IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) resmi menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak (Perdirjen) Nomor PER-8/PJ/2025 yang mengatur secara rinci tata cara perubahan metode pembukuan dan/atau tahun buku oleh wajib pajak. Aturan ini sekaligus menegaskan ketentuan yang sebelumnya diatur dalam Pasal 28 ayat (6) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), yang mensyaratkan persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak untuk setiap perubahan tersebut.
Selama ini, DJP sempat merujuk pada dua surat edaran lama, yaitu SE-14/PJ.313/1991 dan SE-40/PJ.42/1998. Kini, PER-8/PJ/2025 hadir sebagai pembaruan yang lebih sistematis dan adaptif terhadap era digital, termasuk dengan pengajuan permohonan yang sudah bisa dilakukan secara elektronik melalui sistem coretax.
Tiga Syarat Utama untuk Dapat Persetujuan
Mengacu Pasal 4 PER-8/PJ/2025, wajib pajak yang ingin mengubah metode pembukuan dan/atau tahun buku harus terlebih dahulu memenuhi tiga syarat utama agar bisa memperoleh Surat Keterangan Fiskal (SKF), yakni:
• Telah menyampaikan SPT Tahunan PPh dua tahun terakhir dan SPT Masa PPN tiga masa pajak terakhir.
• Tidak memiliki utang pajak, atau jika ada, sudah memiliki izin penundaan atau angsuran pembayaran.
• Tidak sedang dalam proses penanganan tindak pidana perpajakan.
Motif Perubahan Harus Valid dan Wajar
Dalam aturan baru ini, alasan pengajuan perubahan juga harus logis dan tidak bermuatan manipulatif. Permohonan akan disetujui jika perubahan dibutuhkan oleh pemegang saham, kreditur, rekanan, atau lembaga lain yang relevan, serta dapat menunjukkan bahwa tanpa perubahan tersebut akan timbul kerugian atau hambatan bagi perusahaan.
DJP juga menegaskan bahwa permohonan hanya akan dipertimbangkan jika ini adalah permohonan pertama kali, dan tidak mengindikasikan adanya niat untuk mengubah kembali di masa depan. Selain itu, permohonan harus bebas dari indikasi pergeseran laba/rugi yang bertujuan menghindari beban pajak.
Keputusan Maksimal 15 Hari Kerja
Salah satu terobosan dalam PER-8/PJ/2025 adalah percepatan waktu penyelesaian permohonan. Bila sebelumnya, berdasarkan SE-14/PJ.313/1991, keputusan baru keluar dalam waktu dua bulan, kini DJP menetapkan batas waktu maksimal hanya 15 hari kerja sejak bukti penerimaan elektronik diterbitkan.
Hal ini merupakan upaya nyata DJP dalam menyederhanakan birokrasi dan memberikan kepastian hukum lebih cepat bagi wajib pajak.
Selain mempercepat proses, PER-8/PJ/2025 juga mengakomodasi digitalisasi layanan. Permohonan perubahan kini tidak lagi mengandalkan proses manual, tetapi dapat disampaikan langsung melalui platform coretax, lengkap dengan pernyataan pemenuhan syarat yang cukup dicentang pada formulir elektronik.
Dengan hadirnya aturan ini, DJP berharap kepatuhan dan transparansi perpajakan semakin meningkat, sekaligus menciptakan sistem yang lebih efisien dan ramah bagi dunia usaha. (alf)