Ini Rumus Hitung Angsuran PPh Pasal 25 di PMK 81/2024

IKPI, Jakarta: Pemerintah kembali menyempurnakan mekanisme penghitungan angsuran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024. Ketentuan terbaru ini membawa angin segar sekaligus tantangan baru bagi berbagai jenis Wajib Pajak.

Salah satu sorotan utama terletak pada Pasal 226, yang menegaskan bahwa angsuran PPh Pasal 25 akan dihitung berdasarkan PPh terutang tahun sebelumnya, dikurangi sejumlah kredit pajak seperti PPh Pasal 21, 22, 23, dan kredit pajak luar negeri, lalu dibagi 12 bulan.

Namun, skema ini tidak berlaku bagi Wajib Pajak baru, bank, BUMN, BUMD, Wajib Pajak yang tercatat di bursa, serta pelaku usaha orang pribadi tertentu. Artinya, kelompok ini wajib menggunakan perhitungan khusus yang telah ditentukan.

Lebih lanjut, Pasal 227 memberikan pengaturan khusus bagi Wajib Pajak bank. Dasar penghitungan angsuran untuk sektor perbankan didasarkan pada laporan keuangan yang disampaikan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK), termasuk laporan laba rugi dan posisi keuangan. Penghasilan neto yang dijadikan dasar juga dikecualikan dari penghasilan luar negeri dan yang dikenai pajak final.

Menariknya, bagi bank yang memiliki kerugian fiskal yang dapat dikompensasi, kerugian tersebut wajib dikurangkan dari penghasilan neto sebelum menghitung angsuran PPh Pasal 25.

Dampak terhadap pelaku usaha cukup signifikan

Dengan metode yang lebih presisi dan berbasis laporan keuangan terkini, sistem ini dinilai lebih mencerminkan kondisi riil usaha, namun di sisi lain menuntut kepatuhan dan akurasi tinggi dalam pelaporan keuangan.

Dengan diberlakukannya PMK ini, Ditjen Pajak berharap dapat meningkatkan efektivitas pengumpulan PPh dan mengurangi potensi kekeliruan perhitungan angsuran tahunan. Wajib Pajak pun diimbau untuk menyesuaikan sistem dan strategi pelaporan pajaknya mulai sekarang. (alf)

 

 

Bank Kini Wajib Hitung Pajak Berdasarkan Laporan ke OJK, Bukan Lagi Perkiraan

IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024 menghadirkan terobosan penting dalam mekanisme penghitungan angsuran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 khusus untuk Wajib Pajak bank. Aturan baru ini bertujuan meningkatkan akurasi dan transparansi pembayaran pajak sektor perbankan dengan mengacu langsung pada laporan keuangan resmi yang disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Mengacu Pasal 227 PMK tersebut, dasar penghitungan angsuran PPh 25 adalah laporan posisi keuangan dan laporan laba rugi bank sejak awal tahun hingga masa pajak berjalan. Dengan demikian, pemerintah menekankan pentingnya data keuangan terkini dalam menentukan besaran pajak yang harus dibayar secara berkala.

Penghasilan neto bank akan dikenakan tarif sesuai Pasal 17 UU PPh, setelah dikurangi sejumlah elemen seperti pajak yang telah dipotong (Pasal 22) serta angsuran PPh 25 sebelumnya. Namun demikian, penghasilan dari luar negeri serta penghasilan yang bersifat final atau bukan objek pajak dikecualikan dari penghitungan.

Menariknya, aturan ini juga memberi ruang bagi bank yang mengalami kerugian fiskal. Kerugian tersebut dapat dikompensasikan terhadap penghasilan neto sebelum menentukan angsuran pajak yang harus dibayar.

Langkah ini dipandang sebagai bentuk modernisasi administrasi perpajakan yang sejalan dengan praktik good governance di sektor keuangan. (alf)

 

 

 

id_ID