Pemerintah Lanjutkan Insentif PPN 100% untuk Pembelian Rumah

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Sri Mulyani resmi melanjutkan insentif pajak bagi masyarakat yang membeli rumah tapak ataupun susun melalui pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 100%.

Kelanjutan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 7 Tahun 2024 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Satuan Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2024.

Artinya, bagi masyarakat yang ingin membeli rumah tapak atau susun akan mendapatkan harga lebih murah karena tidak perlu membayar pajak (PPN) sebesar 11 persen.

“PPN ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dimanfaatkan untuk setiap 1 (satu) orang pribadi atas perolehan 1 (satu) rumah tapak atau 1 (satu) satuan rumah susun,” isi Pasal 5 PMK ini yang dikutip pada Selasa (20/2/2024).

PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) diberikan 100 persen untuk pembelian rumah pada periode 1 Januari sampai 30 Juni 2024. Sedangkan untuk pembelian pada 1 Juli-31 Desember 2024 PPN yang ditanggung hanya 50 persen atau 5,5 persen dari 11 persen dari harga jual.

Namun, PPN DTP diberikan jika memenuhi syarat yang ditetapkan pemerintah. Pertama, harga rumah Rp2 miliar hingga Rp5 miliar.

Kedua, rumah tapak atau susun yang dibeli sudah jadi (ready stock). Jika rumah yang dibeli belum jadi atau masih menunggu (inden), maka tidak bisa menggunakan insentif perumahan ini.

Insentif pajak sektor perumahan memang sudah diberikan pemerintah sejak covid-19. Tujuannya untuk membantu sektor konstruksi yang terdampak pandemi.

Saat ini, program kembali dilanjutkan dan berlaku sampai masa pajak akhir 2024. Diharapkan hal ini bisa membantu sektor konstruksi kembali bangkit. (bl)

Penerapan Opsen Pajak Dimulai 2025, Tarifnya 25-66%

IKPI, Jakarta: Pemerintah segera menerapkan opsen pajak atau pungutan tambahan pajak menurut persentase tertentu pada 5 Januari 2025.  Hal tersebut sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang (UU) No. 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) yang menyebutkan opsen pajak berlaku tiga tahun setelah beleid tersebut diteken pada 5 Januari 2022.

Nantinya, pemerintah provinsi dapat memungut opsen dari Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB). Sementara pemerintah kab/kota memungut opsen dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB).

Dikutip dari Bisnis.com, Rabu (21/2/2024). Pada dasarnya, pemerintah memberikan kewenangan pemungutan opsen pajak antara level pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota, yaitu PKB, BBNKB, dan Pajak MBLB. Opsen atas PKB dan BBNKB sejatinya merupakan pengalihan dari bagi hasil pajak provinsi.

Harapannya, opsen dapat meningkatkan kemandirian daerah tanpa menambah beban Wajib Pajak (WP), karena penerimaan perpajakan akan dicatat sebagai pendapatan asli daerah (PAD).

Kebijakan ini juga memberikan kepastian atas penerimaan pajak dan memberikan keleluasan belanja atas penerimaan tersebut pada tiap-tiap level pemerintahan dibandingkan dengan skema bagi hasil.

Dalam penjelasan beleid disebutkan, penambahan opsen pajak MBLB untuk provinsi sebagai sumber penerimaan baru diharapkan dapat memperkuat fungsi penerbitan izin dan pengawasan kegiatan pertambangan di daerah.

Hal ini akan mendukung pengelolaan keuangan daerah yang lebih berkualitas karena perencanaan, penganggaran, dan realisasi APBD akan lebih baik.

Manfaat lainnya, opsen pajak juga mendorong peran daerah untuk melakukan ekstensifikasi perpajakan daerah, baik bagi pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemungutan opsen juga telah tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 35/2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Restribusi Daerah.  Meski demikian, ketentuan lebih lanjut mengenai pemungutan ini juga perlu diatur melalui peraturan kepala daerah atau perkada.

Adapun terkait kesiapan regulasi di daerah dalam penerapan opsen ini, Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Agus Fatoni enggan untuk berkomentar.

Tarif Opsen Pajak 

Tarif opsen pajak dihitung dengan mengkalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak

-Opsen PKB: 66%

-Opsen BBNKB: 66%

-Opsen MBLB: 25%

Contoh:

Pada tanggal 13 Desember 2025, Wajib Pajak A membeli kendaraan bermotor baru dengan nilai jual Rp300 juta. Tarif BBNKB sebesar 8% dan tarif opsen BBNKB sebesar 66%.  Maka dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) BBNKB yang diterbitkan pemerintah daerah provinsi, ditagihkan jumlah pajak terutang sebagai berikut BBNKB terutang= 8% x Rp300 juta = Rp24 juta

Opsen BBNKB terutang= 66% x Rp24 juta = Rp15.840.000  Jadi, total Rp39.840.000 ditagihkan bersamaan dengan pemungutan BBNKB saat perolehan kepemilikan. Di mana BBNKB menjadi penerimaan pemerintah daerah provinsi, dan opsen menjadi penerimaan kab/kota. (bl)

DJP Kembali Libatkan IKPI Dalam FGD RPMK dan Sosialisasi Probis Core Tax

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menggelar Focus Group Discussion (FGD) mengenai RPMK dan Sosialisasi Probis Core Tax di kantor pusat DJP, Jakarta, Senin (19/2/2024). Dalam kesempatan itu, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia menjadi satu-satunya asosiasi konsultan pajak yang dilibatkan dalam kegiatan tersebut.

“Kami merasa terhormat dan terima kasih kepada DJP, karena IKPI kembali dilibatkan dalam kegiatan penting ini dan menjadi satu-satunya asosiasi konsultan pajak yang diundang,” kata Ketua Departemen Litbang dan FGD Lani Dharmasetya, Selasa (20/2/2024).

(Foto: Departemen Litbang dan FGD PP-IKPI/Lani Dharmasetya)

Menurut Lani, dengan beranggotakan lebih dari 6.000 konsultan pajak di seluruh Indonesia, IKPI bukan hanya berperan membantu pemerintah dalam menyosialisasikan peraturan perpajakan serta mengedukasi wajib pajak. Tetapi, apa yang dilakukan IKPI juga secara langsung berkontribusi terhadap meningkatnya penerimaan pajak serta peningkatan kesadaran wajib pajak.

“Jadi, apa yang dilakukan DJP dalam melibatkan IKPI dalam setiap kegiatan yang berkaitan dengan peraturan perpajakan adalah langkah yang tepat,” kata Lani.

(Foto: Departemen Litbang dan FGD PP-IKPI/Lani Dharmasetya)

Selain membantu menyosialisasikan peraturan dan memberikan edukasi, Lani juga mengungkapkan bahwa IKPI juga sering dilibatkan untuk diminta tanggapannya/masukannya dalam pembuatan peraturan-peraturan perpajakan yang akan diterbitkan. “Ini sekaligus juga membuktikan bahwa IKPI sebagai asosiasi konsultan pajak yang kredibel,” ujarnya.

Kembali ke pembahas FGD. Menurut Lani, ada hal menarik dalam RPMK yang akan diterbitkan DJP. Salah satunya adalah mempunyai semangat untuk memudahkan wajib pajak dalam menghitung besarnya cadangan piutang.

“Kebijakan itu sekaligus memberikan kepastian hukum, keadilan dan kemudahan dalam menyelaraskan ketentuan pajak dengan ketentuan akuntansi,” kata Lani.

Namun demikian kata dia, ada beberapa hal yang dikritisi IKPI seperti:

1. Kriteria dari persentase kolektibilitas berdasarkan PMK 219/2012 cadangan dihitung dari tingkat persentase tertentu atau nilai pinjaman yang telah diatur di dalam PMK, seperti:

Berapa persentase tertentu penghitungan penghitungan CKPN

Besarnya nilai pinjaman adalah setelah dikurangi nilai agunan

CKPN dihitung pada setiap kualitas kredit berdasarkan kolektibilitas

Artinya, ada lima tahap penentuan kolektibilitas:

 

Kolektibilitas.                                PB/POJK

Kol 1 (lancar)                                    1%

Kol 2 (diperhatikan khusus)          5%

Kol 3 (kurang lancar)                      10%

Kol 4 (diragukan)                             50%

Kol 5 (macet)                                    100%

 

Sementara dalam RPMK permasalahan itu dibagi menjadi 3 tahapan/stage yakni:

 

Tahapan/Stage.                                RPMK

Tahapan/Stage 1 (baik)                    1,4%

Tahapan/Stage 2 (kurang baik)      23%

Tahapan/Stage 3 (buruk)                 71%

Berdasarkan hal itu, Lani menilai ada ketidakjelasan penilaian dalam RPMK terhadap status piutang seseorang/badan usaha.

Artinya lanjut Lani, jika di dalam PMK 219/2012 penilaian dengan predikat macet pada kolektibilitas 5 (100%) dan pada RPMK penilaian dilakukan dengan hanya 3 tahapan dan tahapan terakhir adalah dengan kualitas buruk (71%).

Jika aturan itu disahkan, maka predikat buruk untuk nasabah/badan usaha yang memiliki utang dengan predikat buruk menjadi dispute. “Kalau kredit macet, sudah jelas siapa penilaiannya dan kriteria nya (yakni 100%). Nah, kalau berganti sebutan dengan stage 3 (71%), bagaimana cara penilaiannya dan seperti apa penjabaran kategori buruk itu,” ujarnya.

2. Jika setiap perbankan diberi keluasan dalam membuat modelling kriteria pada masing masing wajib pajak akan berpotensi adanya dispute di kemudian hari pada saat dilakukan pemeriksaan.

“Jadi, kami berharap ada rewording beberapa definisi tentang metode cadangan sebaiknya diperjelas sehingga tidak menimbulkan dispute dikemudian hari,” ujarnya.

Terakhir, Lani juga menyampaikan pesan DJP dalam kegiatan tersebut mengenai pemahaman perihal core tax agar IKPI secepatnya mengadakan Training for Trainer agar semua anggotanya dapat memahami proses core tax yang akan berlaku pada Mei 2024.

Namun lanjut Lani, untuk RPMK DJP mengungkapkan masih akan ada proses smoothing beberapa pasal sehingga diharapkan peran serta IKPI untuk memberikan masukan atas kebijakan tersebut nantinya.

Sekadar informasi, dari IKPI hadir dalam pertemuan tersebut adalah: Sekretaris Umum Jetty, Ketua Departemen Litbang dan FGD Lani Dharmasetya dan Ketua Bidang FGD Dani Karim. (bl)

 

 

DJP Catat 3,78 Juta Wajib Pajak Sudah Lapor SPT Tahunan

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat sebanyak 3,78 juta wajib pajak (WP) telah melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2023 per 18 Februari 2024.

“Sampai dengan tanggal 18 Februari 2024 pukul 23.42 WIB, SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) yang telah disampaikan berjumlah 3,78 juta SPT,” kata Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti kepada media di Jakarta, Senin.

Jumlah itu terdiri atas 124,7 ribu SPT Tahunan PPh Badan dan 3,65 juta SPT Tahunan PPh Orang Pribadi. Menurut Dwi, capaian tersebut tumbuh negatif 3,3 persen bila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

“Kami mengimbau wajib pajak segera melaporkan SPT Tahunan mereka melalui berbagai kanal yang telah disediakan. Karena lapor lebih awal, lebih nyaman,” ujar Dwi.

Batas waktu pelaporan SPT untuk wajib pajak orang pribadi adalah 31 Maret 2024, sementara untuk wajib pajak badan pada 30 April 2024.

Adapun sistem pelaporan pada SPT kali ini masih menggunakan sistem pelaporan yang berlaku sebelumnya. Sebab, sistem inti perpajakan (core tax system) yang sedang dipersiapkan DJP baru akan berlaku pada 1 Juli 2024.

Core tax system atau pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (PSIAP) bertujuan untuk mengoptimalkan layanan dan pengawasan terhadap para wajib pajak.

Manfaat lain dari core tax system yakni terciptanya sebuah sistem yang terintegrasi sehingga mengurangi beban pekerjaan manual, mendorong lebih produktif, serta adanya peningkatan kapabilitas pegawai.

Progres pengembangan sistem inti perpajakan tengah berada pada tahap habituasi untuk pengujian sebelum diimplementasikan. DJP memastikan sistem perpajakan baru yang akan diterapkan nantinya sudah dalam kondisi kesiapan yang memadai. (bl)

Waktu Pelaporan SPT Pajak Akan Berakhir, Begini Cara Lapornya!

IKPI, Jakarta: Lapor surat pemberitahuan (SPT) Tahunan pajak harus dilakukan seluruh wajib pajak setiap tahunnya. Wajib pajak orang pribadi memiliki waktu sampai 31 Maret 2024 dan wajib pajak badan sampai 30 April 2024.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti mengatakan pelaporan SPT Tahunan pajak semakin mudah dilakukan karena tidak perlu lagi datang ke kantor pajak. Pelaporan bisa dilakukan secara online dengan mengakses https://djponline.pajak.go.id/.

“Kami mengimbau agar wajib pajak segera melaporkan SPT Tahunan mereka melalui berbagai kanal yang telah disediakan. Karena lapor lebih awal, lebih nyaman,” kata Dwi seperti dikutip dari Detik Finance, Selasa (20/2/2024).

Bagi wajib pajak orang pribadi berstatus pegawai, ada dua jenis formulir yang harus dipilih berdasarkan besaran penghasilannya selama setahun yakni formulir 1770 dan formulir 1770 S. Wajib pajak dapat mengisi formulir tersebut melalui laman DJP Online.

Perbedaan masing-masing formulir yakni formulir 1770 diperuntukkan untuk wajib pajak yang berpenghasilan di bawah Rp 60 juta per tahun, sedangkan untuk yang berpenghasilan di atas Rp 60 juta per tahun menggunakan formulir 1770 S.

Cara Lapor SPT Tahunan Pajak:

1. Buka laman https://djponline.pajak.go.id/

2. Login dengan memasukkan nomor NIK/NPWP dan password serta kode keamanan

3. Jika sudah login, maka klik ‘Lapor’ dan pilih layanan “e-filing’

4. Klik ‘Buat SPT’. Nanti akan muncul beberapa pertanyaan terkait status kamu yang harus dijawab untuk mendapatkan formulir SPT Tahunan yang sesuai. Pilih form yang sesuai dengan penghasilan per tahun

5. Isi data formulir yang berisi tahun pajak dan status SPT normal. Klik langkah selanjutnya

6. Isi SPT sesuai formulir bukti potong pajak dari pemberi kerja. Lakukan langkah-langkah sesuai panduan pada e-filing.

7. Jika sudah, akan muncul ringkasan SPT dan pengambilan kode verifikasi. Klik ‘Di Sini’ untuk pengambilan kode verifikasi. Tunggu sampai kode verifikasi dikirim ke email atau nomor ponsel kamu.

8. Setelah itu, masukkan kode verifikasi yang sudah didapat ke kolom yang sudah disediakan dan klik ‘Kirim SPT’.

9. Laporan SPT akan terekam dalam sistem DJP dan bukti penyelesaian laporan akan dikirimkan melalui email.

Sebelum itu, Anda harus memastikan telah memiliki electronic filing identification number (EFIN). EFIN adalah 10 digit nomor identifikasi yang diterbitkan oleh DJP kepada wajib pajak dan bersifat sangat rahasia.

Jika belum memiliki EFIN, wajib pajak bisa mendapatkan EFIN secara online dengan mengirim permohonan pembuatan EFIN ke alamat email kantor pajak terdekat dengan tempat tinggal atau domisili. Berikut cara mendapatkan EFIN secara online.

1. Kirim e-mail ke alamat kantor pajak “kpp.xxx@pajak.go.id” (tanpa tanda kutip). Alamat email kantor pajak selengkapnya dapat dilihat dihttps://www.pajak.go.id/unit-kerja.

2. Tulis “Permintaan EFIN” di bagian subjek e-mail. Kemudian di dalam badan email cantumkan data pendukung meliputi nama lengkap WP, NPWP, NIK, nomor HP, alamat e-mail aktif.

3. Lampirkan juga foto/scan KTP asli, foto/scan NPWP asli, selfie/swafoto memegang KTP dan NPWP asli dengan wajah terlihat jelas.

4. Apabila sudah lengkap semua, silahkan kirim. Tunggu hingga nomor EFIN dikirimkan ke alamat e-mail WP yang telah tercantum tadi.

 

 

Program Makan Siang Gratis Prabowo-Gibran Bersumber dari Pajak dan Subsidi BBM

IKPI, Jakarta: Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran mengungkapkan rencana realisasi program makan siang gratis senilai Rp400 triliun akan berasal dari dua sumber dana. Salah satunya dengan memangkas anggaran subsidi energi dan BBM.

Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran, Eddy Soeparno, menyampaikan pemerintah akan berusaha mengerek penerimaan negara, dalam hal ini pajak.  “Pemerintah juga harus menutup celah-celah dalam pengumpulan pajaknya untuk menghasilkan lebih banyak pemasukan,” ungkapnya seperti dikutip dari Bisnis.com, Senin (19/2/2024).

Pasalnya, saat ini rasio perpajakan atau tax ratio Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) menjadi salah satu yang terendah di antara negara-negara di Asia Tenggara.  Dirinya menyebutkan bahwa saat ini posisi tax ratio Indonesia di angka 10%, sementara negara tetangga seperti Malaysia hingga Thailand telah mencapai di rentang 12% hingga 16%.

Menurutnya, reformasi pajak akan membantu membebaskan dana untuk janji kampanye Prabowo dalam menyediakan makan siang dan susu untuk 80 juta anak sekolah di Indonesia.

Selain itu, juga membantu meningkatkan hasil kesehatan dan pendidikan, sambil menciptakan lapangan kerja bagi perempuan dan pengusaha.  Program makan siang gratis yang dibanggakan oleh Prabowo-Gibran diperkirakan akan menelan biaya Rp400 triliun, lebih besar dari seluruh defisit anggaran pada 2023 yang mencapai Rp347,6 triliun.

Bukan hanya memaksimalkan penerimaan negara, Eddy juga menyebutkan Prabowo akan memangkas subsidi energi, termasuk di dalamnya BBM, untuk mendanai program makan siang gratis senilai Rp400 triliun.  “Kami akan membiayai program ini [makan siang gratis] dengan memangkas subsidi yang tidak dibutuhkan,” tuturnya.

Eddy menjelaskan pasalnya saat ini 80% subsidi yang digelontorkan tidak tepat sasaran. Sebanyak 80% dari anggaran subsidi Rp350 triliun atau sekitar Rp280 triliun mengalir ke masyarakat kelas menengah hingga atas.  Dalam dokumen Visi, Misi, dan Program milik Prabowo-Gibran, tercatat terdapat 8 Program Hasil Terbaik Cepat yang dikawal langsung oleh Presiden dan Wakil Presiden dalam 5 tahun ke depan. Makan siang gratis menjadi program paling pertama yang akan dieksekusi oleh Prabowo setelah resmi dilantik sebagai Presiden RI.

Prabowo-Gibran akan memberi makan siang dan susu gratis di sekolah dan pesantren, serta bantuan gizi untuk anak balita dan ibu hamil.  Dia mengatakan kebijakan ini dapat menurunkan stunting yang menjadi masalah konkret dan mendesak yang harus segera ditangani secara langsung dan massal oleh pemerintah untuk memastikan tercapainya kualitas SDM dan kualitas hidup yang baik.

Makan siang harian ini akan diberikan kepada siswa pra-sekolah, sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA), dan pesantren. Bantuan gizi diberikan kepada ibu hamil dan balita di seluruh Indonesia untuk meningkatkan kesehatan dan membantu ekonomi keluarga. Sebagai catatan, program ini akan berlangsung secara bertahap dan menargetkan lebih dari 80 juta penerima manfaat dengan cakupan 100% pada 2029. (bl)

Ekonom Sebut Penyatuan Bersama Bea dan Cukai Rawan Konflik Internal

IKPI, Jakarta: Peneliti Indef (Institute for Development of Economics and Finance), Bhima Yudhistira Adhinegara, mengungkap sejumlah kekurangan atas rencana Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka untuk menyatukan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Bea Cukai menjadi satu lembaga bernama Badan Penerimaan Negara.

Salah satu kekurangan yang harus diamati adalah ego sektoral dari Kementerian Keuangan RI (Kemenkeu). Dipastikan akan ada kekhawatiran Kementerian Keuangan kehilangan fungsi dan tugasnya. “Kemudian Ego sektoral di kemenkeu juga penting dilihat. Ibaratnya kalau DJP-bea cukai keluar dari Kemenkeu maka hilang sebagian wewenang menteri keuangan,” kata Bhima seperti dikutip dari Tirto.id, Senin (19/2/2024).

Hal ini mengingat keputusan rancangan anggaran negara diputuskan bersama dirjen dan lembaga di bawah naungan . “Padahal soal rancangan APBN dirumuskan bersama Dirjen dan lembaga dibawah kendali Menkeu,” kata Bhima.

Dia juga mengingatkan pembuatan lembaga akan menghabiskan biaya yang cukup besar. Bhima khawatir penerimaan pajak tak sebanding dengan biaya yang dihabiskan untuk pembiayaan lembaga yang akan diberi nama Badan Penerimaan Negara tersebut.

“Namanya bikin lembaga baru pasti ada biayanya. Tapi biaya tadi sebenarnya sepadan dengan potensi penerimaan perpajakan yang lebih besar pasca pemisahan DJP-bea cukai dari Kemenkeu,” kata Bhima.

Saat dikonfirmasi apakah pembentukan Badan Penerimaan negara akan efektif menaikkan rasio pajak, Bhima menyebut butuh waktu hingga satu periode kabinet kepemimpinan presiden. “Dalam jangka panjang iya, tapi pertimbangan waktu dan proses bisa jadi tidak selesai di era presiden 2024-2029,” ujarnya.

Meski demikian, terdapat sejumlah manfaat dengan penyatuan Dirjen Pajak dan Bea Cukai. Salah satunya kemudahan dalam koordinasi baik dengan DPR maupun presiden dalam pembentukan aturan.

“Koordinasi DJP -bea Cukai dengan lintas lembaga jadi lebih fleksibel dan langsung dibawah Presiden sehingga kuat posisinya. Bahkan DJP bisa langsung diskusi dengan DPR soal strategi perpajakan dan target pajak,” kata dia. (bl)

DJP bersama Bea dan Cukai akan Dipisah dari Kemenkeu

IKPI, Jakarta: Pasangan nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming sejauh ini unggul di hitung cepat atau quick count Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Jika keduanya jadi dilantik untuk memimpin Indonesia 2024-2029, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) bersama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) akan dipisah dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Anggota Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Drajad Wibowo mengatakan pemisahan DJP dan DJBC dari Kemenkeu akan dilakukan lewat pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) yang akan berada langsung di bawah presiden.

“Iya jadi (pisah DJP dan DJBC dari Kemenkeu). Pembentukan BPN itu menjadi salah satu dari 8 Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) Prabowo-Gibran,” kata Drajad seperti dikutip dari Detik.com, Senin (19/2/2024).

Rencana Prabowo-Gibran membentuk BPN sudah tercantum dalam dokumen visi misi dan program kerja. Meski begitu, program itu diakui tidak bisa terealisasi dengan cepat karena perlu persiapan bahkan jika perlu sejak transisi pemerintahan.

“Memang tidak akan terwujud langsung pada hari-hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran karena peraturan perundang-undangannya kan harus disiapkan dengan matang. Mungkin perlu 1 tahunan atau lebih sedikit,” ucap Drajad.

Selama penyiapan peraturan, persiapan dan proses pra-transisi kelembagaan akan mulai dijalankan. Pra-transisi ini maksudnya desain kelembagaan dimatangkan dan untuk sementara masih dalam bingkai Kemenkeu.

“Sehingga kita tidak membuang waktu, ketika peraturan perundang-undangan selesai, BPN sudah bisa langsung berjalan cepat,” imbuhnya.

Sebelumnya, Gibran mengatakan BPN harus dibentuk untuk meningkatkan penerimaan negara guna membiayai kebutuhan pembangunan yang besar. DJP dan DJBC akan dilebur dan dipisah dari Kemenkeu.

“Kita akan membentuk Badan Penerimaan Negara yang dikomandoi langsung Presiden, sehingga mempermudah kementerian-kementerian terkait. DJP dan Bea Cukai akan dilebur jadi satu, fokus ke penerimaan negara saja, tidak lagi akan mengurusi masalah pengeluaran,” kata Gibran dalam Debat Kedua Pemilu 2024 di JCC Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (22/12/2023).

Plus Minus Ditjen Pajak-Bea Cukai Dipisah dari Kemenkeu
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menjelaskan sisi positif dua lembaga tersebut dipisah dari Kemenkeu yakni memberikan kewenangan yang lebih luas bagi pengambil kebijakan perpajakan dan kebijakan cukai. Misalnya jika mau menerapkan pajak karbon, maka bisa langsung dieksekusi.

“Kemudian mau kejar pajak kekayaan (wealth tax) juga bisa lebih cepat masuk kantong penerimaan negara. Apalagi mau kejar rasio pajak 18-25% di 2045 dan Indonesia mau jadi negara anggota OECD yang rasio pajaknya tinggi butuh lembaga perpajakan yang superpower,” katanya kepada detikcom, Minggu (24/12/2023).

Selain itu perluasan objek kena cukai seperti cukai plastik, minuman berpemanis dan 5 barang kena cukai baru lainnya tidak perlu menunggu lama.

“Koordinasi DJP -Bea Cukai dengan lintas lembaga jadi lebih fleksibel dan langsung dibawah Presiden sehingga kuat posisinya. Bahkan DJP bisa langsung diskusi dengan DPR soal strategi perpajakan dan target pajak,” katanya.

Kelemahannya, kata Bhima, proses pemisahan butuh waktu tidak sebentar. Menurutnya, ego sektoral di Kemenkeu juga penting dilihat.

“Ibaratnya kalau DJP-Bea Cukai keluar dari Kemenkeu maka hilang sebagian wewenang menteri keuangan. Padahal soal rancangan APBN dirumuskan bersama dirjen dan lembaga dibawah kendali Menkeu. Kemudian anggaran untuk pemisahan DJP juga tidak murah. Namanya bikin lembaga baru pasti ada biayanya,” ujarnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad menyebut sisi positif dari penggabungan ini adalah lembaga yang baru punya otoritas sendiri.

“Plusnya otoritasnya sendiri, target pajaknya dan sebagainya itu memang bisa bertanggung jawab presiden. Urusan kebijakan dan sebagainya presiden nanti yang kemudian memerintahkan ke Kementerian Keuangan kalau belanja dan sebagainya duitnya ada nggak,” terangnya.

Dia mengatakan, fleksibilitas dari penerimaan pajak lebih banyak. Hanya saja masalahnya, kalau tidak ada penambahan SDM, teknologi dan ruang lingkup kebijakan, maka tidak akan jauh berbeda.

“Ketika dia berada dalam institusi nggak bisa ditekan untuk meningkatkan pajak atau sebaliknya dia bisa nekan, tapi on planning tidak bisa mendadak,” katanya. (bl)

IKPI-Poltekba Kolaborasi Implementasikan Program Praktisi Mengajar

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) bersama Politeknik Negeri Balikpapan (Poltekba) segera berkolaborasi untuk mewujudkan berbagai kegiatan dibidang ilmu perpajakan. Beberapa kegiatan yang akan diimplementasikan dalam waktu dekat adalah praktisi mengajar, penyelenggaraan kursus brevet pajak, dan kesempatan magang untuk para mahasiswa di kantor konsultan pajak.

Demikian disampaikan Ketua Departemen Pendidikan IKPI Lisa Purnamasari usai melakukan penandatanganan nota kesepahaman antara IKPI dan Poltekba di kampus Poltekba, Jumat (16/2/2024) pagi.

(Foto: Sekretariat PP-IKPI/Toto)

Dikatakan Lisa, penandatanganan dilakukan oleh Ketua Umum IKPI Ruston Tambunan dan Direktur Poltekba Ramli dan bertindak sebagai Saksi adalah Ketua IKPI Cabang Balikpapan, Juliansyah dan Ketua Jurusan Bisnis Poltekba Dessy Sari.

Diceritakan Lisa, dalam sambutannya Direktur Poltekba Ramli menyatakan sangat antusias dan mengapresiasi terlaksananya kerja sama ini. Harapannya, agar para lulusan kapus tersebut nantinya dapat terserap dengan baik di dunia kerja atau dunia industri.

(Foto: Sekretariat PP-IKPI/Toto)

“Selain itu, memang sudah merupakan tuntutan dunia kampus untuk melaksanakan kerja sama baik dalam skala lokal maupun internasional,” ujarnya.

Dia mengungkapkan, implementasi kegiatan kerja sama itu nantinya akan ditindak lanjuti oleh IKPI Cabang Balikpapan dan tentunya dengan support sepenuhnya dari Pengurus Pusat sesuai kebutuhan.

(Foto: Sekretariat PP-IKPI/Toto)

Menurut Lisa, dari paparan yg disampaikan oleh Direktur Poltekba ada hal menarik yang perlu dicermati. Dimana Direktur Poltekba menyatakan bahwa idealnya pengajar di Politeknik adalah berasal lulusan Politeknik jg, namun saat ini para pengajar lebih banyak berasal dari akademisi karena lulusannya lebih senang bekerja di dunia industri dibanding menjadi pengajar karena masalah remunerasi.

Dikatakan Lisa, di awal tahun 2024 ini, IKPI telah melakukan kerja sama dengan Universitas Tarumanagara, Politeknik Negeri Balikpapan, dan pada 1 Maret 2024 nanti in shaa allah dengan Universitas Atma Jaya, Yogyakarta.

(Foto: Sekretariat PP-IKPI/Toto)

Hadir dalam kesempatan ini dari Pengurus Pusat IKPI: Ketua Umum Ruston Tambunan, Wakil Sekretaris Umum Toto, Ketua Departemen Pendidikan Lisa Purnamasari, Ketua Departemen Hubungan Internasional T Arsono, Ketua Bidang Kerja Sama dengan Pihak Ketiga Hung Hung Natalya.

Sementara dari IKPI Cabang Balikpapan: Ketua Cabang Juliansyah, Sekretaris Yohanes Krisbiyantara, dan Bendahara Yoyok Manuhardi S. (bl)

 

Menko Perekonomian Sebut Insentif Pajak Mobil Listrik 1% Segera Terbit

IKPI, Jakarta: Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan aturan insentif mobil listrik bakal segera terbit pada bulan ini. Setelah terbit, mobil listrik bakal mendapatkan insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 1% atau hilang 10%.

“[Bulan ini goal?] Insyaallah selesai, karena pemilu kan udah selesai, jadi kita urus,” kata Airlangga di Indonesia International Motor Show (IIMS) 2024 di JI-Expo, Kemayoran seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Jumat (16/2/2024).

Adapun, resmi berlakunya insentif ini bergantung pada terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Insentif mobil listrik untuk tahun anggaran 2023 telah diatur melalui PMK 38/2023 yang masa berlakunya habis pada 31 Desember 2023.

Namun, ada syarat yang ditetapkan untuk mobil listrik bisa mendapatkan insentif yang berlaku untuk masa pajak tahun ini, yakni Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) kendaraan tersebut minimal 40%. Hal ini telah ditegaskan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani beberapa waktu lalu.

“Dengan TKDN di atas 40% mengikuti program Kemenperin (Kementerian Perindustrian) diberikan insentif PPN 10% sehingga PPN yang harus dibayar hanya 1%,” ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Berikut rincian aturan lengkapnya:

  1. Mobil atau bus listrik dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) di atas 40% dan mengikuti program Kementerian Perindustrian maka diberikan insentif PPN sebesar 10% sehingga PPN yang harus dibayar hanya 1%.
  2. Mobil atau bus listrik dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) 20-40% diberikan insentif 5% dengan demikian PPN yang harus dibayar 6%.

Adapun ketentuan TKDN yang dimaksud diatur oleh Kementerian Perindustrian.

“Secara akumulatif insentif yang diberikan dari sisi fiskal perpajakan selama perkiraan masa pemakaiannya akan mencapai 32% dari harga jual mobil listrik dan 18% harga jual motor listrik,” tegas Sri Mulyani. (bl)

id_ID