DJP Perpanjang Masa Aktif Kode Billing Jadi 14 Hari, Ini Alasannya

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan resmi memperpanjang masa aktif kode billing pajak guna memberikan kemudahan dan kepastian bagi wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Kebijakan ini tertuang dalam Pengumuman Nomor PENG-4/PJ/2025 yang ditetapkan pada 17 Desember 2025  .

Melalui pengumuman tersebut, DJP memperpanjang masa aktif kode billing dari sebelumnya 7 x 24 jam (168 jam) menjadi 14 x 24 jam (336 jam) sejak kode billing diterbitkan. Kebijakan ini berlaku untuk seluruh kode billing yang dibuat sejak pengumuman tersebut diterbitkan.

Direktorat Jenderal Pajak menjelaskan, perpanjangan masa aktif kode billing merupakan bagian dari komitmen berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas pelayanan perpajakan sekaligus merespons berbagai masukan dari wajib pajak, khususnya terkait kendala dalam proses pembayaran dan penyetoran pajak.

Dalam praktiknya, DJP menilai bahwa pemenuhan kewajiban perpajakan tidak selalu berjalan mulus. Sejumlah kondisi keadaan kahar (force majeure) kerap membuat pembayaran pajak tidak dapat dilakukan tepat waktu, meskipun wajib pajak telah memiliki kode billing yang sah.

Beberapa kondisi yang dikategorikan sebagai keadaan kahar antara lain gangguan infrastruktur jaringan, kompleksitas administrasi pembayaran yang melibatkan pihak ketiga, prosedur pembayaran lintas negara melalui jaringan perbankan internasional, hingga rangkaian hari libur nasional dan cuti bersama yang cukup panjang.

Berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-10/PJ/2024, DJP memiliki kewenangan untuk menetapkan kebijakan khusus apabila terjadi keadaan kahar. Perpanjangan masa aktif kode billing ini pun menjadi langkah antisipatif agar pembayaran pajak tidak gagal hanya karena kode billing kedaluwarsa.

Kebijakan ini dirancang untuk mendukung pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan secara lebih efektif, sekaligus menjaga kelancaran arus penerimaan negara.

Dengan masa aktif yang lebih panjang, wajib pajak diharapkan memiliki waktu yang lebih memadai untuk menyelesaikan proses pembayaran pajak, terutama dalam situasi administratif yang kompleks atau melibatkan sistem lintas negara.

DJP juga mengimbau agar pengumuman ini disebarluaskan secara luas, sehingga seluruh wajib pajak dapat memahami dan memanfaatkan kebijakan perpanjangan masa aktif kode billing tersebut secara optimal. (bl)

Dikemas Edukatif dan Interaktif, Seminar IKPI Jakarta Timur Berlangsung Meriah

IKPI, Jakarta Timur: Seminar Perpajakan yang diselenggarakan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Jakarta Timur yang digelar di Hotel Harper MT Haryono, Jakarta Timur, Selasa (16/12/2025) berlangsung sukses dan meriah. Seluruh rangkaian acara diikuti peserta hingga sesi terakhir ini, menunjukkan tingginya antusiasme terhadap format seminar yang menggabungkan materi teknis dan kemasan interaktif.

Ketua IKPI Cabang Jakarta Timur, Agus Windu Atmojo, menyampaikan bahwa seminar ini sengaja dirancang tidak hanya sebagai forum transfer pengetahuan, tetapi juga sebagai ruang kebersamaan yang menyenangkan bagi anggota.

“Kami ingin seminar ini tetap serius secara substansi, tetapi dikemas dengan cara yang lebih hidup dan interaktif agar peserta tidak jenuh,” ujar Windu.

Seminar bertema Memahami Detail Implementasi PER-11/PJ/2025 dan Konsep Data Konkret dalam PER-18/PJ/2025 tersebut diikuti oleh 100 peserta, terdiri dari 95 anggota IKPI Cabang Jakarta Timur dan 5 anggota IKPI Cabang Depok, Bekasi, dan Jakarta lainnya.

Menurut Windu, kehadiran peserta lintas cabang menunjukkan bahwa isu yang dibahas memiliki dampak luas terhadap praktik perpajakan nasional. Hal ini sekaligus menjadi indikator bahwa forum edukasi seperti ini masih sangat dibutuhkan oleh profesi konsultan pajak.

Menariknya, di akhir rangkaian acara, panitia menyisipkan games interaktif Kahoot yang menguji pengetahuan umum tentang konsultan pajak dan materi seminar. Sesi ini disambut antusias dan diikuti hampir seluruh peserta yang masih bertahan hingga penutupan acara.

Games Kahoot tersebut tidak hanya menjadi sarana hiburan, tetapi juga alat evaluasi ringan atas materi yang telah disampaikan. Sejumlah peserta dengan nilai tertinggi berhak membawa pulang hadiah dengan total jutaan rupiah, sehingga suasana seminar semakin semarak.

Ia menilai penyisipan games interaktif merupakan bagian dari pendekatan baru IKPI Jakarta Timur dalam mengemas kegiatan edukasi agar lebih efektif dan berkesan. “Belajar tidak harus selalu kaku. Dengan cara ini, materi justru lebih mudah melekat,” ujarnya.

Windu berharap konsep seminar yang memadukan edukasi teknis dan interaksi seperti ini dapat terus diterapkan ke depan. Menurutnya, kebersamaan dan antusiasme anggota menjadi modal penting dalam memperkuat profesionalisme serta soliditas IKPI Jakarta Timur. (bl)

Hadapi Maraknya SP2DK dan SP2, IKPI Jakarta Barat Bekali Anggota Lewat PPL Strategis

IKPI, Jakarta Barat: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Jakarta Barat menegaskan komitmennya dalam meningkatkan kapasitas profesional anggotanya melalui penyelenggaraan Seminar Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) di Kampus Universitas Tarumanagara, Jakarta, Kamis (4/12/2025). Ketua IKPI Cabang Jakarta Barat, Teo Takismen, menyatakan kegiatan ini menjadi respons nyata organisasi atas dinamika pengawasan pajak yang semakin intensif.

Seminar PPL tersebut mengangkat tema “Strategi dan Jurus Jitu Menghadapi SP2DK, SP2 dan Pidana Pajak” yang dihadiri 142 peserta. Tema ini dinilai sangat relevan dengan kondisi terkini, mengingat maraknya penerbitan Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) oleh Kantor Pelayanan Pajak kepada wajib pajak di berbagai sektor.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Jakarta Barat)

Teo menekankan bahwa konsultan pajak berada di posisi strategis sebagai mitra profesional wajib pajak. Oleh karena itu, pemahaman mendalam mengenai prosedur, pendekatan komunikasi, hingga mitigasi risiko hukum dalam menghadapi SP2DK dan pemeriksaan pajak menjadi kompetensi yang tidak bisa ditawar.

Kualitas diskusi semakin kuat dengan kehadiran narasumber dari anggota senior IKPI Jakarta Barat, Pak Alwi Tjandra dan Ibu Lani Dharmasetya, serta Ibu Hung Hung Natalya sebagai moderator. Kehadiran para praktisi senior dari cabang Jakarta Barat sendiri yang sangat berpengalaman ini memberikan nilai tambah berupa perspektif praktis berbasis pengalaman nyata di lapangan.

Teo menegaskan bahwa konsultan pajak harus mampu membekali kliennya secara komprehensif, baik dari sisi kertas kerja pra-audit, pemahaman substansi pajak, hingga kesiapan mental menghadapi proses klarifikasi maupun pemeriksaan.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Jakarta Barat)

Ia juga menekankan pentingnya sikap kooperatif selama proses pemeriksaan berlangsung, khususnya dalam peminjaman data dan pembahasan kasus. Menurutnya, pendekatan profesional dan komunikatif justru menjadi kunci penyelesaian yang optimal.

Respons peserta selama kegiatan berlangsung dinilai sangat positif. Hal ini tercermin dari banyaknya pertanyaan kritis yang muncul serta interaksi aktif antara peserta dan narasumber, yang menjadi indikator keberhasilan kegiatan PPL tersebut.

Ke depan, kata Teo, IKPI Jakarta Barat berkomitmen menjaga konsistensi agenda edukatif melalui penyelenggaraan seminar dan FGD perpajakan dengan melibatkan anggota-anggota senior sebagai pembicara, guna mendorong budaya kebersamaan dengan berbagi pengetahuan di internal organisasi sesama Konsultan Pajak.

Kemudian siangnya dilanjutkan dengan acara RAT (Rapat Anggota Tahunan)

Ketua IKPI Jakarta Barat, Teo Takismen, menyebut RAT sebagai sebagai forum tertinggi pengambilan keputusan organisasi, momentum evaluasi sekaligus konsolidasi organisasi. Dalam RAT tersebut, masing-masing bidang menyampaikan laporan kegiatan selama satu tahun berjalan. 

Laporan Bidang IT dan Keanggotaan disampaikan oleh Malvin Cassidy, yang menyoroti perkembangan sistem pendataan anggota serta pemanfaatan teknologi untuk mendukung layanan organisasi. Sementara itu, Bidang PPL, pendidikan dan FGD yang dipaparkan oleh Wiwik Budianti menekankan peningkatan kualitas kegiatan edukatif.

Bidang Sosial dan Keagamaan, melalui laporan Devi Arista, menampilkan peran aktif IKPI Jakarta Barat dalam kegiatan sosial kemasyarakatan pada hari raya keagamaan, acara olah raga bersama anggota yang kedepannya akan diperbanyak acara seperti ini dengan acara santai sebagai ajang tempat saling berbagi informasi dan berdiskusi sesama anggota. 

Bidang Humas dan Kerja Sama, melaporkan kegiatan-kegiatan eksternal organisasi, Sedangkan untuk laporan keuangan disampaikan oleh Irawaty Halim. Transparansi dan pertanggungjawaban keuangan menjadi poin penting yang mendapat perhatian anggota dalam RAT tersebut.

RAT 2025 pun berlangsung dalam suasana konstruktif dan demokratis, dengan banyaknya usulan dan masukan dari anggota, mulai dari rencana pembelian gedung kantor sampai isu pemekaran cabang Jakarta Barat. Hal ini menunjukkan tingginya rasa memiliki terhadap organisasi. Dan ke depannya Teo juga mengharapkan agar lebih banyak lagi anggota yang hadir dalam RAT yang akan datang.(bl)

Seminar IKPI Jakarta Timur Dalami PER-11 dan Data Konkret PER-18, Tekankan Kepatuhan Pajak Berbasis Fakta

IKPI, Jakarta Timur: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Jakarta Timur menggelar Seminar Perpajakan bertema Memahami Detail Implementasi PER-11/PJ/2025 dan Konsep “Data Konkret” dalam PER-18/PJ/2025 sebagai respons atas perubahan pendekatan pengawasan pajak yang semakin berbasis data dan kepastian prosedur.

Ketua IKPI Cabang Jakarta Timur, Agus Windu Atmojo, menegaskan bahwa dua peraturan tersebut tidak bisa dipahami secara parsial. Menurutnya, PER-11 dan PER-18 harus dibaca sebagai satu kesatuan yang saling melengkapi dalam membangun sistem perpajakan yang adil dan transparan.

“PER-11/PJ/2025 memperjelas tata cara pengawasan, pemeriksaan, dan penagihan, sementara PER-18/PJ/2025 menghadirkan konsep data konkret sebagai fondasi analisis. Ini menandai pergeseran besar dari pendekatan indikatif ke faktual,” ujar Windu dalam seminar yang digelar di Hotel Harper MT Haryono, Jakarta Timur, Selasa (16/12/2025).

(Foto: DOK. IKPI Cabang Jakarta Timur)

Ia menjelaskan, konsep data konkret menuntut agar setiap laporan pajak benar-benar selaras dengan realitas kegiatan usaha. Data pembanding yang digunakan DJP tidak lagi terbatas pada informasi internal, melainkan berasal dari sumber eksternal yang spesifik, terukur, dan dapat diverifikasi.

Dengan pendekatan tersebut, Windu menilai ruang ketidaksesuaian antara pembukuan dan kondisi usaha nyata akan semakin menyempit. Kepatuhan yang bersifat formalitas semata dinilai tidak lagi memadai dalam menghadapi pola pengawasan baru.

Dalam seminar tersebut, peserta juga mendapatkan pemaparan teknis dari narasumber Sapto Windi Argo yang mengulas secara rinci implikasi praktis PER-11/PJ/2025 terhadap proses pemeriksaan dan hak wajib pajak, termasuk pentingnya prosedur yang jelas dan berimbang.

Windu menekankan bahwa PER-11/PJ/2025 memberikan jaminan kepastian hukum, sehingga wajib pajak memiliki pegangan yang lebih kuat dalam menjalankan hak dan kewajibannya. Pada saat yang sama, PER-18/PJ/2025 memastikan pengawasan dilakukan berdasarkan data yang objektif.

Menurutnya, kombinasi kedua regulasi tersebut berpotensi mendorong peningkatan kepatuhan sukarela (voluntary compliance). Ketika prosesnya adil dan dasar pengawasannya jelas, wajib pajak akan lebih terdorong untuk patuh tanpa paksaan.

Ia pun mengingatkan para konsultan pajak agar menjadikan pemahaman atas kedua aturan ini sebagai bekal utama dalam mendampingi klien. “Di era data konkret, akurasi dan transparansi bukan lagi keunggulan, tapi keharusan,” ujarnya. (bl)

Era Coretax, Seminar IKPI Bandung Bekali Anggota Standarisasi Kertas Kerja SPT

IKPI, Bandung: Penerapan sistem Coretax DJP mendorong perubahan signifikan dalam proses administrasi dan pelaporan pajak. Menyikapi hal tersebut, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Bandung menggelar seminar Pengembangan Perofesional Berkelanjutan (PPL) bertajuk “Kertas Kerja SPT PPh Badan dan Orang Pribadi Tahun Pajak 2025 Era Coretax” sebagai upaya membekali anggota dengan pemahaman teknis yang terstandar.

Ketua IKPI Cabang Bandung, Floretius Adhi, menegaskan bahwa seminar ini dirancang untuk menjawab kebutuhan nyata konsultan pajak di tengah masa transisi menuju Coretax. Menurutnya, standardisasi kertas kerja menjadi kunci agar kualitas layanan konsultan tetap terjaga di tengah perubahan sistem.

“Coretax membawa banyak penyesuaian, baik bagi wajib pajak maupun konsultan pajak. Karena itu, diperlukan strategi dan pola kerja baru, terutama dalam penyusunan kertas kerja SPT, agar pelaporan dapat dilakukan secara lebih tertib dan konsisten,” ujar Adhi, Selasa (16/12/2025).

Seminar yang digelar pada Jumat, (12/12/2025) ini berlangsung di Hotel Aston Cihampelas dan diikuti oleh 111 peserta. Peserta terdiri atas 94 anggota IKPI Cabang Bandung, 16 peserta referensi anggota, serta 1 anggota IKPI dari luar cabang yang berdomisili di Bandung. Kegiatan ini juga memberikan 8 SKPPL (Tatap Semuka) sebagai bagian dari kewajiban Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL).

Sebagai narasumber utama, seminar menghadirkan Anwar Hidayat yang memiliki pengalaman panjang baik dari sisi fiskus maupun wajib pajak. Materi yang disampaikan menitikberatkan pada praktik penyusunan kertas kerja SPT Orang Pribadi dan Badan yang selaras dengan kebutuhan sistem Coretax.

Adhi menambahkan, pesan utama yang ingin disampaikan kepada peserta adalah pentingnya kesiapan sejak dini. Dengan pelaporan SPT Tahun Pajak 2025 yang sudah di depan mata, konsultan pajak tidak cukup hanya memahami regulasi, tetapi juga harus siap secara teknis dan sistem.

Ia juga menegaskan, dalam konteks PPL, seminar ini sangat relevan karena topik yang diangkat merupakan kebutuhan mendesak anggota. Fokus pembahasan diarahkan pada persiapan laporan pertama di Coretax, sehingga konsultan pajak memiliki gambaran jelas terkait tantangan dan solusi yang mungkin dihadapi.

“Antusiasme peserta terlihat sepanjang kegiatan. Diskusi berlangsung aktif, ditandai dengan banyaknya pertanyaan serta berbagi pengalaman langsung dari peserta yang telah mulai menggunakan Coretax dalam praktik sehari-hari,” ujarnya.

Ke depan, kata Adhi, IKPI Cabang Bandung berkomitmen untuk secara rutin menyelenggarakan kegiatan edukatif serupa. Langkah ini diharapkan dapat menjaga konsistensi peningkatan kompetensi anggota sekaligus memperkuat peran IKPI dalam mendukung suksesnya transformasi sistem perpajakan nasional. (bl)

Mulai 2026, Bea Keluar Batu Bara Berlaku Lagi, Negara Bidik Tambahan Rp20 Triliun

IKPI, Jakarta: Pemerintah memastikan kebijakan pengenaan bea keluar atas komoditas batu bara akan kembali diberlakukan mulai Januari 2026. Kebijakan ini disiapkan seiring langkah serupa yang telah lebih dulu diterapkan pada komoditas emas sebagai bagian dari penguatan penerimaan negara.

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan, meski aturan bea keluar batu bara masih dalam tahap finalisasi, implementasinya tidak akan mundur dari awal tahun depan. “Tapi Januari langsung berlaku,” ujarnya usai menghadiri agenda di Istana Negara, Jakarta, Senin malam (15/12/2025).

Untuk batu bara, pemerintah menyiapkan tarif bea keluar pada kisaran 1% hingga 5%. Dari kebijakan tersebut, pemerintah menargetkan tambahan setoran penerimaan negara sekitar Rp20 triliun sepanjang 2026. Angka ini diharapkan menjadi penopang fiskal di tengah kebutuhan pembiayaan pembangunan yang terus meningkat.

Menurut Purbaya, pengenaan kembali bea keluar batu bara sekaligus mengoreksi kebijakan masa lalu. Ia menilai, penghapusan bea keluar melalui Undang-Undang Cipta Kerja justru membuat negara seolah memberi subsidi tidak langsung kepada industri batu bara. “Kita balik ke status awal. Jangan sampai negara malah mensubsidi industri batu bara,” tegasnya.

Sementara itu, untuk komoditas emas, ketentuan bea keluar telah diatur secara rinci melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 80 Tahun 2025. Aturan tersebut ditandatangani pada 17 November 2025, diundangkan pada 9 Desember 2025, dan mulai berlaku setelah 14 hari sejak diundangkan.

Dalam beleid tersebut, tarif bea keluar emas ditetapkan secara berjenjang berdasarkan Harga Referensi Emas dan jenis produk yang diekspor. Jika harga referensi berada di kisaran US$2.800 hingga di bawah US$3.200 per troy ounce, tarif bea keluar dikenakan antara 7,5% hingga 12,5%.

Adapun ketika harga referensi menembus US$3.200 per troy ounce, tarif bea keluar meningkat ke rentang 10% sampai 15%, tergantung pada bentuk emas yang diekspor. Untuk emas dore baik dalam bentuk bongkah, ingot, batang tuangan, maupun bentuk sejenis tarif dipatok pada level tertinggi, yakni 12,5% hingga 15%.

Sementara itu, emas atau paduan emas non-dore dalam bentuk granules dikenakan tarif 10% hingga 12,5%. Untuk emas non-dore berbentuk bongkah, ingot, cast bars, maupun minted bars, tarifnya lebih rendah, yakni 7,5% hingga 10%. (alf)

Penerimaan Pajak Tertekan, Purbaya Pastikan Defisit APBN Tetap Aman

IKPI, Jakarta: Pemerintah mengakui kinerja penerimaan negara hingga akhir 2025 masih berada di bawah sasaran yang ditetapkan. Tekanan tersebut tercermin dari proyeksi penerimaan pajak dalam outlook laporan semester yang hanya mencapai Rp2.076,9 triliun, lebih rendah dari target awal Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.

Meski demikian, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan defisit APBN 2025 dipastikan tidak akan melebar melampaui proyeksi semester I, yakni 2,78 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Menurutnya, berbagai langkah penguatan penerimaan dan pengendalian belanja terus diintensifkan pada dua bulan terakhir tahun anggaran.

“Masih ada berbagai upaya yang dilakukan di sisa waktu tahun ini. Tekanan memang ada, tetapi defisit tidak akan melebar secara signifikan,” ujarnya kepada wartawan di Istana Kepresidenan, Senin (15/12/2025).

Ia menekankan, posisi defisit APBN 2025 tetap dijaga berada di bawah ambang batas maksimal 3 persen PDB sebagaimana diatur dalam undang-undang. Dengan pengelolaan yang disiplin, pemerintah menilai ruang fiskal masih berada dalam kondisi aman meski penerimaan menghadapi tantangan berat.

Pengawasan terhadap kas negara, lanjutnya, dilakukan secara intensif oleh Kementerian Keuangan. Pemantauan bahkan dilakukan hampir setiap hari untuk memastikan strategi pengendalian fiskal berjalan sesuai rencana dan risiko dapat diminimalkan sejak dini.

Berdasarkan APBN 2025, target awal penerimaan pajak dipatok sebesar Rp2.189,31 triliun. Namun hingga akhir Oktober 2025, realisasi baru mencapai Rp1.459,02 triliun atau sekitar 70,2 persen dari target. Artinya, pemerintah masih membutuhkan tambahan penerimaan sekitar Rp617,9 triliun hingga tutup buku tahun anggaran.

Pemerintah juga mengakui belum dapat memastikan besaran pasti shortfall penerimaan pajak hingga pertengahan Desember 2025. Pergerakan angka penerimaan dinilai masih dinamis seiring berjalannya sisa waktu tahun anggaran dan aktivitas ekonomi yang fluktuatif.

“Angkanya masih bergerak. Tekanannya cukup terasa, tapi tetap kita jaga agar berada di level yang aman,” katanya.

Ke depan, pemerintah berencana melakukan pembenahan menyeluruh dalam pengelolaan perpajakan. Evaluasi kebijakan, penguatan basis pajak, hingga perbaikan tata kelola akan menjadi fokus agar penerimaan negara lebih berkelanjutan pada tahun anggaran berikutnya. (alf)

Pengawasan Pajak Diperkuat, DJP Panggil Wajib Pajak Konglomerat

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memperkuat langkah pengawasan kepatuhan pajak dengan memanggil sejumlah wajib pajak konglomerat atau High Wealth Individual (HWI). Pemanggilan ini dilakukan untuk menyesuaikan data yang disampaikan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan dengan data pembanding yang telah dimiliki pemerintah.

Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menjelaskan, langkah tersebut merupakan bagian dari pengawasan rutin DJP yang mengedepankan komunikasi dan pendekatan persuasif. Menurutnya, klarifikasi langsung menjadi sarana penting untuk memastikan kesesuaian pelaporan pajak dengan kondisi sebenarnya.

“Pemanggilan ini dilakukan dalam konteks konsultasi dan komunikasi kepatuhan. Kami memiliki sejumlah data yang selama ini mungkin belum terkomunikasikan secara optimal dengan wajib pajak,” ujar Bimo, Selasa (16/12/2025).

Bimo mengungkapkan, DJP kini mengantongi sumber data yang semakin beragam dan komprehensif, termasuk informasi mengenai beneficial owner. Data tersebut menjadi landasan untuk melakukan pembandingan dan analisis kepatuhan wajib pajak secara lebih akurat.

Meski demikian, ia menilai masih terdapat anggapan di sebagian kalangan wajib pajak bahwa otoritas pajak tidak memiliki akses terhadap data tertentu. Persepsi tersebut kerap berujung pada tidak dilaporkannya seluruh informasi dalam SPT Tahunan. “Padahal saat ini kami memiliki basis data yang sangat kuat untuk melakukan benchmarking kepatuhan,” jelasnya.

Lebih lanjut, Bimo menyoroti adanya tantangan fiskal ketika pelaporan pajak kelompok berpenghasilan tinggi belum sepenuhnya mencerminkan kemampuan ekonominya. Kondisi ini, menurutnya, perlu disikapi melalui pengawasan yang adil dan konsisten agar fungsi pajak sebagai instrumen pemerataan dapat berjalan optimal.

Ia menegaskan, penguatan pengawasan kepatuhan pajak sejalan dengan peran kebijakan fiskal sebagai penyeimbang ketimpangan sosial dan ekonomi, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. (alf)

DJP Tegaskan Tak Ada Ijon Pajak, Optimalkan Strategi Kejar Penerimaan 2025

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menepis isu adanya praktik ijon pajak untuk mengejar penerimaan negara tahun 2025. DJP menegaskan, seluruh proses pemungutan dan pengamanan penerimaan pajak dijalankan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, tanpa menyalahi prinsip profesionalisme dan akuntabilitas.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, menyatakan bahwa otoritas pajak tidak pernah meminta wajib pajak menyetorkan kewajiban yang sejatinya baru terutang pada tahun berikutnya. Menurutnya, seluruh mekanisme pengumpulan pajak berjalan dalam koridor hukum yang berlaku.

“Seluruh proses dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan prinsip profesionalisme,” ujar Rosmauli, Selasa (16/12/2025).

Ia menjelaskan, hingga akhir tahun DJP akan terus mengintensifkan strategi penerimaan melalui berbagai langkah yang telah dirancang. Upaya tersebut antara lain penguatan pengawasan pembayaran masa (PPM), pengawasan kepatuhan material (PKM), perluasan basis pajak lewat ekstensifikasi dan intensifikasi, serta optimalisasi pemanfaatan sistem Coretax untuk meningkatkan kualitas administrasi perpajakan.

Isu ijon pajak sebelumnya mencuat setelah David Sumual, Chief Economist PT Bank Central Asia Tbk, mengungkapkan adanya informasi yang beredar di kalangan pelaku usaha mengenai kemungkinan langkah-langkah luar biasa guna menutup potensi kekurangan penerimaan pajak tahun berjalan.

“Kalau pajak yang kita khawatir sebenarnya bisa saja dilakukan upaya-upaya terobosan seperti dulu, ada ijon. Saya dengar-dengar katanya ada pembicaraan ke arah sana,” ujar David dalam diskusi media di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Senin (15/12/2025).

Kekhawatiran tersebut muncul di tengah capaian penerimaan pajak yang hingga 31 Oktober 2025 baru mencapai Rp1.459 triliun, atau sekitar 70,2 persen dari outlook Laporan Semester I-2025 sebesar Rp2.076,9 triliun. Dengan sisa waktu yang terbatas, target tersebut dinilai cukup menantang untuk dikejar.

David juga menyoroti tekanan dari sisi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang diperkirakan ikut terbatas, seiring tren penurunan harga komoditas global. Kondisi ini membuat ruang fiskal pemerintah semakin sempit menjelang akhir tahun anggaran.

Sementara itu, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengakui bahwa realisasi penerimaan pajak 2025 berpotensi berada di bawah target awal, sejalan dengan perlambatan ekonomi nasional. Pernyataan tersebut disampaikan dalam acara Financial Forum 2025 di Bursa Efek Indonesia, Jakarta.

“Pajak kita, karena ekonominya melambat, ya di bawah target semula,” ujar Purbaya.

Meski demikian, pemerintah memastikan pengelolaan fiskal tetap terkendali. Purbaya menegaskan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 akan dijaga tetap di bawah 3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), sesuai amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

“Pengendalian terus kami lakukan agar defisit tidak melampaui 3 persen. Itu komitmen yang tidak akan kami langgar,” tegasnya. (alf)

Ajukan PK Pajak Kini Wajib Dokumen Digital, Ini Aturan Barunya

IKPI, Jakarta: Proses pengajuan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Pengadilan Pajak kini ada perubahan. Mulai 15 Desember 2025, pemohon PK wajib melengkapi berkas dengan dokumen digital, seiring berlakunya ketentuan administrasi terbaru yang ditetapkan Panitera Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Kebijakan ini tertuang dalam Keputusan Panitera Mahkamah Agung Nomor 1467A/PAN/HK2.7/SK/XII/2025 tertanggal 1 Desember 2025, yang mengatur petunjuk pelaksanaan administrasi PK putusan Pengadilan Pajak melalui sistem elektronik atau e-Tax Court.

Penyesuaian tersebut dilakukan untuk memastikan kelancaran proses, meningkatkan kepastian hukum, serta menjaga kualitas layanan administrasi perkara pajak yang diajukan ke Mahkamah Agung. Dengan sistem yang semakin terdigitalisasi, diharapkan tidak lagi terjadi keterlambatan akibat ketidaklengkapan berkas.

Dalam aturan baru ini, setiap permohonan PK sebagaimana diatur dalam KEP-01/PP/2020 wajib dilampiri dokumen elektronik yang disimpan dalam media CD atau flashdisk. Lampiran digital ini menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari berkas fisik permohonan PK.

Adapun dokumen digital yang wajib disertakan meliputi:

• Akta PK dalam format PDF, berupa hasil pemindaian berwarna dari akta yang telah ditandatangani.

• Memori PK atau Kontra Memori PK dalam format PDF, berupa scan berwarna dari dokumen asli.

• Memori PK atau Kontra Memori PK dalam format .doc atau .docx, menggantikan ketentuan lama yang menggunakan format .rtf.

Perubahan format ini dinilai lebih adaptif dengan kebutuhan sistem peradilan elektronik dan memudahkan proses unggah serta verifikasi dokumen pada platform e-Tax Court.

Mahkamah Agung berharap, dengan penyesuaian ini, proses administrasi PK atas putusan Pengadilan Pajak dapat berjalan lebih efisien, transparan, dan terstandar. Para pihak yang berperkara termasuk wajib pajak dan kuasa hukumnya diimbau untuk mencermati dan mematuhi ketentuan baru agar proses PK tidak terkendala secara administratif. (bl)

en_US