Ngobrol Simplikasi Pemotongan PPh 21 di Podcast IKPI Bareng Penyuluh DJP

(Foto: Tangkapan layar Youtube)

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) kembali menggelar Podcast di Studio Mohamad Soebakir, Fatmawati, Jakarta Selatan, pekan lalu. Kali ini, tema yang dibahas adalah Simplikasi Pemotongan PPh 21 (Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2023 dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168 Tahun 2023).

Podcast yang mengedukasi seputar dunia perpajakan ini dibawakan oleh dua pembawa acara yakni Ketua Bidang III, Departemen Humas PP IKPI Novia Artini dan anggota Departemen PPL IKPI Riyanto Abimail.

Hadir sebagai narasumber dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yakni Penyuluh Pajak Ahli Muda Giyarso dan  Penyuluh Pajak Ahli Pertama Muhammad Iqbal Rahadian.

Dalam Podcast edukasi perpajakan itu, Giyarso menjelaskan bagaimana latar belakang terbitnya PP 58/2023 dan PMK 168/2023, yang telah berlaku mulai 1 Januari 2024. 

“Aturan itu bertujuan untuk menyederhanakan penghitungan PPH 21 yang lama ini dinilai sangat rumit, sehingga pemerintah melakukan penyederhanaan,” katanya dalam podcast tersebut..

Dia mengungkapkan, pemberi kerja sering salah saat melakukan pemotongan PPh pada pegawai tetap. maka dengan aturan baru ini pemerintah lebih mempermudah cara penghitungannya dan lebih disederhanakan.

Menurutnya, dengan aturan baru ini tidak ada tambahan pajak baru, jadi masih seperti yang lama besaran pemotongannya. Tetapi hanya cara penghitungannya saja yang berubah menjadi lebih sederhana.

Penghitungan ini juga tentunya akan memberi kemudahan juga bagi pemotong. Yakni tarif efektif rata-rata (TER) bulanan x tarif x penghasilan bruto. Dengan adanya aturan ini, pihak yang dipotong juga dapat mengetahui hitung-hitungan yang dibuat secara sederhana.

Ini juga menimbulkan efek transparansi kepada pekerja. “Jadi diharapkan pekerja sudah tidak bingung dan curiga lagi mengenai besaran potongan pajak yang dilakukan,” katanya.

Kemudian latar belakang dari peraturan ini adalah, terciptanya pengaturan dibidang perpajakan yang mendukung kemudahan berusaha. “Kemarin sudah ada UU Cipta Kerja No 11 Tahun 2020  untuk mendukung kemudahan berusaha yang kemudian didukung  dengan UU HPP Nomor 7 Tahun 2021.

“Berdasarkan UU tersebut, DJP kembali menyederhanakan penghitungan PPh 21 agar wajib pajak bisa dengan mudah menjalankan bisnisnya,” ujarnya.

Untuk penghitungan pemotongan PPh 21 dengan metode TER hanya dilakukan Januari-November dan pada Desember penghitungan dilakukan dengan menggunakan PPh Pasal 17.

Sementara itu, Muhammad Iqbal Rahadian menjelaskan bahwa nantinya DJP akan menyediakan aplikasi penghitungan pemotongan PPh 21. “Aplikasi ini berbasis web, jadi hanya ada di website resmi DJP saja,” ujarnya.

Menurut Iqbal, untuk menjaga kerahasiaan data karyawan penggunaan aplikasi tersebut hanya diberikan kepada orang-orang yang ditunjuk oleh perusahaan masing-masing. “Jadi hal itu untuk menghindari kebocoran data pribadi karyawan,” ujarnya.

Iqbal berharap, aplikasi tersebut sudah dapat dipergunakan pada akhir Januari 2024. Dengan demikian, perusahaan akan lebih mudah lagi menjalankan urusan bisnisnya tanpa harus dipusingkan dengan penghitungan pemotongan pajak penghasilan yang rumit. (bl)

Untuk mengetahui isi lengkap diskusi ini, silahkan saksikan Youtube IKPI di bawah ini:

 

 

id_ID