IKPI, Jakarta: Pemerintah Ontario, Kanada, secara resmi telah menetapkan biaya tambahan sebesar 25 persen pada semua ekspor listrik ke tiga negara bagian Amerika Serikat (AS). Kebijakan ini diumumkan menyusul ketegangan perdagangan yang memanas akibat tarif yang diberlakukan Presiden AS Donald Trump.
Perdana Menteri Ontario Doug Ford menegaskan bahwa pihaknya tidak akan ragu untuk menaikkan biaya lebih lanjut atau bahkan menghentikan ekspor energi sepenuhnya jika perang dagang terus berlanjut. Kebijakan pajak tambahan ini akan berdampak pada sekitar 1,5 juta rumah tangga dan bisnis di negara bagian Michigan, Minnesota, dan New York.
Menurut laporan media lokal, langkah ini berpotensi menghasilkan pendapatan hingga 400 ribu dolar Kanada (sekitar USD277.238) setiap hari bagi Ontario. Selain itu, kebijakan ini dapat meningkatkan sekitar 100 dolar Kanada (sekitar USD69) pada tagihan utilitas bulanan yang dibayarkan warga AS di wilayah tersebut.
“Tarif yang ditetapkan Presiden Trump merupakan bencana bagi ekonomi AS. Tarif tersebut membuat hidup lebih mahal bagi keluarga dan bisnis Amerika,” kata Ford dalam sebuah pernyataan yang dikutip dari Xinhua pada Selasa, 11 Maret 2025. Ford menegaskan bahwa Ontario tidak akan mundur hingga ancaman tarif tersebut benar-benar dicabut.
Ancam Setop Pasokan Listrik dan Nikel
Selain kebijakan biaya tambahan, Ford sebelumnya mengancam akan memutus pasokan listrik dan nikel ke AS sebagai bentuk tanggapan terhadap tarif yang diberlakukan Trump. Ford menegaskan bahwa Ontario merupakan eksportir utama listrik ke tiga negara bagian tersebut.
“Jika mereka ingin mencoba memusnahkan Ontario, saya akan melakukan apa saja, termasuk memutus energi mereka, dengan senyuman di wajah saya,” ujar Ford.
Lebih lanjut, Ford mengancam akan menghentikan ekspor nikel ke AS. “Untuk mineral penting, saya akan menghentikan pengiriman nikel ke AS. Saya akan menghentikan produksi karena 50 persen nikel yang Anda gunakan berasal dari Ontario,” tegasnya.
Langkah tegas Ontario ini menjadi respons serius terhadap kebijakan perdagangan yang dinilai merugikan provinsi tersebut. Kebijakan ini berpotensi memperburuk hubungan dagang antara kedua negara jika tidak segera menemukan solusi diplomatik. (alf)