IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) resmi menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2025 yang berlaku sejak 13 Agustus 2025. Regulasi ini menyempurnakan ketentuan sebelumnya dalam PER-6/PJ/2025 mengenai pelaksanaan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak (restitusi) bagi Wajib Pajak tertentu, Wajib Pajak dengan persyaratan tertentu, serta Pengusaha Kena Pajak (PKP) berisiko rendah.
Perubahan terbaru ini memperluas cakupan hingga mencakup special purpose company (SPC) dan Kontrak Investasi Kolektif (KIK) yang ditetapkan sebagai PKP berisiko rendah. Menurut Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto, langkah ini diambil untuk memperkuat kepastian hukum dan mempercepat layanan restitusi pajak.
“Penyempurnaan aturan ini dimaksudkan agar pelaksanaan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak lebih jelas, termasuk bagi SPC maupun KIK yang berstatus PKP berisiko rendah,” ujar Bimo dalam keterangan resmi, dikutip Minggu (7/9/2025).
Poin Penting dalam PER-16/PJ/2025
Salah satu perubahan signifikan adalah penambahan ayat (2a) pada Pasal 6 yang mengatur lebih rinci mengenai dokumen Pajak Masukan. Kini, hanya Pajak Masukan yang tercatat dalam faktur atau dokumen sah, dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT), dan tervalidasi di sistem DJP yang dapat dikreditkan dalam permohonan restitusi.
Selain itu, DJP menegaskan bahwa sebelum menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan, dilakukan penelitian mendalam terhadap status PKP berisiko rendah, keabsahan Pajak Masukan, serta kebenaran pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Bila tidak ditemukan kelebihan bayar atau permohonan tidak memenuhi syarat, DJP akan menerbitkan surat pemberitahuan tanpa melanjutkan ke tahap Pasal 17B UU KUP.
Peraturan baru ini juga memberikan penekanan khusus pada permohonan restitusi yang bersumber dari SPT Tahunan PPh 2024. Jika terdapat kesalahan pencantuman PPh Pasal 21, maka permohonan dianggap tidak terdapat kelebihan pembayaran pajak. Dalam kondisi tersebut, tidak akan diterbitkan surat keputusan restitusi, melainkan hanya pemberitahuan kepada Wajib Pajak pemohon.
DJP turut memperjelas kategori Wajib Pajak orang pribadi tertentu yang bisa mengajukan restitusi. Mereka adalah individu yang:
• bukan PNS, anggota TNI/Polri, pejabat negara, maupun pensiunan;
• hanya memperoleh penghasilan dari satu pemberi kerja atau dana pensiun;
• tidak memiliki pengurang penghasilan berupa zakat atau sumbangan keagamaan di luar pemberi kerja;
• mengalami kelebihan bayar karena perhitungan PPh terutang lebih kecil dari PPh Pasal 21 yang dipotong pemberi kerja.
“Dalam hal ini, permohonan dianggap tidak terdapat kelebihan pembayaran pajak dan tidak ditindaklanjuti berdasarkan Pasal 17B UU KUP” . (alf)