Puluhan Koperasi Mengaku Terima Manfaat Langsung Pelaksanaan Bimtek IKPI

Ketua IKPI Cabang Bogor Pino Siddharta. (Foto: Humas IKPI/Bayu Legianto)

IKPI, Jakarta: Puluhan koperasi se-Kota Bogor terlihat antusias mengikuti bimbingan teknis (Bimtek) perpajakan yang digelar Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Bogor, di Hotel Grand Pangrango, Jumat (19/5/2022). Puluhan peserta kompak menyatakan menerima manfaat dan dirasakan langsung atas kegiatan tahunan IKPI ini.

Ketua IKPI Cabang Bogor Pino Siddharta mengungkapkan, kegiatan Bimtek perpajakan ini merupakan kegiatan rutin tahunan yang digagas oleh pengurus pusat IKPI yang kemudian diimplementasikan oleh seluruh pengurus daerah dan pengurus cabang IKPI se-Indonesia.

“Sasaran kami adalah koperasi serta pelaku UMKM. Tujuannya bagaimana membuat mereka menjadi wajib pajak yang patuh, sekaligus mengajarkan mereka bagaimana membuat laporan perpajakan untuk badan usaha yang mereka miliki,” kata Pino yang ditemui IKPI.or.id dalam acara Halal Bihalal PPL IKPI, di Hotel Sahid Jaya, Jumat (19/5/2023) siang.

Selain itu lanjut Pino, diharapkan kegiatan ini dapat terus memperkuat sinergi dengan seluruh pihak khususnya bagi yang membutuhkan edukasi perpajakan. Secara khusus, IKPI Cabang Bogor berkomitmen untuk terus menjalin sinergi dengan Pemkot Bogor demi meningkatkan kepatuhan pajak yang bermuara pada kemajuan daerah.

“Koperasi maupun UMKM ini berjumlah banyak dan ke depan dapat memengaruhi penerimaan pajak. Jangan sampai koperasi mendapatkan kesalahan dalam urusan perpajakan yang justru dapat mengambat perkembangan usaha,” kata Pino.

Mulyadi, salah seorang pelaku UMKM Kota Bogor yang mengikuti kegiatan Bimtek IKPI ini mengaku sangat terbantu dan menjadi melek mengenai perpajakan. “Sebelum mengikuti kegiatan ini, saya tidak tahu kalau usaha gerabah yang dijalankannya juga harus memberikan laporan tahunan pajak kepada pemerintah. Melalui kegiatan ini saya tahu bagaimana melaporkan usaha ini, sekaligus manfaat yang didapatkan dari pajak yang diterima pemerintah,” kata dia.

Hal senada juga dikatakan Yuni seorang pengusaha kuliner di wilayah tersebut. Menurutnya, dengan pemasukan yang masih relatif kecil terhadap usahannya, menjadikan dia tidak berpikiran harus melaporkan itu kepada pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

“Sekarang, saya sudah lebih tahu apa yang harus dilakukan sebagai pelaku UMKM dan wajib pajak yang patuh. Paling tidak kita harus tertib memberikan laporan usaha tahunan kepada DJP,” ujarnya.

Lebih lanjut Pino berharap, pemerintah bisa lebih menyederhanakan lagi model pelaporan untuk para pelaku UMKM. Artinya, dengan sistem dan cara yang mudah tentunya akan membuat mereka lebih tertib dalam memberikan laporan tahunannya.

Sementara itu, dikutip dari Pajak.com, Koordinator Nasional Bimtek IKPI Hijrah Hafiduddin menuturkan, acara ini merupakan salah satu program corporate social responsibility (CSR) yang dilakukan IKPI. Organisasi yang berdiri pada 27 Agustus 1965 ini berkomitmen untuk terus memberikan edukasi perpajakan kepada UMKM maupun koperasi, mengingat keduanya merupakan bentuk sistem ekonomi kerakyatan yang terbukti tangguh di Indonesia.

“IKPI melakukan bimtek dan menyosialisasikan peraturan-peraturan perpajakan di 42 kota se-Indonesia. Dinas Koperasi dan UMKM Pemkot Bogor meminta IKPI untuk khusus melakukan bimtek intensif kepada UMKM maupun koperasi. Khusus koperasi, di (Bogor) ada 700 lebih, yang ternyata mereka masih minim (pengetahuan) perpajakan. Ada yang ingin melapor, tapi takut. Ada yang tidak tahu hak dan kewajiban koperasi, tidak tahu bagaimana menghitung PPh (Pajak Penghasilan) Pasal 21, Pasal 23, PPh final, dan bagaimana mengisi SPT tahunan badan maupun SPT Masa. Untuk itu, IKPI hadir untuk mengedukasi koperasi di sini,” kata Hijrah.

Di hadapan puluhan pelaku koperasi, Hijrah pun memberikan pemahaman mengenai aspek pemajakan hingga cara pelaporan SPT tahunan maupun SPT Masa. Ia menjelaskan, Wajib Pajak badan koperasi dibedakan menjadi tiga, yakni omzet di bawah Rp 4,8 miliar per tahun (peredaran bruto tertentu); omzet lebih besar dari Rp 4,8 miliar dan kurang dari Rp 50 miliar per tahun; serta omzet lebih dari Rp 50 miliar per tahun.

“Koperasi bisa dikenakan PPh Pasal 21 untuk karyawan. Lalu, ada PPh Pasal 23, yakni pajak yang dikenakan berdasar penghasilan, seperti bunga, royalti, sewa, dividen, atau pembayaran jasa. Biasanya pajak ini dikenakan kepada koperasi simpan pinjam karena mendapat bunga dari pinjaman. Bisa juga dikenakan PPh Masa Pasal 25 bagi koperasi yang beromzet lebih dari Rp 4,8 miliar,” jelas Hijrah.

Ia juga menekankan, regulasi pemerintah terus berpihak kepada koperasi. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker), SHU kini tidak dikenakan pajak. Sebelumnya, mengacu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 111/PMK.03/2010, SHU koperasi termasuk dalam dividen sehingga menjadikannya sebagai objek pajak. Tarif yang dikenakan sebesar 10 persen dari jumlah bruto dan bersifat final.

“Koperasi dan UMKM juga bisa mendapatkan fasilitas tidak dikenakan PPh final 0,5 persen dari omzet (bila peredaran usaha maksimal Rp 500 juta per tahun). Ini menunjukkan pula keberpihakan pemerintah. SHU pun tidak dikenakan (pajak). IKPI menilai kebijakan ini akan mendorong koperasi untuk fokus di bisnisnya,” ujar Hijrah. (bl)

 

id_ID