Singapura Jadi Pelopor Pajak Bahan Bakar Hijau untuk Penumpang Pesawat Mulai 2026

IKPI, Jakarta: Singapura resmi menjadi negara pertama di dunia yang menerapkan pajak bahan bakar hijau atau green fuel levy bagi penumpang pesawat. Kebijakan ini merupakan bagian dari strategi besar negeri tersebut untuk mempercepat dekarbonisasi sektor penerbangan dan berkontribusi pada target emisi global.

Mengutip laporan Independent, Otoritas Penerbangan Sipil Singapura (CAAS) akan memberlakukan biaya bahan bakar penerbangan berkelanjutan (SAF levy) bagi seluruh penumpang yang berangkat dari Singapura mulai 1 Oktober 2026. Adapun mulai 1 April 2026, seluruh tiket, layanan kargo, hingga penerbangan bisnis yang dijual wajib memasukkan komponen biaya ini.

Tarif Berdasarkan Jarak dan Kelas Kabin

Besaran pungutan akan disesuaikan dengan jarak penerbangan dan kelas perjalanan, serta dikelompokkan dalam empat wilayah geografis:

1. Kelompok 1: Asia Tenggara

2. Kelompok 2: Asia Timur Laut, Asia Selatan, Australia, Papua Nugini

3. Kelompok 3: Afrika, Asia Tengah dan Barat, Eropa, Timur Tengah, Kepulauan Pasifik, Selandia Baru

4. Kelompok 4: Amerika

Sebagai gambaran, penumpang kelas ekonomi akan dikenakan biaya:

• S$1 untuk rute Singapura–Bangkok

• S$2,80 untuk Singapura–Tokyo

• S$6,40 untuk Singapura–London

• S$10,40 untuk Singapura–New York

Maskapai diwajibkan mencantumkan komponen biaya ini sebagai baris terpisah pada tiket pesawat yang dijual. Namun, pungutan SAF tidak berlaku bagi penumpang yang hanya transit di Singapura.

Komitmen Menuju Emisi Nol Bersih

Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) telah menargetkan emisi karbon nol bersih pada 2050 untuk penerbangan internasional. Singapura menegaskan dukungannya terhadap target tersebut melalui kebijakan SAF levy ini.

Direktur Jenderal CAAS, Han Kok Juan, menyebut kebijakan tersebut sebagai tonggak penting dalam transformasi sektor penerbangan.

“Pengenalan Retribusi SAF menandai langkah signifikan dalam upaya Singapura membangun pusat udara yang lebih berkelanjutan dan kompetitif,” ujarnya.

“Kita perlu memulai. Kita melakukannya secara terukur, dan memberi waktu bagi industri, bisnis, dan publik untuk beradaptasi,” tambahnya.

Dengan langkah ini, Singapura berambisi tidak hanya mengurangi jejak karbon, tetapi juga menjadi contoh global dalam transisi energi bersih untuk sektor penerbangan. (alf)

Dirjen Pajak Kembali Pertegas Strategi Kejar Target Penerimaan Pajak 2026

IKPI, Jakarta: Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Bimo Wijayanto, kembali menegaskan strategi besar Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam mengejar target penerimaan tahun 2026 yang dipatok mencapai Rp 2.357,7 triliun. Kepastian ini ia sampaikan pada tayangan Tax Time CNBC Indonesia, Selasa (18/11/2025). 

Bimo memastikan bahwa upaya mengejar target tersebut tidak akan dilakukan dengan menambah jenis pajak baru ataupun menaikkan tarif pajak.

“Sesuai arahan Menteri Keuangan, kita tidak akan mengeluarkan kebijakan materi perpajakan baru,” ujar Bimo.

Bimo menyebut strategi pertama adalah memastikan pemulihan daya beli masyarakat agar aktivitas ekonomi kembali bergerak cepat. Pemerintah mendorong percepatan belanja negara serta memanfaatkan dana pemerintah yang sebelumnya mengendap di Bank Indonesia.

Sebanyak Rp 276 triliun ditempatkan ke perbankan untuk disalurkan sebagai kredit produktif—Rp 200 triliun pada September dan tambahan Rp 76 triliun pada November 2025.

“Dampaknya mulai terlihat pada konsumsi, investasi, hingga pertumbuhan ekonomi, yang akhirnya ikut mendongkrak penerimaan perpajakan,” jelasnya.

Insentif perpajakan juga akan disusun lebih terukur agar sektor strategis mampu mempertahankan daya beli dan terus tumbuh.

Strategi kedua adalah memperkuat sistem administrasi perpajakan dengan terus menyempurnakan layanan digital melalui Coretax.

“Coretax kita benahi terus, kita sempurnakan terus,” tegas Bimo.

Digitalisasi diyakini mampu meningkatkan kepatuhan wajib pajak sekaligus efisiensi layanan.

Bangun Kepercayaan Publik, Tegaskan Zero Tolerance terhadap Fraud

Dalam strategi ketiga, DJP berkomitmen memperkuat integritas internal. Bimo menegaskan tidak ada toleransi bagi pegawai pajak yang melakukan penyimpangan.

“Fiskus adalah garda terdepan. Dari 44 ribu pegawai di DJP, kalau ada satu saja yang melakukan fraud, saya tidak akan mentoleransi,” ujar Bimo.

Ia menilai kepercayaan publik adalah pondasi penerimaan negara, sehingga perbaikan tata kelola menjadi kunci.

Strategi keempat adalah mendesain ulang insentif perpajakan agar semakin terarah dan benar-benar menyentuh sektor usaha yang membutuhkan stimulus. Langkah ini diharapkan tidak hanya menjaga iklim usaha, tetapi juga memastikan wajib pajak tetap patuh.

Strategi kelima adalah memperkuat pengawasan kepatuhan material melalui audit, pengujian pembayaran, serta menutup berbagai celah kebocoran pajak, seperti base erosion, tax avoidance, hingga pengalihan aset ke luar negeri.

DJP juga memperkuat kerja sama dengan berbagai lembaga seperti Bea Cukai, DJA, Polri, Kejaksaan Agung, KPK, PPATK, dan BPKP.

“Kolaborasi lintas lembaga akan terus diperkuat untuk menjaga penerimaan negara,” tegas Bimo.

Dengan lima strategi tersebut, DJP optimistis target penerimaan pajak 2026 dapat tercapai tanpa menambah beban masyarakat melalui pajak baru. (alf)

DJP Tegaskan Pengisian Angsuran PPh Pasal 25 Kini Wajib Lewat Lampiran 6 di Coretax

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kembali mengingatkan wajib pajak badan mengenai perubahan tata cara penghitungan angsuran PPh Pasal 25 dalam pelaporan SPT Tahunan PPh Badan. Melalui implementasi Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Coretax) dan penegasan dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-11/PJ/2025, perhitungan angsuran kini dilakukan pada Lampiran 6, bukan lagi pada Formulir Induk 1771 Bagian E seperti tahun-tahun sebelumnya.

Lampiran 6 Kini Jadi Bagian Wajib

Di sistem Coretax, Lampiran 6 tidak otomatis muncul. Wajib pajak harus memilih opsi “Tidak” pada Induk Bagian G angka 20 agar kolom perhitungan angsuran PPh Pasal 25 tampil dalam sistem.

Lampiran 6 terdiri dari dua bagian:

1. Bagian Header, berisi NPWP dan tahun pajak yang terisi otomatis;

2. Angsuran Pajak Penghasilan Tahun Pajak Berjalan, yang menjadi inti penghitungan angsuran.

Isi Data yang Harus Diperhatikan Wajib Pajak

Pada bagian perhitungan angsuran, wajib pajak diminta mengisi beberapa komponen penting, antara lain:

• Penghasilan yang menjadi dasar penghitungan angsuran, yaitu penghasilan neto fiskal. Jika terdapat kondisi khusus seperti penghasilan tidak teratur, wajib pajak perlu memastikan kembali kebenaran angka dasar penghitungan.

• Kompensasi kerugian fiskal, yang akan terisi otomatis dari Lampiran 7.

• Penghasilan Kena Pajak (PKP), hasil perhitungan dari penghasilan dasar dikurangi kompensasi kerugian.

• PPh terutang, diperoleh dari PKP dikalikan tarif yang berlaku.

• Kredit pajak tahun sebelumnya yang terkait dengan penghasilan dasar angsuran.

• PPh yang harus dibayar sendiri, yaitu PPh terutang dikurangi kredit pajak.

• Angsuran PPh Pasal 25, dihitung dengan membagi PPh yang harus dibayar sendiri dengan 12 bulan atau jumlah bulan dalam tahun pajak berjalan.

Setelah penghitungan selesai, nilai angsuran PPh Pasal 25 akan otomatis masuk ke Induk Bagian G sebagai dasar penetapan angsuran tahun berjalan.

Perubahan mekanisme ini diharapkan membuat proses pelaporan lebih akurat, terstruktur, dan selaras dengan standar administrasi perpajakan berbasis Coretax yang kini menjadi tulang punggung sistem DJP. Dengan demikian, wajib pajak badan diminta memastikan data yang diisi telah sesuai agar tidak terjadi kekeliruan dalam penentuan angsuran pajak sepanjang tahun. (alf)

DJP Luncurkan Layanan Validasi & Registrasi Massal NIK Pegawai via Portal NPWP 2.1

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) resmi memperkenalkan Layanan Validasi dan Registrasi Massal NIK Pegawai melalui Portal NPWP versi 2.1, sebagai langkah strategis meningkatkan kualitas data identitas pegawai serta memperkuat integrasi Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Coretax).

Melalui portal yang dapat diakses di portalnpwp.pajak.go.id, pemberi kerja baik badan usaha maupun instansi pemerintah dapat memvalidasi kesesuaian NIK, nama, nomor telepon, dan alamat email pegawai secara serentak. Tidak hanya itu, sistem juga menyediakan fitur registrasi otomatis bagi seluruh data yang dinyatakan valid.

Kehadiran fasilitas ini diharapkan menjadi solusi percepatan pemadanan identitas perpajakan para pegawai, sekaligus menghilangkan kebutuhan penggunaan NPWP sementara (format 999xxx) dalam proses penerbitan bukti pemotongan pajak. Dengan koneksi langsung ke sistem Coretax, alur administrasi perpajakan diharapkan menjadi lebih rapi, cepat, dan minim kesalahan.

Sebagai bagian dari implementasi layanan baru ini, DJP merilis Panduan Resmi “Validasi & Registrasi Massal NIK”, yang berisi tata cara:

1. pendaftaran akun pemberi kerja pada Portal NPWP;

2. pengisian dan pengunggahan berkas massal;

3. pemantauan status validasi dan registrasi;

4. serta tindak lanjut penerbitan ulang bukti potong setelah proses registrasi NIK berhasil.

Panduan tersebut dapat diunduh dengan mengklik ikon PDF yang disediakan, serta dapat dibagikan melalui tautan resmi: s.kemenkeu.go.id/validasiNIK.

DJP mengimbau seluruh pemberi kerja untuk segera memanfaatkan layanan baru tersebut agar data identitas pegawai akurat, sesuai ketentuan pemadanan NIK-NPWP, dan mendukung kelancaran administrasi perpajakan di era Coretax. Dengan data yang semakin terintegrasi, proses pelayanan pajak diharapkan dapat berjalan lebih efisien dan transparan.

https://pajak.go.id/sites/default/files/2025-11/Panduan%20Registrasi%20Massal%20NIK%20-%20Portal%20NPWP%202025.pdf. (alf)

UI–DJP–Pertamina Luncurkan Prototipe TCF Indonesia, Dorong Transparansi dan Kepatuhan Pajak Berkelanjutan

IKPI, Jakarta: Universitas Indonesia (UI) bersama Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan dan PT Pertamina (Persero) resmi merampungkan riset kolaboratif yang menghasilkan prototipe Tax Control Framework (TCF) Indonesia. Inovasi ini diharapkan menjadi fondasi baru bagi tata kelola pajak yang lebih transparan, terukur, dan berkeadilan. Serah terima hasil riset dilakukan di Kantor Pusat DJP, Jakarta, Selasa (18/11/2025).

Peneliti utama dari Program Pendidikan Vokasi UI, Dr. Sandra Aulia, menjelaskan pengembangan TCF Indonesia dimulai dari kajian literatur dan studi komparatif di berbagai negara. Melalui pendanaan matching fund tahun 2024, timnya merumuskan enam prinsip pengendalian pajak dan satu prinsip pengendalian teknologi informasi, serta menyusun 45 indikator pengendalian pajak yang mengacu pada OECD, COSO, dan ERM. Aplikasi ini juga mampu mengukur lima tingkat maturitas pengendalian pajak.

Sandra menegaskan bahwa TCF Indonesia dibangun berdasarkan prinsip cooperative compliance untuk memperkuat kepercayaan antara otoritas pajak dan wajib pajak. Framework ini memungkinkan perusahaan menilai efektivitas sistem pengendalian pajaknya sekaligus mengelola risiko dengan lebih terukur. “Dengan TCF, pengendalian pajak dapat berjalan lebih efektif sehingga potensi tax surprise dapat diminimalkan,” ujarnya.

Riset ini berlangsung sejak awal 2023 hingga 2025 melalui kolaborasi UI, DJP, dan Pertamina. Hasilnya dirancang sebagai instrumen penting agar perusahaan dapat memastikan pelaporan dan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan dengan benar, lengkap, dan tepat waktu.

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak, Iwan Djuniardi, mengatakan TCF Indonesia memungkinkan DJP mengelola risiko pajak secara sistematis berbasis Total Quality Assurance. Menurut dia, ke depan DJP akan memperkuat integrasi data dan menambah kemampuan analitik melalui teknologi artificial intelligence.

Dari sisi industri, Dr. Palti Ferdrico T.H. Siahaan menilai penerapan COSO Framework dalam TCF Indonesia memperkuat akuntabilitas dan memperjelas fungsi pengendalian pajak di dalam perusahaan. Sementara itu, VP Tax Pertamina, Eko Cahyadi, menegaskan bahwa TCF Indonesia akan memperkuat budaya kepatuhan, integritas, dan transparansi. Ia menyebut framework tersebut sebagai langkah penting memastikan kepatuhan pajak menjadi bagian dari nilai organisasi. (alf)

DJP Buka Pintu Pengawasan Publik, Bimo Wijayanto Tegaskan Era Baru Transparansi Pajak

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memasuki babak baru dalam membangun kepercayaan publik. Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, memastikan otoritas pajak kini membuka ruang selebar-lebarnya bagi masyarakat untuk mengawasi kinerja dan layanan DJP, dari level pejabat hingga fiskus di lapangan.

Bimo menilai mekanisme pengawasan kolektif ini menjadi fondasi utama untuk memperkuat legitimasi DJP di mata publik. “Ini memang tidak mudah, tapi setidaknya kami menunjukkan komitmen sebagai institusi yang inklusif. Kami membuka diri terhadap seluruh proses penegakan hukum,” ujar Bimo dikutip dari CNBC Indonesia, Selasa (18/11/2025).

Sejak ditunjuk Presiden Prabowo Subianto sebagai Dirjen Pajak pada Mei 2025, Bimo menegaskan komitmennya mendorong transparansi, termasuk membuka data perpajakan yang bersifat agregat. Langkah ini, menurutnya, penting agar masyarakat, akademisi, dan kelompok masyarakat sipil dapat mengkritisi dan mengawal kualitas pelayanan fiskus.

“Kami bekerja sama dengan ratusan tax center di seluruh Indonesia. Kami menyediakan data dan bahan analisis bagi siapa pun yang ingin meneliti perpajakan, termasuk kinerja ekonomi dan model pajak. Data tersebut kami buka seluas mungkin,” tuturnya.

Bimo menegaskan bahwa keterbukaan data dilakukan dengan penuh kehati-hatian. DJP hanya menyediakan data yang sudah dianonimkan untuk memastikan tidak ada informasi individual maupun identitas wajib pajak yang terbuka ke publik.

“Sepanjang tidak ada data individual yang memuat identitas wajib pajak, pemodelan atau riset apa pun sangat diperbolehkan. Justru itu membantu kami bekerja lebih baik,” tegasnya.

Dengan langkah ini, DJP berharap partisipasi publik dalam mengawasi perpajakan dapat semakin meningkat, sekaligus memperkuat kredibilitas dan integritas institusi di mata masyarakat. (alf)

DJP Luncurkan Simulator SPT Tahunan PPh Orang Pribadi

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kembali memperluas pemanfaatan sistem Coretax dengan merilis simulator SPT Tahunan PPh Orang Pribadi (OP). Fitur uji coba ini melengkapi simulator SPT Tahunan PPh Badan yang lebih dulu diluncurkan, dan kini dapat diakses melalui laman yang sama: spt-simulasi.pajak.go.id.

Untuk masuk ke aplikasi, wajib pajak cukup menggunakan NIK serta password khusus: P@jakTumbuh1ndonesiaT@ngguh. Di dalamnya tersedia dua menu utama, yakni Surat Pemberitahuan dan Pembayaran, yang dapat digunakan untuk mensimulasikan proses pelaporan hingga pembayaran pajak.

Konsep SPT Dibuat Langsung oleh Wajib Pajak

Berbeda dengan simulator PPh Badan, penyusunan draft SPT PPh OP dilakukan langsung oleh wajib pajak. Pengguna perlu memilih “Buat Konsep SPT”, kemudian mengisi pilihan:

• Jenis SPT Tahunan PPh Orang Pribadi

• Jenis Periode: SPT Tahunan

• Tahun Pajak: 2025

• Model SPT: Normal

Dengan mekanisme ini, wajib pajak dapat memahami alur pembuatan SPT sesuai rancangan Coretax yang nantinya akan berlaku penuh.

Proses Bisnis Menyerupai e-Filing, tetapi Lebih Terintegrasi

DJP menjelaskan bahwa proses bisnis SPT Tahunan PPh OP di Coretax disusun serupa dengan pelaporan melalui e-Filing. Namun, ada pembaruan signifikan: seluruh pertanyaan dan pernyataan transaksi kini ditempatkan di Induk SPT.

Jawaban wajib pajak akan otomatis menjadi pemicu (trigger) yang menentukan lampiran mana saja yang perlu diisi atau tidak. Pendekatan ini membuat proses pengisian lebih terarah dan meminimalkan kesalahan administratif.

Bukti Potong Terisi Otomatis

Salah satu fitur yang paling memudahkan adalah integrasi bukti potong. Sistem Coretax mampu mendeteksi secara otomatis bukti pemotongan PPh atas nama wajib pajak, lalu langsung melakukan prepopulated ke dalam perhitungan SPT.

Untuk tahap awal, simulator ini diperuntukkan khusus bagi wajib pajak orang pribadi yang memperoleh penghasilan dari pekerjaan, yakni kategori karyawan.

Mengacu pada PER-11/PJ/2025, Tanpa Formulir 1770

Rancangan SPT Tahunan PPh OP di Coretax telah disesuaikan dengan ketentuan PER-11/PJ/2025. Artinya, formulir lama seperti 1770, 1770-S, dan 1770-SS tidak lagi digunakan dalam sistem baru ini.

Peluncuran simulator ini menjadi langkah lanjut DJP dalam memastikan wajib pajak memahami desain Coretax sebelum implementasi penuh. Dengan mekanisme yang semakin otomatis dan terintegrasi, pelaporan pajak diharapkan menjadi jauh lebih sederhana dan akurat. (alf)

Dirjen Pajak: Baru 21% Wajib Pajak Miliki Kode Otorisasi Coretax

IKPI, Jakarta: Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto mengungkapkan bahwa tingkat kelengkapan aktivasi layanan Coretax masih rendah, terutama terkait kode otorisasi yang menjadi syarat utama penggunaan tanda tangan elektronik.

Hingga November 2025, dari lebih dari 14 juta wajib pajak yang telah mengaktifkan akun Coretax, baru sekitar 21% atau 3 juta wajib pajak yang sudah memiliki kode otorisasi dan digital signature. Mayoritas pengguna Coretax masih didominasi wajib pajak orang pribadi, yakni sekitar 13 juta dari total populasi.

Bimo menegaskan bahwa aktivasi akun saja tidak cukup. Tanpa kode otorisasi, wajib pajak tidak dapat menggunakan layanan digital seperti penandatanganan SPT, penerbitan bukti potong, maupun layanan elektronik lainnya.

“Di tahap awal ini kami benar-benar meminta masyarakat untuk segera meregistrasikan akun Coretax dan memperoleh kode otorisasi,” ujar Bimo dalam program Tax Time di CNBC Indonesia TV, Selasa (18/11/2025).

Ia juga mengingatkan wajib pajak untuk melengkapi digital signature setelah mendapatkan kode otorisasi. Dua komponen tersebut akan menjadi kunci bagi seluruh aktivitas administrasi pajak berbasis digital yang disiapkan DJP.

“Segera aktivasi akun, buat kode otorisasi, dan lengkapi tanda tangan elektronik agar hak masyarakat atas layanan digital perpajakan bisa terpenuhi,” tegasnya.

DJP menargetkan adopsi penuh Coretax dapat mempercepat transformasi administrasi perpajakan dan meningkatkan kualitas layanan bagi masyarakat. (alf)

Pemerintah Kunci Celah Modus Penghindaran Pajak UMKM, Skema PPh 0,5% Terancam Revisi

IKPI, Jakarta: Pemerintah mulai mengetatkan pengawasan terhadap wajib pajak UMKM yang diduga memanfaatkan skema PPh final 0,5% secara tidak semestinya. Temuan terbaru menunjukkan adanya praktik menahan omzet (bouncing) agar tetap berada di bawah batas Rp4,8 miliar, serta pemecahan usaha (firm splitting) untuk mempertahankan tarif pajak yang lebih rendah.

“Ada beberapa praktik dari wajib pajak yang mendapat fasilitas PPh final 0,5% melakukan bouncing dan pemecahan usaha,” ujar Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Bimo Wijayanto dalam rapat dengan Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (17/11/2025).

Untuk menutup celah tersebut, pemerintah tengah menyiapkan revisi PP Nomor 55 Tahun 2022, khususnya perubahan Pasal 57 ayat 1 dan 2. Usulannya adalah menegaskan aturan pengecualian bagi wajib pajak yang menyalahgunakan skema, termasuk memasukkan ketentuan anti-avoidance rule agar pelaku manipulatif dapat dicoret dari fasilitas.

Di sisi lain, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa sebelumnya menyebut pemerintah masih membuka peluang menjadikan tarif PPh final 0,5% sebagai kebijakan permanen. Namun, hal itu baru dapat dipertimbangkan jika pelaku UMKM tidak lagi memanipulasi omzet.

“Kalau betul-betul mereka UMKM, nggak ngibul-ngibul, harusnya sih nggak apa-apa dipermanenkan,” kata Purbaya dalam media briefing, Jumat (14/11/2025).

Pemerintah memastikan akan terus memantau praktik di lapangan dalam dua tahun ke depan sebelum memutuskan arah kebijakan final. Pendekatannya jelas: mendukung UMKM sejati sekaligus menutup ruang bagi penghindaran pajak yang merugikan penerimaan negara. (alf)

Gathering IKPI Surakarta 2025: Suparman Serukan Kekompakan dan Siapkan Deretan Program Organisasi

IKPI, Surakarta: Kebersamaan menjadi energi utama dalam gelaran Gathering 2025 IKPI Cabang Surakarta di Vaviva Dewatu, Kemuning, Karanganyar, Sabtu (15/11/2025). Sejak pagi, sebanyak 58 anggota dan 15 anggota keluarga berkumpul untuk menikmati udara pegunungan sekaligus memperkuat solidaritas organisasi.

Acara dibuka pukul 07.30 WIB dengan foto bersama di halaman Vaviva Dewatu. Dari sana, peserta bergerak melakukan jalan santai menuju kebun teh. Meski hujan turun di tengah perjalanan, semangat para anggota tak luntur, gelak tawa dan saling menyapa di antara hijaunya kebun teh justru mempertegas suasana kekeluargaan yang menjadi ciri khas IKPI Surakarta.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Surakarta)

Setelah kembali ke lokasi kegiatan dan menikmati coffee break, para peserta disuguhi permainan-permainan interaktif dan pembagian doorprize. Dukungan sponsor membuat seluruh peserta tanpa terkecuali mendapatkan hadiah, menambah kegembiraan dalam gathering perdana ini.

Memasuki sesi Rapat Anggota, Ketua IKPI Cabang Surakarta Suparman menegaskan bahwa kekompakan adalah modal penting bagi organisasi dalam menghadapi dinamika profesi konsultan pajak. Ia menyampaikan apresiasi besar kepada seluruh anggota dan keluarganya karena Gathering 2025 berlangsung jauh lebih sukses dari perkiraan awal.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Surakarta)

Berangkat dari keberhasilan ini, Suparman menyerukan agar gathering ditetapkan sebagai agenda tahunan. Ia juga memaparkan berbagai rencana kegiatan tahun 2026, di antaranya:

– Dua seminar tematik perpajakan,

– Pembentukan club jalan sehat untuk membangun kebugaran sekaligus menambah ruang interaksi informal,

– Penguatan Komunitas Golfer IKPI Ceria yang terbentuk Oktober 2025 sebagai kolaborasi Surakarta–Yogyakarta,

– Serta perkenalan 12 anggota baru yang resmi bergabung dengan IKPI Surakarta.

Suparman menekankan bahwa bertambahnya jumlah anggota harus diimbangi dengan aktivitas yang mendorong kedekatan, kolaborasi, dan profesionalitas. “IKPI Surakarta bukan hanya tempat berkumpulnya para konsultan pajak, tetapi wadah untuk tumbuh bersama,” ujarnya.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Surakarta)

Kegiatan Perdana 

Ketua Panitia Gathering 2025, Agung Nugroho PY, menyampaikan rasa terima kasih kepada seluruh peserta. Ia mengakui bahwa pelaksanaan gathering ini adalah pengalaman pertama bagi IKPI Surakarta, sehingga masih ada kekurangan yang perlu dievaluasi. Namun, antusiasme tinggi dari anggota menjadi bukti bahwa kegiatan seperti ini sangat diperlukan.

Agung berharap kegiatan serupa dapat diselenggarakan secara lebih matang pada tahun-tahun mendatang, sekaligus menjadi ajang memperkuat hubungan personal maupun profesional.

Rapat Anggota diteruskan dengan pemaparan Laporan Keuangan oleh Sie Bendahara, Antin Oktaviani, sebelum seluruh rangkaian gathering ditutup dengan makan siang bersama. Suasana santai saat makan siang menjadi penanda bahwa ikatan kekeluargaan dalam IKPI Surakarta semakin kuat.

Gathering 2025 meninggalkan pesan penting: IKPI Surakarta sedang bergerak menuju organisasi yang lebih solid, modern, dan penuh energi kebersamaan, dengan berbagai program yang siap dijalankan pada 2026. Dengan bekal kekompakan yang digelorakan Suparman, para anggota optimistis melangkah menghadapi tantangan profesi ke depan. (bl)

en_US