Pelaku Industri Terima Kenaikan PPN 12%, Tapi Khawatir Dampak Relaksasi Impor

Ilustrasi (Istimewa)

IKPI, Jakarta: Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkapkan bahwa pelaku industri Indonesia tidak terlalu terbebani dengan rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%. Bahkan, mereka menilai kebijakan tersebut masih dapat diterima.

Namun, hal yang lebih mengkhawatirkan bagi mereka adalah kebijakan relaksasi impor yang dapat mengancam daya saing produk lokal.

Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arief, dalam konferensi persnya di Jakarta, Senin (30/12/2024), menyatakan bahwa kenaikan PPN 12% dapat memengaruhi harga bahan baku dan pada akhirnya memengaruhi harga jual produk manufaktur. Meskipun demikian, ia menjelaskan bahwa pelaku industri lebih khawatir terhadap potensi banjirnya produk impor murah ke pasar domestik akibat kebijakan pembatasan impor yang longgar.

“Yang lebih ditakutkan industri adalah kebijakan relaksasi impor dan pembatasan impor yang mengakibatkan pasar domestik banjir barang impor murah. Ini lebih ditakutkan oleh industri dibandingkan dengan kenaikan PPN 12%,” ujar Febri.

Menurutnya, kenaikan PPN akan sedikit berdampak pada sektor industri, terutama yang memiliki utilisasi rendah, yakni sekitar 2-3%. Meskipun demikian, pemerintah telah mengantisipasi dampak negatif tersebut dengan sejumlah kebijakan ekonomi. Paket insentif yang dikeluarkan, seperti insentif PPh untuk industri padat karya dan insentif untuk mobil hybrid, diharapkan dapat meningkatkan daya saing industri dalam negeri.

“Pemerintah sudah menyiapkan berbagai insentif, di antaranya insentif PPh untuk industri padat karya dan program kebijakan lainnya. Kami harap ini bisa membantu industri untuk tetap bersaing dan menjaga asas keadilan,” kata Febri.

Dengan adanya berbagai kebijakan tersebut, diharapkan industri Indonesia dapat tetap menjaga daya saingnya meskipun menghadapi tantangan dari kebijakan kenaikan PPN dan relaksasi impor. (alf)

id_ID