapor SPT: Tidak

• NIK sebagai NPWP: Ya

Dengan berbagai pilihan registrasi ini, DJP berharap dapat memberikan kemudahan bagi wajib pajak dalam mengelola kewajiban perpajakannya dengan lebih efisien dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (alf)

DJP Banten Imbau Wajib Pajak Perbarui Data Sebelum Gunakan Coretax

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Banten mengimbau wajib pajak untuk memperbarui data kependudukan mereka sebelum menggunakan aplikasi perpajakan digital, Coretax. Imbauan ini disampaikan Penyuluh Pajak Ahli Madya Kanwil DJP Banten Dedi Kusnadi, guna menghindari kendala teknis akibat ketidaksesuaian data saat proses validasi.

Coretax, yang diluncurkan pada awal tahun 2025, mengintegrasikan sistem perpajakan dengan database dari berbagai instansi, seperti Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil), Online Single Submission (OSS), dan Administrasi Hukum Umum (AHU). Dedi menekankan bahwa jika data wajib pajak tidak sinkron, sistem akan menolak akses, sehingga mereka tidak dapat mendaftar atau melaporkan pajaknya secara online.

“Pastikan data KTP sudah diperbarui di Dukcapil, terutama jika ada perubahan status pernikahan atau pekerjaan. Jika data berbeda, Coretax tidak akan mengenali wajib pajak,” ujar Dedi dikutip dari dialog RRI, Jumat (21/2/2025).

Selain itu, fitur pengenalan wajah (face recognition) dalam Coretax juga berpotensi menjadi tantangan bagi beberapa wajib pajak. Jika foto di KTP lama tidak sesuai dengan penampilan terkini, sistem tidak dapat memverifikasi identitas pengguna. Oleh karena itu, DJP menyarankan agar wajib pajak memperbarui foto di Dukcapil agar proses validasi berjalan lancar.

Untuk meningkatkan pemahaman masyarakat, DJP telah menyediakan video tutorial, buku panduan, dan materi edukasi lainnya di situs pajak.go.id. Selain itu, bagi kelompok atau asosiasi yang membutuhkan pendampingan lebih lanjut, DJP membuka kesempatan untuk bimbingan teknis yang dapat diajukan melalui surat resmi ke kantor wilayah DJP setempat.

Dengan adanya digitalisasi ini, DJP berharap semakin banyak masyarakat yang dapat memenuhi kewajiban perpajakannya dengan lebih mudah, aman, dan transparan. (alf)

IKPI South Jakarta Holds First English Club

IKPI, Jakarta: The Indonesian Tax Consultant Association (IKPI) South Jakarta Branch successfully held its first English Club, an initiative pioneered by the Chairperson and Deputy Chairperson for Public Relations, Mrs. Debi Citra Dewi and Mrs. Lili Tjitadewi Satyaguna. This initiative marks IKPI’s strategic step to improve the competence of its members so that they are able to compete in the global arena, in line with the organization’s vision to produce tax consultants with an international outlook.

The event, which was held virtually via Zoom, carried the theme “Expatriate Taxation Uncovered: Navigating Work & Investment in Indonesia” which was presented by one of the administrators of IKPI South Jakarta, Mr. Putu Bagus Adi Wibawa-Deputy Chairperson for Partnership with the Directorate General of Taxes (DJP), Cooperation, and Inter-Institutional Relations at IKPI South Jakarta and moderated by Mrs. Lili Tjitadewi Satyaguna. The event lasted for 1.5 hours, resulting in lively discussions among 26 enthusiastic participants from IKPI South Jakarta and other branches.

The topic of the event discussed the complexities of expatriate taxation in Indonesia, covering legal aspects, latest regulations, and strategies to optimize tax obligations for foreign workers and multinational companies investing in Indonesia. Its approach that integrates legal and tax perspectives provided participants with comprehensive insights into expatriate taxation, a topic often considered challenging for tax consultants in this era of globalization.

The English Club not only serves as a forum for members to deepen their understanding of tax issues, but also as an opportunity to improve their English language skills—an important skill when dealing with multinational clients. IKPI South Jakarta remains committed to holding similar programs periodically to strengthen the global competitiveness of Indonesian tax consultants.

With the enthusiasm shown during this inaugural session, the English Club is expected to become a valuable educational and networking forum for IKPI members, while strengthening the role of Indonesian tax consultants in making IKPI a world-class organization, explained Faryanti- Secretary of IKPI South Jakarta. (IKPI Jaksel)

Versi Indonesia

IKPI Jakarta Selatan Gelar English Club Perdana

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Jakarta Selatan sukses menggelar English Club perdana, sebuah inisiatif yang dipelopori oleh Ketua dan Wakil Ketua Bidang Humas, Ibu Debi Citra Dewi dan Ibu Lili Tjitadewi Satyaguna. Inisiatif ini menandai langkah strategis IKPI untuk meningkatkan kompetensi anggotanya agar mampu bersaing di kancah global, sejalan dengan visi organisasi untuk menghasilkan konsultan pajak berwawasan internasional.

Acara yang diselenggarakan secara virtual melalui Zoom ini mengusung tema “Expatriate Taxation Uncovered: Navigating Work & Investment in Indonesia” yang dibawakan oleh salah satu pengurus IKPI Jakarta Selatan Bapak Putu Bagus Adi Wibawa-Wakil Ketua Bidang Kemitraan dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kerja Sama, dan Hubungan Antar Lembaga di IKPI Jakarta Selatan dan moderator Ibu Lili Tjitadewi Satyaguna. Acara berlangsung selama 1,5 jam, yang menghasilkan diskusi yang hidup di antara 26 peserta yang antusias dari IKPI Jakarta Selatan dan cabang lainnya.

Topik acara ini membahas kompleksitas perpajakan ekspatriat di Indonesia, meliputi aspek hukum, peraturan terbaru, dan strategi untuk mengoptimalkan kewajiban pajak bagi pekerja asing dan perusahaan multinasional yang berinvestasi di Indonesia. Pendekatannya yang mengintegrasikan perspektif hukum dan pajak memberikan peserta wawasan yang komprehensif tentang perpajakan ekspatriat, sebuah topik yang sering dianggap menantang bagi konsultan pajak di era globalisasi ini.

English Club tidak hanya berfungsi sebagai wadah bagi para anggota untuk memperdalam pemahaman mereka tentang masalah perpajakan, tetapi juga sebagai kesempatan untuk meningkatkan kemampuan bahasa Inggris mereka—keterampilan penting ketika berhadapan dengan klien multinasional. IKPI Jakarta Selatan tetap berkomitmen untuk menyelenggarakan program serupa secara berkala guna memperkuat daya saing global konsultan pajak Indonesia.

Dengan antusiasme yang ditunjukkan selama sesi perdana ini, English Club diharapkan dapat menjadi wadah pendidikan dan jaringan yang berharga bagi para anggota IKPI, sekaligus memperkuat peran konsultan pajak Indonesia untuk menjadikan IKPI organisasi berkelas dunia, jelas Faryanti- Sekretaris IKPI Jakarta Selatan. (IKPI Jaksel)

Pemerintah Terbitkan PMK 11/2025, Atur PPN Transaksi Aset Kripto

IKPI, Jakarta: Pemerintah resmi menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 11 Tahun 2025 (PMK 11/2025) yang mengatur penyesuaian nilai lain sebagai dasar pengenaan pajak serta besaran tertentu Pajak Pertambahan Nilai (PPN), termasuk pada transaksi aset kripto. PMK-11/2025 ini ditetapkan dan mulai berlaku pada 4 Februari 2025.

Melansir situs Direktorat Jenderal Pajak (DJP), regulasi ini menyesuaikan tarif PPN baru sebesar 12% yang telah diterapkan sejak 1 Januari 2025. Dalam regulasi terbaru ini, pemerintah menetapkan skema penghitungan PPN untuk transaksi aset kripto sebagai berikut:

• Penyerahan aset kripto oleh penjual melalui Pedagang Fisik Aset Kripto (PFAK) yang terdaftar di Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), dikenakan tarif [1% x (11/12)] x 12% x nilai transaksi aset kripto.

• Penyerahan aset kripto oleh penjual melalui PMSE yang bukan Pedagang Fisik Aset Kripto, dikenakan tarif [2% x (11/12)] x 12% x nilai transaksi aset kripto.

• Penyerahan jasa verifikasi transaksi aset kripto dan/atau jasa manajemen kelompok penambang aset kripto, dikenakan tarif [10% x (11/12)] x 12% x nilai berupa uang atas aset kripto yang diterima oleh penambang, termasuk aset kripto yang diterima dari sistem aset kripto (block reward).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, menyatakan bahwa dengan berlakunya PMK-11/2025, aturan hukum mengenai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Nilai Lain dan Besaran Tertentu PPN menjadi lebih sederhana karena terkumpul dalam satu dasar hukum.

“Harapannya, masyarakat lebih mudah memahami skema penghitungan PPN terutang,” ujar Dwi.

Sementara itu, DJP Kementerian Keuangan mencatat bahwa hingga Januari 2025, penerimaan pajak dari transaksi kripto mencapai Rp1,19 triliun. Sejak pertama kali diberlakukan pada 2022, penerimaan pajak kripto menunjukkan tren kenaikan dari tahun ke tahun. Pada 2022, total pajak yang dikumpulkan sebesar Rp246,45 miliar, mengalami penurunan menjadi Rp220,83 miliar pada 2023. Namun, pada 2024 jumlahnya melonjak signifikan menjadi Rp620,4 miliar, dan hingga Januari 2025 telah mencapai Rp107,11 miliar.

Dengan adanya kepastian regulasi ini, diharapkan transaksi aset kripto di Indonesia semakin meningkat, karena pengguna memiliki pemahaman yang lebih jelas terkait kewajiban pajak mereka. Regulasi ini juga diharapkan dapat menarik lebih banyak investor serta mendorong pertumbuhan industri aset kripto di Indonesia secara berkelanjutan. (alf)

IKPI Jaksel Fokus Tingkatkan Kualitas Layanan Hingga Perkuat Hubungan dengan Otoritas Pajak

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Jakarta Selatan (Jaksel) periode kepengurusan 2024-2029 memberikan pemaparan lengkap pada Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) Pengda Daerah Khusus Jakarta (DKJ) 2025 di Hotel Aston Kartika, Grogol, Jakarta Barat, Jumat (21/2/2025). Kegiatan ini dihadiri oleh seluruh jajaran pengurus Pengda dan cabang di bawah koordinasi IKPI Pengda DKJ.

Ketua IKPI Cabang Jakarta Selatan Sahata Eddy P. Situmorang, menyampaikan bahwa dimasa kepengurusan saat ini, IKPI Jaksel akan berfokus pada peningkatan kualitas layanan konsultan pajak, penguatan hubungan dengan otoritas pajak, serta peningkatan profesionalisme anggota.

“Kami berkomitmen untuk terus meningkatkan kompetensi anggota melalui pelatihan dan seminar yang berkualitas serta memperkuat peran IKPI sebagai mitra strategis Direktorat Jenderal Pajak,” ujar Sahata.
Berikut Susunan Pengurus IKPI Cabang Jakarta Selatan:

Gambar tangkapan layar

Selain pemaparan program kerja, acara ini juga menjadi ajang diskusi dan tanya jawab antara pengurus dan anggota guna menyempurnakan rencana kerja yang telah disusun. Harapannya, program kerja yang telah dipaparkan dapat dijalankan dengan baik sehingga memberikan manfaat bagi seluruh anggota serta mendukung pertumbuhan profesi konsultan pajak di Indonesia.

Dengan berbagai program yang telah dirancang, IKPI Cabang Jakarta Selatan optimis dapat memberikan kontribusi nyata dalam meningkatkan kualitas layanan perpajakan serta memperkuat eksistensi organisasi di tingkat nasional. (bl)

en_US