Pengamat Sebut Seruan Boikot Pajak Tak akan Berjalan Mulus

Ilustrasi (Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Seruan untuk tidak membayar pajak maupun laporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan muncul dari berbagai pihak beberapa hari belakangan ini. Terheboh, saat mantan Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj menyerukan boikot tak bayar pajak. Hal itu disampaikan melalui akun Instagram pribadinya pada Selasa (28/2/2023).

Said Aqil menyerukan masyarakat, terutawa warga NU, untuk tidak membayar pajak jika Rafael Alun Trisambodo terbukti melakukan penyelewengan pajak. Dia berujar, kasus anak Rafael Alun yang melakukan tindakan penganiayaan itu mengingatkannya pada kasus Gayus Tambunan.

“Keputusan para kyai bahwa kalau uang pajak selalu diselewengkan, NU akan menempuh sikap tegas, warga NU tidak usah bayar pajak, waktu itu,” kata Said dalam video di Instagram pribadinya, Selasa, 28 Februari 2023.

Ajakan itu muncul atas respons dari kasus penganiayaan Mario Dandy, anak pejabat di Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Rafael Alun Trisambodo (RAT) beberapa waktu lalu. Kasus itu mendapat perhatian besar dan membuat publik dunia maya geram. Terlebih, pihak Kepolisian Resor Jakarta Selatan (Polres Jaksel) saat itu tidak bergerak cepat dalam menangani kasus tersebut.

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono memprediksi gerakan boikot bayar pajak tidak akan berjalan mulus.

“Saya melihat imbauan atau hashtag untuk aksi boikot pajak itu tidak mungkin terlaksana secara mulus atau mendapatkan sambutan positif dari masyarakat luas,” kata Prianto dalam keterangan seperti dikutip dari Tempo.co, Senin, (6/3/2023).

Pertama, menurut Prianto, sikap masyarakat yang mendorong aksi tolak bayar pajak merupakan bentuk kekecewaan atas perilaku oknum pejabat pajak. Kekecewaan itu kemudian dilampiaskan di media sosial.

Kedua, basis perpajakan dalam negeri sudah bergeser dari Pajak Penghasilan (PPh) ke Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Kebijakan itu menyebabkan pajak menempel di transaksi.

“Dengan kata lain, setiap masyarakat atau perusahaan yang bertransaksi sudah pasti memunculkan pembayaran PPN. Jadi, pada dasarnya mereka sudah bayar pajak, khususnya pajak tidak langsung berupa PPN yang ada di transaksi konsumsi dalam negeri,” jelasnya.

Dosen Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia(UI) itu juga menjelaskan harga pembelian barang kebutuhan sehari-hari masyarakat di minimarket, departement store, atau e-commerce sudah pasti mencakup PPN.

Ketiga, lanjutnya, pajak atas penghasilan yang dibayarkan oleh pemberi kerja sudah pasti telah dipotong, disetor, dan dilaporkan ke kas negara. Penghasilan perusahaan dari jasa juga sudah pasti dipotong PPh oleh pemberi penghasilan.

Perusahaan juga secara umum menyetorkan angsuran PPh bulanan (PPh 25). Pembayaran PPh akhir tahun hanya berkaitan PPh kurang bayar yang tersisa. (bl)

 

id_ID