Airlangga Pastikan Produk Tekstil Tak Masuk Daftar Bebas Tarif AS

IKPI, Jakarta: Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan produk tekstil Indonesia tidak akan memperoleh fasilitas bebas tarif dalam skema kerja sama perdagangan dengan Amerika Serikat. Pemerintah, kata dia, hanya mengusulkan komoditas tertentu untuk dibebaskan dari bea masuk yang saat ini mencapai sekitar 19 persen.

Airlangga menjelaskan, komoditas yang diprioritaskan dalam negosiasi bukan berasal dari sektor manufaktur. “Yang difokuskan adalah produk berbasis sumber daya alam. Untuk manufaktur, dalam tanda petik, tidak termasuk,” ujar Airlangga di Jakarta, Jumat (26/12/2025).

Ia menuturkan, sebagian daftar komoditas yang mendapat keringanan tarif telah pernah tercantum dalam executive order pemerintah AS. Namun untuk Indonesia, terdapat tambahan komoditas yang dinilai strategis dan berpotensi memperkuat ekspor nasional.

Kelapa sawit menjadi salah satu produk yang diusulkan, disusul komoditas pertanian lain seperti kopi, teh, dan kakao. Pemerintah menilai komoditas tersebut memiliki rantai nilai kuat dan kontribusi signifikan terhadap devisa.

Dalam proses perundingan, pihak AS juga menyampaikan minat untuk memperoleh akses terhadap mineral kritis Indonesia. Airlangga menyebut sudah ada komunikasi antara pihak Indonesia dengan lembaga ekspor dan perusahaan AS yang bergerak di sektor mineral. “Pembicaraan sudah berlangsung, dan pemerintah menyiapkan mekanisme sesuai kebijakan yang ada,” katanya.

Akses mineral itu dipandang sebagai bagian dari tawar-menawar dalam memperdalam kerja sama, sekaligus menjaga kepastian pasokan bahan baku strategis bagi industri di kedua negara.

Pemerintah menargetkan dokumen Agreement on Reciprocal Tariff (ART) dapat ditandatangani Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Donald Trump pada akhir Januari 2026. Airlangga menyampaikan, pada prinsipnya kedua pihak sudah menyepakati substansi utama kesepakatan tersebut.

Dengan terealisasinya ART, pemerintah berharap daya saing ekspor Indonesia ke pasar Amerika Serikat meningkat, meski produk tekstil tidak termasuk dalam daftar komoditas bebas tarif. (alf)

Beban Bunga Utang Membengkak, Indef Sebut Ruang Fiskal Pemerintah Makin Terhimpit

IKPI, Jakarta: Beban bunga utang pemerintah kembali menjadi sorotan. Porsinya yang kian besar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dinilai berpotensi mempersempit ruang fiskal Indonesia dalam jangka panjang.

Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Indef, M. Rizal Taufikurahman, menilai tren tersebut mengkhawatirkan karena pembayaran bunga kini menyerap bagian signifikan dari pendapatan negara.

Dalam APBN 2025, alokasi pembayaran bunga utang tercatat telah menembus Rp 500 triliun. Nilai itu mendekati 20 persen dari total belanja pemerintah pusat dan sekitar 15 persen dari penerimaan negara.

“Ini menunjukkan bahwa porsi ruang fiskal semakin banyak dialokasikan untuk membayar kewajiban masa lalu, bukan untuk belanja yang mendorong produktivitas seperti pendidikan, kesehatan, atau infrastruktur,” ujar Rizal, Sabtu (27/12/2025).

Menurutnya, kondisi tersebut menandakan rigiditas anggaran makin tinggi, sementara kualitas belanja negara justru tergerus. Dari sisi ekonomi politik fiskal, situasi ini berisiko karena mengurangi kemampuan pemerintah merespons kebutuhan pembangunan dan gejolak ekonomi.

Rizal menekankan perlunya strategi komprehensif untuk menekan ketergantungan pada utang berbunga tinggi. Langkah pertama, kata dia, adalah memperkuat penerimaan negara secara berkelanjutan, terutama dari sektor perpajakan bukan hanya melalui intensifikasi sesaat, melainkan lewat reformasi basis pajak dan peningkatan kepatuhan.

Di sisi lain, pemerintah juga dinilai perlu mengoptimalkan manajemen utang. Ini mencakup memperpanjang tenor, menurunkan risiko pembiayaan kembali (refinancing), dan memperbesar porsi pembiayaan berbiaya lebih murah, sehingga tekanan bunga dapat menurun pada tahun-tahun berikutnya.

Tidak kalah penting, sambung Rizal, setiap penambahan utang harus dibarengi perbaikan kualitas belanja. “Utang seyogianya menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan biaya bunganya. Jika tidak, beban bunga bisa menjadi jebakan fiskal yang menghambat pembangunan jangka panjang,” tegasnya.

Pandangan serupa juga disampaikan Bank Dunia. Dalam laporan “Fondasi Digital untuk Pertumbuhan” edisi Desember 2025, lembaga tersebut mencatat bahwa pembayaran bunga masih menyerap porsi besar dari pendapatan pemerintah, meskipun biaya pinjaman secara umum berhasil ditekan. Hingga Oktober 2025, rasio pembayaran bunga terhadap pendapatan mencapai 20,5 persen.

Tekanan fiskal turut tercermin dari pelebaran defisit anggaran. Bank Dunia mencatat, defisit meningkat dari 1,4 persen terhadap PDB pada Oktober 2024 menjadi 2,0 persen terhadap PDB pada Oktober 2025.

Di tengah dinamika tersebut, para ekonom mengingatkan perlunya kombinasi kebijakan fiskal yang hati-hati, disiplin, dan konsisten agar beban bunga tidak berubah menjadi rem bagi agenda pembangunan nasional. (alf)

Realisasi Pajak di Ternate Tembus 100,76%, Wali Kota Sampaikan Apresiasi

IKPI, Jakarta: Realisasi pajak daerah Kota Ternate sepanjang 2025 berhasil menembus target. Berdasarkan data Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD), capaian penerimaan mencapai 100,76 persen, atau senilai Rp100.530.667.129. Angka itu melampaui target yang ditetapkan sebesar Rp99,768 miliar.

Wali Kota Ternate, Dr. H. M. Tauhid Soleman, menyampaikan apresiasi kepada masyarakat dan pelaku usaha yang telah disiplin menunaikan kewajiban perpajakan. Menurutnya, kepatuhan wajib pajak menjadi fondasi penting bagi kekuatan fiskal daerah.

“Terima kasih kepada seluruh wajib pajak yang telah berkontribusi. Capaian ini menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat semakin baik,” ujar Tauhid baru baru ini. 

Ia menjelaskan, berbagai jenis pungutan daerah mulai dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), reklame, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), hingga pajak jasa perhotelan, makanan dan minuman, parkir, hiburan, serta penerangan jalan secara umum mencatat kinerja positif dan mendukung tercapainya target.

Tauhid menegaskan, sebagai kota yang tidak memiliki sektor pertambangan, Ternate mengandalkan aktivitas perdagangan dan jasa. Karena itu, penerimaan dari pajak daerah memiliki peran strategis untuk membiayai pembangunan.

“Dana yang dihimpun kembali ke masyarakat dalam bentuk perbaikan infrastruktur, peningkatan layanan publik, pendidikan, kesehatan, dan program sosial,” tuturnya.

Wali kota dua periode itu berharap kemitraan antara pemerintah dan para wajib pajak dapat terus terjaga. Dengan penerimaan yang semakin kuat, program pembangunan diharapkan berjalan lebih optimal dan merata.

Di tengah capaian positif tersebut, Tauhid juga mengingatkan adanya tantangan pada 2026, ketika pemerintah daerah harus menghadapi potensi pengurangan dana transfer dari pusat. Kondisi ini mendorong Pemkot Ternate untuk semakin serius mengoptimalkan pajak daerah dan sumber-sumber pendapatan lain yang sah.

“Kita akan bekerja lebih kreatif agar penerimaan daerah tetap terjaga, terutama dari sektor perdagangan dan jasa,” pungkasnya. (alf)

Sebanyak 7 Juta Wajib Pajak Belum Aktivasi Coretax, DJP Ingatkan Pentingnya Segera Beralih

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengingatkan masyarakat untuk segera melakukan aktivasi akun pada sistem Coretax. Pasalnya, seluruh administrasi perpajakan termasuk pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan 2025 nantinya wajib dilakukan melalui platform baru tersebut. Batas waktu penyampaian SPT tetap jatuh pada 31 Maret 2026.

Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, mengungkapkan bahwa hingga saat ini jumlah wajib pajak yang telah mengaktifkan akun Coretax baru mencapai sekitar 7,7 juta, atau setara 51,66 persen dari total wajib pajak yang seharusnya menggunakan sistem tersebut. Artinya, masih ada kurang lebih tujuh juta wajib pajak yang belum beralih.

“Wajib pajak yang sudah aktivasi akun sejumlah 7,7 juta dengan persentase 51,66%,” ujar Bimo baru baru ini.

Lebih lanjut, Bimo mencatat bahwa baru sekitar 4,8 juta wajib pajak atau 32,38 persen yang telah membuat kode otorisasi sekaligus sertifikat elektronik sebagai sarana tanda tangan digital dalam sistem Coretax.

Bimo menjelaskan, uji coba perdana Coretax yang dilakukan pada November 2025 melibatkan sekitar 25 ribu pegawai DJP. Meski sempat terjadi keterlambatan proses pada tahap awal, keseluruhan simulasi berjalan terkendali. Uji coba lanjutan juga menunjukkan peningkatan performa sistem, sehingga DJP optimistis Coretax mampu menopang pelaporan SPT pada periode berikutnya.

Menurut DJP, transisi ini menjadi langkah penting untuk menghadirkan layanan perpajakan yang lebih modern, terintegrasi, dan efisien. Sistem baru diharapkan dapat mengurangi kendala administratif yang selama ini kerap dihadapi wajib pajak.

Cara Aktivasi Akun Coretax

Berdasarkan panduan DJP, wajib pajak yang sudah memiliki akun DJP Online dan NPWP 16 digit dapat mengikuti langkah berikut untuk aktivasi akun Coretax:

1. Akses laman Coretax DJP dan pilih menu “Aktivasi Akun Wajib Pajak”.

2. Centang pernyataan bahwa wajib pajak telah terdaftar.

3. Masukkan NPWP lalu klik “Cari”.

4. Isikan alamat email dan nomor ponsel yang terdaftar di DJP Online. Jika ada perubahan, wajib pajak perlu menghubungi Kring Pajak atau mendatangi kantor pajak terdekat.

5. Lakukan verifikasi identitas.

6. Setujui pernyataan yang ditampilkan.

7. Simpan data dan cek email untuk mendapatkan kata sandi sementara.

8. Login pertama kali menggunakan kata sandi tersebut dan ikuti panduan selanjutnya hingga proses selesai.

Cara Mengajukan Kode Otorisasi / Tanda Tangan Digital

Untuk menandatangani dokumen pada Coretax, termasuk SPT Tahunan, wajib pajak perlu memiliki kode otorisasi (sertifikat digital). Prosedurnya sebagai berikut:

1. Masuk ke akun Coretax, pilih Portal Saya → Permintaan Kode Otorisasi/Sertifikat Elektronik.

2. Pilih jenis sertifikat digital “Kode Otorisasi DJP”.

3. Buat passphrase sebagai kode otorisasi.

4. Setujui pernyataan, kemudian simpan.

5. Cek status pada menu Portal Saya → Profil Saya → Nomor Identifikasi Eksternal → Digital Certificate.

6. Jika status masih invalid, klik Periksa Status, lalu ulangi hingga berhasil.

7. Ketika status berubah menjadi valid, kode otorisasi siap digunakan untuk pelaporan SPT dan dokumen lain.

Dengan dukungan fitur yang semakin lengkap, DJP berharap proses peralihan ke Coretax berjalan mulus. Masyarakat diimbau tidak menunda aktivasi agar pelaporan SPT 2025 tahun depan dapat dilakukan lebih mudah dan tanpa hambatan. (alf)

China Resmi Kenakan Tarif Susu Uni Eropa, Sinyal Perlindungan Industri dan Balasan Dagang

IKPI, Jakarta: China mulai memberlakukan tarif impor baru terhadap berbagai produk susu asal Uni Eropa (UE) sejak Selasa, 24 Desember 2025. Kebijakan ini dipandang sebagai langkah tegas Beijing untuk menopang industri sapi perah domestik yang tengah terjepit oleh kelebihan pasokan dan permintaan yang melemah.

Yifan Li, Head of Dairy Asia di StoneX, mengungkapkan bahwa bisnis susu di China telah lama berada di zona merah. “Industri susu kita sudah menanggung kerugian selama empat tahun. Produksi yang berlebihan menjadi pendorong utama lahirnya kebijakan tarif ini,” ujarnya. Menurutnya, tekanan semakin terasa setelah subsidi pemerintah ikut dipangkas seiring perlambatan ekonomi pada 2025.

Tarif baru tersebut menyasar impor susu dan krim tanpa pemanis, serta keju segar dan olahan dari UE, dengan besaran antara 21,9% hingga 42,7%. Langkah ini dinilai tidak berdiri sendiri, melainkan juga berkaitan dengan keputusan UE sebelumnya yang mengenakan tarif pada kendaraan listrik asal China sehingga dibaca sebagai bentuk respons dagang.

Sebagai produsen susu terbesar ketiga dunia, China menghadapi paradoks. Produksi naik tajam, menembus lebih dari 40 juta ton pada 2023 dari sekitar 30 juta ton pada 2017. Namun konsumsi justru menyusut menjadi 12,6 kilogram per kapita pada 2024, dipengaruhi penurunan angka kelahiran dan perubahan pola konsumsi. Akibatnya, harga susu kerap jatuh di bawah biaya produksi sekitar 3,02 yuan per kilogram, membuat banyak peternak menyerah dan menjual ternaknya.

Analis Beijing Orient Agribusiness Consultants, Lian Yabing, memperkirakan lebih dari 90% peternak saat ini merugi. Namun, ia melihat ruang peluang bagi perusahaan besar seperti Yili dan Mengniu, yang agresif memperluas produksi krim, mentega, dan keju. Pergeseran ke produk bernilai tambah misalnya krim untuk minuman milk tea mendorong industri mengejar margin yang lebih tinggi. Kini, sedikitnya 40 produsen lokal terjun ke segmen krim dan mentega, jumlah yang meningkat pesat dibanding beberapa tahun lalu.

Dimensi politik juga kuat terasa. Tarif tertinggi, 42,7%, dikenakan pada FrieslandCampina dari Belanda, sementara sekitar 60 perusahaan lain termasuk Arla Foods dari Denmark mendapat tarif mendekati 30%. Kedua negara tersebut dikenal vokal mendukung kebijakan tarif UE terhadap mobil listrik China. Hubungan dengan Belanda bahkan memanas setelah pemerintahnya mengambil alih perusahaan chip Nexperia dari pemilik China pada September lalu.

Di sisi lain, Beijing sempat menunjukkan gestur berbeda terhadap UE ketika menurunkan tarif sementara untuk impor produk babi. Kebijakan itu dipandang sebagai angin segar bagi Spanyol, yang dinilai lebih lentur dalam pendekatan diplomatik terhadap China.

Bagi Beijing, tarif susu ini bukan sekadar angka pada lembar kebijakan. Ia menjadi pesan bahwa perlindungan terhadap sektor domestik dan penegasan posisi dalam perang tarif global berjalan beriringan dengan konsekuensi yang akan terus dipantau oleh peternak, pelaku industri, dan mitra dagang internasional. (alf)

PNBP Bertambah Rp 6,62 Triliun, Pemerintah Bidik Perbaikan Defisit APBN

IKPI, Jakarta: Pemerintah memastikan dana yang dikumpulkan Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) dan diserahkan ke Kejaksaan Agung akan masuk sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Nilainya mencapai Rp 6,62 triliun.

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menilai tambahan penerimaan ini memberi ruang napas bagi pengelolaan fiskal, terutama saat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 masih cukup lebar.

Defisit APBN tahun depan diperkirakan sekitar Rp 662 triliun atau 2,78 persen PDB. Hingga November, realisasi defisit sudah berada di Rp 560,3 triliun atau 2,35 persen PDB.

Purbaya menegaskan dana yang baru diterima tersebut akan diarahkan terlebih dulu untuk memperbaiki posisi keuangan negara.

Ia menambahkan, sebagian dana tetap bisa dialokasikan untuk mendukung program pembangunan, namun desain pemanfaatannya akan disesuaikan setelah pemerintah melakukan perhitungan lebih detail.

Dari total Rp 6,62 triliun tersebut:

• Rp 2,34 triliun berasal dari denda administratif pelanggaran kehutanan yang diproses Satgas PKH.

• Rp 4,28 triliun berasal dari uang rampasan perkara korupsi yang ditangani Kejaksaan Agung.

Penyerahan dana dilakukan secara resmi dan turut disaksikan Presiden Prabowo Subianto.

Selain penyetoran dana, Satgas PKH juga menyerahkan kembali 896.969 hektare kawasan hutan pada tahap kelima.

Dalam waktu sekitar sepuluh bulan, Satgas menyebut telah menguasai kembali 4,08 juta hektare lahan perkebunan di kawasan hutan jauh di atas target awal dengan nilai indikasi lebih dari Rp 150 triliun.

Dari luas tersebut:

• 2,48 juta hektare sudah dikembalikan ke kementerian teknis,

• 1,70 juta hektare lahan sawit dialokasikan untuk PT Agrinas Palma Nusantara,

• 688.427 hektare ditetapkan sebagai kawasan konservasi,

• 81.793 hektare di Taman Nasional Tesso Nilo disiapkan untuk direstorasi.

Masuknya dana ini dinilai penting bukan hanya sebagai pemasukan negara, tetapi juga sebagai bukti penegakan aturan pengelolaan hutan. Dengan dicatat sebagai PNBP, pemerintah memperoleh tambahan bantalan untuk menekan defisit sekaligus memperkuat kredibilitas kebijakan fiskal. (alf)

PNBP Ruang Laut Melonjak, KKP Catat Realisasi 155% dari Target

IKPi, Jakarta: Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat kinerja positif dari sektor penataan ruang laut. Hingga 22 Desember 2025, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang bersumber dari persetujuan pemanfaatan ruang laut menembus Rp775,60 miliar, atau setara 155,12 persen dari target yang ditetapkan.

Direktur Jenderal Penataan Ruang Laut (PRL) KKP, Kartika Listriana, menyebut capaian tersebut menunjukkan bahwa kebijakan penataan ruang laut tidak hanya menghadirkan kepastian hukum, tetapi juga berkontribusi nyata pada penerimaan negara.

“PNBP dari sektor penataan ruang laut setiap tahun menunjukkan tren peningkatan. Hingga 22 Desember 2025 nilainya mencapai Rp775,60 miliar,” ujar Kartika dalam konferensi pers Capaian Kinerja DJPRL di Jakarta, baru baru ini.

Kinerja Melebihi Target di Berbagai Indikator

Kartika memaparkan, sejumlah indikator kinerja Direktorat Jenderal PRL pada 2025 berhasil melampaui target, antara lain:

• Penataan ruang laut kewenangan pusat tercapai 122,23%

• Zonasi pesisir kewenangan daerah tercapai 100%

• PNBP Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) mencapai 155,12%

• Indeks kepatuhan pengendalian ruang laut berada di level 114,71%

• Efektivitas penyelenggaraan penataan ruang laut tercapai 100%

Menurut Kartika, KKPRL kini menjadi instrumen perizinan utama yang memastikan kegiatan ekonomi di laut berjalan tertib sekaligus menjaga ekosistem.

Sejak pemberlakuannya, tercatat 3.484 permohonan KKPRL yang masuk melalui OSS dan E-Sea. Tren penerbitan izin meningkat sejak 2022, dan pada 2025 saja telah terbit 773 KKPRL berupa persetujuan maupun konfirmasi.

Tata Ruang Terintegrasi Semakin Luas

KKP mencatat hingga kini terdapat 25 provinsi yang sudah memiliki Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) terintegrasi, termasuk Maluku, Papua Selatan, dan Sumatera Barat. Sementara 11 provinsi masih dalam proses integrasi, satu provinsi menyusun materi teknis, dan satu provinsi tidak memiliki wilayah laut.

Sejumlah pendampingan teknis juga dilakukan, mulai dari Jawa Barat, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, hingga Kalimantan. Di sisi lain, penyusunan Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional (KSN) terus berlanjut, termasuk pembaruan dokumen KSN Aceh dan Selat Sunda.

Kaltim Jadi Proyek Percontohan “Karbon Biru”

Salah satu program prioritas tahun ini adalah penyusunan dokumen zonasi KSN Karbon Biru Perairan Derawan di Kalimantan Timur, yang didorong menjadi percontohan nasional. Inisiatif ini diharapkan memperkuat perlindungan ekosistem sekaligus mendukung agenda pembangunan rendah karbon.

Pengawasan dan Kepatuhan Diperketat

Pengawasan terhadap pelaku usaha di ruang laut turut diperkuat. Dari 138 subjek hukum yang dinilai:

• 51% dinyatakan taat,

• 36% taat dengan catatan, dan

• 13% masih tidak taat.

Laporan tahunan melalui sistem e-SEA juga meningkat dengan 2.008 laporan yang seluruhnya telah dinilai. KKP melakukan penilaian realisasi tata ruang di 10 lokasi dan memberikan insentif kepada 71 pihak yang patuh.

Selain itu, peningkatan kapasitas dilakukan melalui pelatihan bagi 100 peserta dan sosialisasi penataan ruang laut di berbagai wilayah pesisir.

“Melalui pembinaan ini, KKP memastikan perencanaan ruang laut berjalan terintegrasi, berbasis data, dan berkelanjutan,” tegas Kartika.

Bukan Sekadar Izin, Tapi Instrumen Fiskal Negara

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono sebelumnya menekankan bahwa penataan ruang laut tidak hanya menjadi alat pengendalian aktivitas ekonomi, namun juga bagian penting dalam memperkuat arsitektur fiskal negara melalui PNBP, sambil tetap menjaga keberlanjutan ekosistem.

Dengan pencapaian yang melampaui target, sektor kelautan kembali membuktikan potensinya sebagai sumber penerimaan negara yang strategis tanpa mengorbankan kelestarian laut Indonesia. (alf)

Layanan Tatap Muka Kantor Pajak Tutup Sementara, Wajib Pajak Diminta Manfaatkan Kanal Daring

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menghentikan sementara layanan tatap muka di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) selama masa libur Natal dan cuti bersama akhir tahun.

Penutupan layanan berlangsung pada 25–26 Desember 2025 dan 1 Januari 2026, sejalan dengan ketetapan pemerintah mengenai hari libur nasional. Sementara itu, layanan tatap muka akan kembali berjalan normal pada 29–31 Desember 2025 dan dilanjutkan kembali setelah libur Tahun Baru.

Melalui akun resmi X Kring Pajak, DJP menegaskan bahwa kebijakan ini dilakukan agar pelayanan publik tetap tertata, tanpa mengurangi akses masyarakat terhadap layanan perpajakan.

“Kantor Pajak buka pada tanggal 29 sampai dengan 31 Desember 2025 dan 2 Januari 2026. Layanan KPP/KP2KP tutup pada tanggal 25–26 Desember 2025 serta 1 Januari 2026 karena hari libur nasional,” demikian keterangan DJP.

Layanan dibuka secara digital

Meski loket tatap muka ditutup sementara, wajib pajak tetap dapat memperoleh bantuan dan informasi melalui berbagai kanal resmi DJP, di antarnya:

• Kring Pajak 1500200

• Live chat di situs pajak.go.id pada hari kerja pukul 08.00–16.00 WIB

• Aplikasi M-Pajak

• Instagram @kringpajak1500200 untuk informasi umum perpajakan

• TikTok @kring_pajak / KringPajak1500200

• Faksimile (021) 5251245 serta kanal pengaduan di www.pajak.go.id

Kehadiran kanal daring ini memungkinkan wajib pajak tetap melaporkan kewajiban, melakukan konsultasi, hingga menyampaikan pengaduan tanpa harus datang langsung ke kantor.

DJP mengimbau masyarakat memanfaatkan momen libur ini untuk menyiapkan administrasi perpajakan sejak dini, agar tidak menumpuk saat layanan tatap muka kembali dibuka. Dengan kepatuhan yang terjaga, penerimaan negara dapat tetap terkelola dan pelayanan publik berjalan lebih optimal. (alf)

DJP Pastikan Penagihan Pajak Konglomerat Berlanjut hingga 2026

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menegaskan bahwa upaya penagihan aktif terhadap para wajib pajak penunggak terbesar akan terus berlanjut pada 2026. Kebijakan ini menjadi bagian dari strategi pemerintah untuk menjaga stabilitas penerimaan negara, khususnya dari kelompok Wajib Pajak Besar.

Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar (Kanwil LTO) mengungkapkan bahwa tahun depan pihaknya tetap memprioritaskan penagihan kepada 35 wajib pajak yang termasuk dalam daftar penunggak terbesar secara nasional. Langkah tersebut merupakan kelanjutan dari program pengejaran pelunasan tunggakan yang sebelumnya menyasar 200 penunggak pajak utama.

Hingga akhir tahun, total tunggakan dari 35 wajib pajak tersebut tercatat mencapai Rp7,52 triliun. Dari rangkaian penagihan yang dilakukan sejak daftar penunggak diumumkan pada Agustus 2025 hingga 12 Desember 2025, Kanwil LTO berhasil mendorong pelunasan sebesar Rp3,69 triliun, atau sekitar 49 persen dari total tunggakan.

Meski demikian, masih terdapat sisa kewajiban yang cukup besar sehingga menjadi fokus penagihan pada tahun berikutnya.

“Kanwil DJP Wajib Pajak Besar akan melanjutkan kegiatan penagihan aktif atas 35 wajib pajak penunggak terbesar nasional pada 2026,” tulis Kanwil LTO dalam keterangannya.

DJP menegaskan, seluruh proses penagihan akan ditempuh secara bertahap mulai dari pendekatan persuasif hingga tindakan aktif dengan tetap berpegangan pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Prinsip profesionalitas, keadilan, akuntabilitas, dan kepastian hukum disebut menjadi landasan dalam mendorong kepatuhan pajak, terutama dari para konglomerat yang berperan besar terhadap penerimaan negara. (alf)

Kanwil DJP Perkuat Penegakan Hukum, Sita Aset Wajib Pajak dan Prioritas Lindungi Penerimaan Negara

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar memperkuat langkah penegakan hukum terhadap para penunggak pajak. Sepanjang 2025, tindakan penyitaan aset mulai ditempuh setelah berbagai upaya persuasif tidak berbuah pelunasan utang.

Dalam keterangan resminya, DJP menyebut hingga 12 Desember 2025 telah dilakukan penyitaan terhadap 35 aset milik Wajib Pajak dan/atau Penanggung Pajak. Aset yang disita meliputi satu bidang tanah, tiga kendaraan roda empat, dua unit mesin/peralatan, serta 29 rekening bank.

Sejumlah aset bernilai tinggi juga ikut masuk daftar penyitaan. Di antaranya sebidang tanah seluas 10 hektare milik salah satu Wajib Pajak di Gresik, serta peralatan teknologi informasi milik Wajib Pajak di Bali.

Tindakan tersebut dilaksanakan oleh Juru Sita Pajak Negara (JSPN) sesuai prosedur yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Kepala Seksi Pemeriksaan, Penilaian, dan Penagihan KPP Wajib Pajak Besar Dua, Johan Elvin Saragih, menegaskan bahwa penyitaan bukanlah langkah pertama. Menurutnya, DJP baru bertindak setelah seluruh tahapan penagihan ditempuh secara bertahap dan proporsional.

“Imbauan, panggilan, kunjungan, hingga penagihan aktif berdasarkan UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sudah dilakukan. Termasuk penyampaian Surat Teguran dan Surat Paksa. Karena tetap tidak dipenuhi, penyitaan akhirnya dilaksanakan,” ujar Johan, Jumat (26/12/2025).

Kanwil DJP Wajib Pajak Besar menegaskan akan terus mengedepankan pendekatan persuasif, namun siap melakukan penegakan tegas bila kewajiban tetap diabaikan. Langkah ini dinilai penting untuk menjaga stabilitas penerimaan negara sekaligus memastikan keadilan bagi wajib pajak yang patuh.

Sebagai informasi, Kanwil DJP Wajib Pajak Besar atau Large Tax Office (LTO) menangani perusahaan skala raksasa, grup usaha, dan konglomerasi nasional yang memberi kontribusi besar terhadap penerimaan pajak. Pengawasan ketat diharapkan mendorong kepatuhan dan memperkuat basis fiskal Indonesia. (alf)

en_US